Вы находитесь на странице: 1из 10

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/305682387

Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep


Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit
Landsat 8 (Studi Kasus: Kabupaten...

Conference Paper July 2016

CITATIONS READS

0 546

1 author:

Aryo Adhi Condro


Bogor Agricultural University
7 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

undergrad projects View project

All content following this page was uploaded by Aryo Adhi Condro on 27 July 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan


Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus: Kabupaten Karawang)

Evaporation Estimation Based on Energy Balance Concepts Using Landsat 8


Satellite Imagery (Case Study: Karawang District)

Aryo Adhi Condro1*)


1
Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA, Institut Pertanian Bogor
*)
E-mail: aacondro@gmail.com

ABSTRAK - Evaporasi merupakan proses penguapan air dari permukaan bumi menuju atmosfer. Evaporasi menjadi
potensial ketika faktor pembatasnya hanya berasal dari faktor cuaca dan iklim saja tanpa mempertimbangkan jumlah air
yang tersedia di permukaan. Berdasarkan konsep neraca air, evaporasi merupakan nilai kehilangan air permukaan
sehingga parameter ini berperan penting dalam menduga kebutuhan air tanaman, penentuan cekaman air suatu tanaman,
dan analisis kekeringan. Lisimeter digunakan untuk mengukur nilai evaporasi secara observatif. Namun, biaya
operasional yang mahal dan hanya menghasilkan data titik menjadi masalah dalam analisis data evaporasi. Oleh karena
itu, pemanfaatan data penginderaan jauh dilakukan dalam menduga nilai evaporasi sehingga pengukuran lebih efisien.
Karakteristik evaporasi terhadap tutupan lahan tertentu pun dapat dianalisis apabila pendugaan dilakukan menggunakan
citra satelit. Citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS digunakan dalam menduga nilai evaporasi. Kombinasi antara neraca radiasi
dengan neraca energi digunakan dalam memperoleh nilai panas laten yang selanjutnya akan dikonversi menjadi nilai
evaporasi. Karawang digunakan sebagai wilayah kajian karena daerah ini merupakan salah satu daerah penghasil padi
yang berpengaruh di Jawa Barat sehingga informasi kebutuhan air sangat penting bagi wilayah tersebut. Hasil penelitian
menunjukkan nilai evaporasi minimum sebesar 1.2 mm hari-1 dan nilai evaporasi maksimum sebesar 15.4 mm hari-1 di
wilayah Kabupaten Karawang secara umum pada tanggal 15 Agustus 2015. Nilai evaporasi pada tutupan lahan badan air
berkisar antara 6.2 mm hari-1 hingga 15.4 mm hari-1, lahan terbangun berkisar antara 1.2 mm hari-1 hingga 3.1 mm hari-1,
dan vegetasi berkisar antara 6.4 mm hari-1 hingga 10.4 mm hari-1. Hal ini berkaitan erat dengan karakteristik permukaan
dalam menghambat evaporasi.

Kata kunci: evaporasi, Landsat-8 OLI/TIRS, neraca energi, neraca radiasi, pendugaan cepat

ABSTRACT - Evaporation is a physical process through which, water from the earth surface is vapoured and
transmitted to the atmosphere. Evaporation is termed as potential, if it only considers weather and climate as the
limiting factors without taking water quantity, available on the earth surface, into account. In a water balance model,
evaporation is considered as the water loss from the earth surface thus, estimating the amount of water loss due to
evaporation is therefore very crucial, in order to further assess: (1) crops water demand; (2) crops water stress; and
(3) other impacts of drought. Lysimeter is conventionally used for measuring evaporation on the field however, since
one lysimeter can only measure evaporation at one particular point of location; thus, in order to obtain and analyse
evaporation data of a relatively large area using lysimeter is therefore cost-inefficient. Hence, estimating evaporation
on a large area using remotely sensed data should offer a more efficient approach. In addition, remote sensing also
offers a rapid method for assessing evaporation from various types of land cover. Landsat 8 satellite image OLI/TIRS
used in predicting the value of evaporation. The combination between the radiation balance and the energy balance used
to obtain the value of the latent heat which would then be converted into evaporation. Karawang used as a study area
because this area is one of the influential producer of rice in West Java, so the information of the water needs for crop is
very important for this region. Findings of the study indicated daily evaporation in Karawang as observed on 15 August
2015 was ranging from 1.2 mm day-1 to 15.4 mm day-1 which varied among various types of land cover i.e.: water
body, built-up area, and vegetation of about 6.2-15.4 mm day-1, 1.2-3.1 mm day-1, and 6.4-10.4 mm day-1 respectively.
It suggests that each land cover type has different surficial properties functioning as constraining factors to evaporation.

Keywords: evaporation, Landsat-8 OLI/TIRS, energy balance, radiation balance, rapid assessment

1
Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus : Kabupaten
Karawang) (Condro, A.A.)

1. PENDAHULUAN

Evaporasi merupakan proses fisik yang terjadi di atas permukaan dimana air diubah menjadi uap air dan
dipindahkan ke atmosfer dengan laju yang ditentukan oleh faktor-faktor cuaca. Proses fisik serupa terjadi pada
vegetasi yang sangat ditentukan oleh faktor-faktor fisiologis vegetasi tersebut. Dalam analisis neraca air, kedua
parameter tersebut seringkali dikombinasikan dan disebut evapotranspirasi. Ketika nilai leaf area index (LAI)
suatu wilayah rendah, proses evaporasi mengambil proporsi lebih banyak dibandingkan dengan transpirasi.
Sebaliknya, ketika nilai LAI tinggi, proses transpirasi akan mengambil peran dominan terhadap kehilangan air
dari permukaan suatu wilayah tersebut (Allen et al., 1998). Pendugaan nilai evaporasi dalam aplikasi neraca
air menjadi sangat penting dalam melakukan kajian irigasi tanaman, pembangunan model kekeringan, analisis
cekaman air terhadap suatu tanaman, serta kajian-kajian lainnya yang berhubungan dengan neraca air.
Pengukuran evaporasi secara observatif dapat dilakukan menggunakan panci kelas A standar, atmometer,
dan lisimeter. Lisimeter merupakan alat yang standar dalam pengukuran evaporasi karena proses transpirasi
berdasarkan tanaman acuan dimasukkan ke dalam pengukuran. Namun, banyak ditemukan kesulitan dalam
operasional lisimeter tersebut. Beberapa hambatan dalam pengukuran lisimeter secara observatif diantaranya:
biaya perawatan dan operasional alat cukup mahal, sampel tanah pada lisimeter mudah terganggu sehingga
pengisian air pada tanah harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghasilkan nilai evaporasi yang
representatif dengan lingkungan, lisimeter dapat rusak akibat tutupan salju dan es pada musim dingin di
wilayah subtropis, dan pengukuran nilai evaporasi potensial pada musim kering dan panas dapat menghasilkan
data yang overestimate (Shaw, 2011). Pendekatan empiris dalam menduga nilai evaporasi digunakan untuk
menghindari kesulitan yang dihadapi dalam melakukan observasi sehingga pendugaan evaporasi menjadi lebih
efisien. Beberapa pendekatan empiris yang dapat digunakan antara lain: pendekatan neraca air, metode Penman
atau metode kombinasi, transfer massa, korelasi eddy, dan neraca energi (Dingman, 2015). Penelitian ini
menggunakan metode neraca energi dalam menduga nilai evaporasi dengan pendekatan penginderaan jauh.
Absorpsi radiasi matahari dan pancaran radiasi gelombang panjang dari permukaan bumi merupakan faktor
penggerak dinamika atmosfer sehingga akan mempengaruhi karakteristik dan proporsi energi di bumi. Satelit
pasif seperti Landsat 8 dapat menangkap pancaran objek-objek dari permukaan bumi dalam bentuk reflektansi.
Nilai reflektansi tersebut dapat dikonversi ke dalam parameter-parameter radiasi dan energi dengan metode-
metode tertentu. Energi input ke dalam bumi (radiasi netto) terdistribusi dalam bentuk panas terasa, panas laten,
panas tanah, dan sebagian kecil digunakan untuk proses fotosintesis. Panas laten merupakan energi yang dapat
dikonversi menjadi nilai evaporasi sehingga citra satelit Landsat 8 dapat digunakan untuk mengestimasi nilai
evaporasi di wilayah tertentu.
Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai evaporasi di wilayah kajian berdasarkan konsep neraca energi
menggunakan citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS serta membandingkan distribusi nilai evaporasi di tutupan
lahan tertentu di Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang memberikan kontribusi kebutuhan beras
nasional rata-rata setiap tahunnya mencapai 865000 ton/tahun berdasarkan data RPJMD Kabupaten Karawang
tahun 2011-2015. Pengaruh ketersediaan air bagi tanaman padi di wilayah kajian perlu diperhatikan sehingga
pendugaan parameter neraca air menggunakan penginderaan jauh diharapkan mampu memberikan data secara
efisien untuk pembangunan model neraca air.

2. METODE
2.1 Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan citra satelit Landsat 8 sensor OLI/TIRS dengan level
koreksi L1T yang dapat diunduh secara dari laman (earthexplorer.usgs.gov). Path/Row wilayah kajian adalah
122/64 yang diakuisisi pada tanggal 15 Agustus 2015. Hanya citra satelit yang berasal dari kanal 2, 3, 4, 5, 6,
10, dan 11 yang digunakan dalam pengolahan data. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat
komputer, perangkat lunak Ms. Office 2016, ERDAS Imagine 9.1, serta ArcMap 10.3.

2.2 Lokasi Penelitian

Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah 1753.27 km2 atau
174327 ha yang secara geografis terletak antara 107o02 107o40 BT dan 5o56 6o34 LS. Wilayah ini
termasuk daerah daratan yang relatif rendah dengan variasi ketinggian wilayah antara 0 1279 m dpl.

2
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

2.3 Alur Penelitian

2.3.1 Klasifikasi tak terbimbing dan cloud removal

Klasifikasi tak terbimbing merupakan metode pengelompokkan piksel pada citra menjadi beberapa cluster
tutupan lahan yang memiliki karakteristik piksel yang mirip tanpa harus mengambil sampel training area.
Algoritma yang biasa digunakan dalam melakukan klasifikasi tak terbimbing disebut iterative self-organizing
data analysis atau ISODATA (Lillesand, 2004). Citra komposit kanal 654 digunakan dalam melakukan
klasifikasi ke dalam tiga kelas berbeda. Hal ini didasari oleh karakteristik permukaan terhadap respon energi
yang diterima. Kelas tutupan lahan terdiri dari badan air, vegetasi, dan lahan terbangun. Selain proses
klasifikasi, cloud removal pada citra dilakukan sehingga piksel awan dihilangkan dari data raster.

2.3.2 Perhitungan suhu permukaan

Suhu permukaan berguna untuk menentukan radiasi gelombang panjang yang keluar dari permukaan bumi.
Kanal termal Landsat 8 dari sensor TIRS (kanal 10 dan kanal 11) digunakan dalam perhitungan suhu
permukaan. Berikut merupakan langkah-langkah dalam menentukan nilai suhu permukaan.
Nilai spektral radians diperoleh dari persamaan konversi yang terdapat dalam Landsat 8 Data users
handbook. Berikut adalah persamaan spektral radians yang digunakan.

= + .(1)

dimana L merupakan nilai spektral radians (W m-2 sr-1 m-1), ML merupakan radiance multiplicative scaling
factor kanal tertentu, Qcal merupakan nilai digital number kanal tertentu, dan AL merupakan radiance additive
scaling factor kanal tertentu. Selanjutnya, suhu kecerahan dihitung berdasarkan persamaan berikut.
2
= 1 273.15...(2)
ln( +1)

dimana Tb merupakan suhu kecerahan (oC) yang merupakan suhu efektif yang ditangkap oleh satelit dengan
asumsi emisivitas yang seragam di setiap permukaan, K1 dan K2 merupakan konstanta konversi termal untuk
kanal tertentu, dan L merupakan nilai spektral radians (W m-2 sr-1 m-1). Suhu permukaan diperoleh dengan
mengoreksi suhu kecerahan dengan nilai emisivitas yang berbeda pada setiap tutupan lahan. Berikut adalah
persamaan suhu permukaan (Weng, 2001).

= .....(3)
1+( ) ln

dimana Ts merupakan suhu permukaan (oC), Tb merupakan suhu kecerahan (oC), merupakan panjang

gelombang yang diemisikan (11.5 m), merupakan yang bernilai 1.438x10-2 mK, dan merupakan nilai

emisivitas permukaan. Badan air memiliki nilai sebesar 0.98, untuk vegetasi sebesar 0.95, dan non-vegetasi
(lahan terbangun) sebesar 0.92 (Weng, 2001).

2.3.3 Perhitungan komponen neraca radiasi

Pendugaan nilai radiasi netto merupakan tujuan utama dalam perhitungan komponen neraca energi. Berikut
ini merupakan persamaan neraca radiasi.

= ( + ) ( + )..(4)

dimana Qn merupakan radiasi netto (W m-2), RSin merupakan radiasi gelombang pendek yang masuk menuju
bumi (W m-2), RLin merupakan radiasi gelombang panjang yang masuk ke dalam bumi (W m-2), RSout
merupakan radiasi gelombang pendek yang keluar dari bumi (W m-2), dan RLout merupakan radiasi gelombang
panjang yang keluar dari permukaan bumi (W m-2). Berikut merupakan langkah-langkah dalam menentukan
komponen neraca radiasi.

3
Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus : Kabupaten
Karawang) (Condro, A.A.)

Radiasi gelombang pendek yang keluar menuju atmosfer dan albedo dapat dihitung melalui persamaan
sebagai berikut menggunakan citra kanal 4, kanal 3, dan kanal 2 (USGS, 2013).

= 2 ...(5)

... 2
= .cos()....(6)

dimana d merupakan jarak bumi-matahari pada julian date tertentu, Esun merupakan exoatmospheric solar
irradiance kanal tertentu (Wm-2m-1), dan s merupakan sudut zenith matahari. Albedo dan radiasi gelombang
pendek yang keluar tersebut digunakan untuk menghitung radiasi gelombang pendek yang masuk ke
permukaan bumi. Berikut adalah persamaan radiasi gelombang pendek yang masuk.

=
.(7)

RLin memiliki nilai yang sangat kecil sehingga pada perhitungan neraca radiasi nilai radiasi gelombang
panjang yang masuk ke bumi dapat diasumsikan bernilai nol. Selanjutnya, radiasi gelombang panjang yang
keluar dari permukaan bumi dihitung berdasarkan hukum Stefan-Boltzmann.

= 4 .(8)

dimana merupakan konstanta Stefan-Boltzmann dengan nilai sebesar 5.67x10-8 W m-2 K-4, dan Ts merupakan
suhu permukaan (K).

2.3.4 Pendugaan komponen neraca energi

Neraca energi merupakan distribusi radiasi netto ke dalam bentuk energi lain yang berperan dalam proses
kehidupan (Arya, 2001). Berikut ini merupakan persamaan umum dari neraca energi.

= + + + (9)

dimana H merupakan panas terasa (W m-2), G merupakan panas tanah (W m-2), P merupakan energi yang
digunakan untuk fotosintesis (W m-2), dan LE merupakan panas laten (W m-2).

Energi yang digunakan untuk fotosintesis sangat rendah sehingga dalam persamaan neraca energi dapat
diasumsikan bernilai nol. Panas tanah diperoleh dari nilai radiasi netto, suhu permukaan, albedo, dan NDVI.
Berikut adalah persamaan panas tanah yang digunakan (Allen et al., 2001).


=
(0.0038 + 0.0074 2 )(1 4 )..(10)

Panas terasa dan panas laten dapat diperoleh dengan menggunakan metode Bowen Ratio. Berikut adalah
persamaan perhitungan panas terasa dan panas laten.
()
= (11)
+1

()
= +1
atau = ...(12)

Bowen ratio merupakan rasio antara panas terasa dengan panas laten. Rasio tersebut relatif konstan pada
setiap tutupan lahan tertentu sehingga nilai untuk badan air sebesar 0.1, nilai untuk vegetasi sebesar 0.5,
dan untuk lahan terbangun sebesar 4.

2.3.5 Pendugaan nilai evaporasi

Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan satu kilogram air (L) digunakan dalam mengonversi
nilai panas laten menjadi nilai evaporasi harian. Berikut ini merupakan persamaan latent heat vaporization.

4
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

= 2.5106 2400.(13)

Selanjutnya, nilai evaporasi harian dapat diestimasi menggunakan persamaan berikut.



= 100086400.....(14)

dimana E merupakan evaporasi harian (mm hari-1), merupakan kerapatan air sebesar 1000 kgm-3, dan L
merupakan latent heat vaporization (J kg-1).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Klasifikasi tutupan lahan secara tak terbimbing dilakukan pada penelitian ini dengan iterasi sebanyak
seratus kali. Recoding data hasil klasifikasi dilakukan untuk menggabungkan cluster ke dalam klasifikasi yang
sama. Hasil klasifikasi tersebut tidak dapat merepresentasikan penggunaan lahan. Berikut adalah klasifikasi
tutupan lahan di Kabupaten Karawang pada tanggal 15 Agustus 2015.

Gambar 1. Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang

Berdasarkan Gambar 1, tutupan lahan di Kabupaten Karawang dibagi menjadi tiga: badan air, lahan
terbangun, serta vegetasi. Kelas yang dibangun merupakan generalisasi dari tutupan lahan tertentu karena
hanya diperlukan tutupan lahan dengan perbedaan karakteristik dan sifat permukaan yang signifikan. Wilayah
utara Kabupaten Karawang didominasi oleh badan air. Lahan terbangun mendominasi wilayah selatan
Kabupaten Karawang. Penggunaan lahan sawah bera dan lahan terbuka memiliki karakteristik yang relatif
sama dengan lahan terbangun sehingga sawah bera dan lahan terbuka diklasifikasikan ke dalam lahan
terbangun.

Tabel 1. Luasan Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang

Tutupan Lahan Luas (%) Luas (ha)

Badan air 39.2 68359


Lahan terbangun 38.2 66590
Vegetasi 22.6 39378
Total 100 174327

5
Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus : Kabupaten
Karawang) (Condro, A.A.)

Tutupan lahan di Kabupaten Karawang didominasi oleh badan air sebesar 39.2 % dari total wilayah
Kabupaten Karawang. Lahan tambak dan sawah tergenang digolongkan ke dalam kelas badan air sehingga
tutupan lahan badan air memiliki luasan yang cukup besar. Lahan terbangun memiliki luasan sebesar 38.2 %
dari total wilayah, sedangkan vegetasi memiliki luas sebesar 22.6 % dari total wilayah.
Perhitungan komponen neraca radiasi dilakukan untuk menghasilkan nilai radiasi netto sehingga nilai panas
laten dan komponen energi lainnya dapat diketahui. Berikut ini adalah data komponen neraca radiasi, neraca
energi, dan evaporasi harian di setiap tutupan lahan pada tanggal 15 Agustus 2015 di Kabupaten Karawang.

Tabel 2. Komponen Neraca Radiasi di Kabupaten Karawang

Ts (C) Albedo RSout (W m-2) RSin (W m-2) RLout (W m-2)


Tutupan Lahan Std. Std. Std. Std. Std.
Mean Mean Mean Mean Mean
Dev Dev Dev Dev Dev
Badan air 22.6 0.8 0.119 0.02 107.1 12.8 901.8 17.5 425.1 4.7
Lahan terbangun 24.6 1.4 0.122 0.02 109.6 17.7 897.0 14.4 409.8 7.6
Vegetasi 22.2 0.9 0.098 0.01 89.2 7.0 912.9 12.0 410.1 4.8

Tabel 3. Komponen Neraca Energi dan Evaporasi Harian di Kabupaten Karawang

Qn (W m-2) G (W m-2) H (W m-2) LE (W m-2) E (mm hari-1)


Tutupan Lahan Std. Std. Std. Std. Std.
Mean Mean Mean Mean Mean
Dev Dev Dev Dev Dev
Badan air 369.6 28.7 39.0 2.3 30.1 2.4 300.6 24.4 10.6 0.9
Lahan terbangun 377.7 31.6 43.3 2.5 267.5 24.0 66.9 6.0 2.4 0.2
Vegetasi 413.5 18.2 40.8 1.8 124.3 5.9 248.5 11.8 8.8 0.4

Kelas tutupan lahan vegetasi memiliki nilai radiasi netto rata-rata yang paling tinggi dari tutupan lahan
lainnya, yaitu sebesar 413.5 W m-2. Lahan terbangun memiliki radiasi netto rata-rata sebesar 377.7 W m-2
sedangkan badan air memiliki radiasi netto rata-rata sebesar 369.6 W m-2. Berdasarkan konsep neraca radiasi,
nilai radiasi netto yang tinggi merepresentasikan lebih banyak radiasi yang diterima permukaan bumi
dibandingkan dengan radiasi yang keluar dari bumi. Vegetasi memiliki albedo rata-rata terendah dari tutupan
lahan lainnya sehingga radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam vegetasi sangat tinggi, yaitu mencapai
912.9 W m-2. Berbeda dengan lahan terbangun, albedo rata-rata dari lahan terbangun memiliki nilai yang paling
tinggi sehingga nilai radiasi gelombang pendek yang masuk ke dalam lahan terbangun menjadi rendah, yaitu
sebesar 897 W m-2. Albedo memiliki hubungan terbalik dengan radiasi gelombang pendek yang masuk ke
permukaan bumi. Berdasarkan hukum Stefan-Boltzmann, suhu permukaan mempengaruhi besarnya radiasi
gelombang panjang yang diemisikan melalui objek di permukaan bumi. Flux panas permukaan tanah (soil heat
flux) memiliki nilai yang berkisar antara 39 43 W m-2. Lahan terbangun memiliki rata-rata fluks panas
permukaan tanah tertinggi dan badan air memiliki rata-rata fluks panas permukaan terendah. Nilai fluks panas
permukaan tanah relatif konstan sehingga karakteristik radiasi netto dan komponen energi lainnya biasanya
dinyatakan dalam rasio per fluks panas permukaan tanah. Rasio tersebut dapat menggambarkan karakteristik
energi pada tutupan lahan yang berbeda.
Panas laten merupakan energi yang digunakan untuk proses evaporasi. Badan air memiliki nilai panas laten
rata-rata tertinggi, yaitu sebesar 300.6 W m-2. Kandungan air pada badan air sangat melimpah sehingga
sebagian besar energi atau radiasi netto (Qn) akan diubah menjadi panas laten (LE). Vegetasi memiliki nilai
panas laten rata-rata sebesar 248.5 W m-2. Cadangan air yang cukup banyak pada vegetasi serta proses
konduktivitas stomata menyebabkan nilai panas laten di tutupan lahan vegetasi juga cukup tinggi. Tumbuhan
memperoleh CO2(g) sebagai reaktan dalam proses fotosintesis dari stomata. Pembukaan stomata akan diikuti
dengan masuknya CO2(g) dan keluarnya H2O dari dalam tumbuhan ke atmosfer sehingga akan terjadi proses
transpirasi. Hal ini juga dipengaruhi oleh perbedaan nilai tekanan uap antara atmosfer dengan tumbuhan (Jones,
2014). Lahan terbangun memiliki nilai panas laten terendah, yaitu 66.9 W m-2. Potensi penguapan yang
dimiliki tutupan lahan terbangun sangat rendah. Hal ini dipengaruhi oleh sifat permukaan dan ketersediaan air
di lahan tersebut. Berikut ini merupakan persentase alokasi radiasi netto menjadi panas terasa, panas laten, dan
panas permukaan tanah.

6
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

Gambar 2. Persentase Alokasi Energi. (a) Badan Air, (b) Lahan Terbangun, dan (c) Vegetasi

Pie chart di atas merupakan persentase alokasi energi dari radiasi netto pada tutupan lahan berbeda. Panas
laten memiliki alokasi energi tertinggi di tutupan lahan badan air dan vegetasi. Sedangkan, lahan terbuka
memiliki persentase energi panas laten yang lebih rendah dibandingkan dengan kedua tutupan lahan lainnya.
Radiasi netto pada lahan terbangun paling tinggi dialokasikan menjadi energi panas terasa sehingga pada
tutupan lahan tersebut sering terjadi proses pemanasan lokal atau urban heat island.

Gambar 3. Distribusi Evaporasi di Kabupaten Karawang pada Tanggal 15 Agustus 2015.

Berdasarkan Gambar 3, dapat terlihat distribusi evaporasi di Kabupaten Karawang pada tanggal 15 Agustus
2015. Rentang nilai evaporasi berada di antara 1.2 15.4 mm hari-1 dengan variasi pada tutupan lahan yang
berbeda. Nilai evaporasi pada tutupan lahan badan air berkisar antara 6.2 - 15.4 mm hari-1, lahan terbangun
berkisar antara 1.2 - 3.1 mm hari-1, dan vegetasi berkisar antara 6.4 - 10.4 mm hari-1. Evaporasi tinggi di
wilayah utara Kabupaten Karawang dan rendah di bagian selatan dan barat daya Kabupaten Karawang.
Berdasarkan kelas tutupan lahan, wilayah utara Kabupaten Karawang didominasi oleh badan air berupa tambak
dan sawah tergenang. Cadangan air di tutupan lahan tersebut relatif berlimpah sehingga potensi evaporasi di
wilayah tersebut juga tinggi. Wilayah selatan dan barat daya Kabupaten Karawang didominasi oleh lahan
terbangun sehingga memiliki nilai evaporasi yang relatif rendah dari wilayah Kabupaten Karawang lainnya.
Karakteristik statistik nilai evaporasi di setiap tutupan lahan dapat dilihat dalam distribusi frekuensi.

7
Pendugaan Evaporasi Berdasarkan Konsep Neraca Energi Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 (Studi Kasus : Kabupaten
Karawang) (Condro, A.A.)

Gambar 4. Histogram Nilai Evaporasi pada Setiap Tutupan Lahan di Kabupaten Karawang.

Distribusi nilai evaporasi pada setiap tutupan lahan relatif menyebar secara normal. Perbedaan nilai rataan
evaporasi pada setiap tutupan lahan terlihat dalam posisi histogram pada sumbu axis. Besarnya frekuensi
merepresentasikan luasan tutupan lahan tertentu di Kabupaten Karawang. Badan air memiliki nilai evaporasi
yang tinggi dengan luasan wilayah yang tinggi pula sehingga badan air menyumbangkan evaporasi terbesar di
Kabupaten Karawang. Lahan terbangun memiliki nilai rataan evaporasi terendah tetapi memiliki luasan
wilayah yang cukup tinggi.

4. KESIMPULAN
Evaporasi harian pada tutupan lahan tertentu secara spasial dapat diduga menggunakan citra satelit Landsat
8 OLI/TIRS. Rentang nilai evaporasi berada di antara 1.2 15.4 mm hari-1 dengan variasi pada tutupan lahan
yang berbeda. Evaporasi rata-rata tertinggi berada di tutupan lahan badan air, yaitu sebesar 10.6 mm hari -1,
evaporasi rata-rata di tutupan lahan vegetasi sebesar 8.8 mm hari-1, dan evaporasi rata-rata terendah berada di
lahan terbangun, yaitu sebesar 2.4 mm hari-1. Perbedaan nilai evaporasi pada tutupan lahan yang berbeda sangat
dipengaruhi oleh karakteristik permukaan seperti emisivitas permukaan, bowen ratio, dan cadangan air yang
tersedia di permukaan.

5. UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih saya haturkan kepada Bapak Idung Risdiyanto, S.Si., M.Sc. dan Bapak Dr. Yudi
Setiawan, S.P., M.Sc., Ph.D. atas saran dan bimbingannya, serta rekan-rekan Departemen Geofisika dan
Meteorologi IPB angkatan 50 atas dukungannya selama penelitian ini.

6. DAFTAR PUSTAKA
Allen, R. G., Morse, A., Tasumi, M., Bastiaansen, W. and Anderson, H. (2001). Evapotranspiration from Landsat
(SEBAL) for water right management and compliance with ulti-state water compact: University of Idaho Kimberly.
Allen, R. G., Pereira L. S., Raes, D., and Smith M. (1998). Crop Evapotranspiration Guidelines Computing Crop Water
Requirements, FAO Irrigation and Drainage Paper No. 56, diunduh 10 Juni 2016 dari
http://kimberly.uidaho.edu/water/fao56/fao56.pdf
Arya, S. P. (2001). Intoduction to Micrometeorology, Second Edition: Academic Press.
Bappeda Karawang. (2011). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun
2011-2015. Karawang: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Bappeda Karawang.
Dingman, S. L. (2015). Physical Hydrology, Third Edition: Waveland Press, Inc.
Dwijayanto, A. (2015). Intensitas Kebakaran Hutan dan Estimasi Heat Production Menggunakan Citra Landsat.
(Skripsi), IPB (Bogor Agricultural University), Bogor.
Jones, H. G. (2014). Plant and Microclimate: A Quantitative Approach to Environmental Plant Physiology, Third Edition:
Cambridge University Press.
Lillesand, T. M., Kiefer, R. W., and Chipman, J. W. (2004). Remote Sensing and Image Interpretation, Fifth Edition:
John Wiley & Sons, Inc.
8
Seminar Nasional Penginderaan Jauh -2016

Setiawan, R. (2006). Metode Neraca Energi untuk Perhitungan Leaf Area Index (LAI) di Lahan Bervegetasi
Menggunakan Data Citra Satelit. (Skripsi), IPB (Bogor Agricultural University), Bogor.
Shaw, E. M., Beven, K. J., Chappell, N. A., and Lamb, R. (2011). Hydrology in Practice, Fourth Edition: Spon Press.
[USGS] United State Geological Survey. (2013). Landsat 8 (L8) Data User Handbook, diunduh 19 April 2016 dari
http://landsat.usgs.gov/documents/Landsat8DataUsersHandbook.pdf
Weng, Q. (2001). A Remote Sensing: GIS Evaluation of Urban Expansion and Its Impact on Surface Temperature in The
Zhujiang Delta, China. Int. J. Remote Sensing, 22(10), 1999-2014.
Yudiansyah, T. R. (2010). Pendugaan Nilai Komponen Neraca Energi di Kanopi Hutan Tanaman Agathis Loranthifolia
dengan Menggunakan Satelit Optik (Studi Kasus Hutan Gunung Walat Sukabumi). (Skripsi), IPB (Bogor Agricultural
University), Bogor.

View publication stats

Вам также может понравиться