Вы находитесь на странице: 1из 48

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan beberapa tinjauan pustaka yang berkaitan

dengan masalah penelitian, antara lain: (1) konsep dasar lansia, (2) konsep dasar

konsep diri, (3) konsep terapi aktivitas kelompok, (4) kerangka konsep dan (5)

hipotesis penelitian.

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Lansia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan

jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang di derita (Nugroho, 2008).

Menurut undang-undang no.4 tahun 1965 pasal 1, seseorang dinyatakan

sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapi umur 55 tahun, tidak

mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya

sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Iqbal, 2006).

2.1.2 Batasan Lanjut Usia

Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang

dapat diramalkan yang sering terjadi pada semua orang pada saat mereka

mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Ini merupakan suatu

fenomena yang kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam

8
9

satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. Walaupun hal itu

terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang cukup

sempit, proses tersebut tidak tertandingi (Stanley dan Patricia, 2006). Berikut

batasan umur lanjut usia sebagai berikut:

1) Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 45 sampai 59.

Lanjut usia (Eldery) yakni antara usia 60 sampai 74 tahun. Usia lanjut tua

(Old) yaitu 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (Very Old) yaitu usia

diatas 90 tahun.

2) Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998. Lanjut usia dalah seseorang

yang mencapai usia 60 tahun keatas.

3) Usia dewasa muda (Eldely Adulthood) : 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa

penuh (Middle Years) atau maturitas : 45-60 tahun. Lanjut usia (Geriarty Age)

lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 75-80 tahun (Old) dan lebih

dari 80 tahun (Very Old) (Rajawana, 2007).

2.1.3 Pembagian Lanjut Usia

Menurut Kosoemanto dalam Nugroho (2008), lansia di bagi menjadi :

1) Usia dewsa muda (eldery adulthood) : 18 atau 20-25 tahun.

2) Usia dewasa penuh (middle years) : 45-60 atau 65 tahun.

3) Lanjut usia (geriatric age) : lebih dari 65 atau 70 tahun

2.1.4 Teori Menua

Proses terjadinya penuaan dibagi menjadi (Nugroho, 2008) :

1) Biologi

(1) Teori Genetic Clock


10

Teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa di dalam

tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuan.

Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk

spesies tertentu. Setiap sepesies di dalam inti selnya memiliki suatu jam

genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas tertentu sehingga

bila jenis ini berhenti berputar, ia akan mati.

Manusia mempunyai umur harapan hidup nomor dua terpanjang setelah

bulus. Secara teoritis, memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun hanya

beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan

pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.

(2) Teori mutasi somatik

Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat

pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkiripsi

DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini

terjadi terus menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau

perubahan sel menjadi kanker atau penyakit. Setiap sel pada saatnya akan

mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga

terjadi penurunan kemampuan fungsional sel.

2) Teori Non Genetik

(1) Teori penurunan sistem imun tubuh atau Auto-immune theory : Mutasi yang

berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh

mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi yang rusak membrane

sel, akan menyebabkan sistem imun tidak mengenalnya sehingga merusaknya.


11

Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit auto imun pada lansia. Dalam

proses metabolisme tubuh, diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh

tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh

menjadi lemah dan sakit. Sebagi contoh, tambahan kelenjar timus yang pada

usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan auto imun.

(2) Teori kerusakan akibat radikal bebas atau Free Radical Theory : Teori radikal

bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh karena adanya proses

metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas

merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mepunyai

elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau

molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam

tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi

oksigen bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini

menyebabkan sel tidak dapat beregenerasi.

(3) Teori menua akibat metabolisme : telah dibuktikan dalam berbagai percobaan

hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat

pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori

yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur.

(4) Teori rantai silang atau Cross Link Theory : Teori ini menjelaskan bahwa

menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat

(molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi

jaringan yang menyebabkan perubahan pada membrane plasma, yang


12

mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya

fungsi pada proses menua.

(5) Teori fisiologi: Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik. Terdiri atas

teori oksidasi stres dan teori dipakai-aus atau wear and tear theory. Di sini

terjadi kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh lelah terpakai

(regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan

internal)

3) Teori Sosiologis

(1) Teori interaksi sosial: teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia

bertindak pada situasi tertentu, yaitu atas dasar beberapa hal yang dihargai

masyarakat. Kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial

merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasrkan

kemampuannya bersosialisasi.

(2) Teori aktivitas atau kegiatan: Teori aktivitas atau kegiatan merupakan : (1)

ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung.

Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan

banyak ikut serta dalam kegiatan sosial, (2) Lansia akan merasakan kepuasan

bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama

mungkin, (3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup

lansia, (4) Mempetahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar

tetap stabil dari usia pertengahan sampai lansia.

(3) Teori kepribadian berlanjut atau Continuity Theory: Dasar kepribadian atau

tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan gabungan teori
13

yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang

terjadi pada seorang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang

dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus

kehidupan lansia. Dengan demikian, pengalaman hidup seseorang pada suatu

saat merupakan gambarannya kelak pada saat itu ia menjadi lansia. Hal ini

dapat dilihat dari gaya hidup, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah,

walaupun ia telah lansia.

(4) Teori pembebasan atau penarikan diri atau Disangagement Theory: Teori ini

menyatakan bahwa dengan bertambah lansianya, apalagi ditambah dengan

adanya kemiskinan, lansia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari

kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun, baik secara kulaitas maupun

kuantitasa sehingga sering lansia mengalami kehilangan ganda atau triple loss.

Menurut teori ini, seseorang lansia dinyatakan mengalami proses menua

yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat

memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi

kematiannya.

4) Teori Psikologis

(1) Teori kebutuhan manusia dari Maslow: orang yang bisa mencapai aktualisasi

menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang

sempurna.

(2) Teori Jung: terdapat tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam

perkembangan kehidupan, meliputi: (1) Course of Human Life Theory:


14

Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan ada tingkat maksimumnya. (2)

Development Task Theory: Tiap tingkat kehidupannya mempunyai tugas

perkembangan sesuai dengan usianya.

5) Teori Kejiawaan Sosial

(1) Aktifitas atau kegiatan atau activity theory: Ketentuan akan meningkatnya

penurunan jumlah secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia

yang sukses adalah mereka yang aktif dalam banyak kegiatan sosial.

(2) Kepribadian berlanjut atau continuity theory: Menyatakan bahwa perubahan

yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh kepribadian

yang dimilki.

(3) Teori pembebasanatau disengagement theory: Menyatakan bahwa dengan

bertambahnya usia seseoarang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari

kehidupan sosialnya.

2.1.5 Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya

kondisi fisik yang bersifat patologis berganda atau multiple pathologi, misalnya:

tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang

rapuh, penglihatan rabun dan pendengaran menurun. Secara umum kondisi fisik

seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara

berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi

fisik, psikologis maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu

keadaan ketergantungan kepada orang lain.


15

Fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik

dengan kondisi psikologis maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada

usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memfosir fisiknya. Seorang lansia

harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur,

istirahat, dan bekerja secara seimbang. Sedangkan menurut (Nugroho, 2008)

perubahan fisik pada usia lanjut sebagai berikut:

1) Perubahan sel : (1) Lebih sedikit jumlahnya, (2) Lebih besar ukurannya, (3)

Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan cairan intra selular.

2) Sistem persyarafan : (1) Cepat menurunnya hubungan persarafan, (2) Lambat

dalam respond dan waktu bereaksi khususnya stress, (3) Mengecilkan saraf

panca indra.

3) Sistem pendengaran : (1) Presbiakusis atau gangguan dalam pendengaran, (2)

Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis, (3) Terjadinya

pengumpulan seruman, dapat mengeras karena meningkatnya keratin.

4) Sistem penglihatan : (1) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon

terhadap sinar, (2) Kornea lebih berbentuk sferis (bola), (3) Lensa lebih suram

(kekeruhan pada lansia), (4) Meningkatnya ambang pengamatan sinar.

5) Sistem kardiovaskuler : (1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku, (2)

Kehilangan elastisitas pembuluh darah, (3) Tekanan darah meninggi akibat

meningkatnya retensi dan pembuluh darah perifer.

6) Sistem respirasi : (1) Otot-otot pernafasan kehilangan kedaulatan dan menjadi

kaku, (2) Menurunnya aktivitas dari silia, (3) Paru-paru hilang elastisitasnya,
16

(4) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang, (5) CO2

pada arteri tidak berganti, (6) Kemampuan untuk batuk berkurang.

7) Sistem gastrointestinal : (1) Kehilangan gigi, hal ini dapat menyebabkan nafsu

makan menjadi menurun sehingga pola makannya menjadi berubah, (2) Indra

pengecap menurun, sehingga dapat menurunkan rasa pada makanan, (3)

Esofagus melebar, (4) Asam lambung menurun, (5) Peristaltik lemah dan

biasanya timbul konstipasi, (6) Fungsi absorbs melemah.

8) Sistem endokrin : (1) Produksi dari hamper semua hormone menurun, (2)

Pertumbuhan hormone lebih lambat, (3) Menurunnya aktivitas tyroid, (4)

Menurunnya produksi aldesteron.

9) Sistem kulit : (1) Keriput akibat kehilangan jaringan lemak, (2) Kulit kepala

dan rambut menipis berwarna kelabu, (3) Berkungnya elastisitas akibat

menurunnya cairan dan vaskularitas, (4) Kuku jari menjado keras dan rapuh.

10) Sistem muskuluskeletal : (1) Persendian membesar dan makin kaku, (2)

Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas, (3) Tendon mengerut dan

mengalami skelerosis.

2.1.6 Penurunan Fungsi dan Potensial Seksual

Penurunan fungsi dan potensial seksual pada lanjut usia sering kali

berhubungan dengan gangguan fisik seperti gannguan jantung dan pembuluh

darah, gangguan metabolisme misalnya diabetes militus, vaginitis, kekurangan

gizi karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang dan

pengguna obat-obat (Nugroho, 2008).


17

2.1.7 Penurunan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami

penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses

belajar, persepsi, pemahaman, pengertian dan lain-lain sehingga menyebabkan

reaksi dan prilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik

atau kognitif meliputi hal-hal berhubungan dengan dorongan kehendak seperti

gerakan, tidak kooardinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga memahami

perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia

(Nugroho, 2008).

2.2 Konsep Dasar Konsep Diri

2.2.1 Pengertian

Konsep diri (self concept) didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan,

dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan

memengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu

lahir, tetapi dipelajari sebagai pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri,

dengan orang terdekat, dan dengan realitas dunia (Stuart, 2006).

Konsep diri (self concept) merupakan bagian dari masalah kebutuhan

psikososial yang tidak didapat sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai

hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Konsep diri ini berkembang

sesuai dengan tahap perkembangan psikososial seseorang. Secara umum, konsep

diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian yang merupakan suatu

pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat mempengaruhi hubungannya


18

dengan orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide dan tujan (A. Aziz

Alimul Hidayat, 2006).

2.2.2 Komponen Konsep Diri

Menurut Stuart, 2006 terdapat lima komponen konsep diri : yaitu

gambaran diri (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran

diri (self role) dan identitas diri (self indentity).

1) Identitas diri adalah prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung

jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu.

Hal-hal penting yang terkait dengan identitas diri, yaitu (1) Berkembang sejak

mas kanak-kanak, bersama dengan perkembangan konsep diri, (2) Individu

yang memiliki perasaan identitas diri kuat akan memandang dirinya tidak sama

dengan orang lain, unuk dan tidak ada duanya, (3) Identitas jenis kelamin

berkembang secara bertahap sejak bayi, (4) Identitas jenis kelamin dimulai

dengan konsep laki-laki dan perempuan serta banyak dipengaruhi oleh

pandangan maupun perlakuan masyarakat,(5) kemandirian timbul dari perasaan

berharga, menghargai diri sendiri, kemampuan dan penguasaan diri, (6)

individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.

2) Gambaran (citra) diri adalah sikap individu yang disadari dan tidak disadari

terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang

tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi. Citra tubuh dimodifikasi

secara berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru.

3) Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh

dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga
19

diri dapat diperoleh melalui orang lain. Adapun karakteristk harga diri yaitu (1)

Harga diri sebagai sesuatu yang bersifat umum, (2) Harga diri bervariasi dalam

berbagai pengalaman, (3) Evaluasi diri.

Individu yang memiliki harga diri tinggi menunjukkan perilaku menerima

diri apa adanya, percaya diri, puas dengan karakter dan kemampuan diri dan

individu yang mempunyai harga diri rendah, akan menunjukkan penghargaan

buruk terhadap dirinya sehingga tidak mampu mengaktualisasikan diri.

Harga diri rendah dapat disebabkan hal berikut (1) Kehilangan kasih

saying atau cinta-kasih dari orang lain, (2) Kehilangan penghargaan dari orang

lain dan (3) Hubungan interpersonal yang buruk.

Faktor yang mempengaruhi harga diri yaitu (1) Pengalaman, (2) Pola asuh,

(3) Lingkungan dan (4) Sosial ekonomi.

Terdapat beberapa cara meningkatkan harga diri yaitu (1) Beri kesempatan

untuk berhasil, (2) Beri pengakuan dan pujian, (3) Jangan member tugas yang

tidak dapat diselesaiakan, (4) Tanamkan gagasan yang dapat memotivasi

kreatifitas anak untuk berkembang, (5) Dorong aspirasi atau cita-citanya, (6)

Tanggapi pertanyaan, pendapat dengan member penjelasan yang sesuai, (7)

Berikan dukungan atau aspirasi yang positif sehingga memandang dirinya

diterima dan bermakna, (8) Bantu pembentukan koping (peniruan).

4) Peran diri adalah pola perilaku yang diharapakan oleh lingkungan sosial

berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial. Hal-hal

penting yang terkait dengan peran yaitu (1) Peran dibutuhkan individu sebagai

aktualisasi diri, (2) Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri,
20

menghasilkan harga diri yang tinggi atau sebaliknya, (3) Posisi individu di

masyarakat dapat menjadi stressor teerhadap peran, (4) Stres peran timbul

karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran atau tuntutan posisi yang

tidak mungkin dilaksanakan, (5) Stres peran terdiri dari konflik peran, peran

yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan peran yang terlalu banyak.

5) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya

berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau nilai personal tertentu.

Hal-hal yang terkait dengan ideal diri yaitu (1) Perkembangan awal terjadi

pada masa anak, (2) Terbentuknya masa remaja melalui proses identifikasi

terhadap orang tua, guru, dan teman, (3) Dipengaruhi oleh orang-orang yang

dianggap penting dalam member tuntunan dan harapan dan (4) Mewujudkan

cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.

2.2.3 Tahap Perkembangan Konsep Diri

Menurut A. Aziz Alimul Hidayat, 2006 berdasarkan teori psikososial

perkembangan konsep diri dapat dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu :

1) 1 tahun yaitu menumbuhkan rasa percaya diri konsistensi dalam interaksi

pengasuhan dan pemeliharaan yang dilakukan oleh orang tua atau orang lain.

Membedakan dirinya dari lingkungan.

2) 3 tahun mulai menyatakan apa yang disukai dan yang tidak disukai,

menigkatnya kemandirian dalam berpikir dan bertindak, menghargai

penampilan dan fungsi tubuh dan mengembangkan diri dengan mencontoh

orang yang dikagumi, meniru dan bersosialisai.


21

3) 3-6 tahun memiliki inisiatif, mengenali jenis kelamin, meningkatnya

kesadaran diri, meningkatnya ketrampilan berbahasa, termasuk pengenalan

akan perasaan seperti senang, kecewa dan sensitive terhadap umpan balik dari

keluarga.

4) 6-12 tahun yaitu menggambarkan umpan balik dari teman sebaya dan guru,

keluarga tidak lagi dominan, menigkatkan harga diri dengan penguasaan

keterampilan baru (misalnya membaca, matematika, olahraga, musik),

menguatnya identitas seksual dan menyadari kekuatan dan kelemahan.

5) 12-27 tahun yaitu menerima perubahan tubuh/kedewasaan, belajar tentang

sikap, nilai dan keyakinan menentukan tujuan masa depan, merasa positif atas

berkembangnya konsep diri dan berinteraksi dengan orang-orang yang

menurutnya menarik secara seksual atau intelektual.

6) 20-40 tahun memiliki hubungan yang intim dengan keluarga dan orang-orang

lain, memiliki perasaan yang stabil dan positif mengenai diri dan mengalami

keberhasilan transisi peran dan menigkatnya tanggung jawab.

7) 40-60 tahun dapat menerima perubahan dan kebutuhan fisik, mengevaluasi

ulang tujuan hidup dan merasa nyaman dengan proses penuaan.

8) Di atas 60 yahun merasa positif mengenai hidup dan makna kehidupan dan

berkeinginan untuk meniggalkan warisan bagi generasi berikutnya.

2.2.4 Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri

Menurut A.Aziz Alimul Hidayat, 2006 faktor yang mempengaruhi konsep

diri antara lain :


22

1) Lingkungan yang dimaksud disini adalah lingkungan fisik dan lingkungan

psikologis. Lingkungan fisik adalah segala sarana yang dapat menunjang

perkembangan konsep diri, sedangkan lingkungan psikologis adalah segala

lingkungan yang dapat menunjang kenyamanan dan perbaikan psikologis yang

dapat memengaruhi konsep diri.

2) Pengalaman masa lalu yaitu adanya umpan balik dari orang-orang penting,

situasi stressor sebelumnya, pengalaman penting dalam hidup, atau faktor yang

berkaitan dengan masalah stersor, usia, sakit yang diderita atau trauma,

semuanya dapat memengaruhi konsep diri.

3) Tingkat tumbuh kembang yaitu adanya dukungan mental yang cukup akan

membentuk konsep diri yang cukup baik. Sebaliknya, kegagalan selama masa

tumbuh kembang akan membentuk konsep diri yang kurang memadai.

Beberapa hal yang perlu dipahami dalam konsep diri, yaitu (1) Dipelajari

melalui pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain, (2) Berkembang

secara bertahap, diawali pada waktu bayi mulai mengenal dan membedakan

dirinya dengan orang lain, (3) Positif ditandai dengan kemampuan intelektual dan

penguasaan lingkungan, (4) Negatif ditandai dengan hubungan individu dan

hubungan sosial yang maladaptive, merupakan aspek kritikal dan dasar dari

pembentukan perilaku individu, berkembang dengan cepat bersama-sama dengan

perkembangan bicara dan terbentuk karena peran keluarga, khususnya pada masa

anak-anak, yang mendasari dan membantu perkembangannya.

Hal yang penting dalam konsep diri, yaitu (1) Aspek utama dalam

perkembangan identitas diri adalah nama dan panggilan anak, (2) Pandangan
23

individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan

pandangan orang lain terhadap dirinya, (3) Suasana keluarga yang serasi atau

harmonis dan berpandangan positif akan mendorong kreatifitas, menghasilkan

perasaan positif dan berarti bagi anak, (4) Penemrimaan keluarga akan

kemampuan anak sesuai dengan perkembangan sangat mendorong aktualisasi diri

dan kesadaran akan potensi dirinya. Kepada anak disarankan agar seminimal

mungkin menggunakan kata jangan, tidak boleh dan nakal tanpa penjelasan lebih

lanjut.

2.2.5 Dimensi Dalam Konsep Diri

Menurut Fitts 1971 dalam Hendrianti Agustiani, 2006 membagi konsep

diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut:

1) Dimensi Internal atau yang disebut juga kerangka acauan internal (internal

frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu yakni penilaian

yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam

dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk yaitu : diri identitas (identinty self),

diri pelaku (behavioral self) dan diri penerimaan (judging self).

2) Dimensi eksternal pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui

hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya serta hal-hal lain

di luar dirinya. Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang

berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya. Namun, dimensi

ini dikemukakan oleh Fitts adalah dimensi eksternal yang bersifat umum bagi

semua orang dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu (1) Diri fisik (physical self)

yaitu diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara
24

fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya,

penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik) dan keadaan

tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus), (2) Diri etik-moral (moral-ethical

self) bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari

standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi

seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan

kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang

meliputi batas baik dan buruk, (3) diri pribadi (personal self) merupakan

persaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini tidak

dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain, tetapi

dipengaruhi oleh sejauh mana ia merasa dirinya sebagi pribadi yang tepat, (4)

Diri keluarga (family self) menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang

dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan

seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagi anggota

keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai

anggota dari suatu keluarga dan (5) Diri sosial (social self) bagain ini

merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain

maupun lingkungan di sekitarnya.

2.3 Konsep Terapi Akitivitas Kelompok

2.3.1 Pengertian Terapi Akitivitas Kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu

dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart &

Laraia, 2001 dikutip dari Cyber Nurse, 2009).


25

Terapi aktivitas kelompok merupakan suatu psioterapi yang dilakukan

sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berediskusi satu sama lain yang

dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang

telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia

dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan

secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan

interpersonal (Yosep, 2008).

2.3.2 Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :

1) Umum yaitu (1) Meningkatkan kemampuan menguji (reality testing) melalui

komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain, (2) Membentuk

sosialisasi, (3) Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu menigkatkan kesadaran

tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku

defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi, (4) Membangkitkan motivasi

bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.

2) Khusus yaitu (1) Menigkatkan identitas diri, (2) Menyalurkan emosi secara

konstruktif, (3) Meningkatkan ketrampilan hubungan sosial untuk diterapkan

sehari-hari, (4) Bersifat rehabilitatif: menigkatkan kemampuan ekspresi diri,

keterampilan sosial, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan menigkatkan

kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

(Yosep, 2007)
26

2.3.3 Tujuan Terapi Aktivitas Kelompok

1) Mengembangkan stimulasi kognitif

Tipe : Biblioterapy

Aktivitas : Menggunakan artikel, buku, sajak, puisi, surat kabar, untuk

merangsang atau menstimulasi berpikir dan mengembangkan

dengan orang lain, Stimulasi dapat berbagai hal yang tujuannya

melatih persepsi.

2) Mengembangkan stimulasi sensori

Tipe : Musik, seni, menari

Aktivitas : Menyediakan kegiatan mengekspresikan perasaan

Tipe : Relaksi

Aktivitas : Belajar teknik relaksasi dengan cara napas dalam, relaksasi otot

dan imajinasi.

3) Mengembangkan orientasi realitas

Tipe : Kelompok orientas realitas, kelompok validasi

Aktivitas : Fokus orientasi waktu, tempat dan orang, benar, salah bantu

memenuhi kebutuhan.

4) Mengembangkan sosialisasi

Tipe : Kelompok remotivasi

Aktivitas : Mengorientasi diri dan regresi pada klien menarik realitas dalam

berintegrasi atau sosialisasi.

Tipe : Kelompok mengingatkan


27

Aktivitas : Fokus pada mengingatkan untuk menetapkan arti positif (Keliat,

2006)

2.3.4 Kerangka Teori Terapi Aktivitas Kelompok

1) Model fokal konflik

Terapi kelompok berfokus pada kelompok daripada individu, pada

prinsipnya terapi kelompok dikembangkan berdasarkan konflik yang tidak

disadari. Pengamalan kelompok secara berkesinambungan muncul kemudian

berkonfrontir untuk menyelesaikan masalah. Tugas terapis membuat anggota

kelompok mencapai penyelesaian konflik. Menurut model ini pimpinan kelompok

(leader) harus memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada anggota untuk

mengekspresikan perasaan dan mendiskusikan perasaan dan mendiskusikannya

untuk penyelesaian masalah.

2) Model komunikasi

Model komunikasi menggunakan prinsip teori komunikasi dan komunikasi

terapeutik. Diasumsikan bahwa komunikasi yang tidak efektif dalam kelompok

akan menyebabkan ketidakpuasan anggota kelompok, umpan balik tidak adekuat

dan kohesivitas menurun. Dengan menggunakan model ini leader memfasilitasi

komunikasi efektif, masalah individu atau kelompok dapat di identifikasi dan

diselesaikan. Leader mengajarkan pada kelompok bahwa: (1) Perlu

berkomunikasi, (2) Anggota harus bertanggung jawab pada semua level, misalnya

komunikasi verbal, nonverbal, terbuka dan tertutup, (3) Pesan yang disampaikan

dapat dipahami orang lain, (4) Anggota dapat menggunakan teori komunikasi

dalam membantu satu dan yang lain untuk melakukan komunikasi efektif.
28

Model ini bertujuan membantu meningkatkan ketrampilan interpersonal

dan sosial anggota kelompok. Selain itu teori komunikasi membantu anggota

meralisasikan bagaimana mereka berkomunikasi lebih efektif. Selanjutnya leader

juga perlu menjelaskan secara singkat prinsip-prinsip komunikasi dan bagaimana

menggunakan di dalam kelompok serta menganalisa proses komunkasi tersebut.

3) Model interpersonal

Tingkah laku (pikiran, perasaan, tindakan) digambarkan melalui hubungan

interpersonal. Pada teori ini terapis, melalui proses anggota kelompok belajar

untuk menkoreksi kesalahan persepsi dan mempelajari perilaku sosial yang

efektif. Perasaan cemas dan kesepian merupakan sasaran untuk mengidentifikasi

dan merubah tingkah laku/perilaku.

4) Model psikodrama

Dengan model ini, motivasi kelompok dengan bereakting, sesuai dengan

peristiwa yang baru terjadi atau peristiwa yang lalu. Anggota memainkan peran

sesuai dengan yang pernah dialami.

2.3.5 Macam Terapi Aktivitas Kelompok

1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi:

Klien dilatih mempersepsikan stimulasi yang disediakan atau stimulasi

yang pernah dialami. Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/perespsi adalah

terapi yang bertujuan untuk membantu klien yang mengalami kemunduran

orientasi, menstimulus persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan

afektif serta mengurangi perilaku maladatif.


29

Tujuan dari terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi adalah

(1) Meningkatkan kemampuan orientasi realita, (2) Meningkatkan kemampuan

memusatkan perhatian, (3) Meningkatkan kemampuan intelektual, (4)

Mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang lain, (5) Mengemukakan

perasaannya.

Karakteristik terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi adalah

(1) Penderita dengan gangguan persepsi yang berhubungan dengan nilai-nilai,

(2) Menarik diri dari realitas, (3) Inisiasi atau ide-ide negatif.

2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori

Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensoris klien. Kemudian

diobservasi reaksi sensoris klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa

eksperesi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Terapi

aktifitas kelompok untuk menstimulasi sensori pada penderita yang mengalami

kemunduran fungsi sensori. Teknik yang digunakan meliputi fasilitas penggunaan

panca indra dan kemampuan mengekspresikan stimulus baik dari internal maupun

eksternal. Biasanya klien yang tidak mau mengungkapakan komunikasi verbal

akan terstimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons.

a. Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realita

Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu diri

sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien,

dan lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien. Demikain pula

dengan orientasi waktu saat ini, waktu lalu, dan rencana ke depan. Terapi aktivitas

kelompok orientasi realitas adalah pendekatan untuk mengorientasikan klien


30

terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang

mengalami gangguan orientasi terhadap orang, waktu, dan tempat. Teknik yang

digunakan meliputi inspiasi represif, interaksi bebas maupun secara di daktif.

Tujuan terapi aktivitas kelompok orientasi realitas yaitu (1) Penderita

mampu mengidentifikasi stimulasi internal (fikiran, perasaan, sensasi somatik)

dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam sekitar), (2) Penderita dapat

membedakan antara lamunan dan kenyataan, (3) Pembicaraan penderita sesuai

realitas, (4) Penderita mampu mengenali diri sendiri, (5) Penderita mampu

mengenal orang lain, waktu dan tempat.

Karakteristik terapi aktivitas kelompok orientasi realitas yaitu (1)

Penderita dengan ganggaun orientasi realita (GOR): (halusinasi, ilusi, waham dan

depresonalisasi) yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain, (2) Penderita

dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah dapat berinteraksi

dengan orang lain, (3) Penderita kooperatif, (4) Dapat berkomunikasi verbal

dengan baik, (5) Kondisi fisik dalam keadaan sehat.

b. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada

disekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal

(satu dan satu), kelompok dan masa. Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk

meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan interaksi sosial maupun

berperan dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi

psikoterapis untuk (1) Memantau dan meningkatikan hubungan interpersonal, (2)


31

Memberi tanggapan terhadap orang lain, (3) Mengekspresikan ide dan tukar

persepsi, (4) Menerima stimulus eksternal yang bersal dari lingkungan.

Tujuan umum dari TAK sosialisai yaitu agar klien mampu meningkatkan

hubungan interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi, saling

memperhatiakn, memberi tenggapan terhadap orangh lain, mengekspresikan ide

serta menerima dtimulus eksternal. Sedangkan tujuann khusus dari TAK

sosialisasi yaitu (1) Penderita mampu menyebutkan identitasnya, (2)

Menyebutkan identitas penderita lain, (3) Berespon terhadap penderita lain, (4)

Mengikuti aturan main, (5) Mengemukakan pendapat dan perasaannya.

Karakteristik terapi aktivitas kelompok sosialisasi yaitu (1) Penderita

kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti kegiatan ruangan, (2)

Penderita sering berada di tempat tidur, (3) Penderita menarik diri, kontak sosial

kurang, (4) Penderita dengan harga diri rendah, (5) Penderita gelisah, curiga, takut

dan cemas, (6) Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya,

jawaban sesuai pertanyaan, (7) Sudah dapat menerima trust, mau berinterkasi,

sehat fisik (Keliat, 2006).

2.3.6 Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok

Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan

berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase

prakelompok, fase awal kelompok, fase kerja kelompok, fase terminasi kelompok

(Stuart & Laraia, 2001 dalm Cyber Nurse, 2009).


32

1) Fase Prakelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,

kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr.

Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota yang ideal dengan cara

verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10.

Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah

punya diagnose yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu

berat (Yosep, 2007).

2) Fase Awal Kelompok

Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan

peran baru. Diktat Keperawatan Jiwa (2009) pada fase ini terhadap 3 tahapan yang

terjadi, yaitu orientasi, konflik dan kebersamaan.

(1)Orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing,

leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan

anggota.

(2)Konflik

Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan

siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaiman peran anggota, tugasnya dan

saling ketergantungan yang akan terjadi.

(3)Kebersamaan

Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah anggota mulai

menemukan siapa dirinya.


33

(4)Fase Kerja Kelompok

Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan

realistis. Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan

kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep, 2007).

(5)Fase Terminasi

Terminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman

kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. bersifat

sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2006).

2.3.7 Terapis

Terapis adalah orang yang dipercaya untuk memberikan terapi kepada

klien yang mengalami gangguan jiwa. Adapun terapis antara lain (1) Dokter, (2)

Psikeater, (3) Psikolog, (4) Perawat, (5) Fisioterapis, (6) Speech teraphis, (7)

Occupational terphis, (8) Sosial worker.

Menurut Globy, Kenneth Mark seperti yang dikutip Depkes RI (2009)

menyatakan bahwa persyaratan dan kualifikasi untuk terpi aktivitas kelompok

adalah:

1) Pengetahuan pokok tentang pikiran-pikiran dan tingkah laku normal dan

patologi dalam budaya setempat.

2) Memiliki konsep teoritis yang cukup sesuai untuk dipergunakan dalam

memahami pikiran-pikaran dan tingkah laku yang normal maupun patologis.

3) Memiliki teknis yang bersifat terapeutik yang menyatu dengan konsep konsep

yang dimilki melalui pengalaman klinis dengan pasien.


34

4) Memiliki kecakapan untuk menggunakan dan mengontrol institusi untuk

membaca yang tersirat dan menggunakannya secara empatis untuk memahami

apa yang dimaksud dan dirasakan pasien dibelakang kata-katanya.

5) Memiliki kesadaran atas harapan-harapan sendiri, kecemasan dan mekanisme

pertahanan yang dimiliki dan pengaruhnya terhadap teknik terapeutiknya.

6) Harus mampu menerima pasien sebagai manusia utuh dengan segala

kekurangan dan kelebihannya.

2.3.8 Peran Perawat

Peran perawat jiwa professional dalam pelaksanaan terapi aktivitas

kelompok pada penderita skizofrenia adalah :

1) Mempersiapkan program terapi aktivas kelompok

Sebelum melaksnakan terapi aktivitas kelompok perawat harus terlebih

dahulu membuat proposasl. Proposal tersebut akan dijadikan panduan dalam

pelaksanaan terapi aktivitas kelompok, komponen yang dapat disusun meliputi:

deskripsi, karakteristik klien, masalah keperawatan, tujuan dan landasan teori,

persipan alat, jumlah perawat, waktu pelaksanaan, kondisi ruangan serta uraian

tugas terapis.

2) Tugas sebagai leader dan coleader

Meliputi tugas menganalisa dan mengobservasi pola-pola komunikasi

yang terjadi dalam kelompok, membantu anggota kelompok untuk menyadari

dinamisnya kelompok, menjadi motivator, membantu kelompok menetapkan

tujuan dan membuat peraturan serta mengarahkan dan memimpin terapi aktivitas

kelompok.
35

3) Tugas sebagai fasilitator

Sebagai fasilitator, perawat ikut serta dalam kegiatan kelompk sebagai

anggota kelompok dengan tujuan memberi stimulus pada anggota kelompok lain

agar dapat mengikuti jalannya kegiatan.

4) Tugas sebagi observer

Tugas sebagai observer meliputi: mencatat serta mengganti respon

penderita, mengamati jalannya proses terapi aktivitas dan menangani

peserta/anggota kelompok yang drop out.

5) Tugas dalam mengatasi masalah yang timbul saat pelaksanaan terapi

Masalah yang mungkin timbulnya sub kelompok, kurangnya keterbukaan,

resistensi baik individu atau kelompok dan adanya anggota kelompok yang drop

uot. Cara mengatasi masalah tersebut tergantung pada jenis kelompok terapis,

kontrak dan kerangka teori yang mendasari terapi aktivitas tersebut.

6) Program antisipasi masalah

Merupakan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengantisipasi

keadaan yang bersifat darurat (emergensi dalam terapi) yang dapat mempengaruhi

proses terapi aktivitas kelompok.

2.3.9 Fokus Terapi Aktivitas Kelompok

Terapi aktivitas kelompok pada penelitian ini berfokus pada terapi

aktivitas kelompok sosialisasi.


36

1) Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) adalah upaya

memfasilitasi kemampuan untuk sosialisasi sejumlah klien dengan masalah

hubungan sosial.

2) Tujuan TAKS

Tujuan umum dari TAKS yaitu klien dapat meningkatkan hubungan sosial

dalam kelompok secara bertahap. Sedangkan tujuan khusus dari TAKS yaitu (1)

Klien mampu memperkenalkan diri, (2) Klien mampu berkenalan dengan anggota

kelompok, (3) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan,

(4) Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang

lain, (5) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok, (6) Klien

mampu bekerjasama dalam permainan sosialisasi, (7) Klien mampu

menyampaikan pendapat tentang kegiatan TAKS yang telah dilakukan.

3) Aktivitas dan Indikasi

Aktivasi TAK dilakukan melatih kemampuan sosialisasi klien-klien yang

mempunyai indikasi TAKS adalah klien dengan gangguan sosial berikut (1) Klien

menarik diri yang telah mulai melakukan interaksi interpersonal, (2) kerusakan

komunikasi verbal yang telah berespon sesuai dengan stimulus.

4) Pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS)

1. Sesi 1: TAKS

1) Tujuan

Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama: nama

lengkap, nama panggilan, asal dan hobi.


37

2) Setting, yaitu (1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, (2)

Ruangan nyaman dan tenang.

3) Alat, yaitu (1) Tape recorder, (2) Kaset, (3) Bola tenis, (4) Buku catatan dan

pulpen, (5) Jadwal kegiatan klien.

4) Metode, yaitu berupa (1) Dinamika kelompok, (2) Diskusi dan Tanya jawab,

(3) Bermain peran/stimulasi.

5) Langkah Kegiatan

(1) Persiapan berupa a) Memilih klien sesuia dengan indikasi, yaitu konsep diri:

harga diri, b) Membuat kontrak dengan klien, c) Mempersiapkan alat dan

tempat pertemuan.

(2) Orientasi

Pada tahap ini terapis melakukan a) Mengucapakan salam terapeutik:

salam dari terapis, b) Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini, c)

Kontrak (a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu memerkenalakan diri, (b)

Menjelaskan aturan main berikut: 1) Jika ada klien yang akan meninggalkan

kelompok harus meminta izin kepada terapis, 2) Lama kegiatan 45 menit, 3)

Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai, 4) Masing-masing

menyebutkan jati diri.

(3)Tahap Kerja

a) Jelaskan kegiatan, yaitu kaset pada tape recorder akan dihidupkan serta pola

diedarkan berlawanan arah jarum jam (yaitu kearah kiri) dan pada saat tape

dimatikan maka anggota kelompok yang memegang bola memperkenalkan

dirinya.
38

b) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan

arah jarum jam.

c) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat

giliran untuk menyebutkan: salam, nama lengkap, nama panggilan, hobi dan

asal. Dimulai oleh terapis sebgai contoh.

d) Tulis nama panggilan pada kertas atau papan nama dan temple atau pakai.

e) Ulangi no. 2, 3, dan 4 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.

f) Beri untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan.

(4)Tahap terminasi

a) Evaluasi, yaitu: (a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK, (b)

Memberi pujian atas keberhasilan kelompok.

b) Rencana Tindak Lanjut, yaitu: (a) Menganjurkan tiap anggota kelompok

melatih memeperkenalkan diri kepada orang lain di kehidupan sehari-hari, (b)

Memasukkan kegiatan memperkanalkan diri pada jadwal kegiatan harian klien.

c) Kontrak yang akan datang, yaitu (a) Menyepakati kegiatan untuk berkelanan

dengan angota kelompok, (b) Menyepakati waktu dan tempat.

(5)Evaluasi

Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung, khususnya pada kerja.

Aspek yang di evaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
39

2. Sesi 2: TAKS

1) Tujuan

Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok, seperti: (1)

Memperkenalkan diri sendiri, (2) Menanyakan diri anggota kelompok lain: nama

lengkap, nama panggilan, asal, dan hobi.

2) Setting, yaitu: (1) Klien dan terapis duduk bersama dlam lingkara, (2) Ruangan

nyaman dan terang.

3) Alat, yaitu (1) Tape recorder, (2) Kaset, (3) Bola tenis, (4) Buku catatan dan

pulpen,(5) Jadwal kegiatan klien.

4) Metode yaitu berupa (1) Dinamika kelompok, (2) Diskusi dan Tanya jawab, (3)

Bermain peran.

5) Langkah kegiatan

(1) Persiapan, berupa a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi

1 TAKS, b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

(2) Orientasi

a) Salam terapiutik, pada tahap ini terapis melakukan (a) Memberi salam

terapiutik, (b) Peserta dan terapis memakai papan nama.

b) Evaluasi/validasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien saat ini, (b)

Menanyakan apakah klien mencoba memperkenalkan diri pada orang lain.

c) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu berkenalan dengan anggota kelompok


40

(b)Menjelaskan aturan main sebagai berikut: 1) Jika ada peserta yang akan

meninggalkan kelompok, harus meminta ijin kepada terapis, 2) Lama

kegiatan45 menit, 3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

(3) Tahap kerja

a) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan pada

jarum jam.

b) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat

giliran untuk berkenalan dengan anggota kelompok yang ada disebelah kanan

dengan cara: (a) Memberi salam, (b) Menyebutkan nama lengkap, nama

panggilan, asal, dan hobi, (c) Menanyakan nama lengkap, nama panggilan, asal

dan hobi, (d) Dimulai oleh terapis sebagai contoh.

c) Ulangi no. 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.

d) Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang

memegang bola untuk memeperkenalkan anggota kelompok yang disebelah

kanannya kepada kelompok, yaitu nama lengkap, nama panggilan, asal dan

hobi. Dimulai oleh terapis sebagi contoh.

e) Ulangi no. 4 sampai anggota kelompok mendapat giliran.

f) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk

tangan.

(4) Tahap Terminasi

a) Evaluasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien mengikuti TAK, (b) Memberi

pujia atas keberhasilan klien.


41

b) Rencana Tindak Lanjut, yaitu (a) Menganjurkan setiap anggota kelompok

latihan berkenalan, (b) Memasukkan berkenalan pada jadwal harian klien.

c) Kontrak yang akan datang, yakni (a) Menyepakati kegiatan berikutnya yaitu

bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi, (b) Menyepakati waktu dan tempat.

(5) Evaluasi

Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khusunya pada tahap

kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien dengan tujuan TAK.

3. Sesi 3: TAKS

1) Tujuan, yaitu: (1) Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok, (2)

Menanyakan kehidupan pribadi kepada satu orang anggota kelompok, (3)

Menjawab pertanyaan tentang kehidupan pribadi.

2) Setting, yaitu: (1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, (2)

Ruangan nyaman dan terang.

3) Alat, yaitu (1) Tape recorer, (2) Kaset, (3) Bola tenis, (4) Buku catatan dan

pulpen, (5) Jadwal kegiatan klien.

4) Metode yaitu berupa (1) Dinamika kelompok, (2) Diskusi dan Tanya jawab, (3)

Bermain peran.

5) Langkah kegiatan

(1) Persiapan, berupa a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi

2 TAKS, b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

(2) Orientasi

a) Salam terpeutik, pad tahp ini terapis melakukan (a) Memberi salam terapeutik,

(b) Peserta dan terapis memakai papan nama.


42

b) Evaluasi/validasi, yaitu (a) Menanyankan perasaan klien saat ini, (b)

Menanyakan apakah klien mencoba memperkenlakan diri pada orang lain.

c) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu bertanya dan menjawab tentang kehidupan

pribadi.

(b)Menjelaskan aturan main sebagai berikut: 1) Jika ada peserta yang akan

meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis, 2) Lama kegiatan

45 menit, 3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

(3) Tahap kerja

a) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan pada

jarum jam.

b) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompkm yang memegang bola mendapat

giliran untuk bertanya tentang kehidupan pribadi anggota kelompok yang ada

disebelah kanan dengan cara: (a) Memberi salam, (b) Memanggil panggilan,

(c) Menanyakan kehidupan pribadi: orang terdekat/dipercayai disegani,

pekerjaan, (d) DImulai oleh terapis sebagai contoh.

c) Ulangi no. 1 dan 2 sampai semua anggota kelompok mendpat giliran.

d) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk

tangan.

(4) Tahap Terminasi

a) Evaluasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK, (b)

Memberi pujian atas keberhasilan klien.


43

b) Rencana Tindak Lanjut, yaitu (a) Menganjurkan setipa anggota kelompok

latihan berkenalan, (b) Memasukkan kegiatan berkenalan pada jadwal harian

klien.

c) Kontrak yang akan datang, yakni (a) Menyepakati kegiatan berikutnya yaitu

bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi, (b) Menyepakati waktu dan tepat.

(5) Evaluasi

Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap

kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

4. Sesi 4: TAKS

1) Tujuan: Klien mampu menyampaikan topik pembicaraan tertentu dengan

anggota kelompok yaitu: (1) Menanyakan topik yang ingin dibicarakan, (2)

Memilih topik yang ingin dibicarakan, (3) Memberi pendapat tentang topik

yang dipilih.

2) Setting, yaitu: (1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, (2)

Ruangan nyaman dan tenang.

3) Alat, yaitu (1) Tape recorder, (2) Kaset, (3) Bola tenis, (4) Buku catatan dan

pulpen, (5) Jadwal kegiatan klien, (6) Flipcart dan spidol.

4) Metode yaitu berupa (1) Dinamika kelompok, (2) Diskusi dan Tanya jawab, (3)

Bermain peran.

5) Langkah kegiatan

(1) Persiapan, berupa a) Meningkatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi

3 TAKS, b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

(2) Orientasi
44

a) Salam terapeutik, pada tahap ini terapis melakukan (a) Memberi salam

terapeutik, (b) Peserta dan terapis memakai papan nama.

b) Evaluasi/validasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien saat ini, (b)

Menanyakan apakah klien mencoba memperkenalkan diri pada ornag lain.

c) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan, memilih dan memberikan

pendapat tentang topic percakapan.

(b)Menjelaskan aturan main sebagai berikut: 1) Jika ada peserta yang akan

meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis, 2) Lama kegiatan

45 menit, 3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

(3) Tahap kerja

a) Hidupkan kaset pada tape recoder dan edarkan bola tenis berlawanan pada

jarum jam.

b) Pada saat tape dimatiakan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat

giliran untuk menyampaikan satu topic yang ingin dibicarakan dimulai oleh

terapis sebagai contoh. Misalnya cara bicara yang baik atau cara mencari

teman.

c) Tuliskan pada flipcart topic yang akan disampaikan secara berirutan

d) Ulangi no. a),b) dan c) sampai semua anggota kelompok mendapat giliran

menyampaikan topic yang diinginkan.

e) Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota

memegang bola memilih topic yang disukai untuk dibicrakan dari daftar yang

ada.
45

f) Ulangi e) sampai semua anggota kelompok memilih topic

g) Terapis membantu menetapkan topic yang paling banyak terpilih

h) Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang

memegang bola menyampaikan pendapat tentang topic yang terpilih.

i) Ulangi 8 sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat.

j) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk

tangan.

(4) Tahap Terminasi

a) Evaluasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK, (b)

Memberi pujian atas keberhasilan klien.

b) Rencana Tindak Lanjut, yaitu (a) Menganjurkan setiap anggota kelompok

latiahan berkenalan, (b) Memasukkan kegiatan berkenalan pada jadwal harian

klien.

c) Kontrak yang akan datang, yakni (a) Menyepakati kegiatan berikutnya yaitu

bercakap-cakap tentang kehidupan pribadi, (b) Menyepakati waktu dan tempat.

(5) Evaluasi

Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap

kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

5. Sesi 5: TAKS

1) Tujuan

Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi dengan

orang lain yaitu (1) Menyampaikan masalah pribadi, (2) Memilih satu masalah
46

yang ingin dibicarakan, (3) Memberi pendapat tentang masalah pribadi yang

dipilih.

2) Setting yaitu: (1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, (2)

Ruangan nyaman dan terang.

3) Alat yaitu (1) Tape recorder, (2) Kaset, (3) Bola tenis, (4) Buku catatan dan

pulpen, (5) Jadwalkan kegiatan, (6) Flipcart dan spidol.

4) Metode yaitu berupa (1) Dinamika kelompok, (2) Diskusi dan Tanya jawab, (3)

Bermain peran.

5) Langkah kegiatan

(1) Persiapan, berupa a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi

4 TAKS, b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

(2) Orientasi

a) Salam terapeutik, pada tahap ini terapis melakukan (a) Memberi salam

terapeutik, (b) Peserta dan terapis memakai papan nama.

b) Evaluasi/validasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien saat ini, (b)

Menanyakan apakah klien mencoba memperkenalakan diri pada orang lain.

c) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan, memilih dan memberikan

pendapat tentang masalah pribadi.

(b)Menjelaskan aturan main sebagai berikut: 1) Jika ada peserta yang akan

meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis, 2) Lama kegiatan

45 menit, 3) Setiap klien mengikuti dari awal sampai akhir.

(3) Tahap kerja


47

a) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan jarum

jam.

b) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat

giliran untuk menyampaikan satu masalah pribadi yang ingin dibicarakan

dimulai oleh terapis sebagi contoh. Misalnya :sulit bercerita atau tidak

diperhatiakan orang lain.

c) Tuliskan pada flipcart topic yang disampaikan secra berurutan.

d) Ulangi no a), b) dan c) sampai semua anggota kelompok mendapat giliran

menyampaikan masalah pribadi yang diinginkan.

e) Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota

memegang bola memilih topik masalahyang disukai untuk dibicarakan dari

daftar yang ada.

f) Ulangi 5 sampai semua anggota kelompok memilih masalah.

g) Terapis membantu menetapkan topik yang paling banyak terpilih.

h) Hidupkan lagi kaset dan edarkan bola tenis. Pada saat dimatikan, anggota yang

memegang bola menyampaiakn pendapat tentang masalah yang terpilih.

i) Ulangi h) sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat.

j) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk

tangan.

(4) Tahap Terminasi

a) Evaluasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien setealh mengikuti TAK, (b)

Memberi pujian atas keberhasilan klien.


48

b) Rencana Tindak Lanjut, yaitu (a) Menganjurkan setiap anggota kelompok

bercakap-cakap tentang masalah pribadi dengan orang lain pada kehidupan

sehari-hari, (b) Memasukkakn kegiatan bercakap-cakap pada jadwal kegiatan

harian klien.

c) Kontrak yang akan datang, yakni (a) Menyepakati kegiata berikutnya yaitu

menyampaikan dan membicarakan topic pembicaraan tertentu, (b)

Menyepakati waktu dan tempat.

(5) Evaluasi

Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap

kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

6. Sesi 6: TAKS

1) Tujuan, yaitu (1) Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi

kelompok, (2) Bertanya dan meminta sesuai kenutuhan pada orang lain, (3)

Menjawab dan memberi pada orng lain sesuai permintaan.

2) Setting, yaitu: (1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, (2)

Ruangan nyaman dan terang.

3) Alat, yaitu (1) Tape recorder, (2) Kaset, (3) Bola tenis, (4) Buku catatan dan

pulpen, (5) JAdwal kegiatan klien, (6) Flipcart dan spidol.

4) Metode yaitu berupa (1) Dinamika kelompok, (2) Diskusi dan Tanya jawab, (3)

Bermain peran.

5) Langkah kegiatan

(1) Persiapan, berupa a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi

5 TAKS, b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.


49

(2) Orientasi

a) Salam terapeutik, pada tahap ini terapis melakukan: (a) Memberi salam

terapeutik, (b) Peserta dan terapis memaki papan nama.

b) Evaluasi/validasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien saat ini, (b)

Menanyakan apakah klien telah latihan bercakap-cakap tentang masalh pribadi

dengan orang lain.

c) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu dengan bertanya dan meminta kartu yang

diperlukan serta menjawab dan memberi kartu pada anggota kelompok.

(b)Menjelaskan aturan main sebagai berikut: 1) Jika ada peserta yang akan

meninggalakan kelompok, harus meminta izin kepada terapis, 2) Lama

kegiatan 45 menit, 3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

(3) Tahap kerja

a) Terapis membagi 4 (empat) buah kartu kwartet untuk setiap anggota

kelompok. Sisanya diletakakn di atas meja.

b) Terapis meminta tiap anggota kelompok menyusun kartu sesuai dengan seri

(satu seri mempunyai 4 kartu).

c) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawanan dengan

arah jarum jam.

d) Pada saat tape dimatikan, anggota kelompok yang memegang bola memulai

permainan berikut: meminta kartu yang dibutuhkan (seri yang belum lengkap)

kepada anggota kelompok disebelah kanannya, jika kartu yang dipegang

serinya lengkap, makadiumumkan pada kelompok dengan membaca judul dan


50

sub judul, jika kartu yang dipegang serinya tak lengkap, maka diperkenankan

mengambil satu kartu dari tumpukan kartu di atas meja, jka anggota kelompk

memberikan kartu yang dipegang pad yang meminta maka ia berhak

mengambil satu kartu dari tumpukan kartu di atas meja, setiap menerima kartu,

diminta mengucapakan terima kasih.

e) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk

tangan.

(4) Tahap Terminasi

a) Evaluasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien setalah mengikuti TAK, (b)

Memberi pujian atas keberhasilan klien.

b) Rencana Tindaklanjut, yaitu (a) Menganjurkan setiap anggota kelompok

latihan bertanya, meminta, menjawab dan memberi pada kehidupan sehari-hari,

(b) Memasukkan kegiatan bekerja sama pad ajadwal kegiatan harian klien.

c) Kontrak yang akan datang, yakni (a) Menyepakti kegiatan berikutnya yaitu

menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan, (b) Menyepakati waktu dan

tempat.

(5) Evaluasi

Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap

kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.

7. Sesi 7: TAKS

1) Tujuan

Tujuan mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan

kelompk yang telah dilakukan.


51

2) Setting, yaitu: (1) Klien dan terapis duduk bersama dalam lingkaran, (2)

Ruangan nyaman dan terang

3) Alat, yaitu (1) Tape recorder, (2) Kaset, (3) Bola tenis,(4) Buku catatan dan

pulpen, (5) Jadwal kegiatan klien, (6) Flipcart dan spidol.

4) Metode yaitu berupa (1) Dinamika kelompok, (2) Diskusi dan Tanya jawab, (3)

Bermain peran.

5) Langkah kegiatan

(1)Persiapan, berupa a) Mengingatkan kontrak pada anggota kelompok pada sesi

6 TAKS, b) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.

(2)Orientasi

a) Salam salam terapeutik, pada tahap ini terapis melakukan (a) Memberi salam

terapeuitik, (b) Peserta dan terapis memaki papan nama.

b) Evaluasi/validasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien saat ini, (b)

Menanyakan apakah klien telah latihan bercakap-cakap tentang masalah

pribadi dengan orang lain.

c) Kontrak

(a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menyampaikan manfaat enam kali

pertemuan TAKS.

(b)Menjelaskan aturan main sebagai berikut: 1) Jika ada peserta yang akan

meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis, 2) Lama kegiatan

45 menit, 3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

(3)Tahap kerja
52

a) Hidupkan kaset pada tape recorder dan edarkan bola tenis berlawan dengan

arah jarum jam.

b) Pada saat tape dimatikan, angoota kelompok yang memegang bola mendapat

kesempatan menyampaikan pendapat tentang menfaat dari 6 (enam) kali

pertemuan yang telah berlalu.

c) Ulangi a) dan b) sampai semua anggota kelompok menyampaikan pendapat.

d) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompk dengan memberi tepuk

tangan.

(4)Tahap Terminasi

a) Evaluasi, yaitu (a) Menanyakan perasaan klien setelah mengiktu TAK, (b)

Memberi pujia atas keberhasilan klien.

b) Menyimpulkan 6 kemampuan pada 6 kali pertemuan yang lalu.

c) Menganjurkan tiap anggota kelompk tetap melatih diri untuk enam

kemampuan yang telah dimilki, baik di RS maupun di rumah.

(5)Evaluasi

Evaluasi dilakukan ketika proses TAK berlangsung khususnya pada tahap

kerja. Aspek yang dievalauasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan

TAK.

2.3.10 Penilaian TAKS

TAKS terdapat 7 sesi. Masing-masing sesi terdiri dari kemampuan verbal

dan kemampuan non verbal. Diman setiap sesi dalam TAKS tersebut dilakukan

penilaian untuk mengetahui sejauh mana kemampuan tiap klien. Dengan memberi

tanda () atau skor 1 jika klien mampu dan (x) atau skor 0 jika klien tidak mampu.
53

Jumlahkan kemampuan yang ditemukan, jika nilai 3 atau 4 klien mampu, dan jika

nilai 0,1, atau 2 klien belum mampu. Tapi penilaian TAKS pada sesi 2 berbeda

dengan sesi yang lainnya, penilaiannya yaitu pada kemampuan verbal jika nilai

6 klien mapu, dan jika nilai 5 klien belum mampu. Sedangkan pada kemapuan

non verbal jika nilai 3 atau 4 klien mampu, dan jika 2 klien belum mampu

(Keliat, 2005).

2.4 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep adalah abstraksi suatu realita agar dapat di

komunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antara

variable-variabel yang tidak diteliti sehingga membantu penelitian dalam

mengembangkan hasil penemuan dengan teori (Nursalam, 2009).

Faktor yang
berkontribusi terhadap
konsep diri:
- Fisik
- Psikologis
- Dukungan sosial Konsep Ada
- Spiritual Diri Lansia peningkatan
- Lingkungan sosial- konsep diri
budaya
- Kondisi kesehatan TAK
Sosialisasi
Faktor predisposisi: Tidak ada
1. F. Harga diri peningkatan
2. F. Penampilan peran konsep diri
3. F. Identitas personal

Faktor presipitasi:
1. Situsai atau stressor
54

Keterangan:
= variabel yang diteliti
= variabel yang tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas


Kelompok Sosialisasi Terhadap Peningktan Konsep Diri Pada Lansia
di Desa Kesambi, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan tahun
2015.

Peningkatan konsep diri pada lansia ini dapat terlihat setelah diberi salah

satu bentuk penatalaksanaan konsep diri yaitu dengan terapi aktivitas kelompok

sosialisasi. TAK ini dapat memabantu penyembuhan pasien dengan konsep diri,

tetapi ada juga yang belum ada terjadinya peningkatan konsep diri meskipun

sudah diberi TAK.

Faktor yang berperan pada konsep diri lansia diantaranya: fisik,

psikologis, dukungan sosial, spiritual, lingkungan sosial-budaya dan kondisi

kesehatan. Selain itu ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya konsep diri

yaitu: faktor predisposisi dan faktor presipitasi, yang mana kedua faktor tersebut

dapat menimbulkan gangguan konsep diri.

Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui pengaruh pemberian terapi

aktivitas kelompok sosialisasi terhadap peningktan konsep diri pada lansia.

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian (Nursalam, 2009).


55

Berdasarkan tinjuan pustaka dan kerangka konsep dari penelitian, maka

dapat disusun hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ada pengaruh terapi

aktivitas kelompok sosialisasi terhadap penigkatan konsep diri pada lansia di Desa

Kesambi, Kecamatan Pucuk, Kabupaten Lamongan.

Вам также может понравиться