Вы находитесь на странице: 1из 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinea Kruris

2.1.1 Definisi

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar

anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan

penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada

daerah genito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah anus, daerah gluteus

dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea kruris mempunyai

nama lain escema marginatum, jockey itch, ringworn of the groin, dhobbie

itch 8

Berikut ini adalah gambar predileksi terjadinya Tinea kruris :

Gambar 2.1. Predileksi Tinea Kruris

2.1.2 Epidemiologi

Tinea krurus dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah

tropis. Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki

dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:1. Tidak ada kematian yang

5
berhubungan dengan tinea kruris. Jamur ini sering terjadi pada orang yang

kurang memperhatikan kebersihan diri atau lingkungan sekitar yang kotor dan

lembab 9,10

2.1.3 Etiologi

Menurut Emmons (1934) dalam Budimulja (1999), dermatofita termasuk

kelas Fungi imperfecti, yang terbagi dalam tiga genus, yaitu Microsporum,

Trichophyton, dan Epidermophyton.

Penyebab utama dari tinea kruris Trichophyton rubrum (90%) dan

Epidermophyton fluccosum Tcrichophyton mentagrophytes (4%) dan

Trichophyton tonsurans (6%). 11

Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena mempunyai

daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat

menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan

stratum basalis . 11

2.1.4 Patofisiologi

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung.

Penularan lansung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung

jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat

melalui kayu yang dihinggapi jamur, pakaian. Agen penyebabnya juga dapat

ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita

atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea unguium dan tinea manum. Jamur ini

menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan

invasi ke starum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-

6
cabang nya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim

keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi

peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di statum korneum

menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi

(ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi

suatu reaksi peradangan. 11,12

2.1.5 Faktor Risiko

Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko adalah faktor

yang dapat mempermudah timbulnya suatu penyakit. Peran faktor risiko itu

dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu :

1) Yang menyuburkan pertumbuhan jamur.

2) Yang memudahkan terjadinya invasi ke jaringan karena daya tahan yang

menurun.

Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko yang

menyuburkan pertumbuhan jamur, antara lain :

1) Pemberian antibiotik yang mematikan kuman akan menyebabkan

keseimbangan antara jamur dan bakteri terganggu.

2) Adanya penyakit diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan

suasana yang menyuburkan jamur.

Menurut Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), faktor risiko yang

memudahkan invasi jamur ke jaringan, antara lain :

1) Adanya rangsangan setempat yang terus menerus pada lokasi tertentu oleh

cairan yang menyebabkan pelunakan kulit, misalnya air pada sela jari kaki,

7
kencing pada pantat bayi, keringat pada daerah lipatan kulit, atau akibat liur di

sudut mulut orang lanjut usia.

2) Adanya penyakit tertentu, seperti gizi buruk, penyakit darah, keganasan,

diabetes mellitus, dan atau kehamilan menimbulkan suasana yang menyuburkan


13
jamur.

Menurut Nasution M.A. (2005) dan Berman (2011), pada penyakit kulit

karena infeksi jamur superfisial seseorang terkena penyakit tersebut oleh karena

kontak langsung dengan jamur tersebut, atau benda-benda yang sudah

terkontaminasi oleh jamur, ataupun kontak langsung dengan penderita. 12

Adiguna (2001) dan Siregar R.S. (2004), Tinea kruris paling banyak terjadi di

daerah tropis, musim/iklim yang panas, lingkungan yang kotor dan lembab,

banyak berkeringat. Faktor keturunan tidak berpengaruh (Siregar, 2004). 14

Kebiasaan mengenakan celana ketat dalam waktu yang lama dan atau bertukar

pinjam pakaian dengan orang lain penderita Tinea kruris juga termasuk faktor

risiko infeksi awal maupun infeksi berulang Tinea kruris 9

2.1.6 Manifestasi Klinis

1. Anamnesis

Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan

dapat meluas kesekitar anus, intergluteal, sampai ke gluteus. Dapat pula

meluas ke supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan

semakin meningkat jika banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya

adalah pernah memiliki keluhan yang sama. Pasien berada ditempat yang

beriklim agak lembab, memakai pakaian yang lembab, bertukar pakaian

8
dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes mellitus.

Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, atlit olahraga, dan

individu yang beresiko terkena dermatophytosis. 9,15

2. Pemeriksaan Fisik.

Efloresensi terdiri dari atas bermacam-macam bentuk yang primer dan

sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri

dari pepula dan pustule. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang

tampak hanya macula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan

disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran

likenifikasi.

Manifestasi tinea kruris:

1. Makula eritematosus dengan central healing di lipatan inguinal, distal

lipat paha, dan proksimal dari abdomen bawah pubis.

2. Daerah bersisik

3. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah eksudatif

4. Pada infeksi kronis macula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya

dan disertai likenifikasi

5. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula

eritematosa yang tersebar dan sedikit skuama

6. Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena

7. Perubahan sekunder dari eksoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi

mungkin muncul karena garukan

9
8. Infeksi kronis bisa muncul oleh karena pemakaian kortiosteroid topical

sehingga tampak kulit eritematosus, sedikit berskuama, dan mungkin

terdapat pustule folikuler

9. Hampir setengah penderita tinea kruris berhubungan dengan tinea

pedis. 9,15

(Departemen Kesehatan Kulit & Kelamin FK Unair, 2009)

Gambar 2.2. Regio Inguinal Meluas ke Pubis

10
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan mikologi untuk membantu menegakkan diagnosa terdiri atas

pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik

untuk mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang

sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70%.

a. Pemeriksaan sediaan basah

Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% kerok skuama dari bagian tepi

lesi dengan memakai scalpel atau pinggir gelas taruh diobjek glass

tetesi KOH 10-15% 1-2 tetes tunggu 15 menit untuk melarutkan

jaringan lihat di mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan

didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat, dan

bercabang, maupun spora berderet (antospora) pada kelainan kulit yang

lama atau sudah diobati. 9,15

b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada

medium saboraud dengan ditambahkan chloramfenicol dan

cychlohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi

bacterial maupun jamur kontaminan. Identifikasi jamur biasanya 3-6

minggu 9,15

c. Punch Biopsi

Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa namun

sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecetan dengan periodic

11
Acid-Schiff, Jamur akan tampak merah muda atau menggunakan

pengecetan methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam 9,15

d. Penggunaan lampu Wood

Bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma dimana akan

tampak floresensi merah bata 9,15

2.1.8 Diagnosa Banding

a. Candidosis intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida

biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat

mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia,

dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan. 16,17

Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun

eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina,

kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit

kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa

iklim panas dan kelembaban, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki

dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur,

kontak dengan penderita. 16,17

Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah

payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari, dapat

juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis

(balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat,

12
pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat,

kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar. 16,17

Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang

berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-

lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak

kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan

skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya

berisi nanah yang bila pecah meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir

yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau

terkelupas, dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan

berwarna putih. 16,17

Gambar 2.3 Candidosis intertriginosa

b. Erytrasma

Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang

disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema

dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi

13
berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus

kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi

dan warna kulit penderita. Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain

terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang

eritematosa dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi.

Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan

tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada

perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat

berfluoresensi merah membara (coral red) 8,16,17

Gambar 2.4 erytrasma

14
Gambar 2.5 Erytrasma dengan lampu wood tampak floresensi merah

c. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan

residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan

skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin,

Auspitz, dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut

dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah

lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak)

dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium

penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir.

Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.

Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat

berkonfluensi. 8,16,17

15
Gambar 2.6 Psoriasis

d. Dermatitis Seboroik

Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai

daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5%

populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat

mengenai bayi sampa orang dewasa. Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan

sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan

skuama yang berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk

yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak

disertai eksudat dan krusta tebal. 8,16,17

16
Gambar 2.7 Dermatitis seboroik

2.1.9 Penatalaksanaan

Pada infeksi tinea kruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur

topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa

formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan

jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-

4 minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan

sekurang-kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat

diberikan jika terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi

topikal. Sebelum memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi

obat-obatan tersebut. Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila

terapi sistemik diberikan lebih dari 4 mingggu. 18,19

Pengobatan anti jamur untuk Tinea kruris dapat digolongkan dalam empat

golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan

lainnya seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan

menghambat enzim lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi

17
mengubah lanosterol ke ergosterol), dimana Struktur tersebut merupakan

komponen penting dalam dinding sel jamur. Golongan Alynamin menghambat

dari squalen epokside yang merupakan enzim yang mengubah squalene ke

ergosterol yang berakibat akumulasi toksik squalene didalam sel dan

menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan enzim-enzim tersebut

mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol tidak terbentuk.

Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama dengan golongan

alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan azole. Pengobatan

tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik: 18,19

Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:

1. Golongan Azol

a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)

Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea

kruris karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat

pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel

jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu

jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa.

Obat ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari

selama 4 minggu. Tidakada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada

pasien yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan

hinari kontak mata.

18
b.Mikonazole (icatin, Monistat-derm)

Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akan

menghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel

jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%,

solution, lotio, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada

anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan

hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata. 18,19

c.Econazole (Spectazole)

Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan

kulit yaitu menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga

mengganggu permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati.

Pengobatan dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara

dioleskan sebanyak 2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan

pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata. 18,19

d.Ketokonazole (Nizoral)

Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat

broad spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel

jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole

dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang

menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata. 18,19

e.Oxiconazole (Oxistat)

Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan

menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat

19
menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan

selama 2-4 minggu. Tersedia dalam bentk cream 1% atau bedak kocok.

Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang dewasa.

Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas dan hanya

digunakan untuk pemakaian luar. 18,19

f.Sulkonazole (Exeldetm)

Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik

tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan

kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia

dalam bentuk cream 1% dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun

penggunaan sama dengan orang dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena

selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali sehari). 18,19

2.Golongan alinamin

a.Naftifine (Naftin)

Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari

alinamin yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga

menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine

dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk

1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4

kali sehari selama 2-4minggu). 18,19

b. Terbinafin (Lamisil)

Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat

skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang

20
menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur.

Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.

Terbenafine dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama

1-4 minggu. 18,19

3.Golongan Benzilamin

a. Butenafine (mentax)

Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan

membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya.

Digunakan dalam bentuk cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak

tidak dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4kali sehari. 18,19

4.Golongan lainnya

a. Siklopiroks (Loprox)

Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan

sintesi DNA

b.Haloprogin (halotex)

Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama

2-4minggu dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.

c.Tolnaftate

Tersedia dalam cream 1%,bedak,solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-

4 minggu 9,18

21
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas

atau gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang

digunakan dalam pengobatan tinea cruris: 9,19

a. Ketokonazole

Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral

yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-

4 minggu. 9

b. Itrakonazole

Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral

yang berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan

menghambat sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan

komponen penting pada selaput sel jamur. Pada penelitian disebutkan bahwa

itrakonazole lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu

setelah perawatan. Dosis dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat

dinaikkan 100mg jika tidak ada perbaikan tetapi tidak boleh melebihi 400mg/hari.

Untuk anak-anak 5mg/hari PO selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan

pada penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan

cisapride karena berhubungan dengan aritmia jantung. 9

c.Griseofulfin

Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur

dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat

keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg

22
microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25

mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari. 9

d.Terbinafine

Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak

pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:

12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu

20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu

>40kg: 250mg/ hari selama 2 minggu. 9

Edukasi kepada pasien di rumah :

1.Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering

2.Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.

3.Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan

mengganti pakaian yang lembab

4.Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti

katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.

5.Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan

penderita harus segera dicuci dan direndam air panas. 8,9

2.1. 10 Komplikasi
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain.

Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi

kulit. 8,9

2.1.11 Prognosis

Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan

kelembaban dan kebersihan kulit selalu dijaga. 8,9

23
2.2. Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan

2.2.1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. `20

Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2011) mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1) Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

2) Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap

subjek sudah mulai timbul.

3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. 21

24
Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan yang dicakup dalam domain

kognitif mempunyai enam tingkatan, yakni :

1) Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi

tersebut secara benar.

3) Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4) Analisis (analysis), adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis), menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek. 22

2.2.2. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2011), sikap merupakan reaksi atau respons

seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2011) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai tiga komponen pokok, yakni :

25
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Menurut Notoatmodjo (2011), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :

1) Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2) Merespons (responding), berarti orang tersebut menerima ide.

3) Menghargai (valuing), apabila orang tersebut telah mengajak orang lain untuk

mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

4) Bertanggung jawab (responsible) atas segala sesuatu yang telah dipilihnya. 22

2.2.3. Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2011), ada beberapa tingkat-tingkat tindakan,

yakni :

1) Persepsi (perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang akan diambil.

2) Respons terpimpin (guided response), yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai

dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

3) Mekanisme (mechanism), yaitu apabila seseorang telah melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4) Adaptasi (adaptation), adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan

baik. 22

26

Вам также может понравиться