Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Selama ini osteoporosis identik dengan orang tua, namun faktanya,
pengeroposan tulang bisa menyerang siapa saja termasuk di usia muda.
Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif penelitia terbaru dari
International Osteoporosis Foundation (IOF) mengungkapkan bahwa 1 dari 4
perempuan di Indonesia dengan rentang usia 50-0 tahun memiliki risiko terkena
osteoporosis. Dan juga risiko osteoporosis perempuan di Indonesia 4 kali lebih
tinggi dibandingkan laki-laki. Biasanya penyakit keropos tulang ini menjangkiti
sebagian besar wanita paska menopouse. Osteoporosis tidak menampakkan
tanda-tanda fisik yang nyata hingga terjadi keropos atau keretakan pada usia
senja. Hilangnya hormon estrpgen setelah menopouse meningkatkan risiko
terkena osteoporosis. Tdak dapat dipungkiri osteoporosis pada wanita ini
dipengaruhi oleh hormon estrogen. Namun, karena gejala baru muncul setelah
usia 50 tahun, osteoporosis tidak mudah dideteksi secara dini.
Osteoporosis dapat dijumpai di seluruh dunia dan sampai saat ini masih
merupakan masaah dalam kesehatan masyarakat terutama di negara
berkembang. Di Amerika Serikat, osteoporosis menyerang 20-25 juta penduduk,
1 diantara 2-3 wanita post-menopouse dan lebih dari 50% penduduk di atas umur
75-80 tahun. Mengutip data dari WHO yang menunjukkan bahwa di seluruh
dunia ada sekitar 200 juta orang yang menderita osteoporosis. Pada tahun 2050,
di perkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali lipat pada wanita
dan 3 kali lipat pada pria. Laporan WHO juga menunjukkan bahwa 50% patah
tulang adalah patah tulang paha atas yang dapat mengakibatkan kecacatan
seumur hidup dan kematian. Dibandingkan dengan masyarakat di negara-negara
Afrika, idensitas tulang masyrakat Eropa dan Asia masih rendah, sehingga
mudah sekali mengalami osteoporosis. Hasil penelitian white paper yang
dilaksanakan bersama perhimpunan osteoporosis Indonesia tahun 2007,
melaporkan bahwa proporsi penderita osteoporosis pada penduduk yang berusia
diatas 50 tahun adalah 32,3% pada wanita dan 28,8% pada pria. Sedangkan
data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS, 2010) menunjukkan angka insiden
patah tulang atas akibat osteoporosis adalah sekitar 200 dari 100.000 kasus
pada usia 40 tahun (Depkes, 2015).

1
WHO memperkirakan pada pertengahan abad mendatang, jumlah patah
tulang pada panggul karena osteoporosis akan meningkat tiga kali lipat, dari 1,7
juta pada tahun 1990 menjadi 6,3 juta kasus pada tahun 2050 kelak. Data dari
International Osteoporosis Foundation (IOF) menyebutkan bahwa seluruh dunia,
satu dari tiga wanita dan satu dari delapan pria yang berusia di atas 50 tahun
memiliki risiko mengalami patah tulang akibat osteoporosis dalam hidup mereka.
Data terbaru dari International Osteoporosis Foundation (IOF) menyebutkan
sampai tahun 2000 ini diperkirakan 200 juta wanita mengalami osteoporosis.
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2006).

1.2 Tujuan

Mengetahui terapi maupun perencanaan jenis terapi rehabilitasi medik


yang dapat diterapkan pada pasien osteoporosis.
Melengkapi persyaratan kelulusan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Fisik dan Rehabilitasi Medik RSAL Dr. Ramelan Surabaya

1.3 Manfaat

Manfaat keilmuan dari referat ini adalah untuk mengetahui secara


terperinci dan kemprehensif mengenai rehabilitasi osteoporosis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2
2.1 Struktur Tulang
Jaringan tulang mempunyai banyak komponen jaringan yaitu Jaringan
tulang keras, Jaringan fibrosa, Cartilage, Jaringan vaskuler, Jaringan limfe, dan
Jaringan lemak dan saraf. Bagian tulang terdiri atas 2 bagian; Substantia
spongiosa (berongga) trabeculae dan Substantia compacta (padat).
Penyusun tulang Seperti halnya jaringan pengikat pada umumnya,
jaringan tulang juga terdiri atas unsur-unsur yaitu sel, substansi dasar, dan
komponen fibriler tulang yang merupakan jaringan yang tersusun oleh sel yang
didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular Matrix 25%, water 25%, collagen,
fibers 50%, dan garam yg mengkristal kalsium fosfat (Ganong, 2002).

2.2 Histologi Sel-Sel Tulang


a. Sel osteogenik Merupakan stem sel tulang dari mesenkim, yang akan
berkembang menjadi osteoblas. Sel osteogenik banyak ditemukan di bagian
dalam periosteum, endosteum, dan di kanal dalam tulang yang mengandung
pembuluh darah.
b. Osteoblas Sel pembangun tulang. Mensintesis dan mensekresi serat kolagen
dan bahan-bahan lain yang dibutuhkan oleh matrik ekstraseluler dari jaringan
tulang, dan memulai terjadinya kalsifikasi. Osteoblas akan mengelilingi dirinya
sendiri dengan matrik ekstraseluler dan akan terjebak diantara sekresinya dan
menjadi osteosit.

c. Osteosit Sel tulang matur dan sel utama di jaringan tulang, mempertahankan
metabolisme tulang setiap harinya, seperti pertukaran nutrisidan pembuangan ke
darah.

d. Osteoklas Sel raksasa yang berasal dari monosit yang bergabung dan di
pusatkan di endosteum. Sel yang mengeluarkan enzim lisosomal dan asam yang
mencerna protein dan komponen mineral pada matrik ekstraseluler yang
kemudian dipecah (diresorbsi) (junquera, 2002).

3
2.3 Fungsi Tulang
1. Penyangga
Penyangga dari jaringan lunak dan merupakan tempat utama menyambungkan
tendon dengan otot tulang
2. Proteksi
Sebagai proteksi kebanyakan organ vital dari injury. Seperti contoh, tulang
cranialis memproteksi otak, vertebra memproteksi medula spinalis.
3. Membantu pergerakan
4. Homeostasis mineral
Tulang menyediakan beberapa mineral seperti kalsium dan fosfor. Memproduksi
sel darah. Dalam tulang terdapat sumsum tulang merah (red bone marrow) yang
memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan platelet (Guyton, 2005).

2.4 Definisi Osteoporosis


Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan
struktur tulang (perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga
menyebabkan tulang menjadi mudah patah (Duque and Troen, 2006). Penyakit
osteoporosis menjadi salah satu penyakit yang mempunyai pengaruh di Amerika
yaitu sebesar 10 juta dan bertambah menjadi 18 juta akibat dari rendahnya
massa tulang (Mccabe, 2004).
Osteoporosis dengan patah tulang menjadi masalah utama pada populasi lanjut
usia. Osteoporosis sering disebut juga dengan silent disease, karena penyakit
ini datang secara tiba-tiba, tidak memiliki gejala yang jelas dan tidak terdeteksi
hingga orang tersebut mengalami patah tulang (Nuhonni, 2000).

4
Biasanya seseorang yang mengalami osteoporosis akan merasa
sakit/pegal-pegal di bagian punggung atau daerah tulang tersebut. Dalam
beberapa hari/minggu, rasa sakit tersebut dapat hilang dengan sendiri dan tidak
akan bertambah sakit dan menyebar jika mendapatkan beban yang berat.
Biasanya postur tubuh penderita osteoporosis akan terlihat membungkuk dan
terasa nyeri pada tulang yang mengalami kelainan tersebut (ruas tulang
belakang) (Yatim, 2003). Osteoporosis terbagi menjadi 2 tipe, yaitu primer dan
sekunder. Osetoporosis primer terbagi lagi menjadi 2 yaitu tipe 1
(postmenopausal) dan tipe 2 (senile). Penyebab terjadinya osteoporosis tipe 1
erat kaitannya dengan hormon estrogen dan kejadian menopause pada wanita.
Tipe ini biasanya terjadi selama 15 20 tahun setelah masamenopause atau
pada wanita sekitar 51 75 tahun (Putri, 2009). Dan pada tipe ini tulang
trabekular menjadi sangat rapuh sehingga memiliki kecepatan fraktur 3 kali lebih
cepat dari biasanya (Riggs et al, 1982 dalam National Research Council, 1989).
Sedangkan tipe 2 biasanya terjadi diatas usia 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Penyebab terjadinya senile osteoporosis yaitu karena
kekurangan kalsium dan kurangnya sel-sel perangsang pembentuk vitamin D.
Dan terjadinya tulang pecah dekat sendi lutut dan paha dekat sendi panggul
(Yatim, 2003). Tipe osteoporosis sekunder, terjadi karena adanya gngguan
kelainan hormon, penggunaan obat-obatan dan gaya hidup yang kurang baik
seperti konsumsi alkohol yang berlebihan dan kebiasaan merokok (Hartono,
2004).

2.5 Epidemiologi
Faktor usia maka resiko terjadi pada pria sama dengan wanita, tapi
biasanya percepatan penurunan masa tulang terjadi setelah menopause maka
resiko fraktur pada wanita 2x lebih besar daripada laki-laki dengan usia yang
sama (Depkes RI,2008).

2.6 Klasifikasi Osteoporosis

5
Osteoporosis dibagi menjadi tiga, yaitu:
Osteoporosis Primer, terbagi menjadi 2 yaitu:
Osteoporoisis Primer tipe 1
o Adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses
penuaan, yaitu akibat kekurangan estrogen, yakni umumnya pada
wanita yang telah mengalami menopause, dan akibat kekurangan
testosteron, yakni andropause pda pria yang berarti berkurangnya
produksi hormon testosteron.
Osteoporosis Primer tipe 2
o Sering disebut dengan istilah osteoporosis senil/penuaan
Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis jenis ini dipengaruhi seperti adanya penyakit yang
mendasari, akibat obat-obatan dan lain sebagainya. Pada osteoporosis
sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat.
Osteoporosis Idiopatik
Oseoporosis yang diketahui penyebabnya dan ditemukan pada usia
kanak-kanak (juvenile), (adolesen), pria usia pertengah (Depkes, 2015).

2.6 Patogenesis
1. post menepause
Setelah menepause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menepause, sehingga insiden fraktur terutama fraktur
vertebrae regio distal meningkat penurunan densitas tulang terutama pada tulang
trabekular, karena memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat di cegah
dengan terapi esterogen petanda resorpsi tulang dan formasi tulang keduanya
meningkat menunjukkan adanya peningkatan bone turn over. Esterogen juga
berperan menurunkan produksi berbagai citokine oleh bone marrow stromal celisi
dan sel-sel mononuklear seperti IL1,IL6, dan TNF- yang berperan meningkatkan
kerja osteoklas. Dengan demikina penurunan kadar esterogen akibat menepause
akan meningkatkan berbagai citokine tersebut singga aktivitas osteoklas
meningkat. Selain peningkatan aktivitas osteoklas menepause juga munurunkan
arbsorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal selain itu,
menepause menurunkan sintesis berbagai protein (Akhyar Y, 2006).

2. osteoporosis senilis

6
Pada orang usia lanjut terjadi penurunan aktivitas fisik dan juga
penurunan sekresi GH dan IGF-1 selain itu juga penurunan sekresi esterogen.
Penurunan sekresi esterogen dan penurunan sekresi GH menyebabkan
gangguan fungsi osteoblast. Turn over tulang sering juga di sebabkan penurunan
sekresi esterogen dan juga hiperparatiroidisme sekunder. Osteoporosis sering di
sebabkan adanya gangguan fungsi osteoblas dan turn over tulang serta bisa
menimbulkan fraktur oleh karena usia lanjut yang dapat mudah terjatuh,
penurunan kekuatan otot, penurunan aktivasi otot, keseimbangan dan gangguan
penglihatan (Akhyar Y, 2006).

2.7 Remodelling Tulang

Di dalam Tulang yang mengalami osteoporosis akan ditemukan struktur


padat dan rongga tulang berkurang. Penipisan dinding luar tulang lebih nyata dan
keadaan ini meningkatkan resiko fraktur. Hilangnya massa tulang juga tampak
pada tulang berongga. Aktivitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik
dan faktor lokal.
Faktor sistemik adalah Hormonal hormonal yang berkainan dengan
metabolisme Calsium, seperti Parat hormone, Vitamin D, Calcitonin, estrogen,
androgen, growth hormon, dan hormon tiroid. Sedangkan faktor lokal adalah
Sitokin dan faktor pertumbuhan lain.
Dalam proses remodeling tulang atau bone turnover, intinya adalah
terjadinya pergerakan ion kalsium. Ion kalsium yang berada dalam osteoklas
akan dilepaskan kemudian oleh osteoblas akan digunakan sebagai bahan baku
tulang di dalam osteocyte dan pada akhirnya berperan dalam pembentukan
tulang baru. Artinya metabolisme kalsium inilah yang mempunyai peranan
dominan dalam proses pembentukan tulang. Seperti diketahui, asupan
kalsium yang normal berkisar 1000 1500 mg / hari, dan akan diekskresikan
juga tidak jauh berbeda dengan asupan tersebut, melalui faeces (800 mg) dan
urine (200 mg).
Dalam perjalanannya Kasium akan mempunyai peran penting dalam
remodeling tulang, yaitu sebanyak 300 500 mg yang berasal dari kalsium
ekstra seluler sebanyak 900 mg. Artinya dalam proses remodeling tulang Kalsium
tersebut diperlukan kadar antara 300- 500 mg. Jumlah inilah yang akan
ditambahkan dalam asupan kalsium dari luar, jadi berkisar 1000 1500 mg,
sehingga kalsium serum berada dalam keadaan homeostatis (seimbang). Dalam

7
mempertahankan keseimbangan kalsium serum ini, dua hormon secara langsung
berhubungan dengan metabolisme Kalsium, yaitu hormon paratiroid dan
calsitonin. Adanya peningkatan asupan kalsium / kalsium darah makan akan
merangsang calsitonin, upaya ini untuk menekan proses resorpsi tulang, dan
sebaliknya.
Sedangkan dengan adanya kalsium yang rendah maka hormon paratiroid
akan meningkat sehingga proses remodeling tulang tetap berjalan dalam
keadaan seimbang. Apabila kalsium plasma meningkat maka akan meningkatkan
formasi tulang dan meningkatkan Calsitonin dari sel parafolikuler kelenjar thyroid.
Dengan adanya calsitonin, maka proses resopsi tulang ditekan. Dan sebaliknya
keadaan kalsium darah yang rendah akan meningkatkan sekresi hormon
paratiroid dan akan meningkatkan proses resopsi tulang serta peningkatan
absorpsi kalsium di intestinal. Mekanisme ini adalah upaya kalsium didalam
darah tetap dalam keadaan stabil. Jadi hormon paratiroid berperan dalam
meningkatkan resorpsi kalsium, menurunkan resorpsi fosfat di intestinal, dan
meningkatkan sintesis vitamin D ( 1,25 (OH) 2 D di ginjal. Selain itu hormon ini
juga dapat meningkatkan aktifitas osteoclast yang menyebabkan proses resorpsi
tulang meningkat.
Peran vitamin D dalam mekanisme burn turn-over tulang melalui
peningkatan absorpsi kalsium dan fosfat di intestinal. Melalui mekanisme ini
maka vitamin D berperan dalam menyediakan cadangan kadar kalsium dan
fosfat untuk proses mineralisasi tulang sehingga mempertinggi resorpsi tulang.
Secara pathofisiologi, viatmin D mempunyai peran penting pada kelainan tulang.
Dalam mempertahankan intergritas mekanisme dan struktur tulang diperlukan
proses remodelling tulang yang konstan, yaitu respon terhadap keadaan baik
fisiologis maupun patologis yang terjadi selama kehidupan. Adanya kebutuhan
asupan kalsium dan vitamin D yang meningkat terutama.

2.8 Diagnosis
Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang
dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Kemajuan yang cukup
besar dalam pengembangan metode untuk menilai kerangka sekarang
memungkinkan untuk mendeteksi osteoporosis noninvasively dan lebih dini.
Umumnya, osteoporosis dapat dideteksi setelah fraktur yang terjadi dengan
trauma minimal. Untuk menentukan kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yang
biasa digunakan di Indonesia, antara lain :

8
1. Densitometri DXA (dual-energy x-ray absorptiometry)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Orang
yang melakukan pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya
dilakukan sekitar 5 15 menit. Menurut Putri, DXA dapat digunakan pada wanita
yang mempunyai peluang untuk mengalami osteoporosis, seseorang yang
memiliki ketidakpastiandalam diagnosa, dan penderita yang memerlukan
keakuratan dalam hasil pengobatan osteoporosis (Putri, 2009).
Keuntungan yang didapatkan jika melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat
menentukan kepadatan tulang dengan baik (memprediksi resiko patah tulang
pinggul) dan mempunyai paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetapi alat ini
memiliki kelemahan yaitu membutuhkan koreksi berdasarkan volume tulang
(secara bersamaan hanya menghitung 2 dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan jika
pada saat seseorang melakukan pengukuran dalam posisi yang tidak benar,
maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut (Cosman, 2009).
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan
melihat perbedaan BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD
puncak (Tandra, 2009).

2. Densitometri US (ultrasound)
Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat didiagnosis dengan
pengukuran ultrsound,yaitu dengan mengunakan alat quantitative ultrasound
(QUS). Hasil pemeriksaan ini ditentukan dengan gelombang suara, karena cepat
atau tidaknya gelombang suara yang bergerak pada tulang dapat terdeteksi
dengan alat QUS. Jika suara terasa lambat, berarti tulang yang dimiliki padat.
Akan tetapi, jika suara cepat, maka tulang kortikal luar dan trabekular interior
tipis. Pada beberapa penelitian,menyatakan bahwa dengan QUS dapat
mengetahui kualitas tulang, akan tetapi QUS dan DXA sama-sama dapat
memperkirakan patah tulang (Lane, 2003). Dengan alat ini, seseorang tidak
akan terpapar radiasi karena tidak menggunakan sinar X. Kelemahan alat ini,
yaitu tidak memiliki ketelitian yang baik (saat dilakukan pengukuran ulang sering
terjadi kesalahan), tidak baik dalam mengawasi pengobatan (perubahan massa
tulang) (Cosman, 2009).

3.Pemeriksaan CT (computed tomography)

9
Pemeriksaan CT merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan dengan memeriksa biokimia CTx (C-Telopeptide). Dengan
pemeriksaan ini dapat menilai kecepatan
pada proses pengeroposan tulang dan pengobatan antiesorpsi oral pun dapat
dipantau (Putri, 2009).
Kelebihan yang didapatkan jika menggunakan alat ini yaitu kepadatan
tulang belakang dan tempat biasanya terjadi patah tulang dapat diukur dengan
akurat. Akan tetapi pada tulang yang lain sulit diukur kepadatannya dan ketelitian
yang dimiliki tidak baik serta tingginya paparan radiasi (Cosman, 2009).

2.9 Faktor Resiko


Faktor risiko osteoporosis pada dasarnya terdiri dari faktor risiko yang
dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi.

A. Fakor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

1) Umur
usia Osteoporosis lebih mungkin sebagai orang bertambah tua dan tulang
mereka kehilangan jaringan.
2) Gender
Wanita dengan tubuh yang lebih kecil dan mulai dengan sedikit tulang.
Mereka juga kehilangan jaringan tulang lebih cepat dengan
bertambahnya usia mereka. Sementara wanita umumnya kehilangan 30-
50% dari massa tulang mereka selama masa hidup mereka, pria
kehilangan hanya 20-33%.
3) Ras
Ras kaukasia dan wanita asia adalah yang paling berisiko untuk penyakit
ini, namun wanita Amerika dan Hispanik Afrika bisa mendapatkannya juga
( Akhyar, 2006).
4) Gangguan hormonal
1. Wanita yang memasuki masa menaupouse mengalami pengurangan
hormone estergen, sehingga pada umumnya wanita diatas usia 40 tahun
lebih banyak terkena osteoporosis disbanding dengan pria.
2. Pria yang mengalami defist testosterone (hormone ini dalam darah diubah
menjadi esterogen).
3. Gangguan hormonal lain seperti: tiroid, para retiroid, insulin dan
glucokortikoid Penurunan hormone estrogen secra fisiologik dimulai dari
usia 35 tahun dan berakhir sampai usia 65 tahun disebut masa
klimakterium. Masa klimakterum terbagi atas:

10
a. Masa klimakterum awal usia 35-45 tahun, dengan keluhan-keluhan
gangguan haid yang menonjol (kadar estrogen mulai rendah)
b. Masa perimenaoupause usia 46-55 tahun keluhan klinis defisiensi
estrogen pada vasomotor (gejolak panas, vertigo, keringat banyak),
konstitusional (berdebar-debar, migraine, nyeri otot/pinggang, dan
mudah tersinggung) psikiaterik dan neurotic (merasa tertekan, lelah
psikis, lelah somatik, susah tidur), disparem, fluor alus, libido
menurun, osteoporosis, kenaikan kolesterol, adepositosis (keemukan
karena gangguan metabolisme karbohidrat).
c. Masa perimenoupause dengan kadar estrogen rendah sampai sangat
rendah yang terjadi dari:
a) Masa premenoupause usia 46-50 tahun
b) Masa menoupause usia 50 (49-51 tahun)
c) Masa post menoupause 51-55 tahun
d) Masa klimakterium akhir usia 56-65 tahun dengan kadar estrogen
sangat rendah sampai tidak ada, dengan keluhan dan ancaman
kejadian Alzheimer. Aterosklerosis, masalah jantung, frakur
osteoporosis, ancaman Ca colon.

B. Faktor Resiko yang Dapat Dimodifikasi

1) Lifestyle Orang yang merokok atau minum terlalu banyak, atau tidak
mendapatkan cukup latihan memiliki kesempatan peningkatan
osteoporosis.
2) Diet Mereka yang tidak mendapatkan cukup kalsium atau protein lebih
mungkin untuk mengalami osteoporosis. Itu sebabnya orang yang terus-
menerus diet lebih rentan terhadap penyakit.
3) Postur tubuh kurus Postur tubuh kurus cenderung mengalami
osteoporosis dibandingkan dengan posur ideal (dengan berat badan
ideal), karena dengan postr tubuh yang kurus sangat mempengaruhi
tingkat pencapaian massa tulang.
4) Imobilitas
Imobilitas dalam waktu yang lama memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
terkena osteoporosis dibandingkan menopause. Imobilitas akan berakibat
pada pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh (hierkalsiura).
Imobilitas umumnya dialami orang yang berbedadalam masa
penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk waktu lama.
5) Kurang terkena sinar matahari
Orang yang jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pada pagi dan
sore hari, karena pada saat tersebut sinar dibutuhkan untuk memicu kulit

11
membenuk vit D3, dimana vit D(D3+D2 berasal dari makanan) diubah
oleh hepar dan ginjal menjadi kalsitriol
6) Kurang aktifitas fisik
Kurangnya olahraga dan latihan secara teratur, menimbulkan efek
negatife yang menghambat proses pemadatan massa tulang dan
kekuatan tulang. Namun olahraga yang sangat berlebihan (marathon,
atlit) pada usia muda , terutama anak perempuan yang telah haid akan
menyebabkan haidnya terhenti, karena kekurangan estrogen, sehingga
penyerapan kalsium berkurang dengan segala akibatnya.
7) Penggunaan obat dalam waktu yang lama
Pasien dengan osteoporosis sering dikaikan dengan istirahat total yang
terlalu lama akibat sakit, kelianan tulang, kekurangan bahan pembentuk
dan yang terutama adalah pemakaian obat yang enggau metabolisme
tulang. Jenis obat tersebut antara lain: kortikosteroid, sitostatika
(metotrksat), anti kejang, anti koagulan (heparin, warfarin).

8) Lingkungan
Lingkungan yang berisiko osteoporosis adalah lingkungan yang
memungkinkan orang tidak terkena sinar matahari dalamjangka waktu
yang lama, seperti daerah padat hunian, rumah susun, apartemen, dan
lain-lain.

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteoporosis dapat dibagi menjadi 2, yaitu
penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa.

Medikamentosa

1. Suplemen Vitamin D dan Kalsium

Menurunkan resorbsi tulang, meningkatkan mineralisasi oleh osteoid, dan


menurunkan resiko fraktur pada tulang pinggul. Meskipun tidak menormalkan
resorbsi tulang tapi suplemen ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik dan
direkomendasikan pada orang-orang dengan usia lebih dari 50 tahun. Dosis
kalsium: 1500mg/hari Untuk vitamin D penting untuk membantu absorbsi kalsium
Dosis: 400-800 IU/hari,

2. Suplemen calcium citrate atau calcium carbonate

Absorbsinya membutuhkan asam lambung Dosis: 500mg

12
3. Bifosfonat

Analog phyrosphosphat yang berikatan dengan permukaan kristal


hydroxyapatit. Mencegah terjadinya resorbsi dengan mengganggu signal
intraselular dari osteoklas. Biphosphonat tidak dimetabolisme dan di ekskresikan
melalui urin. Alendronate (10mg/hari) dan risredonate (5mg/hari) Diminum saat
perut kosong dengan air putih, karena kalsium dan makanan menurunkan
absorbsinya. Dan pasien harus posisi tegak (berdiri atau duduk) selama 30 menit
setelah meminum obat untuk meminimalisir efek samping gastrointestinal yaitu
esofagitis dan dispepsia yang terjadi pada 10% kasus.

4. Calcitonin

Hormon yang bekerja langsung pada osteoklas untuk menurunkan


resorbsinya. Obat ini juga menunjukan dapat menstabilkan masa tulang spinal
dan menurunkan fraktur vertebral tapi tidak ada efek terhadap tulang panggul.
Selain itu kalsitonin juga memiliki efek analgesik pada nyeri akibat fraktur
vertebral. Tersedia dalam bentuk nasal spray dan dosis yang diberikan
200IU/hari.

Non medikamentosa

1. Edukasi

a. Duduk pada kursi sandaran yang tegak dan lunak; kaki harus dapat
menyentuh lantai. Kursi terbaik untuk pasien adalah kursi dengan sandaran
tangan. Hindari duduk pada kursi/tempat duduk yang terlampau rendah atau
tempat duduk reclining

b. Saat membersihkan rumah: usahakan tubuh tetap tegak. Jangan melakukan


gerakan rotasi tubuh. Tekuk lutut dan jangan membungkuk.

c. Saat merapikan tempat tidur: tarik sprei pada satu sisi. Jangan membungkuk
tetapi lekuk lutut. Hindari menarik sprei dari sisi yang bersebrangan.

d. Saat mengangkat barang bawaan: gunakan tas plastik dengan bagian yang
ada pegangannya dan bawalah sedikit demi sidekit barang. Angkat barang
bawaan dekat dengan tubuh.

e. Posisi dari duduk ke berbaring pada satu sisi tubuh dulu dan sebaliknya saat
akan duduk dari posisi berbaring.

13
f. Karena batuk dan bersin dapat menyebabkan patah tulang belakang pada
orang dengan osteoporosis, maka gunakan satu tangan untuk menahan
punggung ketika batuk atau bersin. Jangan membungkukan pinggang ke depan.

g. Hindari kemungkinan jatuh yaitu antara lain: Harus mengetahui obat-obatan


yang menimbulkan efek samping mengantuk, pusing, gangguan keseimbangan
atau koordinasi yang dapat meningkatkan resiko jatuh Hindari terpapar suhu
dingin dalam jangka waktu lama karena dapat menyebabkan timbul rasa pusing
Pakailah tongkat atau walker bila berjalan, berhati-hati berrjalan pada permukaan
basah atau licin Pakai alas kaki dengan tumit rendah dan beralas karet untuk
mencegah resiko jatuh.

2. Rehabilitasi medik

Prinsip terapi fisik dan rehabilifasi dapat bermanfaat dalam penatalaksanaan


penderita osteoporosis. Latihan dapat mengurangi hilangnya massa tulang dan
menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang yang
lebih besar dari pada resorbsi tulang. Berikut ini merupakan latihan-latihan yang
dapat dilakukan oleh penderita osteoporosis :

Hal yang penting diperhatikan bagi penderita osteoporosis adalah jangan


melakukan gerakan menekuk berlebihan pada sendi punggung maupun leher.
Hal ini berlaku bukan hanya pada olahraga, tetapi juga pada aktivitas sehari-hari,

14
misalnya saat mengangkat barang berat harus menekuk lutut sehingga
punggung tidak membungkuk terlalu banyak.

Segala jenis pengobatan ditujukan untuk mengurangi risiko patah tulang.


Salah satunya adalah Aquatic Therapy atau Terapi Air yaitu metode terapi yang
mengandalkan pada respon-respon tubuh terhadap air. Aquatic Therapy sangat
aman untuk latihan bagi penderita osteoporosis. Jenis fisioterapi di dalam kolam
renang ini menyediakan tempat yang aman untuk latihan tanpa menimbulkan
risiko terjatuh atau mengalami patah tulang. Misalnya, terapi dilakukan di kolam
renang atau kolam terapi. Terapi Air ini berfungsi untuk:

Meningkatkan kekuatan otot,


Mengurangi nyeri dengan mengurangi tekanan penumpuan berat badan
pada sendi dan tulang,
Meningkatkan keseimbangan,
Mempercepat kesembuhan, dan
Meningkatkan propioseptif (reseptor sendi).
Aquatic Therapy juga dapat membantu untuk rileks dan meningkatkan
sirkulasi darah, lingkup gerak sendi, tonus otot, dan kepercayaan diri.
Walaupun Aquatic Therapy ini tergolong aman, sebaiknya penderita osteoporosis
tetap didampingi oleh therapist atau orang terdekat. Pendampingan ini diperlukan
untuk mengawasi dan memberikan pertolongan sigap jika tiba-tiba terjadi
sesuatu pada penderita osteoporosis. Becker, MD, MS yang mengulas tentang
Aquatic Therapy : Scientific Foundations and Clinical Rehabilitation Applications,
penelitian Bravo et al. pada wanita post-menopause selama lebih dari 1 tahun,
membuktikan bahwa kelompok yang melakukan terapi air, terjadi peningkatan
pada kelenturan, kekuatan, daya tahan, kekuatan jantung dan pernafasan tubuh,
serta psikologi dibandingkan yang tidak melakukan terapi air. Kelompok ini juga
membuktikan bahwa selama 1 tahun lebih, tidak terjadi penurunan massa dan
mineral tulang. Begitu pula penelitian yang dilakukan di Turki dan Jepang.Terapi
air yang mereka lakukan bermacam-macam, seperti;
1. melakukan aerobik jongkok-berdiri, berlompat, dan berendam di dalam
kolam dengan kedalaman air sepinggang;
2. berenang; dan
3. terapi air seperti pada gambar di bawah dengan kedalaman kolam
sebahu. Serta masih banyak ragam aquatic therapy yang lainnya. Terapi
air ini tidak hanya baik untuk pengobatan penderita osteoporosis, tetapi
juga untuk mencegah osteoporosis. Masih di dalam jurnal Bruce E.
Becker, MD, MS, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak atau remaja

15
yang rutin berenang memiliki massa dan mineral tulang lebih baik
beberapa tahun berikutnya daripada kelompok yang tidak berenang.

3. Latihan fisik
Latihan menyangga beban berat badan (seperti berjalan, berlari, menaiki
tangga, mengangkat berat, aerobik, tenis) dan penguatan merupakan unsur
penting dalam pencegahaan dan terapi osteoporosis. Latihan penguatan
membantu menurunkan resiko jatuh dengan cara memperbaiki kekuatan dan
keseimbangan. Semua jenis latihan harus dikerjakan secara teratur dengan
waktu kurang kebih 30 menit perhari.

4. Orthestik-prothestik

16
Ortosis atau alat bantu diberikan terutama di daerah punggung yang
mempunyai beberapa tujuan, yaitu memperkecil terjadinya kifosis pada mereka
yang beresiko, mengurangi gaya tekanan pada tulang punggung sebagai
tindakan pencegahan untuk kompresi tulang belakang, dan untuk membantu
menopang tulang belakang sebagai kompensasi otot punggung yang lemah.
Selain itu ortosis juga dapat digunakan untuk menangani nyeri punggung,
bahkan saat aktifitas pasien.

5. Surgery

Untuk patah tulang yang rumit, seperti pinggul patah, rawat inap dan
prosedur bedah diperlukan. Dalam operasi penggantian pinggul, pinggul patah
akan diganti dengan pinggul baru yang terbuat dari plastik, atau logam dan
plastik. Meskipun operasi itu sendiri biasanya berhasil, komplikasi dari patah
tulang pinggul bisa serius. Orang-orang memiliki risiko 5-20% lebih besar untuk
meninggal dalam tahun pertama setelah cedera daripada orang lain dalam
kelompok usia mereka. Sebagian besar dari mereka yang bertahan hidup tidak
dapat kembali ke aktivitas mereka semula, dan pindah ke kondisi kehidupan
yang mendapat pengawasan, seperti panti jompo. Itulah sebabnya mendapatkan
perawatan dini dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah pengeroposan
tulang sangat penting.

2.11 Prognosis

Kebanyakan pasien meninggal bukan karena osteoporosis. Patah tulang


panggul dapat menyebabkan penurunan mobilitas dan risiko tambahan berbagai
komplikasi (seperti trombosis vena dalam dan / atau emboli paru, pneumonia).

17
BAB 3
KESIMPULAN

Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang


total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal, kecepatan
resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang, mengakibatkan
penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan
mudah patah sehingga tulang menjadi mudah fraktur.
Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang dilakukan
pemeriksaan yang dapat menilai kepadatan tulang. Untuk menentukan
kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yaitu Densitometri DXA (dual-energy x-
ray absorptiometry), Densitometri US (ultrasound), Pemeriksaan CT (computed
tomography). Penatalaksanaan osteoporosis dapat dibagi menjadi 2, yaitu
penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa.
Prinsip terapi fisik dan rehabilifasi yang dapat bermanfaat dalam
penatalaksanaan penderita osteoporosis yaitu dengan melatih kekuatan,
fleksibilitas, dan fungsional penderita.

18
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 2015. Data dan Kondisi Osteoporosis di Indonesia,


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
osteoporosis.pdf
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis
Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126.

Ganong. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.

Duque, Gustavo and Troen, Bruce R. Skeletal Aging , dalam buku Geriatric
Nutrition The health Professionals Hanbook Third Edition. Jones and Bartlett
Publishers. 2006.

Mccabe, Linda D, et al. Dairy Intake After Bone Density In The Elderly. American
Journal Clinical Nutrition a Publication of The American Society For Nutrition.
2004.

Nuhonni SA, Cholis M. Rehabilitasi Medik I. Dalam: Daili ESS, Menaldi SL,
Ismiarto SP, Nilasari H, editors. Kusta. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI, 2000: 94-103

Depkes R.I., 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

Cosman Felicia, 2009. Osteoporosis: Panduan Lengkap agar Tulang Anda Tetap
Sehat. Solo: Bintang Pustaka.

19
20

Вам также может понравиться