Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
WHO memperkirakan pada pertengahan abad mendatang, jumlah patah
tulang pada panggul karena osteoporosis akan meningkat tiga kali lipat, dari 1,7
juta pada tahun 1990 menjadi 6,3 juta kasus pada tahun 2050 kelak. Data dari
International Osteoporosis Foundation (IOF) menyebutkan bahwa seluruh dunia,
satu dari tiga wanita dan satu dari delapan pria yang berusia di atas 50 tahun
memiliki risiko mengalami patah tulang akibat osteoporosis dalam hidup mereka.
Data terbaru dari International Osteoporosis Foundation (IOF) menyebutkan
sampai tahun 2000 ini diperkirakan 200 juta wanita mengalami osteoporosis.
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2006).
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 Struktur Tulang
Jaringan tulang mempunyai banyak komponen jaringan yaitu Jaringan
tulang keras, Jaringan fibrosa, Cartilage, Jaringan vaskuler, Jaringan limfe, dan
Jaringan lemak dan saraf. Bagian tulang terdiri atas 2 bagian; Substantia
spongiosa (berongga) trabeculae dan Substantia compacta (padat).
Penyusun tulang Seperti halnya jaringan pengikat pada umumnya,
jaringan tulang juga terdiri atas unsur-unsur yaitu sel, substansi dasar, dan
komponen fibriler tulang yang merupakan jaringan yang tersusun oleh sel yang
didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular Matrix 25%, water 25%, collagen,
fibers 50%, dan garam yg mengkristal kalsium fosfat (Ganong, 2002).
c. Osteosit Sel tulang matur dan sel utama di jaringan tulang, mempertahankan
metabolisme tulang setiap harinya, seperti pertukaran nutrisidan pembuangan ke
darah.
d. Osteoklas Sel raksasa yang berasal dari monosit yang bergabung dan di
pusatkan di endosteum. Sel yang mengeluarkan enzim lisosomal dan asam yang
mencerna protein dan komponen mineral pada matrik ekstraseluler yang
kemudian dipecah (diresorbsi) (junquera, 2002).
3
2.3 Fungsi Tulang
1. Penyangga
Penyangga dari jaringan lunak dan merupakan tempat utama menyambungkan
tendon dengan otot tulang
2. Proteksi
Sebagai proteksi kebanyakan organ vital dari injury. Seperti contoh, tulang
cranialis memproteksi otak, vertebra memproteksi medula spinalis.
3. Membantu pergerakan
4. Homeostasis mineral
Tulang menyediakan beberapa mineral seperti kalsium dan fosfor. Memproduksi
sel darah. Dalam tulang terdapat sumsum tulang merah (red bone marrow) yang
memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan platelet (Guyton, 2005).
4
Biasanya seseorang yang mengalami osteoporosis akan merasa
sakit/pegal-pegal di bagian punggung atau daerah tulang tersebut. Dalam
beberapa hari/minggu, rasa sakit tersebut dapat hilang dengan sendiri dan tidak
akan bertambah sakit dan menyebar jika mendapatkan beban yang berat.
Biasanya postur tubuh penderita osteoporosis akan terlihat membungkuk dan
terasa nyeri pada tulang yang mengalami kelainan tersebut (ruas tulang
belakang) (Yatim, 2003). Osteoporosis terbagi menjadi 2 tipe, yaitu primer dan
sekunder. Osetoporosis primer terbagi lagi menjadi 2 yaitu tipe 1
(postmenopausal) dan tipe 2 (senile). Penyebab terjadinya osteoporosis tipe 1
erat kaitannya dengan hormon estrogen dan kejadian menopause pada wanita.
Tipe ini biasanya terjadi selama 15 20 tahun setelah masamenopause atau
pada wanita sekitar 51 75 tahun (Putri, 2009). Dan pada tipe ini tulang
trabekular menjadi sangat rapuh sehingga memiliki kecepatan fraktur 3 kali lebih
cepat dari biasanya (Riggs et al, 1982 dalam National Research Council, 1989).
Sedangkan tipe 2 biasanya terjadi diatas usia 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Penyebab terjadinya senile osteoporosis yaitu karena
kekurangan kalsium dan kurangnya sel-sel perangsang pembentuk vitamin D.
Dan terjadinya tulang pecah dekat sendi lutut dan paha dekat sendi panggul
(Yatim, 2003). Tipe osteoporosis sekunder, terjadi karena adanya gngguan
kelainan hormon, penggunaan obat-obatan dan gaya hidup yang kurang baik
seperti konsumsi alkohol yang berlebihan dan kebiasaan merokok (Hartono,
2004).
2.5 Epidemiologi
Faktor usia maka resiko terjadi pada pria sama dengan wanita, tapi
biasanya percepatan penurunan masa tulang terjadi setelah menopause maka
resiko fraktur pada wanita 2x lebih besar daripada laki-laki dengan usia yang
sama (Depkes RI,2008).
5
Osteoporosis dibagi menjadi tiga, yaitu:
Osteoporosis Primer, terbagi menjadi 2 yaitu:
Osteoporoisis Primer tipe 1
o Adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan proses
penuaan, yaitu akibat kekurangan estrogen, yakni umumnya pada
wanita yang telah mengalami menopause, dan akibat kekurangan
testosteron, yakni andropause pda pria yang berarti berkurangnya
produksi hormon testosteron.
Osteoporosis Primer tipe 2
o Sering disebut dengan istilah osteoporosis senil/penuaan
Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis jenis ini dipengaruhi seperti adanya penyakit yang
mendasari, akibat obat-obatan dan lain sebagainya. Pada osteoporosis
sekunder, terjadi penurunan densitas tulang yang cukup berat.
Osteoporosis Idiopatik
Oseoporosis yang diketahui penyebabnya dan ditemukan pada usia
kanak-kanak (juvenile), (adolesen), pria usia pertengah (Depkes, 2015).
2.6 Patogenesis
1. post menepause
Setelah menepause, maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menepause, sehingga insiden fraktur terutama fraktur
vertebrae regio distal meningkat penurunan densitas tulang terutama pada tulang
trabekular, karena memiliki permukaan yang luas dan hal ini dapat di cegah
dengan terapi esterogen petanda resorpsi tulang dan formasi tulang keduanya
meningkat menunjukkan adanya peningkatan bone turn over. Esterogen juga
berperan menurunkan produksi berbagai citokine oleh bone marrow stromal celisi
dan sel-sel mononuklear seperti IL1,IL6, dan TNF- yang berperan meningkatkan
kerja osteoklas. Dengan demikina penurunan kadar esterogen akibat menepause
akan meningkatkan berbagai citokine tersebut singga aktivitas osteoklas
meningkat. Selain peningkatan aktivitas osteoklas menepause juga munurunkan
arbsorpsi kalsium di usus dan meningkatkan ekskresi kalsium di ginjal selain itu,
menepause menurunkan sintesis berbagai protein (Akhyar Y, 2006).
2. osteoporosis senilis
6
Pada orang usia lanjut terjadi penurunan aktivitas fisik dan juga
penurunan sekresi GH dan IGF-1 selain itu juga penurunan sekresi esterogen.
Penurunan sekresi esterogen dan penurunan sekresi GH menyebabkan
gangguan fungsi osteoblast. Turn over tulang sering juga di sebabkan penurunan
sekresi esterogen dan juga hiperparatiroidisme sekunder. Osteoporosis sering di
sebabkan adanya gangguan fungsi osteoblas dan turn over tulang serta bisa
menimbulkan fraktur oleh karena usia lanjut yang dapat mudah terjatuh,
penurunan kekuatan otot, penurunan aktivasi otot, keseimbangan dan gangguan
penglihatan (Akhyar Y, 2006).
7
mempertahankan keseimbangan kalsium serum ini, dua hormon secara langsung
berhubungan dengan metabolisme Kalsium, yaitu hormon paratiroid dan
calsitonin. Adanya peningkatan asupan kalsium / kalsium darah makan akan
merangsang calsitonin, upaya ini untuk menekan proses resorpsi tulang, dan
sebaliknya.
Sedangkan dengan adanya kalsium yang rendah maka hormon paratiroid
akan meningkat sehingga proses remodeling tulang tetap berjalan dalam
keadaan seimbang. Apabila kalsium plasma meningkat maka akan meningkatkan
formasi tulang dan meningkatkan Calsitonin dari sel parafolikuler kelenjar thyroid.
Dengan adanya calsitonin, maka proses resopsi tulang ditekan. Dan sebaliknya
keadaan kalsium darah yang rendah akan meningkatkan sekresi hormon
paratiroid dan akan meningkatkan proses resopsi tulang serta peningkatan
absorpsi kalsium di intestinal. Mekanisme ini adalah upaya kalsium didalam
darah tetap dalam keadaan stabil. Jadi hormon paratiroid berperan dalam
meningkatkan resorpsi kalsium, menurunkan resorpsi fosfat di intestinal, dan
meningkatkan sintesis vitamin D ( 1,25 (OH) 2 D di ginjal. Selain itu hormon ini
juga dapat meningkatkan aktifitas osteoclast yang menyebabkan proses resorpsi
tulang meningkat.
Peran vitamin D dalam mekanisme burn turn-over tulang melalui
peningkatan absorpsi kalsium dan fosfat di intestinal. Melalui mekanisme ini
maka vitamin D berperan dalam menyediakan cadangan kadar kalsium dan
fosfat untuk proses mineralisasi tulang sehingga mempertinggi resorpsi tulang.
Secara pathofisiologi, viatmin D mempunyai peran penting pada kelainan tulang.
Dalam mempertahankan intergritas mekanisme dan struktur tulang diperlukan
proses remodelling tulang yang konstan, yaitu respon terhadap keadaan baik
fisiologis maupun patologis yang terjadi selama kehidupan. Adanya kebutuhan
asupan kalsium dan vitamin D yang meningkat terutama.
2.8 Diagnosis
Untuk mendiagnosis osteoporosis sebelum terjadinya patah tulang
dilakukan pemeriksaan yang menilai kepadatan tulang. Kemajuan yang cukup
besar dalam pengembangan metode untuk menilai kerangka sekarang
memungkinkan untuk mendeteksi osteoporosis noninvasively dan lebih dini.
Umumnya, osteoporosis dapat dideteksi setelah fraktur yang terjadi dengan
trauma minimal. Untuk menentukan kepadatan tulang tersebut, ada 3 teknik yang
biasa digunakan di Indonesia, antara lain :
8
1. Densitometri DXA (dual-energy x-ray absorptiometry)
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling tepat dan mahal. Orang
yang melakukan pemeriksaan ini tidak akan merasakan nyeri dan hanya
dilakukan sekitar 5 15 menit. Menurut Putri, DXA dapat digunakan pada wanita
yang mempunyai peluang untuk mengalami osteoporosis, seseorang yang
memiliki ketidakpastiandalam diagnosa, dan penderita yang memerlukan
keakuratan dalam hasil pengobatan osteoporosis (Putri, 2009).
Keuntungan yang didapatkan jika melakukan pemeriksaan ini yaitu dapat
menentukan kepadatan tulang dengan baik (memprediksi resiko patah tulang
pinggul) dan mempunyai paparan radiasi yang sangat rendah. Akan tetapi alat ini
memiliki kelemahan yaitu membutuhkan koreksi berdasarkan volume tulang
(secara bersamaan hanya menghitung 2 dimensi yaitu tinggi dan lebar) dan jika
pada saat seseorang melakukan pengukuran dalam posisi yang tidak benar,
maka akan mempengaruhi hasil pemeriksaan tersebut (Cosman, 2009).
Hasil dari DXA dapat dinyatakan dengan T-score, yang dinilai dengan
melihat perbedaan BMD dari hasil pengukuran dengan nilai rata-rata BMD
puncak (Tandra, 2009).
2. Densitometri US (ultrasound)
Kerusakan yang terjadi pada tulang dapat didiagnosis dengan
pengukuran ultrsound,yaitu dengan mengunakan alat quantitative ultrasound
(QUS). Hasil pemeriksaan ini ditentukan dengan gelombang suara, karena cepat
atau tidaknya gelombang suara yang bergerak pada tulang dapat terdeteksi
dengan alat QUS. Jika suara terasa lambat, berarti tulang yang dimiliki padat.
Akan tetapi, jika suara cepat, maka tulang kortikal luar dan trabekular interior
tipis. Pada beberapa penelitian,menyatakan bahwa dengan QUS dapat
mengetahui kualitas tulang, akan tetapi QUS dan DXA sama-sama dapat
memperkirakan patah tulang (Lane, 2003). Dengan alat ini, seseorang tidak
akan terpapar radiasi karena tidak menggunakan sinar X. Kelemahan alat ini,
yaitu tidak memiliki ketelitian yang baik (saat dilakukan pengukuran ulang sering
terjadi kesalahan), tidak baik dalam mengawasi pengobatan (perubahan massa
tulang) (Cosman, 2009).
9
Pemeriksaan CT merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan dengan memeriksa biokimia CTx (C-Telopeptide). Dengan
pemeriksaan ini dapat menilai kecepatan
pada proses pengeroposan tulang dan pengobatan antiesorpsi oral pun dapat
dipantau (Putri, 2009).
Kelebihan yang didapatkan jika menggunakan alat ini yaitu kepadatan
tulang belakang dan tempat biasanya terjadi patah tulang dapat diukur dengan
akurat. Akan tetapi pada tulang yang lain sulit diukur kepadatannya dan ketelitian
yang dimiliki tidak baik serta tingginya paparan radiasi (Cosman, 2009).
1) Umur
usia Osteoporosis lebih mungkin sebagai orang bertambah tua dan tulang
mereka kehilangan jaringan.
2) Gender
Wanita dengan tubuh yang lebih kecil dan mulai dengan sedikit tulang.
Mereka juga kehilangan jaringan tulang lebih cepat dengan
bertambahnya usia mereka. Sementara wanita umumnya kehilangan 30-
50% dari massa tulang mereka selama masa hidup mereka, pria
kehilangan hanya 20-33%.
3) Ras
Ras kaukasia dan wanita asia adalah yang paling berisiko untuk penyakit
ini, namun wanita Amerika dan Hispanik Afrika bisa mendapatkannya juga
( Akhyar, 2006).
4) Gangguan hormonal
1. Wanita yang memasuki masa menaupouse mengalami pengurangan
hormone estergen, sehingga pada umumnya wanita diatas usia 40 tahun
lebih banyak terkena osteoporosis disbanding dengan pria.
2. Pria yang mengalami defist testosterone (hormone ini dalam darah diubah
menjadi esterogen).
3. Gangguan hormonal lain seperti: tiroid, para retiroid, insulin dan
glucokortikoid Penurunan hormone estrogen secra fisiologik dimulai dari
usia 35 tahun dan berakhir sampai usia 65 tahun disebut masa
klimakterium. Masa klimakterum terbagi atas:
10
a. Masa klimakterum awal usia 35-45 tahun, dengan keluhan-keluhan
gangguan haid yang menonjol (kadar estrogen mulai rendah)
b. Masa perimenaoupause usia 46-55 tahun keluhan klinis defisiensi
estrogen pada vasomotor (gejolak panas, vertigo, keringat banyak),
konstitusional (berdebar-debar, migraine, nyeri otot/pinggang, dan
mudah tersinggung) psikiaterik dan neurotic (merasa tertekan, lelah
psikis, lelah somatik, susah tidur), disparem, fluor alus, libido
menurun, osteoporosis, kenaikan kolesterol, adepositosis (keemukan
karena gangguan metabolisme karbohidrat).
c. Masa perimenoupause dengan kadar estrogen rendah sampai sangat
rendah yang terjadi dari:
a) Masa premenoupause usia 46-50 tahun
b) Masa menoupause usia 50 (49-51 tahun)
c) Masa post menoupause 51-55 tahun
d) Masa klimakterium akhir usia 56-65 tahun dengan kadar estrogen
sangat rendah sampai tidak ada, dengan keluhan dan ancaman
kejadian Alzheimer. Aterosklerosis, masalah jantung, frakur
osteoporosis, ancaman Ca colon.
1) Lifestyle Orang yang merokok atau minum terlalu banyak, atau tidak
mendapatkan cukup latihan memiliki kesempatan peningkatan
osteoporosis.
2) Diet Mereka yang tidak mendapatkan cukup kalsium atau protein lebih
mungkin untuk mengalami osteoporosis. Itu sebabnya orang yang terus-
menerus diet lebih rentan terhadap penyakit.
3) Postur tubuh kurus Postur tubuh kurus cenderung mengalami
osteoporosis dibandingkan dengan posur ideal (dengan berat badan
ideal), karena dengan postr tubuh yang kurus sangat mempengaruhi
tingkat pencapaian massa tulang.
4) Imobilitas
Imobilitas dalam waktu yang lama memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
terkena osteoporosis dibandingkan menopause. Imobilitas akan berakibat
pada pengecilan tulang dan pengeluaran kalsium dari tubuh (hierkalsiura).
Imobilitas umumnya dialami orang yang berbedadalam masa
penyembuhan yang perlu mengistirahatkan tubuhnya untuk waktu lama.
5) Kurang terkena sinar matahari
Orang yang jarang terkena sinar matahari, terutama sinar pada pagi dan
sore hari, karena pada saat tersebut sinar dibutuhkan untuk memicu kulit
11
membenuk vit D3, dimana vit D(D3+D2 berasal dari makanan) diubah
oleh hepar dan ginjal menjadi kalsitriol
6) Kurang aktifitas fisik
Kurangnya olahraga dan latihan secara teratur, menimbulkan efek
negatife yang menghambat proses pemadatan massa tulang dan
kekuatan tulang. Namun olahraga yang sangat berlebihan (marathon,
atlit) pada usia muda , terutama anak perempuan yang telah haid akan
menyebabkan haidnya terhenti, karena kekurangan estrogen, sehingga
penyerapan kalsium berkurang dengan segala akibatnya.
7) Penggunaan obat dalam waktu yang lama
Pasien dengan osteoporosis sering dikaikan dengan istirahat total yang
terlalu lama akibat sakit, kelianan tulang, kekurangan bahan pembentuk
dan yang terutama adalah pemakaian obat yang enggau metabolisme
tulang. Jenis obat tersebut antara lain: kortikosteroid, sitostatika
(metotrksat), anti kejang, anti koagulan (heparin, warfarin).
8) Lingkungan
Lingkungan yang berisiko osteoporosis adalah lingkungan yang
memungkinkan orang tidak terkena sinar matahari dalamjangka waktu
yang lama, seperti daerah padat hunian, rumah susun, apartemen, dan
lain-lain.
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteoporosis dapat dibagi menjadi 2, yaitu
penatalaksanaan medikamentosa dan non medikamentosa.
Medikamentosa
12
3. Bifosfonat
4. Calcitonin
Non medikamentosa
1. Edukasi
a. Duduk pada kursi sandaran yang tegak dan lunak; kaki harus dapat
menyentuh lantai. Kursi terbaik untuk pasien adalah kursi dengan sandaran
tangan. Hindari duduk pada kursi/tempat duduk yang terlampau rendah atau
tempat duduk reclining
c. Saat merapikan tempat tidur: tarik sprei pada satu sisi. Jangan membungkuk
tetapi lekuk lutut. Hindari menarik sprei dari sisi yang bersebrangan.
d. Saat mengangkat barang bawaan: gunakan tas plastik dengan bagian yang
ada pegangannya dan bawalah sedikit demi sidekit barang. Angkat barang
bawaan dekat dengan tubuh.
e. Posisi dari duduk ke berbaring pada satu sisi tubuh dulu dan sebaliknya saat
akan duduk dari posisi berbaring.
13
f. Karena batuk dan bersin dapat menyebabkan patah tulang belakang pada
orang dengan osteoporosis, maka gunakan satu tangan untuk menahan
punggung ketika batuk atau bersin. Jangan membungkukan pinggang ke depan.
2. Rehabilitasi medik
14
misalnya saat mengangkat barang berat harus menekuk lutut sehingga
punggung tidak membungkuk terlalu banyak.
15
yang rutin berenang memiliki massa dan mineral tulang lebih baik
beberapa tahun berikutnya daripada kelompok yang tidak berenang.
3. Latihan fisik
Latihan menyangga beban berat badan (seperti berjalan, berlari, menaiki
tangga, mengangkat berat, aerobik, tenis) dan penguatan merupakan unsur
penting dalam pencegahaan dan terapi osteoporosis. Latihan penguatan
membantu menurunkan resiko jatuh dengan cara memperbaiki kekuatan dan
keseimbangan. Semua jenis latihan harus dikerjakan secara teratur dengan
waktu kurang kebih 30 menit perhari.
4. Orthestik-prothestik
16
Ortosis atau alat bantu diberikan terutama di daerah punggung yang
mempunyai beberapa tujuan, yaitu memperkecil terjadinya kifosis pada mereka
yang beresiko, mengurangi gaya tekanan pada tulang punggung sebagai
tindakan pencegahan untuk kompresi tulang belakang, dan untuk membantu
menopang tulang belakang sebagai kompensasi otot punggung yang lemah.
Selain itu ortosis juga dapat digunakan untuk menangani nyeri punggung,
bahkan saat aktifitas pasien.
5. Surgery
Untuk patah tulang yang rumit, seperti pinggul patah, rawat inap dan
prosedur bedah diperlukan. Dalam operasi penggantian pinggul, pinggul patah
akan diganti dengan pinggul baru yang terbuat dari plastik, atau logam dan
plastik. Meskipun operasi itu sendiri biasanya berhasil, komplikasi dari patah
tulang pinggul bisa serius. Orang-orang memiliki risiko 5-20% lebih besar untuk
meninggal dalam tahun pertama setelah cedera daripada orang lain dalam
kelompok usia mereka. Sebagian besar dari mereka yang bertahan hidup tidak
dapat kembali ke aktivitas mereka semula, dan pindah ke kondisi kehidupan
yang mendapat pengawasan, seperti panti jompo. Itulah sebabnya mendapatkan
perawatan dini dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah pengeroposan
tulang sangat penting.
2.11 Prognosis
17
BAB 3
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A.C. and Hall, J.E., 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Philadelphia, PA, USA: Elsevier Saunders.
Duque, Gustavo and Troen, Bruce R. Skeletal Aging , dalam buku Geriatric
Nutrition The health Professionals Hanbook Third Edition. Jones and Bartlett
Publishers. 2006.
Mccabe, Linda D, et al. Dairy Intake After Bone Density In The Elderly. American
Journal Clinical Nutrition a Publication of The American Society For Nutrition.
2004.
Nuhonni SA, Cholis M. Rehabilitasi Medik I. Dalam: Daili ESS, Menaldi SL,
Ismiarto SP, Nilasari H, editors. Kusta. Edisi ke-2. Jakarta: FKUI, 2000: 94-103
Cosman Felicia, 2009. Osteoporosis: Panduan Lengkap agar Tulang Anda Tetap
Sehat. Solo: Bintang Pustaka.
19
20