Вы находитесь на странице: 1из 28

BAB III

DASAR TEORI

2.1. Sistem proteksi

Sistem proteksi tenaga listrik merupakan sistem pengaman pada peralatan


peralatan yang terpasang pada sistem tenaga listrik, seperti generator, busbar,
transformator, saluran udara tegangan tinggi, saluran kabel bawah tanah, dan lain
sebagainya terhadap kondisi abnormal operasi sistem tenaga listrik tersebut.
Sehingga bagaian yang tidak terganngu pada sistem pembangkit tenaga listrik
dapat dipisahkan dari bagian yang mengalami gangguan. Pada dasarnya sistem
pengaman pada sistem tenaga listrik bertujauan untuk mengamankana seluruh
sistem tenaga listrik supaya kehandalah sistem pembangkit dapat terjaga.
Adapun kegunaan lain dari sitem pengaman atau proteksi pada suatu sistem
pembangkit listrik, antara lain:
1. Mencegah kerusakan peralatan-peralatan pada sistem tenaga listrik akibat
terjadinya gangguan atau kondisi operasi sistem yang tidak normal.
2. Mengurangi kerusakan peralatan-peralatan pada sistem tenaga listrik
akibat terjadinya gangguan atau kondisi operasi sistem yang tidak normal.
3. Mempersempit daerah yang terganggu sehingga gangguan tidak melebar
pada sistem yang lebih luas.
4. Memberikan pelayanan tenaga listrik dengan keandalan dan mutu tinggi
kepada konsumen.
5. Mengamankan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh tenaga listrik.
2.1.1 Daerah sistem proteksi

Di dalam sistem proteksi tenaga listrik, seluruh komponen harus


diamankan dengan tetap menekankan selektivitas kerja peralatan/rele pengaman.
Untuk mencapai hal ini, sistem tenaga listrik dibagi menjadi beberapa zona atau
daerah pengaman seperti yang terlihat pada gambar berikut :
Gambar 2.1. Daerah pengaman tumpang tindih pada sistem
proteksi tenega listrik
sumber : eprints.polsri.ac.id
Keteranagan :
1 = Generator 4 = Zona transmisi
2 = Zona transformator Step UP 5 = Zona transformator Step Down
3 = Zona busbar 6 = Zona beban
Setiap daerah proteksi pada umumnya terdiri atas satu atau lebih elemen sistem
tenaga listrik. Misalnya generator, busbar, transformator, transmisi, dan lain-lain
(gambar 2.1). Agar seluruh sistem tenaga listrik dapat diamankan, maka harus ada
daerah yang tumpang tindih (overlap). Artinya ada elemen sistem yang
diamankan oleh dua daerah pengamanan. Misalnya pada zona proteksi trafo Step
Up saling tumpang tindih antara proteksi genetor dan zona busbar, sehingga tidak
ada bagian dari sistem tenaga listrik yang dibiarkan tidak diproteksi (gambar 2.1).
Setiap daerah pengaman dijaga oleh relay yang sesuai dengan karakteristik
peralatan yang diamankan. Pada sistem proteksi, setiap jenis gangguan, harus
terdeteksi minimal oleh satu rele proteksi. Apabila suatu gangguan terdeteksi oleh
lebih dari satu rele, maka rele yang kerjanya lebih cepat yang men-trip pemutus
beban atau Circuit Breaker (CB). Rele yang lebih lambat bertugas men-trip CB
kalau rele yang pertama gagal bekerja. Jika sebuah rele mendeteksi gangguan,
output atau elemen kontrolnya mungkin hanya untuk mengaktifkan satu alat saja
(men-trip satu CB), tetapi ada pula yang harus mengaktifkan beberapa alat (men-
trip lebih dari satu CB) bersamaan, supaya peralatan yang mengalami gangguan
dapat diisolir dari sistem. Pada umumnya yang menjadi batas pengamanan antar
daerah pengamanan adalah trafo arus yang mencatu ke rele.
Dalam sistem proteksi pula, pembagian tugas dapat diuraikan menjadi 3 sistem
proteksi, yaitu: sitem proteksi utama, sistem proteksi penganti, dan sistem proteksi
tambahan.
1. Sistem proteksi utama, berfungsi untuk meningkatkan kualitas kehandalan,
kecepatan kerja dan fleksibilitas sistem proteksi terhadap sistem tenaga.
2. Sistem proteksi penganti, berfungsi jika proteksi utama mengalami
masalah dalam mengatasi gangguan sistem pembangkit.
3. Sistem proteksi tambahan, berfungsi untuk pemakaian pada waktu tertentu
sebagai pembantu proteksi utama pada daerah tertentu yang dibutuhkan.
2.1.2 Persyaratan kualitas sistem proteksi

Pada sistem proteksi tenaga listrik, ada beberapa persyaratan yang menjadi
standar kehandalan dari sistem proteksi itu sendiri, meliputi:
1. Selektivitas
Selektivitas suatu sistem proteksi tenaga listrik adalah kemampuan rele
proteksi untuk melakukan tripping secara tepat sesuai rencana yang telah
ditentukan pada saat mendesain sistem proteksi tersebut. Dalam pengertian lain,
selektivitas berarti rele harus mempunyai daya beda, sehingga mampu dengan
tepat memilih bagian yang terkena gangguan. Kemudian rele bertugas
mengamankan peralatan dengan cara mendeteksi adanya gangguan dan
memberikan perintah kepada pemutus tenaga (PMT) agar pemutus tenaga
membuka kontaknya sehingga hanya memutuskan pada daerah yang dekat dengan
gangguan. Sifat pemutusan yang selektif ini dikenal juga dengan sebutan
diskriminasi yang dapat dicapai dengan dua metoda, yaitu:
a. Sistem Tingkatan Waktu
Sistem proteksi pada zona yang berdekatan diatur untuk beroperasi dengan
tingkatan waktu operasi yang berbeda-beda melalui pengaturan urutan kerja
peralatan, sehingga pada saat terjadi gangguan, meski sejumlah peralatan
proteksi akan beroperasi merespon adanya gangguan, namun hanya
peralatan proteksi yang relevan dengan zona gangguan yang akan
menyelesaikan keseluruhan urutan proses pemutusan, sedangkan sistem lain
tidak akan menyelesaikan urutan pemutusannya dan akan kembali keposisi
awalnya.
Gambar 2.2 Sistem radial menguakan pemisahan berdasarkan waktu
Sumber : Hendra M.Yudha, 2008, Rele Proteksi Prinsip dan
Aplikasinya.

Dalam Gambar 2.2 diberikan ilustrasi penggunaan metode ini pada sebuah
sistem distribusi radial sederhana. PMT diletakkan pada B, C, D dan E yang
merupakan titik-titik awal dari suatu seksi atau awal dari titik injeksi setiap
seksi dari sebuah sistem tenaga. Masing-masing unit proteksi dilengkapi
dengan Rele arus lebih tipe definite time delay dimana operasi reley
diinisiasi oleh elemen time delay. Bila penyetelan elemen arus dilakukan
berdasarkan arus gangguan maka elemen ini tidak akan berperan dalam
menentukan pemisahan yang diinginkan. Karena alasan, Rele jenis ini
kerapkali dijelaskan sebagai Rele dengan independent definite time delay
relay karena waktu operasinya dalam pemakaiannya tidak tergantung pada
besar kecilnya level arus gangguan. Elemen time delay yang akan
menentukan pemisahan.
Relay pada B disetel dengan waktu tunda terkecil yang memungkinkan Fuse
yang terpasang disisi sekunder Transformator A bekerja lebih dahulu bila
gangguan yang terjadi disisi sekunder Transformator A. Tipikal besarnya
waktu tunda 0,25s sudah memadai. Jika gangguan terjadi dititik F, Rele
pada B akan beroperasi dalam 0,25s dan berdasarkan urutan operasinya,
PMT pada B akan membuka guna mengisolir gangguan sebelum Rele-Rele
pada C, D dan E mempunyai cukup waktu untuk nyelesaikan urutan
operasinya. Kelemahan utama dari pemisahan berdasarkan waktu ini adalah
bila gangguan terjadi dekat pada sumber tenaga, maka waktu operasi
pemutusan membutuhkan waktu yang cukup lama sedangkan arus gangguan
yang terjadi dalam level Mega Volt Ampere (MVA) tertinggi.
b. Sistem Unit
Dimungkinakan untuk mendesain sistem proteksi yang hanya akan
merespon kondisi gangguan yang berada dalam zona yang didefinisikan.
Proteksi seperti ini atau daerah proteksi ini dapat diterapkan dalam suatu
sistem tenaga elektrik, mengingat bahwa operasi sistem tidak dipengaruhi
oleh waktu, maka operasi sistem dapat lebih cepat. Proteksi Unit umumnya
dicapai dengan membandingkan besaran-besaran sistem dalam batasan
daerah operasi tertentu.
Metoda manapun yang digunakan harus selalu diingat bahwa selektifitas bukanlah
bagian dari desain rele, hal ini merupakan suatu fungsi penerapan koordinasi yang
benar antara CT dan rele dengan suatu pilihan penyetelan yang tepat dengan
mempertimbangkan beberapa hal, seperti arus gangguan, arus beban maksimum,
impedansi sistem dan sebagainya sesuai dengan kebutuhan.
2. Stabilitas
Stabilitas sistem proteksi biasanya terkait dengan skema unit proteksi,
yang dimaksudkan untuk mengambarkan kemampuan sistem proteksi tertentu
untuk tetap bertahan pada karakteristik kerjanya dan tidak terpengaruh faktor luar
di luar daerah proteksinya, misalnya pada arus beban lebih dan arus gangguan
lebih. Dengan kata lain, stabilitas dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan
untuk tetap konsisten hanya bekerja pada daerah proteksi di mana dia dirancang
tanpa terpengaruh oleh berbagai parameter luar yang tidak merupakan besaran
yang perlu diperhitungkan.
3. Kecepatan Operasi
Sistem proteksi perlu memiliki tingkat kecepatan sebagaimana ditentukan
sehingga meningkatkan mutu pelayanan, keamanan manusia, peralatan dan
stabilitas operasi. Untuk memperkecil kerugian/kerusakan akibat gangguan, maka
bagian yang terganggu harus dilepaskan secepat mungkin dari bagian sistem
lainya. Keterlambatan melepaskan sistem yang terganggu dapat mengakibatkan
gangguan kestabilan pada sistem atau dapat merusak peralatan dan komponen
jaringan yang disebabkan oleh thermal stress. Waktu pembebasan gangguan yang
tipikal dalam sistem-sistem tegangan tinggi adalah 140 ms. (sumber : Makalah
Seminar Kerja Praktek Sistem Proteksi Generator Berbasis RCS-985 Pada PLTU
Pacitan)
4. Sensitivitas (kepekaan)
Sensitivitas adalah istilah yang sering dikaitkan dengan harga besaran
penggerak minimum, seperti level arus minimum, tegangan, daya dan besaran lain
dimana rele atau skema proteksi masih dapat bekerja dengan baik. Suatu rele
disebut sensitif bila parameter operasi utamanya rendah. Artinya, semakin rendah
besaran parameter penggerak maka perangkat tersebut dikatakan semakin sensitif.
Sehingga rele harus dapat bekerja dengan cepat ketika terjadinya gangguan.

2.2. Peralatan-peralatan sistem proteksi


Untuk mengamankan dari gangguan, suatu sistem tenaga litrik harus
dilindungi dengan memasang sistem proteksi. Suatu sistem proteksi atau
pengaman terdiri dari komponen utama proteksi yaitu: pemutus tenaga (PMT),
transformator arus atau Current Transformator (CT), transformator tegangan atau
Potential Transformator (PT), rele proteksi, catu daya.

Gambar 2.3 Skema secara umum sistem proteksi


Sumber : Tri Hutomo, Yuningtyastuti. Makalah Seminar Kerja Praktek Sistem
Proteksi Generator Turbin Gas Berbasis REG 216

Pada gambar 2.3 relay berfungsi sebagai elemen perasa atau pengukur
ketika adanya gangguan. Kemudian rele mengirim pesan atau perintah kepada
PMT agar melepas bagian sistem yang terganggu. Sedangkan trafo arus dan trafo
tegangan berfungsi sebagai perubah nilai besaran arus dan tegangan dari sirkuit
primer ke sirkuit sekunder relay.
2.2.1 Pemutus Tegangan (PMT)
PMT merupakan peralatan saklar/switching mekanis, yang mampu
menutup, mengalirkan dan memutus arus beban dalam kondisi normal serta
mampu menutup, mengalirkan (dalam periode waktu tertentu) dan memutus arus
beban dalam spesifik kondisi abnormal/gangguan seperti kondisi short circuit/
hubung singkat. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu PMT agar
dapat melakukan hal-hal diatas, adalah sebagai berikut:
1. Mampu menyalurkan arus maksimum sistem secara terus-menerus.
2. Mampu memutuskan dan menutup jaringan dalam keadaan berbeban
maupun terhubung singkat tanpa menimbulkan kerusakan pada pemutus
tenaga itu sendiri.
3. Dapat memutuskan arus hubung singkat dengan kecepatan tinggi agar arus
hubung singkat tidak sampai merusak peralatan sistem, membuat sistem
kehilangan kestabilan, dan merusak pemutus tenaga itu sendiri. Setiap
PMT dirancang sesuai dengan tugas yang akan dipikulnya
2.2.2 Trafo arus atau Current Transformer (CT)
CT yaitu peralatan yang digunakan untuk melakukan pengukuran besaran
arus pada intalasi tenaga listrik disisi primer Tegangan Ekstra Tinggi (TET),
Tegangan Tinggi (TT) dan dan Tegangan Menengah (TM) yang berskala besar
dengan melakukan transformasi dari besaran arus yang besar menjadi besaran arus
yang kecil secara akurat dan teliti untuk keperluan pengukuran dan proteksi.

Gambar 2.4. Transformator Arus


Sumber : eprints.polsri.ac.id
Secara fungsi trafo arus dibedakan menjadi dua yaitu: trafo arus pengukuran dan
trafo arus proteksi.
a. Trafo arus pengukuran
Trafo arus pengukuran untuk metering memiliki ketelitian tinggi pada
daerah kerja (daerah pengenalnya) 5% - 120% arus nominalnya tergantung dari
kelasnya dan tingkat kejenuhan yang relatif rendah dibandingkan trafo arus untuk
proteksi. Penggunaan trafo arus pengukuran untuk Amperemeter, Watt-meter,
Voltage Ampere Reaktif Hours Meter (VARh-meter), dan cos meter.
b. Trafo arus proteksi
Trafo arus untuk proteksi, memiliki ketelitian tinggi pada saat terjadi
gangguan dimana arus yang mengalir beberapa kali dari arus pengenalnya dan
tingkat kejenuhan cukup tinggi. Penggunaan trafo arus proteksi untuk relai arus
lebih atau Over Curent Relay (OCR), relai beban lebih, relai diferensial, relai daya
dan relai jarak.
2.2.3 Trafo Tegangan atau Potential Transformator (PT)
Trafo tegangan adalah peralatan yang mentransformasi tegangan sistem
yang lebih tinggi ke suatu tegangan sistem yang lebih rendah untuk kebutuhan
peralatan indikator, alat ukur/meter dan keperluan pada relay proteksi.

Gambar 2.5. Transformator tegangan


Sumber : eprints.polsri.ac.id

2.2.4 Rele proteksi


Rele proteksi adalah susunan peralatan yang direncanakan untuk dapat
merasakan atau mengukur adanya gangguan dan secara otomatis memberi
perintah untuk membuka pemutus tenaga untuk memisahkan peralatan atau
bagian dari sistem proteksi yang terganggu. Rele proteksi dapat merasakan adanya
gangguan pada peralatan yang diamankan dengan mengukur atau membandingkan
besaran-besaran yang diterimanya, misalnya arus, tegangan, daya, sudut fase,
frekuensi, impedansi dan sebagainya, dengan besaran yang telah ditentukan
kemudian mengambilnya keputusan untuk seketika waktu membuka pemutus
tenaga. Rele proteksi biasanya digunakan untuk mendeteksi adanya gangguan
pada sistem tenaga listrik, terutama untuk:
1. Memberikan tanda bahaya atau membuka circuit breaker (CB) sehingga
memisahkan sebagian dari sistem tersebut selama terjadinya kondisi yang
tidak normal.
2. Memutuskan bagian sistem yang tidak normal sehingga mencegah
kesalahan berikutnya.
3. Melepas pemutus tenaga apabila gangguan dianggap membahayakan
peralatan-peralatan listrik seperti : generator, trafo, dan sebagainya.
Gangguan dalam sistem tenaga listrik tidak dapat dihindarkan, akan tetapi dapat
mengurangi atau membatasi akibat dari gangguan tersebut sekecil mungkin dan
dalam waktu sesingkat mungkin dengan menggunakan rele proteksi.
Pada sistem pembangkit, rele proteksi sendiri memiliki tujuan yang sangat penting
dalam mengamankan sistem dari ganguan, meliputi:
1. Mencegah kerusakan peralatan-peralatan pada sistem tenaga listrik akibat
terjadinya gangguan atau kondisi operasi sistem yang tidak normal.
Mengurangi kerusakan peralatan-peralatan pada sistem tenaga listrik
akibat terjadinya gangguan atau kondisi operasi sistem yang tidak normal.
2. Memper sempit daerah yang terganggu sehingga gangguan tidak melebar
pada sistem yang lebih luas.
3. Memberikan pelayanan tenaga listrik dengan kehandalan dan mutu tinggi
kepada konsumen.
4. Mengamankan manusia dari bahaya yang ditimbulkan oleh tenaga listrik.
Pada sistem pembangkit tenaga listrik, khususnya generator jika terjadi gangguan
tidak cukup hanya memutuskan hubungan dengan beban, karena hal ini tidak
mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut selama generator masih mensuplai
tenaga listrik. Sehingga pada umumnya sebuah relay pada generator akan
melakukan tiga langkah pengamanan, yaitu: menghilangkan medan,
memberhentikan suplai uap, air atau bahan penggerak turbin lainnya, memutuskan
beban, serta lebih lanjut mensuplai gas karbondioksida ke dalam generator untuk
memadamkan busur api yang timbul.
2.3. Hubungan hubungan generator dan Relay Proteksinya

Generator adalah sebuah objek yang memiliki potensi bahaya yang sangat
banyak, untuk itu dibutuhkan atensi atau perhatian lebih dalam hal proteksi.
Potensi bahaya/masalah dalam Generator dapat dikelompokkan dalam dua
kategori, yaitu: 1). Gangguan internal dalam daerah proteksi, dan 2). Kondisi
sistem tidak normal dan atau operasi tidak normal.
1. Gangguan internal meliputi: gangguan fasa, gangguan tanah pada stator
dan daerah proteksi yang berhubungan, dan juga gangguan tanah pada
rotor (belitan medan)
2. Kondisi sistem dan atau operasi yang tidak normal, meliputi: kehilangan
eksitasi (kehilangan medan) atau eksitasi kurang, beban lebih, tegangan
lebih, frekuensi kurang atau lebih, arus tidak seimbang-fasa tunggal,
kehilangan penggerak mula, unit hubungan ketidak serempakan, Out-of
step (kehilangan sinkronisasi), Osilasi subsinkronisasi.
2.3.1. Hubungan hubungan generator

Hubungan generator umumnya adalah : terhubung lansung (satu atau


beberapa) melalui PMT ke rel daya dan hubung unit.

1. Terhubung lansung (satu atau beberapa) melaui PMT ke rel bus atau rel
daya. Biasanya pada hubungan ini generator terhubung Wyei, tetapi dapat
juga delta. Biasanya digunakan untuk Generator-Generator dengan kVA
dan MVA kecil, khususnya pada pembangkit air dan industri yang
memiliki pembangkit sendiri. Generator-Generator mungkin terhubung ke
pentanahan sistem tenaga secara langsung atau melalui isolasi hubungan
Delta dari Transformator.

Gambar 2.6. Unit generator terhubung lansung pada sebuah bus bersama
Sumber : Hendra M. Yudha, 2008, Rele Proteksi Prinsip dan
Aplikasinya.
2. Hubung unit, dimana Generator dihubungkan langsung ke Transformator
tanpa melalui Pemutus Tenaga seperti ditunjukkan pada Gambar 7-3.
Hubungan tipe ini sering digunakan untuk Generator ukuran besar.
Kebanyakan Generator terhubung Wyei, sedikit sekali yang terhubung
Delta. Hubungan ini dapat dilakukan untuk satu atau beberapa Generator
terpisah (cross-compound) yang digerakkan oleh suatu sistem penggerak
mula. Generator dapat pula dihubungkan ke sistem melalui sebuah
AutoTransformator.

Gambar 2.7 Generator terhubung sebagai unit


Sumber : Hendra M. Yudha, 2008, Rele Proteksi Prinsip dan
Aplikasinya.
2.3.2. Proteksi proteksi pada generator
A. Relay Jarak

Pada dasarnya, relay-relay jarak membandingkan tegangan dan arus sistem


tenaga. Rele akan bekerja apabila ratio kedua besaran dibawah harga setingnya.
Pada kondisi seimbang dan untuk semua gangguan fasa, ratio tegangan dan arus
yang dirasakan rele adalah impedansi dari sirkit tersebut, karena V/I = Z.
Relay jarak merupakan proteksi utama pada penghantar transmisi, baik tegangan
150 kV maupun 500 kV. Relay ini bekerja dengan cara mengukur tegangan dan
arus pada penghantar kemudian menghitung impedansinya. Impedansi hasil
perhitungan relay kemudian dibandingkan dengan settingnya. Apabila hasil
perhitungan impedansi lebih kecil dari nilai setting maka relay akan memberi
perintah lepas (trip) kepada PMT.
Adapun relay jarak ini bukan relay pengaman utama tetapi merupakan back up
protection relay pada generator, yang bekerja mendeteksi gangguan 2 fasa atau 3
fasa di muka generator sampai batas jangkauannya dan berkoordinasi dengan
relay-relay lain.

Gambar 2.8 Prinsip Oprasi relay jarak :


(a). Aplikasi relay jarak pada saluran GH; (b). Pengunaan unit batang
seimbang untuk penyederhanaan penjelasan kerja relay.
Sumber : Hendra M. Yudha, 2008, Rele Proteksi Prinsip dan Aplikasinya.

Dari rangakan gambar 2.8, terdapat sebuah batang seimbang memiliki


kumparan tegangan energise untuk menahan gerakan, dan kumparan arus operasi
untuk menutup kontak-kontak. Dengan desain dan pengaturan tegangan pada
kumparan penahan dapat diatur sama dengan daya yang dihasilkan oleh kumparan
arus operasi untuk gangguan tiga fasa dititik pengatur ditunjukkan sebagai nZL.
Titik treshold ini disebut sebagai titik keseimbangan atau treshold operasi atau
titik keputusan dari rele. Untuk semua gangguan antara rele dan titik n, arus I akan
membesar dan V akan menurun atau mendekati sama dengan bila gangguan dititik
n. Kenaikan arus I akan menyebabkan ujung batang akan menyentuh dan menutup
kontak-kontaknya. Untuk gangguan eksternal disebelah kanan titik n, arus akan
lebih kecil dari arus gangguan pada titik n, dan tegangan akan lebih besar. Dengan
demikian torka atau daya tarik dari kumparan tegangan akan lebih besar dari daya
tarik kumparan arus, sehingga rele tidak bekerja.
B. Syncron Check Relay (SCR)

Peran relay SCR ini adalah pengamanan bantu generator untuk mendeteksi
persyaratan sinkronisasi, jika persyaratan sinkron generator tidak terpenuhi maka
relay ini akan memberi sinyal berupa alarm, indikator lampu dan bila perlu
memberi perintah trip terhadap CB.

Gambar 2.9 Sinkronisasi Sistem dengan Synch Cheak Relay


Sumber : http://www.o-t-s.com/synchronizing.htm

Pada (gambar 2.9) mengilustrasikan kemungkinan sistem sinkronisasi untuk


pemeutus pada gardu. Untuk sistem transmisi yang tradisiona/lama terdapat
synchroscope. Synchroscope ini berfungsi untuk memantau sinkronisasi dari
suatu generator dengan membandingkan bentuk gelombang tegangan masukan
dari kedua sisi pemutus arus. Jika bentuk gelombang tegangan berada pada
frekuensi yang sama, maka synchroscope tidak berputar. Jika bentuk gelombang
tegangan berada pada frekuensi yang berbeda, synchroscope berputar sebanding
dengan perbedaan frekuensi. Jarum synchroscope selalu menunjuk pada
perbedaan sudut fasa tegangan. synchroscope merupakan perangkat manual
karena operator harus mengawasi "cakupan" untuk memastikan pemutus arus
dapat menutup pada waktu yang tepat. Pada pembangkit listrik modern biasanya
menggunakan synchronizers otomatis. Penyelaras otomatis ini mengirim pulsa ke
generator exciter dan governur untuk mengubah voltase dan frekuensi unit.
Sinkronisasi akan secara otomatis menutup pemutus saat berada di dalam jendela
yang diijinkan. Synchroscope biasanya dipasang pada "synch panel" sebagai
penunjuk level sistem sikronisasi. Panel sinkron juga mengandung dua voltmeter
sehingga besaran tegangan dapat dibandingkan secara simultan. Pada (gambar
2.10) mencerminkan sedikit ketidakcocokan tegangan, dengan perbedaan sudut
fasa sekitar 35. Fakta bahwa jarum synchroscope tidak berputar mengindikasikan
frekuensi sama di kedua sisi pemutus arus.

Gambar 2.10 Synchroscope pada Synch Panel


Sumber : http://www.o-t-s.com/synchronizing.htm

C. Relay kehilangan medan penguat (loss of field exitation relay)

Untuk mencegah terjadinya kehilangan medan penguat pada generator. Ini


terjadi bila generator yang sedang dibebani medan penguatnya hilang maka
kopling magnet antara rotor dan stator menjadi lemah dan putaran rotor akan
mendahului medan magnet stator, sistem kehilangan sinkronisasi. Bila keadaan ini
dibiarkan berlangsung dapat membahayakan operasi generator dan sistem.
Generator akan bekerja sebagai generator induksi, dimana akan timbul arus
sirkulasi yang sangat besar pada permukaan rotor, khususnya pada bagian ujung
dan ini dapat menimbulkan panas yang berbahaya pada daerah setempat dan pada
ujung lengkungan irisan alur metal. Hal ini akan berpengaruh terhadap kestabilan
sistem, karena generator yang kehilangan eksitasinya akan menarik daya reaktif
(VAR) dari sistem.

Gambar 2.11 Loss of Exitation Relay


Sumber : https://wama201141.files.wordpress.com/proteksi-sistem-tenaga
D. Negative Phase Sequence Relay

Relay ini bekerja jika terjadi pembebanan yang tidak seimbang dalam
sistem atau adanya gangguan satu fasa dan dua fasa pada sistem menyebabkan
generator tidak seimbang dan menimbulkan arus urutan negatif. Arus urutan
negatif yang berlebihan akan menginduksikan arus medan berfrekuensi rangkap
dengan arah yang berlawanan dengan putaran rotor. Hal ini akan menyebabkan
adanya pemanasan lebih dan kerusakan pada bagian-bagian konstruksi rotor.
Relay ini juga bekerja ketika terjadi overheat setempat yang diakibatkan
pemanasan pada stator diakibatkan oleh kerusakan laminasi dan kendornya
bagian-bagian didalam stator, seperti pada stator wedges dan ujung terminal
belitan.

Gambar 2.12 Rangkaian Negative Sequence Relay


Sumber : http://circuitglobe.com

Gambar 2.12 menggambarkan skema yang digunakan untuk relay urutan


fase negatif. Sebuah jaringan terdiri dari empat impedansi Z1, Z2, Z3 dan Z4
dengan besaran yang sama yang dihubungkan dalam formasi jembatan yang diberi
energi dari tiga CT. Z1 dan Z2 adalah resistor non-induktif sedangkan Z2 dan Z4
terdiri dari kedua resistansi dan induktansi. Nilai Z2 dan Z1 sangat disesuaikan
sehingga arus yang mengalir melewatinya tertinggal di belakang impedansi Z3
dan Z1 sebesar 60. Relay diasumsikan memiliki impedansi negatif. Arus dari fase
R pada persimpangan A dibagi rata menjadi dua cabang sebagai I1 dan I4, namun,
I4 akan tertinggal di belakang I1 sebesar 60, begitu pula arus fasa dari Y dan B.
E. Relay tegangan lebih/Over Curent Relay (OVR)

Pada generator yang besar umumnya menggunakan sistem pentanahan


netral melalui transformator dengan tahanan di sisi sekunder. Sistem pentanahan
ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai impedansi yang tinggi sehingga dapat
membatasi arus hubung singkat agar tidak menimbulkan bahaya kerusakan pada
belitan dan saat terjadi gangguan hubung singkat stator ke tanah.
Arus hubung singkat yang terjadi di sekitar titik netral relatif kecil sehinga
sulit untuk dideteksi oleh rele differensial. Dengan dipasang transformator
tegangan, arus yang kecil tersebut akan mengalir dan menginduksikan tegangan
pada sisi sekunder transformator. Untuk mengatasi hal tersebut digunakan rele
pendeteksi tegangan lebih yang dipasang pada sisi sekunder transformator
tegangan.
Tegangan yang muncul pada sisi sekunder transformator tegangan akan
membuat rele tegangan berada pada kondisi mendeteksi apabila perubahan
tegangan melebihi nilai settingnya dan generator akan trip. Rangkaian ini sangat
baik karena dapat membatasi aliran arus nol yang mengalir ke dalam generator
ketika terjadi hubung singkat fasa ke tanah di sisi tegangan tinggi transformator
tegangan.
Akan tetapi karena efek kapasitansi pada kedua belitan transformator dapat
menyebabkan adanya arus bocor urutan nol yang dapat mengaktifkan rele
tegangan lebih di sisi netral generator. Dengan demikian rele tegangan lebih yang
dipasang harus mempunyai waktu tunda yang dapat dikoordinasikan dengan rele
di luar generator. Adapun penyebab overvoltage adalah kegagalan AVR,
kesalahan operasi sistem eksitasi, pelepasan beban saaat eksitasi dikontrol secara
manual, pemisahan generator dari sistem saat islanding.

Gambar 2.13 single line diagram OVR pada generator


Sumber : https://www.slideshare.net/joharidanil/proteksi sistem
tenaga listrik
F. Relay tegangan kurang/Under Voltage Relay (UVR)
Rele ini akan bekerja berdasarkan turunya tegangan mencapai atau melebihi
nilai setingnya. Pada relai ini, biasanya bekerja untuk mencegah starting motor
bila suplai tegangan turun dan dalam pengaman sistem dapat dikombinasikan
dengan rele frekuensi kurang. Penyebab dari gangguan tegangan kurang yaitu :
generator mengalami pembebanan yang lebih, AVR generator mengalami
kerusakan dan juga dipengaruhi gangguan hubung singkat didalam sistem. Akibat
dari gangguan ini, biasanya dapat merusak belitan rotor dari generator. Untuk
mengatasi ini biasnya dipasang pengaman relay tegangan kurang.

Gambar 2.14 Aplikasi pengam UVR pada generator


Sumber : https://wama201141.files.wordpress.com/proteksi sistem tenaga

G. Relay keseimbangan tegangan/Voltage Balance Relay (VBR)

Relay ini berfungsi untuk mendeteksi hilangnya tegangan dari trafo


tegangan ke pengatur tegangan otomatis atau Automatic Voltage Regulator
(AVR) agar tegangan generator tetap konstan dengan kata lain generator akan
tetap mengeluarkan tegangan yang selalu stabil tidak terpengaruh pada perubahan
beban yang selalu berubah-ubah dikarenakan beban sangat mempengaruhi
tegangan output generator. Prinsip kerja AVR adalah mengatur arus penguatan
(excitacy) pada exciter.

H. Relay stator hubung tanah (Stator Ground Fault Relay)

Kegagalan isolasi merupakan kasus utama kegagalan Generator. Gangguan


dapat saja diawali dengan gangguan antar belitan dan berkembang menjadi
gangguan tanah atau dimulai dengan gangguan tanah, jadi proteksi gangguan
tanah sangat penting, meski sayangnya gangguan ini sangat jarang terjadi.
Beberapa pembatas gangguan digunakan kecuali untuk Generator ukuran kecil,
tegangan rendah. Hal ini dapat membatasi gangguan. Secara umum reaktansi
urutan nol Generator lebih rendah dari reaktansi urutan posistif dan negatif ,
karenanya arus gangguan tanah akan lebih besar dari gangguan tiga fasa bila
Generator tidak ditanahkan melalui impedansi. Rele gangguan tanah ini dipasang
pada sirkuit stator seperti umumnya rele hubung tanah pada sirkuit 3 fasa yaitu
dengan menjumlah melalui transformator arus ke 3 fasa yang ada. Jika tidak
terdapat gangguan hubung tanah jumlah ini sama dengan 0, tapi jika terdapat
gangguan hubung tanah maka jumlah ini tidak sama dengan 0 lalu rele akan
bekerja.

Gambar 2.15 Pengaman stator hubung tanah degan relay


Arus lebih (51N)
Sumber : https://wama201141.files.wordpress.com/proteksi sistem
tenaga

I. Relay frekuensi

Frekuensi merupakan salah satu parameter yang dapat menunjukan keadaan


yang tidak normal pada suatu sistem tenaga listrik. Berkurangnya daya
pembangkit akan mengakibatkan turunnya putaran pembangkit dan turunnya
frekuensi sistem, keadaan ini mutlak perlu dihindari sebab akan menganggu
kestabilan dari sistem tenaga listrik, hal ini dapat diatasi dengan memasang
pengaman khusus yaitu rele frekuensi menurun. Pemilihan rele ini perlu ditinjau
kemampuannya dan ada beberapa yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan

a. Bagi rele pengaman sangat penting untuk mengetahui keadaan tidak normal
dan kemudian mengamankannya dengan memperhatikan kemampuan untuk
kembali kekeadaan semula/normal secara otomatis.
b. Kemampuan selektif suatu keadaan normal harus segera kemabli kekeadaan
normalnya dengan cara pelepasan beban seminimum mungkin setelah
gangguan terjadi.
c. Kepekaan rele harus bekerja sedemikian telitinya sehingga pada keadaan
bagaimanapun kekeurangan pembangkit dapat dirasakan dan dengan
kecepatan kerja tertentu.
d. Waktu kerja. Dalam hal tertentu rele ini harus bekerja dalam waktu singkat
dan dalam keadaan lain rele dapat juga bekerja dalam waktu tertunda (time
day), yang mana semua ini ditentukan oleh keadaan sistem dan kecepatan
kerja alat-alat pada sistem tersebut.
J. Relay diferensial

Rele ini berfungsi untuk mendeteksi gangguan dalam kumparan stator


generator dan harus bekerja lebih cepat dari pada rele arus lebih agar terdapat
selektifitas. Prinsip kerja rele ini adalah membandingkan arus yang masuk dan
keluar dari kumparan stator generator. Apabila terdapat selisih, berarti terdapat
gangguan dalam kumparan stator generator. CT pertama dipasang pada bagian
dekat pentanahan stator, sedangkan CT kedua dipasang pada bagian output stator.
Selisih arus yang terdeteksi di antara kedua zona inilah yang mengoperasikan rele
diferensial.

Gambar 2.16 single line diagram relay diferensial pada generator


Sumber : http://circuitglobe.com

Perlindungan diferensial untuk generator terutama digunakan untuk


melindungi gulungan stator generator terhadap kesalahan tanah dan kesalahan fase
ke fase. Kerusakan isolasi gulangan stator sangat berbahaya, dan menyebabkan
kerusakan pada generator. Untuk melindungi lilitan stator generator, sistem
proteksi diferensial digunakan untuk membersihkan kesalahan dalam waktu
sesingkat mungkin untuk meminimalkan tingkat kerusakan. Dalam skema
proteksi ini, arus pada ujung bagian yang terlindungi dibandingkan. Bila sistem
berada dalam kondisi operasi normal, besaran arus sama pada gulungan sekunder
transformator arus. Pada terjadinya kesalahan, arus hubung singkat mengalir
melalui sistem dan besarnya arus menjadi berbeda. Perbedaan arus pada kondisi
kesalahan ini dibuat mengalir melalui koil operasi relay. Relay kemudian
menutupnya kontak dan membuat pemutus sirkuit mengendur dan dengan
demikian mengisolasi perlindungan dari sistem. Hal ini sangat efektif untuk
kesalahan sistem pentanahan dan kesalahan antar fasa.

K. Relay daya balik (Reverse Power Relay)

Rele daya balik berfungsi untuk mendeteksi aliran daya balik aktif yang
masuk pada generator. Berubahnya aliran daya aktif pada arah generator akan
membuat generator menjadi motor, dikenal sebagai peristiwa motoring. Pengaruh
ini disebabkan oleh pengaruh rendahnya input daya dari prime mover.
Bila daya input ini tidak dapat mengatasi rugi-rugi daya yang ada maka
kekurangan daya dapat diperoleh dengan menyerap daya aktif dari jaringan.
Selama penguatan masih ada maka aliran daya aktif generator sama halnya
dengan saat generator bekerja sebagai motor, sehingga daya aktif masuk ke
generator dan daya reaktif dapat masuk atau keluar dari generator.
Peristiwa motoring ini dapat juga menimbulkan kerusakan lebih parah pada
turbin ketika aliran uap berhenti. Temperatur sudu-sudu akan naik akibat rugi
gesekan turbin dengan udara. Untuk itu di dalam turbin gas dan uap dilengkapi
sensor aliran dan temperatur yang dapat memberikan pesan pada rele untuk trip.
Akan tetapi pada generator juga dipasng rele daya balik yang berfungsi sebagai
cadangan bila pengaman di turbin gagal bekerja. Adapun single line diagram rele
daya balik adalah sebagai berikut :
Gambar 2.17 aplikasi relay daya balik pada generator/reverse power (32)
Sumber : https://wama201141.files.wordpress.com/proteksi sistem
tenaga

L. Relay arus lebih/Over Current Relay (OCR)

Relay arus lebih adalah suatu relay dimana bekerjanya berdasarkan adanya
kenaikkan arus yang melewati batasan nilai seting pada relei. Relay jenis ini
digunakan untuk mengamankan peralatan terhadap gangguan hubung singkat
antar fasa, hubung singkat satu fasa ke tanah dan beberapa hal dapat digunakan
sebagai pengaman beban lebih. Digunakan sebagai pengaman utama pada
jaringan distribusi dan sub transmisi sistem radial, sebagai pengaman cadangan
untuk generator, transformator daya dan saluran transmisi.
Relay arus lebih dapat dikelompkan menjadi : Rela arus lebih seketika, dan Rele
arus lebih waktu tertentu.
1. Rele arus lebih seketika
Relay arus lebih seketika adalah jenis relay arus lebih yang paling
sederhana dimana jangka waktu kerja relay yaitu mulai saat relay
mengalami pick-up (waktu kerja) sampai selesainya kerja relay sangat
singkat yakni sekitar 20 100 mili detik tanpa adanya penundaan waktu.
Bila terjadi gangguan maka harga arus beban I naik melebihi harga yang
diijinkan, maka harga lr juga akan naik. Bila naiknya harga arus ini
melebihi harga operasi dari relay, maka relay arus lebih seketika akan
bekerja. Kerja dari relay ini ditandai dengan bergeraknya kontaktor gerak
relay untuk menutup kontak. Dengan demikian, rangkaian pemutus/trip
akan tertutup. Mengingat pada rangkaian ini terdapat sumber arus searah,
maka pada kumparan pemutus akan dialiri arus searah yang selanjutnya
akan mengerjakan Kontak Pemutus sehingga bagian sistem yang harus
diamankan terbuka. Untuk mengetahui bahwa relay harus bekerja, maka
perlu dipasang suatu alarm.

a b
Gambar 2.18 Rele arus lebih seketika :
(a). Rangkaian rele arus lebih seketika; (b). Karateristik rele arus lebih
seketika
Sumber : Muhammad T. Alawiy, 2006, Proteksi Sistem Tenaga Listrik.

Keterangan :
R = Relay arus lebih seketika
CT = Transformator arus (Current transformer)
Ir = Arus yang melewati kumparan relay
I = Arus beban
BB = Bus-bar
TC = Kumparan pemutus (Triping Coil)
DC = Sumber arus searah
- = Polaritas negatif sumber arus searah
+ = Polaritas positif sumber arus searah
A = Tanda bahaya (Alarm
2. Relay arus lebih waktu tertentu
Relay arus lebih waktu tertentu adalah jenis relay arus lebih dimana
jangka waktu relay mulai waktu kerja (pick-up) sampai selesainya kerja
relay dapat diperpanjang dengan nilai tertentu dan tidak tergantung dari
besarnya arus yang mengerjakannya (tergantung dari besarnya arus
setting, melebihi arus setting maka waktu kerja relay ditentukan oleh
waktu settingnya).
a b
Gambar 2.19 Rele arus lebih waktu tertentu :
(a). Rangkaian rele arus lebih waktu tertentu ; (b). Karateristik
relearus lebih tertentu
sumber : Muhammad T. Alawiy, 2006, Proteksi Sistem Tenaga Listrik.

Dengan memasang relay kelambatan waktu T (Time lag relay) seperti


gambar 2.19a maka beroperasinya rangkaian relay akan tergantung pada
penyetelan/setting waktu pada relay kelambatan waktunya, sedangkan
karakteristik kerjanya dapat dilihat pada gambar 2.19b.

2.4. Gangguan Gangguan Pada Generator


Klasifikasi gangguan pada generator dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu: gangguan lisrtik (electrical fault), gangguan mekanis atau panas
(mechanical or thermal fault), gangguan sistem (system fault).
2.4.1. Gangguan listrik (electrical fault)
Jenis gangguan ini adalah gangguan yang timbul dan terjadi pada bagian
bagian listrik dari generator. Gangguan gangguan itu antara lain:
1. Hubung singkat 3 fasa.
Terjadinya arus lebih pada stator yang dimaksud adalah arus lebih yang
timbul akibat terjadinya hubungan singkat tiga fasa (three phase fault). Gangguan
ini akan menimbulkan loncatan bunga api dengan suhu tinggi yang akan
melelehkan belitan dengan resiko terjadinya kebakaran jika isolasi tidak terbuat
dari bahan yang anti api (non flammable) .
2. Hubung singkat 2 fasa.
Gangguan hubung singkat 2 fasa (unbalance fault) lebih berbahaya
dibanding gangguan hubung singkat tiga fasa (balance fault) karena disamping
akan terjadi kerusakan pada belitan, akan timbul pula vibrasi pada kumparan
stator. Kerusakan lain yang timbul adalah pada poros (shaft) dan kopling turbin
akibat adanya momen puntir yang besar.
3. Stator hubung singkat satu fasa ketanah (stator ground fault)
Kerusakan akibat gangguan 2 fasa atau antara konduktor kadang-kadang
masih dapat diperbaiki dengan menyambung (taping) atau mengganti sebagian
konduktor tetapi kerusakan laminasi besi (iron lamination) akibat gangguan 1 fasa
ketanah yang menimbulkan bunga api dan merusak isolasi dan inti besi adalah
kerusakan serius yang perbaikannya dilakukan secara total. Gangguan jenis ini
meskipun kecil harus segera diproteksi.

4. Rotor hubung tanah (field ground).


Pada rotor generator yang belitannya tidak dihubungkan ketanah
(ungrounded system), bila salah satu sisi terhubung ketanah belum menjadikan
masalah. Tetapi apabila sisi lainnya kemudian terhubung ketanah, sementara sisi
sebelumnya tidak terselesaikan maka akan terjadi kehilangan arus pada sebagian
belitan yang terhubung singkat melalui tanah. Akibatnya terjadi
ketidakseimbangan fluksi yang menimbulkan vibrasi yang berlebihan dan
kerusakan fatal pada rotor.
5. Kehilangan medan penguat (loss of excitation).
Hilangnya medan penguat akan membuat putaran mesin naik dan
berfungsi sebagai generator induksi. Kondisi ini akan berakibat pemanasan Iebih
pada rotor dan pasak (slot wedges), akibat arus induksi yang bersirkulasi pada
rotor. Kehilangan medan penguat dapat dimungkinkan oleh:
Jatuhnya (trip) saklar penguat .
Hubung Singkat pada belitan penguat.
Kerusakan kontak-kontak sikat arang pada sisi penguat.
Kerusakan pada sistem AVR.
6. Tegangan lebih (over voltage).
Tegangan yang berlebihan melampaui batas maksimum yang diijinkan
dapat berakibat tembusnya (breakdown) desain isolasi yang akhirnya akan
menimbulkan hubungan singkat antara belitan. Tegangan lebih dapat
dimungkinkan oleh mesin putaran lebih (overspeed) atau kerusakan pada pengatur
tegangan otomatis (AVR).
2.4.2. Gangguan mekanis atau panas (mechanical or thermal fault)
Jenis jenis gagguan mekanis atau panas (mechanical or thermal fault),
antara lain:
1. Generator berfungsi sebagai motor (motoring).
Motoring adalah peristiwa berubah fungsinya generator menjadi motor
akibat daya balik (reverse power). Daya balik terjadi disebabkan oleh turunnya
daya masukan dari penggerak utama (prime mover). Dampak kerusakan akibat
peristiwa motoring adalah lebih kepada penggerak utama itu sendiri . Pada turbin
uap peristiwa motoring akan mengakibatkan pemanasan lebih pada sudu-sudunya,
kavitasi pada sudu-sudu turbin air, dan ketidakstabilan pada turbin gas.
2. Pemanasan lebih setempat.
Pemanasan lebih setempat pada sebagian stator dapat dimungkinkan oleh
kerusakan laminasi dan kendornya bagian-bagian tertentu didalam generator
seperti: pasak-pasak stator (stator wedges), terminal ujung-ujung belitan, dsb.
3. Kesalahan paralel.
Kesalahan dalam memparalel generator karena syarat-syarat sinkron tidak
terpenuhi dapat mcngakibatkan kerusakan pada bagian poros dan kopling
generator dan penggerak utamanya karena terjadinya momen puntir.
Kemungkinan kerusakan lain yang timbul kerusakan PMT dan kerusakan pada
kumparan stator akibat adanya kenaikan tegangan sesaat.
4. Gangguan pendingin stator
Gangguan pada media sistem pendingin stator (pendingin dengan media
udara, hidrogen atau air) akan menyebabkan kenaikan suhu belitan stator. Apabila
suhu belitan melampaui batas ratingnya akan berakibat kerusakan belitan.
2.4.3. Gangguan sistem (System fault)
Generator dapat terganggu akibat adanya gangguan yang datang atau
terjadi pada sistem.
Gangguan-gangguan sistem yang umumnya terjadi antara lain:
1. Frekuensi operasi yang tidak normal (abnormal frequency operation)
Perubahan frekuensi keluar dari batas-batas normal di sistem dapat
berakibat ketidakstabilan pada turbin generator. Perubahan frekuensi sistem dapat
dimungkinkan oleh tripnya unit unit pembangkit atau penghantar (transmisi).
2. Lepas sinkron (loss of synchron).
Adanya gangguan di sistem akibat perubahan beban mendadak, switching,
hubung singkat dan peristiwa yang cukup besar akan menimbulkan ketidak-
stabilan sistem. Apabila peristiwa ini cukup lama dan melampaui batas-batas
ketidakstabilan generator, generator akan kehilangan kondisi paralel. Keadaan ini
akan menghasilkan arus puncak yang tinggi dan penyimpangan frekuensi operasi
keluar dan yang seharusnya sehingga akan menyebabkan terjadinya stress pada
belitan generator, gaya puntir yang berfluktuasi dan resonansi yang akan merusak
turbin generator. Pada kondisi ini generator harus dilepas dari sistem.
3. Pengaman cadangan (back up protection)
Kegagalan fungsi proteksi didepan generator pada saat terjadi gangguan di
sistem akan menyebabkan gangguan masuk dan dirasakan oleh generator. Untuk
ini perlu pemasangan pengaman cadangan.
4. Arus beban kumparan yang tidak seimbang (unbalance armature current).
Pembebanan yang tidak seimbang pada sistem atau adanya gangguan satu
fasa dan dua fasa pada sistem yang menyebabkan beban generator tidak seimbang
dan menimbulkan arus urutan negatif. Arus urutan negatif yang melebihi akan
menginduksikan arus medan yang berfrekuensi rangkap dengan arah berlawanan
dengan putaran rotor dan akan menginduksikan arus pada rotor yang akan
menyebabkan adanya pemanasan lebih dan kerusakan pada bagianbagian
konstruksi rotor.
2.5. Siklus PLTU
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), merupakan pembangkit yang
mengandalkan energi kinektik dari hasil uapan pembakaran air pada boiler. Pada
sistem PLTU terdiri dari beberapa sub bagian agar genertor dapat menghasilkan
energi listrik, yaitu
1. Coal Handling.
Proses coal handling ini merupakan proses untuk penanganan batu bara dari
tempat penampungan sampai batu bara dihaluskan untuk proses
pembakaran. Pengiriman batu bara menggunakan convenyor belt (ban
berjalan) untuk dihaluskan di dalam mesin penghancur (Crusher). Hal ini
dimaksud agar batu bara mudah terbakar saat dalam furnace.
2. Ash Handling
Proses Ash Handling ini merupakan proses penanganan abu dari hasil sisa
pembakaran agar tidak menjadi polusi udara. Dibawah ini merupakan
diagram Ash Handling.

Pada gambar , sisa-sisa pembakaran batu bara akan dibuang melalui Ash
Silo. Abu yang berukuran lebih besar akan dibuah ke bawah (bottom Ash
Silo) yang diangkut menggunakan Bucket Conveyor. Sedanagkan abu
ringan yang berterbangan akan di isap oled ID Fan yang melalui kisi-kisi
suatu ESP (elektro static precipator) untuk menangkap debu sebelum di
buang ke stack (cerebong).
3. Water Treatment Plan (WTP)
Proses ini merupakan proses pengolahan air laut untuk menjadi air demin
yang digunakan dalam PLTU yang hasil uapannya baik digunakan untuk
memutar turbin. Air demin digunkan dalam PLTU untuk menghindari
korosi pada peralatan karena ada mineral yang terkandung dalam air. Air
demin merupkan air yang murni (bebas dari kandungan mineral).
4. Condansate and Feed Water System

Вам также может понравиться