Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Saluran Pernafasan

Paru-paru mempunyai sumber suplai darah dari Arteria Bronkialis dan Arteria

pulmonalis. Arteria Bronkialis berasal dari Aorta torakalis dan berjalan sepanjang

dinding posterior bronkus. Vena bronchialis yang besar mengalirkan darahnya ke

dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara ke vena cava superior dan

mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena brochialis yang lebih kecil akan

mengalirkan darah vena pulmonalis, karena sirkulasi bronchial tidak berperanan

pada pertukaran gas, darah yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2-3%

curah jantung. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari

sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-

paru.

Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena

campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam

pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutup

alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas

antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan

melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya

kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.

2.2 Anatomi Jantung Ventrikel Kanan

Letak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga dada yaitu tepat

di bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan

2
depan ventrikel kiri dan medial atrium kiri. Berbentuk bulan sabit/setengah

bulatan berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm yang disebabkan oleh tekanan di

ventrikel kiri yang lebih besar.

Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu trabekula karnae

yang sering membentuk persilangan satu sama lain. otot ini di bagian apikal

berukuran besar yaitu trabecula septo marginal (moderator band). Ventrikel kanan

secara fungsional dapat dibagi dua alur ruang yaitu alur masuk ventrikel kanan

(Righ ventricular out flow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin

terletak di bagaian superior ventrikel kanan yaitu infundibulum/conus arteriosus.

Alur masuk dan keluar dipisahkan oleh krista supra ventrikuler yang terletak tepat

di atas daun anterior katup triauspid.

2.3 Definisi

Cor pulmonal didefinisikan sebagai perubahan dalam struktur dan fungsi

dari ventrikel kanan yang disebabkan oleh adanya gangguan primer dari system

pernapasan. Hipertensi pulmonal merupakan factor penghubung tersering antara

3
disfungsi paru-paru dan jantung dalam cor pulmonal. Kelainan pada ventrikel

kanan yang disebabkan oleh adanya kelainan utama pada ventrikel kiri tidak

dianggap sebagai cor pulmonal, tetapi cor pulmonal dapat berkembang dan

menjadi penyebab berbagai proses penyakit pada kardiopulmonal. Meskipun cor

pulmonal seringkali berlangsung kronis dengan progress yang lambat, onset akut

cor pulmonal dapat memburuk dengan komplikasi yang dapat mengancam jiwa.1,2

2.4 Epidemiologi

Meskipun prevalensi PPOK di Amerika Serikat terdapat sekitar 15 juta,

prevalensi yang tepat dari cor pulmonale sulit untuk ditentukan karena tidak

terjadi pada semua kasus PPOK, pemeriksaan fisik tidak sensitive untuk

mendeteksi adanya hipertensi pulmonal. Cor pulmonal mempunyai insidensi

sekitar 6-7 % dari seluruh kasus penyakit jantung dewasa di Amerika Serikat,

dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) karena bronchitis kronis dan

emfisema menjadi penyebab lebih dari 50% kasus cor pulmonale.

Sebaliknya, cor pulmonale akut biasanya menjadi kelainan sekunder

akibat adanya emboli paru massif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab

paling sering dari cor pulmonale akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa.

Terdapat sekitar 50.000 angka kematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat

emboli paru dan sekitar setengahnya terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal

jantung kanan.

Secara global, insidensi cor pulmonale bervariasi antar tiap negara,

tergantung pada prevalensi merokok, polusi udara, dan factor resiko lain untuk

penyakit paru-paru yang bervariasi.1,3

4
2.5 Etiologi

Penyebab penyakit cor pulmonale antara lain :

1. Penyakit paru menahun dengan hipoksia

- penyakit paru obstruktif kronik

- fibrosis paru

- penyakit fibrokistik

- cyrptogenik fibrosing alveolitis

- penyakit paru lain yang berhubungan dengan hipoksia

2. Kelainan dinding dada

- Kifoskoliosis, torakoplasti, fibrosis pleura

- Penyakit neuro muskuler

3. Gangguan mekanisme kontrol pernafasan

- Obesitas, hipoventilasi idiopatik

- Penyakit serebrovaskular

4. Kelainan primer pembuluh darah

- Hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang, vaskulitis pembuluh

darah paru.

2.6 Patogenesis

Apapun penyebab penyakit awalnya, sebelum timbul cor pulmonale

biasanya terjadi peningkatan resistensi vaskular paru-paru dan hipertensi

pulmonar. Hipertensi pulmonar pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari

ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung.

5
Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan

resistensi vaskular paru-paru para arteria dan arteriola kecil.

Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi vaskular

paru-paru adalah (1) vasokontriksi hipoksik dari pembuluh darah paru-paru dan

(2) obstruksi dan atau obliterasi anyaman vaskuler paru-paru. Mekanisme yang

pertama paling penting dalam patogenesis cor pulamale. Hipoksemia,

hipercapnea, asidosis merupakan ciri khas PPOM bronchitis lanjut adalah contoh

yang paling baik. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang lebih

kuat untuk menimbulkan vasokonstriksi pulmonar daripada hipoksemia. Hipoksia

alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos arteriola paru-paru

sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia akut. Asidosis,

hipercapnea dan hipoksemia bekerja secara sinergistrik dalam menimbulkan

vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat akibat polisitemia

dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh hipoksia kronik dan

hipercapnea juga ikut meningkatkan tekanan arteria paru-paru.

Mekanisme kedua yang turut meningkatkan resistensi vaskular dan tekanan

arteria paru-paru adalah bentuk anatomisnya. Hilangnya pembuluh darah secara

permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu pada

penyakit obstruktif, pembuluh darah paru-paru juga tertekan dari luar karena efek

mekanik dari volume paru-paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan

obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting

vasokontriksi hipoksik dalam patogenesa cor pulmonale. Kira-kira dua pertiga

sampai tiga perempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau

6
rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteria paru-paru yang bermakna.

Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernafasan dan

penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat

kelainan perfusi ventilasi.

Jadi setiap penyakit paru-paru yang mempengaruhi pertukaran gas,

mekanisme ventilasi atau anyaman vaskuler paru-paru dapat mengakibatkan cor

pulmonale.

Menurut New York Heart Association (NYHA), hipertensi pulmonal secara

fungsional dibagi menjadi empat derajat sesuai dengan keadaan klinis pasien

(Humbert et al., 2004).

Klasifikasi hipertensi pulmonal

Klasifikasi Deskripsi
Derajat I Hipertensi pulmonal tanpa menyebabkan keterbatasan
aktivitas. Aktivitas sehari-hari tidak menyebabkan sesak
nafas, letih, nyeri dada, atau hampir pingsan.

Derajat II Hipertensi pulmonal menyebabkan keterbatasan aktivitas


minimal. Pasien merasa nyaman isaat istirahat, tetapi pada
aktivitas sehari-hari menyebabkan sesak nafas, letih, nyeri
dada, atau hampir pingsan.
Derajat III
Hipertensi pulmonal menyebabkan keterbatasan aktivitas
yang nyata. Pasien merasa nyaman disaat istirahat, tetapi
pada aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari
menyebabkan sesak nafas, letih, nyeri dada, atau hampir
Derajat IV pingsan.

7
Hipertensi Pulmonal yang menyebabkan terjadinya gejala
pada saat apapun juga. Pasien memiliki tanda-tanda gagal
jantung kanan. Merasa sesak dan cepat letih atau keduanya
walaupun saat istirahat dan diperberat dengan aktivitas
fisik.

Hipertensi pulmonal menyebabkan meningkatnya kinerja ventrikel kanan dan

dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi bilik kanan jantung. Timbulnya

keadaan ini diperberat dengan adanya polisitemia akibat hipoksia jaringan,

hipervolemia akibat adanya retensi air dan natrium, serta meningkatnya cardiac

output (Allegra et al.,2005). Ketika jantung kanan tidak lagi dapat melakukan

adaptasi dan kompensasi maka akhirnya timbul kegagalan jantung kanan yang

ditandai dengan adanya edema perifer. Jangka waktu terjadinya hipertropi atau

dilatasi ventrikel kanan maupun gagal jantung kanan pada masing-masing orang

berbeda-beda (Naeije, 2005).

Secara garis besar patognesis cor pulmonale dapat digambarkan sebagai

berikut (gambar II.3):

1. Hipoventilasi alveoli

2. Menyempitnya area aliran darah dalam paru ( vascular bed )

3. Terjadinya pintas (shunt) dalam paru

4. Peningkatan tekanan arteri pulmonal

5. Kelainan jantung kanan

6. Kelainan karena hipoksemia relatif pada miokardium

7. Gagal jantung kanan

8
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, cor pulmonale dibagi menjadi 5

fase, yakni (Naeije, 2005):

a) Fase: 1

Pada fase ini belum nampak gejala klinis yang jelas, selain ditemukannya

gejala awal penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkitis kronis,

Tuberkulosis paru, bronkiektasis dan sejenisnya. Anamnesa pada pasien

50 tahun biasanya didapatkan kebiasaan banyak merokok.

b) Fase: 2

Pada fase ini mulai ditemukan tanda-tanda berkurangnya ventilasi paru.

Gejalanya antara lain, batuk lama berdahak (terutama bronkiektasis), sesak

napas, mengi, sesak napas ketika berjalan menanjak atau setelah banyak

bicara. Sedangkan sianosis masih belum nampak. Pemeriksaan fisik

ditemukan kelainan berupa, hipersonor, suara napas berkurang, ekspirasi

memanjang, ronki basah dan kering, mengi. Letak diafragma rendah dan

denyut jantung lebih redup. Pemeriksaan radiologi menunjukkan

berkurangnya corakan bronkovaskular, letak diafragma rendah dan

mendatar, posisi jantung vertikal.

c) Fase: 3

Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas. Didapatkan pula

berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat lelah.

Pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda

emfisema yang lebih nyata.

d) Fase: 4

9
Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang

somnolens. Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan

kesadaran.

e) Fase: 5

Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal

meningkat. Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi

ventrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi

ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik

nampak sianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegali, edema tungkai

dan kadang asites.

10
2.7 Gambaran Klinis

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang

mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak nafas

waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi, mudah fatig kelemahan. Pada fase awal

berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih banyak

keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan

baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya edema dan nyeri parut

kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi branchus,

edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul

gagal jantung kanan.

Manifestasi klinis dari cor pulmonale biasanya tidak spesifik. Terutama pada

stadium awal penyakit, dan mungkin keliru karena disebabkan patologi paru yang

mendasari.

Gejala

Pasien mungkin mengeluh kelelahan, takipnea, dispnea deeffort, dan

batuk. Nyeri dada angina juga dapat terjadi dan mungkin karena iskemia ventrikel

kanan atau peregangan arteri pulmonalis. Berbagai gejala neurologis dapat dilihat

karena curah jantung menurun dan hipoksemia. Hemoptisis dapat terjadi karena

pecahnya dilatasi arteri pulmonalis atau aterosklerosis. Kondisi lain, seperti

tumor, bronkiektasis, dan infark paru, harus dikeluarkan sebelum menghubungkan

hemoptisis pada hipertensi pulmonal. Pasien mungkin mengeluh suara serak tapi

jarang karena kompresi saraf laring rekuren kiri oleh arteri paru melebar.

11
Pada tahap lanjut, kongesti hepar pasif sekunder untuk gagal ventrikel

kanan yang parah dapat menyebabkan anoreksia, ketidaknyamanan perut pada

kuadran kanan atas, dan jaundice. Selain itu, sinkop karena kelelahan, yang juga

dapat dilihat pada keparahan penyakit, mencerminkan ketidakmampuan untuk

meningkatkan output jantung selama latihan dengan penurunan berikutnya dalam

tekanan arteri sistemik.

Peningkatan tekanan arteri paru dapat menyebabkan tingginya tekanan

vena atrium kanan, perifer, dan tekanan kapiler. Dengan meningkatkan gradien

hidrostatik, itu mengarah ke transudasi cairan dan akumulasi edema perifer.

Meskipun ini adalah penjelasan sederhana untuk edema perifer di cor pulmonale,

hipotesis lainnya menjelaskan gejala ini, terutama di sebagian kecil dari pasien

dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang tidak menunjukkan

peningkatan tekanan atrium kanan. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dan

filtrasi natrium dan stimulasi arginin vasopressin (yang menurunkan ekskresi air

bebas) karena hipoksemia memainkan peran penting dalam patofisiologi

pengaturan ini dan bahkan mungkin memiliki peran untuk edema perifer pada

pasien dengan cor pulmonale yang memiliki tekanan atrium kanan meningkat.

Tanda

Temuan fisik mungkin mencerminkan penyakit paru-paru yang mendasari atau

hipertensi paru, hipertrofi ventrikel kanan (RVH), dan kegagalan RV. Peningkatan

diameter dada, ada upaya pernafasan dengan retraksi dinding dada, distensi vena

jugularis di leher, dan sianosis dapat dilihat.

12
Pada auskultasi paru-paru, mengi dan ronki mungkin terdengar sebagai

tanda-tanda penyakit paru-paru yang mendasari. Aliran turbulen melalui

pembuluh darah dalam hipertensi tromboemboli paru kronis dapat didengar

sebagai bising sistolik di paru-paru.

Memisahkan dari bunyi jantung ke 2 dengan aksen komponen pulmonal dapat

didengar dalam tahap awal. Sebuah murmur ejeksi sistolik ejeksi pada daerah

arteri pulmonal bisa terdengar dalam penyakit lanjut, bersama dengan murmur

regurgitasi diastolik paru. Temuan lain pada auskultasi dari sistem kardiovaskular

mungkin terdengar ketiga dan keempat dari murmur jantung sistolik dan

regurgitasi trikuspid.

RVH ditandai oleh denyut kuat angkat di parasternal atau subxiphoid kiri.

Refluks Hepatojugular adalah tanda-tanda kegagalan RV dengan kongesti vena

sistemik.

Pada perkusi, hyperresonance dari paru-paru mungkin tanda PPOK yang

mendasari; ascites dapat dilihat pada penyakit yang parah. Pemeriksaan

ekstremitas bawah menunjukkan bukti pitting edema. Edema pada cor pulmonale

sangat terkait dengan hiperkapnia.

2 8 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mengetahui penyakit yang mendasari

dan untuk menilai komplikasi serta perjalanan penyakit. Pemeriksaan yang

dilakukan antara lain :

13
- Hematokrit untuk polycythemia, yang dapat merupakan konsekuensi dari

penyakit paru yang mendasarinya, tetapi yang juga dapat meningkatkan

tekanan arteri paru oleh viskositas meningkat

- Serum alpha1-antitripsin, jika kekurangan diduga

- Tingkat antibodi untuk penyakit kolagen Antinuclear vaskular, seperti

scleroderma

- Proteins S dan C, antitrombin III, factor V Leyden, antikardiolipin antibodi,

dan homocysteine untuk mengetahui hiperkoagulasi

- Analisis gas darah untuk mengetahui saturasi oksigen

- Pemeriksaan kadar BNP (Brain Natruretic Peptide) untuk mengatahui

hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan, serta

- Pemeriksaan spirometri untuk mengetahui status fungsional paru

Rontgen Toraks

Terdapat kelainan disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri

pulmonal dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup oleh

hiper inflasi paru yang menekan diafragma sehingga jantung tampaknya normal

karena vertikal. Pembesaran ventrikel kanan lebih jelas pada posisi oblik atau

lateral. Selain itu didapatkan juga diafragma yang rendah dan datar serta ruang

udara retrosternal yang lebih besar, sehingga hipertrofi dan dilatasi ventrikel

kanan tidak membuat jantung menjadi lebih besar dari normal.

14
Ekokardiografi

Dimensi ruang ventrikel kanan membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel

kiri normal. Pada gambaran ekokardiografi katup pulmonal, gelombang a

hilang, menunjukkan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan pemeriksaan

ekokardiografi susah terlihat katup pulmonal karena accoustic window sempit

akibat penyakit paru.

15
Kateterisasi jantung

Ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan pembuluh paru.

Tekanan atrium kiri dan tekanan kapiler paru normal, menandakan bahwa

hipertensi pulmonal berasal dari prekapiler dan bukan berasal dari jantung kiri.

Pada kasus yang ringan, kelainan ini belum nyata. Penyakit jantung paru tidak

jarang disertai penyakit jantung koroner terlebih pada penyakit paru obstruksi

menahun karena perokok berat (stenosis koroner pada angiografi).

EKG (Elektro Kardio Grafi)

Gambaran abnormal cor pulmonale pada pemeriksaan EKG dapat berupa :

a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.

b. Terdapat pola S1S2S3

16
c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

f. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet atau

inkomplet.

g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada sadapan

prekordial.

h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK karena

adanya hiperinflasi.

i. Hipertropi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan gambaran

gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat membingungkan dengan

infark miokard.

j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi prematur

atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi, termasuk takikardi atrial

paroksismal, takikardi atrial multifokal, fibrilasi atrium, dan atrial flutter.

Disritmia ini dapat dicetuskan karena keadaan penyakit yang mendasari

(kecemasan, hipoksemia, gangguan keseimbangan asam-basa, gangguan

elektrolit, serta penggunaan bronkodilator berlebihan).

2.9 Diagnosis

Diagnosis cor pulmonale biasanya menunjukkan kombinasi adanya gangguan

respirasi yang dihubungkan dengan hipertensi pulmonal dan adanya gangguan

pada ventrikel kanan yang didapat secara klinis, radiologis, elektrocardiogram.

Dalam praktek sehari-hari sering didapatkan kesulitan dalam membuat diagnosis

17
col pulmonal yakni bila keadaan pasien sedang stabil atau belum terjadi gagal

jantung kanan. Untuk itu dianjurkan membuatkan EKG dan pemeriksaan

radiologis dada secara serial.

2.10 Diagnosis Banding

- Hipertensi vena pulmonal yang biasanya diderita penderita stenosis katup

mitral.

Gambaran foto toraks berupa pembesaran atrium kiri, pelebaran arteri

pulmonal karena peninggian tekanan aorta yang relatif kecil (pada fase

lanjut), pembesaran ventrikel kanan, pada paru-paru terlihat tanda-tanda

bendungan vena

- Perikarditis konstriktifa

dapat dibedakan dengan test fungsi paru dan analisa gas darah

2.11 Penatalaksanaan

Penanganan cor pulmonale ditujukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar

dan vasokonstriksi paru-paru yang diakibatkannya dengan pemberian oksigen

konsentrasi rendah dengan hati-hati. Pemakaian O2 yang terus menerus dapat

menurunkan hipertensi pulmoner, polisitemia dan takipnea. Memperbaiki keadaan

umum dan bronkodilator, antibiotik membantu meredakan obstruksi aliran udara

pada pasien PPOM. Pembatasan cairan yang masuk dan diuretik mengurangi

tanda-tanda yang timbul akibat gagal ventrikel kanan. Terapi anti koagulansia

jangka panjang diperlukan jika terdapat emboli paru-paru berulang. Kadang-

kadang perlu trakeostomi untuk membantu aspirasi sekret dan mengurangi ruang

18
mati. Preventif yaitu berhenti merokok, olah raga bertahap dan teratur serta senam

pernafasan sangat bermanfaat walaupun jangka panjang.

Penanganan cor pulmonale secara umum adalah mencegah berlanjutnya

proses patogenesis yang masih bisa ditangani secara langsung dan secara

bersamaan menangani komplikasi yang terjadi seperti hipoksemia, hiperkapnia,

dan asidosis.

Pemberian terapi pada cor pulmonale ditujukan untuk mengurangi

hipoksemia, meningkatkan toleransi aktivitas pasien dan jika memungkinkan

menghilangkan faktor yang mendasari. Untuk mengatasi faktor-faktor tersebut

diatas perlu diambil tindakan berikut (Humbert et al., 2004; Palevsky dan

Fishman, 1991):

a) Mengusahakan supaya jalan nafas tetap terbuka dengan jalan memberikan

obat-obatan (bronkodilator, mukolitik), drainase postural, pengisapan lendir

dari jalan nafas dan lain-lain.

b) Pemberian 02

Terapi 02 pada penderita cor pulmonale yang disebabkan oleh PPOK harus

berhati-hati oleh karena dapat mengakibatkan retensi CO2.. Oleh karena itu

pemeriksaan analisa gas darah yang berulang-ulang sangat penting.

Biasanya 02 diberikan dengan konsentrasi rendah. Pemberian terapi oksigen

jangka panjang pada pasien PPOK terbukti memperbaiki prognosis dan

dapat mencegah terjadinya hipertropi ventrikel kanan.

c) Memberantas infeksi saluran nafas. Dengan pemberian antibiotik yang

sesuai dan adekuat.

19
d) Pemberian glikosida jantung (digoxin) pada pasien dengan gagal jantung

kanan. Digoxin bersifat inotropik positif sehingga dapat meningkatkan

cardiac output pada pasien dengan gagal jantung kanan.

e) Vasodilator arteri pulmonal seperti diazoxide, nitroprussid, hydralazin, ACE

inhibitor, penyekat kanal kalsium, atau prostaglandin. Pemberian inhalasi

vasodilator dalam jangka panjang harus dihindari karena efek toksiknya.

Pada pasien PPOK pemberian vasodilator masih dipertanyakan. Hal ini

dikarenakan hipertensi pulmonal pada PPOK cenderung ringan tetapi dapat

menjadi berat saat terjadi eksaserbasi.

f) Flebotomi untuk mengurangi jumlah sel darah merah. Hal ini jarang

dilakukan karena prosedur yang invasif. Tujuannya adalah menghilangkan

polisitemia.

g) Antikoagulan untuk mengurangi resiko tromboemboli.

h) Diet rendah garam, pembatasan asupan cairan, pemberian diuretic, untuk

mengurangi edema dan mengurangi afterload.

2.12 Prognosis

Sangat bervariasi, tergantung perjalanan alamiah penyakit paru yang

mendasarinya dan ketaatan pasien berobat. Penyakit bronko pulmoner sistematis

angka kematian rata-rata 5 tahun sekitar 40-50%. Juga obstruksi vaskuler paru

kronis dengan hipertrofi ventrikel kanan mempunyai prognosis buruk. Biasanya

penderita dengan hipertensi pulmonal obstruksi vaskuler kronik hanya hidup 2-3

tahun sejak timbulnya gejala.

20
21
DAFTAR PUSTAKA

1. Eugene Braunwald : Heart Disease, Fourth edition, volume II, 1989, pp 1581-

1601.

2. Isadore Meschan : Analysis of Roentgen Signs in General Radiology, Volume

II, PP 1155-1157.

3. Ronald Grainger, David J. Allison : Diagnostic Radiology An Anglo

American, Second edition, volume I, PP. 435-623.

4. Peter Carson : Cardiac Diagnosis, 1969, PP 278-281.

5. Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, L

Longo, J Larry Jameson : Harrisons Principles of Internal Medicine, fifthteen

edition, volume I, 2002, PP. 1355 1359.

6. Kurt J. Isselbacher, Eugene Braunwald, Jean D. Wilson, Joseph & Martin,

Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, edis bahasa Indonesia; Ahmad H. Asdie

Prof. dr. Sp.PD, ke : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison, edisi 15,

volume 3, 2002, hal. 1222-1226.

7. Mansjoer Arif, Savitri Rakhmi, Setiowulan Wiwik, Triyanti Kuspuji,

Wardhan, Wahyu Ika; Kapita Selekta Kedokteran Jilid I, edisi ketiga,

Penerbit Media Acsculapius, FKUI, Jakarta 1999, hal. 453-454.

8. Soeparman dan Warpadji Sarwono : Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Cetakan

ketiga, FKUI, Jakarta, 1998. Hal. 882-889.

9. Price Sylvia, Wilson Lorraine : Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Jilid 1

dan 2, edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, hal. 723-725 dan hal. 650.

22
10. Lily Ismodiati, Faisal Baras, Santoso K, Popy S : Buku Ajar Kardiologi,

FKUI, Jakarta 2003.

11. Hill. N.S and Farber. W. Pulmonary Hypertension. N Engl J Med. 2008.

359;20.

12. Eugene Braunwald, Stephen L. Hauser, Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, L

Longo, J Larry Jameson : Harrisons Principles of Internal Medicine, fifthteen

edition, volume I, 2002, PP. 1355 1359.

Kurt J. Isselbacher, Eugene Braunwald, Jean D. Wilson, Joseph & Martin,

Anthony S Fauci, Dennis L Kasper, edis bahasa Indonesia; Ahmad H. Asdie Prof.

dr. Sp.PD, ke : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison, edisi 15, volume 3,

2002, hal. 1222-1226

23

Вам также может понравиться