Вы находитесь на странице: 1из 15

UNIVERSITAS DIPONEGORO

ANALISIS SIKUEN STRATIGRAFI DAN PEMODELAN


FASIES FORMASI TANJUNG BERDASARKAN DATA LOG
SUMUR DAN DATA INTI BATUAN PADA LAPANGAN MIR
CEKUNGAN BARITO, KALIMANTAN SELATAN

NASKAH PUBLIKASI
TUGAS AKHIR

M Ilham Ridwan
L2L009061

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

SEMARANG
SEPTEMBER 2014
ANALISIS SIKUEN STRATIGRAFI DAN PEMODELAN FASIES
FORMASI TANJUNG BERDASARKAN DATA LOG SUMUR DAN DATA
INTI BATUAN PADA LAPANGAN MIR CEKUNGAN BARITO,
KALIMANTAN SELATAN
Oleh:
M Ilham Ridwan*, Hadi Nugroho*, Yoga Aribowo*, Mill Sartika Indah**, Dan
Perdana Rakhmana Putra**
(Corresponding email: muhammad.ilham.ridwan@gmail.com)

*Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang


**Development Geologist PT Pertamina UTC, Jakarta Pusat

ABSTRACT
Increased consumption of energy resources of oil and gas, exploration and
exploitation process results performed optimally. Interpretation of subsurface using well
log data combined with geological disciplines becomes very important in increasing
exploration. Location of the study lies in one of the field located in the Barito basin of
South Kalimantan province owned by Pertamina UTC. This research was done in the
implementation of the final project addressed the subject of mapping subsurface using
sequence stratigraphic approachs.
The purpose of this research is to determine the type of lithology, facies and
depositional environment, sequence stratigraphy, distribution of sedimentation and facies
modelling Tanjung Formation in the MIR field. This research is using descriptive method
and analytical methods. Descriptive method is a method that does some literature review.
While the analysis method is using qualitative analysis to determine the type of lithology,
stratigraphy and facies modeling sequence. This analysis uses software petrel 2009 in an
analysis of well logs in the distribution of lithology, stratigraphic marker horizon
correlation, subsurface mapping and facies modelling.
Based on the results of the data analysis and discussion, it can be interpreted that
the Tanjung Formation in the MIR field has a type silisiklastik sandstone lithology
(sandstone), shale (shale) and coal (coal) with depositional environment in estuarine
area. The results of the analysis of stratigraphic marker is 2 MRS (Maximum Surface
Regression), 5 FS (Flooding Surface), 2 MFS (Maximum Flooding Surface) and 1 SB
(Sequence Boundary) with sequence stratigraphic unit 2 Lowstand System Track (LST), 2
Transgressive System Track (TST) and Highstand System Track 1 (HST). Direction of
sedimentation cycles in Tanjung Formation sequence stratigraphy approach leads to
Northwest South east (NNW - SSE). Facies models are divided into two zones: the ZR1
zone and ZR2 zone, where the zone was conducted to calibrate the rock core data. Based
on core analysis Estuary facies rocks have Chanel and Tidal flat on Keywell. According
to core data support and electrofasies in the study site, there are 3 facies deposition
environmental: Chanel Estuary , Tidal flat and Tidal Bars.

Keywords : Sequence Stratigraphy, System Track , Distribution of Sedimentation, Facies


Modeling.
1
I. PENDAHULUAN Gambar 2.1 secara berurut adalah
sebagai berikut :
Meningkatnya konsumsi sumber daya energi 1. Formasi Dahor, terdiri dari litologi
minyak dan gasbumi, mengakibatkan proses batupasir kuarsa berbutir sedang
eksplorasi dan eksploitasi dilakukan terpilah buruk, konglomerat lepas
semaksimal mungkin. Baik untuk pencarian dengan komponen kuarsa berdiameter
lapangan baru maupun pengembangan 1-3 cm, batulempung lunak, setempat
lapangan yang sudah di produksikan. Oleh dijumpai lignit dan limonit,
karena itu upaya dalam meningkatkan daya terendapkan sekitar lingkungan
produksi minyak dan gas bumi adalah fluviatil dengan tebal sekitar 250
dengan cara meningkatkan eksplorasi meter, dan berumur Plio-Plistosen.
dengan melibatkan dua disiplin ilmu, yaitu 2. Formasi Warukin, terdiri dari litologi
geologi dan geofisika. batupasir kuarsa dan batulempung
Interpretasi bawah permukaan dengan sisipan batubara, terendapkan di
menggunakan data log sumur di lingkungan fluviatil dengan ketebalan
kombinasikan dengan disiplin ilmu geologi sekitar 400 meter, berumur Miosen
menjadi sangat penting dalam peningkatan Tengah sampai dengan Miosen Akhir.
eksplorasi. Dalam hal ini pengetahuan yang 3. Formasi Berai, litologinya terdiri dari
dibutuhkan adalah bagian dari pengetahuan litologi batugamping terdapat
geologi yang mengenai analisis kondisi komposisi fosil foraminifera besar
bawah permukan melalui korelasi sumur seperti Spiroclypeus orbitodeus,
dan analisis perkembangan distribusi Spiroclypeus sp. yang menunjukkan
sedimentasi pada cekungan sehingga akan umur Oligosen-Miosen Awal dan
didapatkan gambaran mengenai distribusi bersisipan napal, terendapkan dalam
pengendapan. lingkungan neritik, dan mempunyai
Penelitian ini di lakukan dalam ketebalan sekitar 1000 meter.
pelaksanaan tugas akhir ini adalah pemetaan 4. Formasi Tanjung terdiri dari beberapa
bawah permukaan (subsurface mapping) fasies diantaranya :
pada Formasi Tanjung dengan menggunakan a. Fasies Konglomerat terdiri dari
pendekatan sikuen stratigrafi. Lapangan Konglomerat bawah, dengan
pengembangan yang di digunakan untuk komponen sebagian besar terdiri
penelitian adalah lapangan MIR. komponen seperti batuan malihan,
Lokasi penelitian terletak pada salah batuan beku, batuan klastika,
satu lapangan pada cekungan barito yang batugamping dan kuarsa. Komponen
terletak di propinsi Kalimantan Selatan milik Fasies Konglomerat berukuran dari 1
PERTAMINA UTC. Cekungan Barito cm sampai 8 cm, berbentuk bulat
merupakan salah satu dari sekian banyak sampai membulat tanggung, terpilah
cekungan di Indonesia yang memiliki buruk, dan komponen Fasies
prospek hidrokarbon yang cukup baik. Konglomerat bermassa dasar
Pada tugas akhir ini akan dibahas siklus batupasir kuarsa berbutir kasar. Fasies
sedimentasi, lingkungan pengendapan Konglomerat ini merupakan bagian
melalui konsep sikuen stratigrafi dan paling bawah dari Formasi Tanjung
penyebaran geometri fasies berdasarkan data yang diendapkan tidak selaras diatas
inti batuan (core) yang dibuat pemodelan batuan atas Pra-Tersier, tebalnya
fasies penyebarannya. berkisar antara 8 meter dan 15 meter.
II. GEOLOGI REGIONAL Di tepi barat Pegunungan Meratus,
Secara umum stratigrafi Cekungan Fasies Konglomerat lebih tebal dari
Barito dari muda ke tua Hall (2011) pada yang di tepi timurnya. Di beberapa

2
tempat di tepi timur ditemukan tufa berwarna putih dengan ketebalan
sisipan batupasir berbutir kasar perlapisan antara 5 cm dan 15 cm,
dengan ketebalan antara 75 cm dan sebagian terubah menjadi kaolin.
100 cm, yang memperlihatkan d. Fasies Batupasir Atas terdiri dari
struktur sedimen lapisan silang-siur batupasir berbutir halus sampai
berskala menengah. Adanya sedang, berlapis baik, dengan
perbedaan ketebalan pada Fasies ketebalan perlapisan antara 3 cm dan
Konglomerat dan struktur perlapisan 25 cm. Tebal fasies ini berkisar dari
silang-siur pada batupasir 12 meter sampai 26 meter. Struktur
menunjukkan arah arus purba dari sedimennya lapisan sejajar serta
arah barat. lapisan silang-siur pada batupasir
b. Fasies Batupasir Bawah terdiri dari berbutir sedang dan laminasi sejajar
batupasir berbutir sedang sampai serta silang-siur pada batupasir
kasar setempat konglomeratan. berbutir halus dan yang terakhir
Batupasir ini terdiri dari butiran adalah Fasies Batulempung Atas
kuarsa dengan sedikit kepingan terdiri dari batulempung berwarna
batuan vulkanik, rijang, dan feldspar. kelabu kehijauan dan masif.
Fasies ini berlapis tebal yaitu antara
50 cm dan 200 cm. Struktur
sedimennya adalah lapisan sejajar,
lapisan silang-siur dan lapisan
tersusun. Tebal fasies ini terukur di
tepi barat Pegunungan Meratus antara
46 meter dan 48 meter, sedangkan di
bagian tengah dan tepi timurnya
antara 30 meter dan 35 meter.
c. Fasies Batulempung Bawah terdiri
dari batulempung berwarna kelabu,
dengan sisipan batubara dan
batupasir. Ketebalan fasies ini
berkisar dari 28 meter sampai 68
meter. Struktur sedimen di dalam
batulempung, yang terlihat berupa
lapisan pejal, laminasi sejajar,
setempat laminasi silang-siur dengan
ketebalan berkisar antara 3 cm sampai
5 cm. Batubara berwarna hitam Gambar 2.1. Kompilasi stratigrafi pada Cekungan
Barito.(Koesoemadinata,dkk.1994)
mengkilap terdapat sebagai sisipan
dengan ketebalan berkisar antara 30 III. METODOLOGI
cm dan 200 cm. Setempat lapisan
Metode penelitian yang digunakan
batubara berasosiasi dengan
dalam penelitian ini adalah metode
batulempung berwarna kehitaman.
deskriptif dilanjutkan dengan metode
Sisipan batupasir berbutir halus
analisis. Metode deskriptif adalah metode
sampai sedang dengan ketebalan
penelitian untuk memperoleh gambaran
perlapisan antara 5 cm dan 25 cm.
mengenai situasi atau kejadian, sehingga
Struktur sedimennya adalah laminasi
metode ini bertujuan mengadakan
sejajar dan setempat laminasi silang-
akumulasi dasar data belaka. Dalam
siur. Setempat ditemukan pula sisipan
metode penelitian yang lebih luas, metode
3
deskriptif tidak hanya memberikan gambaran pemodelan yang nanti akan dihasilkan
terhadap fenomena, tetapi juga menerangkan hanya pada sebatas zona tersebut dengan
hubungan, menguji hipotesis, membuat luas sekitar 8.28 Km dengan persebaran
prediksi serta mendapatkan makna dan 16 sumur well log.
implikasi dari suatu masalah yang ingin .
dipecahkan. IV. ANALISIS PEMBAHASAN
Metode analisis adalah suatu metode Interpretasi Data Wireline Log
yang digunakan unuk menganalisis data
Analisis wireline log merupakan metode
yang digunakan dalam penelitian. Jenis
awal dalam menentukan variasi litologi yang
metode analisis yang digunakan dalam
menyusun formasi penelitian secara
penelitian ini adalah sebagai berikut :
kualitatif. Interpretasi penentuan litologi dai
Metode Analisis Well Log suatu wireline log dapat di tentukan dari log
Dalam metode analisis well log,
gamma ray (GR), log Spontaneous Potential
data yang digunakan berasal dari 16
(SP), log neutron (CNL), dan log densitas
sumur (well), yang masing-masing terdiri
(FDC). Interpretasi awal untuk menentukan
dari log gamma ray (GR), resistivitas
litologi adalah membedakan anatara serpih
(LLD), densitas (FCD), neutron (CNL).
(shale) dan litologi batupasair (sandstone)
pada data well log menggunakan
dengan menggunakan log GR dan SP.
software Petrel 2009. Data log sumur ini
Berdasarkan analisis secara integrasi pada
di pergunakan dalam interprestasi
keseluruhan data wireline log yang ada,
persebaran litologi dan jenis litologi
maka litologi lapangan MIR pada Formasi
dalam Formasi Tanjung. Korelasi marker
Tanjung ini dapat dibagi menjadi 3 jenis
stratigrafi menggunakan konsep
litologi yaitu sepih (shale), batupasir
stratigrafi sikuen menurut Catuneanu
(sandstone), dan batubara (coal). Batupasir
(2006) yang terdiri dari Maximum
(sandstone) dapat dianalisis dari nilai
Regression Surface (MRS), sequence
gamma ray yang memiliki nilai lebih rendah
boundary (SB), Flooding surface (FS),
dari nilai gamma ray pada garis dasar serpih
dan maximum flooding surface (MFS) di
(shale base line), memiliki nilai densitas
hubungkan dengan log sumur lainnya
berkisar 2.3-2.6 gr/cc pada log densitas,
dalam pembuatan marker stratigrafi.
serta nilai log neutron yang tidak lebih dari
0.3 dikarenakan nilai neutron akan besar
Metode Analisis Inti Batuan (Data pada batuan yang memiliki komposisi
Core) lempung.
Dalam metode analisis inti batuan,
Analisis Data Inti Batuan
Analisis deskripsi megaskopis pada inti
batuan di kedalaman 1114 1120 Analisis data inti batuan (core) dilakukan
MD/meter (Measure Depth) pada key untuk mengetahui karakter fisik litologi
well 107 serta inti batuan di kedalaman secara nyata dan spesifik. Melalui analisis
963 967 MD/m pada key well 105. inti batuan ini dapat diketahui jenis litologi,
Metode Pemodelan ukuran butir, struktur sedimen, komposisi
Pemodelan 3D merupakan mineral serta porositas dan permeabilitas
langkah akhir pada penelitian ini. batuan yang dianalisis. analisis data inti
Dilakukan dengan membuat pemodelan batuan (core) pada well MIR 107 pada
fasies untuk mengetahui, lingkungan kedalamanan 1114.25 1114.45 Meter MD.
pengendapan. Pembuatan Boundary Sifat fisik pada inti batuan ini tersusun dari
merupakan sebuah batas yang berguna litologi batupasir warna kuning kecoklatan
untuk membatasi area of interest dari dengan ukuran butir sedang hingga halus,
suatu lapangan dengan tujuan bahwa dengan pola finning upward. Sortasi baik

4
menunjukan bahwa lingkungan regresi maksimum sebagai datum untuk
pengendapan memiliki energi pemisahan korelasi pada sumur lainnya. Dengan ini bisa
yang tinggi dan mampu membedakan menganalisis sikuen stratigrafi untuk
lumpur dengan butiran yang lebih kasar memperoleh informasi mengenai proses dan
dalam transportasi dan deposisinya. Struktur faktor pembentukanya meliputi perubahan
sedimen yang berkembang ripple cross muka air laut (eustacy), kecepatan penurunan
laminated yang menunjukan struktur (subsidence), suplai sedimen dan geometri
sedimen primer dengan karakteristik lamina cekungan. Setelah melakukan korelasi marker
yang bergelombang. Struktur sedimen ini stratigrafi maka dapat melakukan analisis unit
terbentuk pada arus traksi yang merupakan sikuen stratigrafi berdasarkan pola naik
hasil akumulasi sand dune atau gumuk pasir turunnya muka air laut. Adapun unit-unit
yang saling sejajar, dan pada umumnya sikuen stratigrafi Formasi Tanjung Pada
ripple cross lamination terbentuk pada rezim Lapangan MIR adalah sebagai berikut :
aliran bawah. Berdasarkan sifat fisik batuan Unit Sikuen Stratigrafi Lowsatand
inti diatas dapat diinterpretasikan bahwa System Track (LST)
assosiasi fasies pada inti batuan ini Lowstand system track merupakan suatu
merupakan fasies estuary chanel yang set endapan sedimen yang terendapkan pada
memiliki low energy chanel top deposit. saat muka air laut relatif turun sampai pada
Pada well MIR 105 pada kedalamanan saat muka air laut itu relatif naik. Menurut
963 963.20 Meter MD. Sifat fisik pada inti Wagoner (1988), pada lowstand system track
batuan ini tersusun dari claystone, dan biasanya pada bagian dasarnya akan dibatasi
sandstone. warna kuning kecoklatan, dengan oleh sequence boundary, dan bagian atas
ukuran butir sedang halus. sortasi baik akan di batasi transgresive surface (FS) bisa
menunjukan bahwa lingkungan juga Maximum regression surface (MRS).
pengendapan memiliki energi pemisahan Pada peristiwa lowstand system track
yang tinggi dam mampu membedakan (LST) sangat sensitif merekam peubahan -
lumpur dengan butiran yang lebih kasar perubahan garis pantai pada endapan
dalam transportasi dan deposisinya. endapan transisi-laut dangkal. Pola
Keterdapat bioturbated yang cukup tinggi sedimentasi pada peristiwa LST
mengidentifikasikan bahwa lingkungan menunjukkan pola coarsening upward atau
pengendapan dengan aktifitas organisme mengasar keatas, dimana muka air laut relatif
yang cukup tinggi. Berdasarkan data turun pada downlap break dengan penaikan
deskripsi di atas maka pada inti batuan dapat muka air laut yang relatif terjadi dikemudian.
diinterpretasikan assosiasi fasies mud flat Turunnya muka air laut secara perlahan
yang merupakan susunan fasies tidal flat. sehingga membuat ruang akomodasi
Analisis Sikuen Stratigrafi pengendapan pada suatu cekungan semakin
Untuk menentukan analisis sikuen berkurang namun suplai sedimen sangat
stratigrafi pada Lapangan MIR hal pertama tinggi sehingga membentuk endapan
yang harus di lakukan ialah korelasi marker progradational pada proses pengendapan
stratigrafi. Korelasi marker stratigrafi Formasi Tanjung.
dilakukan untuk menentukan flooding surface Berdasarkan analisis sikuen stratigrafi
(FS), maximum flooding surface (MFS), pada Formasi Tanjung, terdapat 2 unit sikuen
maximum regresi surface (MRS) dan stratigrafi lowstand system track (LST), yakni
sequence boundary (SB). Proses di mulai LST-1 dan LST-2, dimana LST-1 pada
pada weriline log MIR 107 yang merupakan bagian atasnya dibatasi oleh MRS-1
keywell pada penelitian dikarenakan memiliki (maximum regressive surface-1).
data yang cukup lengkap. Untuk menentukan
titik acuan (datum) MRS, dimana pada

5
Unit Sikuen Stratigrafi Transgressive sebagian berupa berupa downlap pada
Syatem Track (TST) system track dibawahnya, yang memiliki
Transgressive system track merupakan geometri aggradational. Pada sistem ini
suatu set endapan sedimen yang terendapkan akan dibatasi pada bagian bawahnya oleh
pada muka air laut relatif naik. Pada maximum flooding surface, dan pada bagian
transgresive system track ini dibatasi oleh atas dibatasi oleh sequence boudary.
transgresive surface (TS) dan maximum Pada peristiwa highstand system
flooding surface (MFS). Pada tipe ini jumlah track (HST) saat garis pantai maju kearah
pasokan sedimen lebih rendah dibandingkan basin yang terbentuk pada saat laju penaikan
kecepatan akomodasi. Pada sistem ini muka air laut yang mulai menurun setelah
sebagian besar berupa onlap dan berbentuk melalui masa puncak penaikan muka air
clinoform, dan memiliki geomteri laut, dimana pada saat peristiwa tersebut
retrogradational. Semakin kearah Cekungan membentuk ruang akomodasi yang lebih
kadang akan ditemukan condensed section kecil di banding pengendapan sedimen pada
pada system track TST, hal ini menunjukan basin dengan memliki geometri
suatu proses laju pengendapan yang lambat. pengendapan aggradational.
Proses laju pengendapan lambat di karenakan Berdasarkan analisis sikuen
majunya garis pantai yang diikuti genangan stratigrafi pada Formasi Tanjung, terdapat 1
air laut sehingga proses tersebut merekam unit sikuen stratigrafi highstand system track
geometri pengengendapan retrogradational. (HST), dimana HST pada bagian bawah
Pada peristiwa unit sikuen stratigrafi dibatasi oleh MfS (maximum flooding
transgressive system track (TST) sangat surface) dan pada bagian atas dibatasi oleh
sensitif merekam peubahan - perubahan garis sequence boundary (SB).
pantai pada endapan endapan transisi-laut Peta Isopach Unit Sikuen Stratigrafi
dangkal. Pola sedimentasi pada peristiwa Peta isopach adalah peta yang
TST menunjukkan pola finning upward atau menggambarkan distribusi ketebalan tiap
menghalus keatas, karna terendapkan pada horizon batupasir yang dibatasi oleh waktu
bagian dari fasa penaikan muka air laut relatif pengendapan melalui korelasi marker unit
turun pada onlap break dengan penaikan stratigrafi. Dari peta isopach yang telah
muka air laut yang relatif naik, pada saat dibuat diharapkan dapat menunjukan
terjadinya fasa TST ruang akomodasi persebaran tubuh batupasir dan arah
pengendapan semakin tinggi atau onlap dinamika sedimentasi.
sehingga laju suplai sedimen menjadi Peta isopach dengan batupasir bagian
berkurang. bawah atau batupasir yang lebih terdahulu
Berdasarkan analisis sikuen stratigrafi diendapakan yang tergolong horizon
pada Formasi Tanjung, terdapat 2 unit sikuen batupasir LST-1 (lowstand system track-1).
stratigrafi transgressive system track (TST), menunjukan ketebalan yang mengambarkan
yakni TST-1 dan TST-2, dimana TST-1 pada bahwa penyebaran enadapan sedimen
bagian bawah dibatasi oleh MRS (maximum mengarah ke tenggara dengan ketebalan
regressive surface) dan pada bagian atas 20.62 Meter dan 74.51 Meter ketebalan peta
dibatasi oleh maximum flooding surface isopach LST-2 (lowstand system track-2).
(MFS). Peta isopach selanjutnya pada
Unit Sikuen Stratigrafi Highstand horizon transgresive system track-1 (TST-1)
Sytem Track (HST) pada tipe ini jumlah pasokan sedimen lebih
Highstand system track merupakan suatu rendah dibandingkan kecepatan akomodasi.
set endapan sedimen yang terendapkan pada Pada sistem ini sebagian besar berupa topset,
muka air laut mencapai titik tertinggi sampai dan berbentuk clinoform, dan memiliki
mulai turun kembali. Pada sistem ini geomtri retrogradational. bahwa penyebaran

6
enadapan sedimen mengarah ke tenggara keywell MIR 107. Dimana pada penjelasan
dengan ketebalan 99.88 Meter dan 56.51 deskripsi intibatuan menunjukan adanya
Meter Meter ketebalan peta isopach TST-2 struktur sedimen ripple cross bedding dan
(transgresive system track-2). rip up clast. Sedangkan pola funnel shape
Peta isopach selanjutnya pada horizon dengan ukuran butir mengkasar keatas
HST (highstand system track) yang (coarsening upward) mengidentifikasikan
menyebar di setiap well log dengan fasies tidalbar, sedangkan pola bell shape
kecenderungan aggradational. Hal ini dengan menghalus keatas (finning upward)
mencirikan proses sedimentasi yang tinggi mengidentifikasikan fasies tidal flat.
namun ruang akomodasi yang kecil yang Sedangkan pada zona ZR2
membuat batupasir menjadi tebal. Bahwa diidentifikasikan pada fasa unit sikuen
penyebaran enadapan sedimen mengarah ke stratigrafi TST-2 (transgresive system track-
tenggara dengan ketebalan 89.62 Meter. 2) dan LST-2 (lowstand system track).
Analisis Fasies dan Lingkungan Setelah diketahui proses analisis pada zona
Pengendapan ZR-2 adalah estuarine, maka pola log bell
Analisis fasies dan lingkungan shape dengan menghalus keatas (finning
pengendapan dilakukan dengan mengacu upward) mengidentifikasikan fasies tidal
pada konsep elektrofasies, yakni flat. Yang dikalibarasikan dengan hasil
penggunaan set kurva log yang menunjukan deskripsi inti batuan pada keywell MIR 105.
karakteristik suatu lapisan yang dapat Dimana pada penjelasan deskripsi intibatuan
dibedakan dengan lapisan yang lainnya. menunjukan adanya struktur sedimen flaser
Karakteristik log ini di ambil dari log dan banyaknya bioturbated yang
gamma ray (GR) di karenakan log gamma berkembang pada inti batuan. Sedangkan
ray relatif lebih sensitif dan akurat dalam pola funnel shape dengan ukuran butir
mengukur kadar mineral lempung dalam mengkasar keatas (coarsening upward)
batuan. mengidentifikasikan fasies tidalbar, dan
Sebelum menentukan fasies masing pola log gamma ray yang berbentuk
masing pola log harus diketahui lingkungan cynlindrical mengindetifikasikan fasies
pengendapan pada Lapangan MIR harus estuary chanel. Sehingga secara umum
mengacu pada geologi regional yang lingkungan pengendapan pada Lapangan
menunjukan bahwa Formasi Tanjung Bawah MIR Formasi Tanjung memliki lingkungan
terndapkan pada estuarine pada fase adalah Estuary Chanel Estuary Mouth
transgresi. Hal ini juga diperkuat dengan complex yang didominasi oleh proses tide
keterdapatan lapisan batubara pada dominated estuarine.
interpretasi litologi. Pemodelan 3D Fasies
Pada zona ZR1 yang terjadi pada fasa Pemodelan 3D merupakan
unit sikuen stratigrafi TST (transgresive penggambaran secara metematis dari
system track) yang menunjukan bahwa pada reservoir dibawah permukaan pada
proses pengendapan TST diiringi dengan perangkat komputer. Menurut Ekeland
kenaikan muka air laut sehingga akan (2007), menyebutkan bahwa pemodelan
terbentuk fasies yang semakin keatas pada fasies merupakan sebuah metode untuk
zona TST menunjukan retrogradasional menggambarkan fasies secara 3 dimensi,
parasequence. Setelah diketahui proses bertujuan untuk mengetahui geometri dari
analisis pada zona TST adalah lingkungan sebuah pelamparan dan distribusi fasies.
estuarine, maka pola log gamma ray yang Tujuan dari pemodelan geologi penelitian ini
berbentuk cynlindrical mengindetifikasikan adalah untuk menciptakan model distribusi
fasies estuary chanel yang dikalibarasikan fasies pada Formasi Tanjung pada Lapangan
dengan hasil deskripsi inti batuan pada MIR . Sehingga nantinya model fasies yang

7
dihasilkan mampu memberikan informasi elektrofasies yang nantinya akan di buat
parameter geologi tentang analisis fasies pemodelan 3D distribusi fasies pada Formasi
yang diteliti. Tajung.
Pembagian Lapisan Target (Layering) Dalam prosesnya pengolahan selanjutnya
Proses selanjutnya adalah pembuatan menjadi pemodelan 3D guna
layering yang merupakan proses akhir mendistribusikan property, maka digunakan
sebelum menuju property modeling. variogram. Variogram merupakan perangkat
Pembagian lapisan target atau layering statistik untuk interpolasi antara dua atau
merupakan proses pembuatan subzona lebih data yang bersifat pembobotan. Dalam
memungkinkan untuk menggambarkan variogram ada beberapa hal yang perlu
resolusi vertikal akhir dari grid dengan diperhatikan, seperti metode yang akan
pengaturan ketebalan cell atau banyaknya digunakan, arah mayor dan minor, nugget,
lapisan cell yang diinginkan. range, metode, dan orientasi serta bentuk
Pembagian lapisan target untuk variogram yang menunjukkan arah property
menentukan distribusi fasies penulis distribusi fasies.
menggunakan dengan resulusi data log Pemodelan Fasies (Facies Modelling)
sumur dan aturan paling tipis bahwa 1 meter Pemodelan fasies untuk pembuatan 3D
di anggap 2 layer. Maka proses pembuatan modeling sangat diperlukan untuk
layer berdasarkan ketebalan masing mempermudah dalam proses simulasi.
masing zone pada keywell. Dalam hal ini fasies sangat berkaitan dengan
performa produksi. Pemodelan fasies
Tabel 4.1 Prosedur pembagian layer berdasarkan merupakan penggambaran atau ilustrasi dari
ketebalan surface fasies yang berada pada lapangan penelitian
Well log Surface Thickness No. of sehingga nantinya akan digunakan sebagai
layer pembuatan parameter petrofisika seperti
MIR 107 Top ZR-2 penyebaran dan hubungan porositas serta
133.17 226 permeabilitasnya.
MIR 107 Bottom ZR-2 Sesuai yang sudah dibahas pada bab
MIR 107 Top ZR-1 analisis fasies lingkungan pengendapan
125.56 251 maka pemodelan daerah penelitian ini dibagi
MIR107 Bottom ZR-1 menjadi 3 fasies yaitu, estuary chanel ,
tidalbar, tidalflat. Metode yang digunakan
pada distribusi fasies berupa Sequential
Scale Up Well Log
Gaussian Simulation (SGS). Metode ini
Proses Scale up data sumur merupakan
merupakan sebuah metode pemodelan
sebuah proses otomatis yang disediakan oleh
dengan menggunakan pembobotan
Petrel untuk mendigitasi ulang data pada log
berdasarkan interpretasi elektrofasies pada
sumur kedalaman grid cell 3D. Pada
well log untuk memperkirakan distribusi
masing-masing grid cell, semua nilai log
fasies. Hal ini sangat tergantung pada
yang berada pada interval cell tertentu akan
simulasi sikuensial ini menggunakan
dirata-rata berdasarkan proses alogaritma
pembobotan berdasarkan geostatistik dimana
untuk mengasilkan hanya satu nilai pada
nilai yang dihasilkan akan sangat bergantung
satu cell. Sehingga dalam hal ini semakin
dari hasil upscalled well log data dan
kecil nilai cell yang digunakan maka akan
penentuan variogram.
semakin akurat data kita, namun untuk
Simulasi Sequential Gaussian Simulation
penelitian kali ini sesuai pambahasan
(SGS) ini menggunakan pembobotan
sebelumnya. Data sumur yang digunakan
berdasarkan geostatistik dimana nilai yang
hanya merupakan hasil penentukan
dihasilkan akan sangat bergantung dari hasil
8
upscalled well log data dan penentuan 1. Litologi pada Lapangan MIR
variogram. Sehingga sebelum memasuki tersusun oleh batupasir, serpih dan
fasies modeling ini perlu dilakukan analisis batubara yang terendapkan pada
data untuk menentukan pola penyebaran lingkungan estuarine.
data dengan menggunakan variogram pada 2. Lapangan MIR pada cekungan
tabel 4.2. Barito Kalimantan selatan
Tabel 4.2 Nilai variogram litofasies berdasarkan diidentifikasi bahwa Formasi
berdasarkan distribusi penyebarannya Tanjung memiliki 7 paket unit
sikuen stratigrafi yaitu, 2 Maximum
Zone Fasies Major Orientasi Sill Nugget
Regresi Surface (MRS), 5 Flooding
Estuary 0.967 Surface (FS), 2 Maximum Flooding
ZR 1 549.9 NW - SE 0.045 Surface (MFS), 1 Sequence
Chanel 4
Boundary (SB), 2 Lowstand System
Tidal 1.014 Track (LST), 2 Transgresive
522 NW - SE 0 System Track (TST), 1 Highstand
Flat 9
System Track (HST).
Tidal 1.033 3. Arah siklus sedimentasi pada
541.5 N-S 0 Formasi Tanjung dengan
Bar 4
pendekatan unit sikuen stratigrafi
dalam peta isopach system track
menunjukan bahwa proses
sedimentasi mengarah ke Baratlaut
Tenggara (NNW SSE).
4. Berdasarkan analisis inti batuan dan
pola log Gamma ray (Electrofacies)
lokasi penelitian memiliki 3 fasies
Gambar 4.22 Contoh analisis major variogram pada lingkungan pengendapan yaitu,
parameter litofasies ZR-1 Estuary chanel dengan pola log
Gamma ray cylindrical, tidalflat
Pada metode valiogram menggunakan dengan pola log Gamma ray funnel
model tipe spherical dimana penggunaan shaped, tidalbar dengan pola log
model tipe tersebut akan menghasilkan Gamma ray bell shaped. Dengan
variasi yang diskontinyu serta variasi lingkungan pengendapan Estuary
properti pada analisi fasies akan cenderung Chanel Estuary Mouth complex.
smooth dan eksponensial. Berdasarkan nilai
minor dan mayor yang merupakan VI. UCAPAN TERIMA KASIH
peningkatan kesebandingan anatara data Terima kasih saya sampaikan
dengan jarak untuk menunjukan seberapa kepada PT Pertamina UTC yang telah
pengaruh antara sample terhadap kesamaan memberikan ijin penelitian tugas akhir
data. Berdasarkan nilai sill merupakan nilai saya, kepada para karyawan PT
saemivarian pada bagian variogram teratas Pertamina UTC terutama Ibu Mill
(level off), dapat diartikan juga sebagai Sartika Indah dan Bapak Perdana
amplitude suatu komponen. Rakhmana Putera selaku pembimbing
saya, Bapak Hadi Nugroho dan Bapak
V. KESIMPULAN Yoga Aribowo selaku pembimbing saya
Berdasarkan hasil penelitian sikuen di kampus yang telah memberikan
stratigrafi dan pemodelan fasies pada
masukan dan arahan dalam penulisan
Lapangan MIR ini maka dapat disimpulkan
hasil penelitian ini, dan kepada seluruh
beberapa hal berikut :
9
pihak yang telah mendukung saya selama University of Bergen, 2007. (Tidak
melaksanakan penelitian hingga selesai. diterbitkan)
Fisher, W.L., & McGowen, J.H., 1967.
DAFTAR PUSTAKA Depositional System In The Wilcox
Adams, J.T. and Mair, B.F., 1984. Facies Group of Texas And Their Relationship
and Environtments. Schlumberger. To Occurrence of Oil And Gas. Gulf
Allen, G. P., and J. L. C. Chambers, 1998, Coast Association Geological Society,
Sedimentation in the modern and Transactions 17, pp. 105-125.
Miocene Mahakam Delta: Jakarta, Friedman, Gerald M. & Sander, Jhon E.,
Indonesian Petroleum Association, 236 p. 1999. Principles of Sedimentology, Jhon
Allen, G.P., 1997, Sedimentology and Willey & sons publishing.
Stratigraphy of Siliciclastic Reservoirs in Frey, R.W. and Pemberton, S.G., 1985.
Alluvial and Coastal- Deltaic Trace Fossil Facies Models. Dalam :
Environments. Queensland University of Sediment Environtment and Facies.
Technology, Brisbane. 1986, h. 189-207.
Boggs, Jr. S., 1987. Principles of Folk, R.L., 1962. Dalam Buku Pengantar
Sedimentology and Stratigraphy, Merryl Praktikum Petrologi 2010. Undip :
Publishing Co., A Bell & Howell Semarang
Company, Colombus, Ohio. Galloway, W.E., 1975, Process framework
Bon, Jan, Tom H. Fraser, Welly Amris, for describing the morphologic and
Stewart, D.N., Zulkifli Abubakar, stratigraphic evolution of deltaic
Sostromihardjo, S., 1996, A Review of depositional system, in M L Broussard
the Exploration Potential of the (ed.), Deltas: Model for exploration,
Paleocene Lower Tanjung Formation in Houston Geological Society, Houston,
the South Barito Basin, IPA 96-1.0-027, 8798.
62-70, 1972. Hall, R., 2011. Stratigraphy and Sediment
Brown, Jr,, Fisher W.L., 1979, Seismic Provenance, Barito Basin, Southeast
Stratigraphy Interpretation and Kalimantan. Proceedings Indonesian
petroleum exploration. Texas. USA Petroleum Association (IPA), 35th
Catuneanu, O., 2002. Sequence Stratigraphy Annual Convention, Jakarta, IPA11.G-
of Clastic Systems: Concepts, Merits, and 054.
Pitfalls. Journal of African Earth Harsono, A., 1997. Evaluasi Formasi dan
Sciences, Vol. 35/1, pp. 1-43. Aplikasi Log. Sclumberger Oil Field,
Catuneanu, O., 2003. Sequence Stratigraphy Edisi ke 8, Jakarta.
of Clastic Systems. Geological Koesoemadinata, R.P., Taib, M.I.T., dan
Association of Canada, Short Course Samuel, L., 1994. Subsidence curves dan
Notes, Vol. 16, p. 248. modeling of some Indonesia Tertiary
Catuneanu, O., 2006. Principles of Sequence Basins: 1994 AAPG International
Stratigraphy. Elsevier. University of Conference dan Exhibition Kuala
Alberta. Canada. Lumpur, Malaysia, p. 1-42.
Dewan, J., 1983. Modern Open-Hole Log Kusuma, I. dan Darin, T., 1989, The
Interpertation. PennWell Publishing hydrocarbon potential of the Lower
Company : Tulsa, Oklahoma. Tanjung Formation, Barito Basin, SE
Ekenland, Anneli., 2007. Sedimentology and Proc. Indon. Petroleum Assoc. Ann.
Geomodelling of Small Scale Fluvial Conv. v.1, p.107-138, West Indonesia.
Architecture from the Lourinha Gm. Mitchum, R.M., Jr., 1977. Seismic
Central Portugal. Thesis. Norwegia: Stratigraphy And Global Changes of Sea
Level, part 11: Glossary of Terms Used

10
In Seismic Stratigraphy. In Seismic Tectonic Implications to the Barito
Stratigraphy-Applications To Structures, Proceedings Indonesian
Hydrocarbon Exploration (C.E. Payton, Association of Geologists (IAGI), 23rd
Ed), pp. 205-212. American Association Annual Convention, Jakarta, p. 457-470.
of Petroleum Geologist Memoir 26. Satyana, A.H.and Darman, H., 2000,
Mutti & Luchi., 1972. Turbidite Systems in Kalimantan Chapter in Darman, H. and
Hydrocarbon Exploration. Universidado Sidi, F.H., eds, Outline of the Geology of
Fernando Pessoa. Porto. Portugal. Indonesia, Indonesian Association of
Nichols, Gary., 1999. Sedimentology and Geologists, p. 69-90.
Stratigraphy, 2nd ed. Wiley-Blackwell. Selley, Richard C., 1985. Applied
United Kingdom. Sedimentology. Royal School Mines :
Posamentier, H.W., Jervey, M.T,. & Vail, London, United Kingdom.
P.R., 1988. Eustatic Controls On Clastic Siregar, M.S. and Sunaryo, R., 1980.
Deposition I-Conceptual Framework, In Depositional Environment and
Sea Level Changes-An integrated Hydrocarbon Prospects, Tanjung
Approach (C.K. Wilgus, B.S. Hastings, Formation, Barito Basin, Kalimantan.
C.G.St.C. Kendall, H.W. Posamentier, Proceedings Indonesian Petroleum
C.A. Ross, & J.C. Van Wagoner, Eds) Association (IPA), 9th Annual
pp. 110-124. SEPM Special Publication Convention, Jakarta.
42 Selley, R.C., 1978. Ancient Sedimentary
Posamentier, H.W., & Allen, G.P., 1993. Environtments. Chapman & Hall Lmt,
Variability of The Sequences London, 233, h.
Stratigraphic Model: Effects of Local Suryana, 2010. Metodologi Penelitian.
Basin Factors. Sedimentary Geology, Universitas Pendidikan Indonesia: Jakarta
Vol. 86, p. 91-109 Tucker, M., 1986. The Field Description of
Posamentier, H.W., & Allen, G.P., 1999. Sedimentary Rocks. Open University
Siliclastic Sequence Stratigraphy: Press & Halsted Press., New York,
Concepts And Applications. SEPM Toronto, 112 h.
Concepts in Sedimentology And Vail, P.R., Mitchum, R.M.Jr., & Thompson,
Paleontology No. 7, p. 210. S., 1977. Seismic Stratigraphy And
Pottey, P.E., 1967. Sandstone Bodies and Global Changes of Sea Level, Part Four:
Sedimentary Environtments Review. Bull. Global Cycles of Relative Changes of Sea
Am. Assoc. Petrol. Geologist, v., h. 220- Level. Americans Association of
282. Petroleum Geologist Memoir 26, pp. 83-
Ridder, M., 1986. The Geological 98.
Interpretation of Well Log, 2 nd edition. Vail, P.R., & Wornardt, W.W., 1990. Well
Whiitless publishing: Scotland log-Seismic Stratigraphy; An Integrated
Satyana, A.H. and Silitonga, P.D., 1994, Tool For the 90s: Gulf Coast Section.
Tectonic Reversal in East Barito Basin, SEPM Foundation Eleventh Annual
South Kalimantan : Consideration of the Research Conference Program And
Types of Inversion Structures and Extended Abstracts, pp. 379-388.
Petroleum System Significance, Van Wagoner, J.C., Posamentier, H.W.,
Proceedings Indonesian Petroleum Mitchum, R.M.Jr., Vail, P.R, Sarg, J.F.,
Association (IPA), 23rd Annual Loutit, T.S., & Hardenbol, J., 1988. An
Convention, Jakarta, p.57-74. Overview of Sequence Stratigraphy And
Satyana, A.H., 1994, The Northern Massives key Definition, In Sea level Changes-An
of the Meratus Mountains, South Integrated Approach (C.K. Wilgus, B.S.
Kalimantan : Nature, Evolution and Hastings, C.G.St.C. Kendall, H.W.

11
Posamentier, C.A. Ross, & J.C. Van
Wagoner, Eds) pp. 110-124. SEPM
Special Publication 42.
Van Wagoner, J.C., R.M. Mitchum., K.M
Campion, & Rahmanian, V.D., 1990.
Silisiclastic Sequence Stratigraphy In
Well Log And Outcrops. American
Association of Petroleum Geologist
Method In Exploration Series. USA.
Walker, R.G and James., 1992. Facies
Models. Reprint Series 1, Geoscience
Canada. Dept. of Geology McMuster
University, Canada.
Walther, J. 1894. Einleitung In Die
Geologicals Historische Wissenschaft,
Bd 3, Lithogenesis Der Gegenwart.
Fischerverlag. Jena; 535-1055.

Laporan :
PERTAMINA UTC., 2002. Laporan Akhir
Geologi dalam studi implementasi
EOR (Enchanced Oil Recovery) pada
Lapangan MIR, Cekungan Barito
Kalimantan Selatan. Tidak
Dipublikasikan.
PERTAMINA UTC., 2010. Laporan Akhir
Geologi dan Geopshysics overview
Sand characterization pada Lapangan
MIR, Cekungan Barito Kalimantan
Selatan. Tidak Dipublikasikan.

12
LAMPIRAN

Gambar 1. Kalibrasi Data Inti Batuan pada kedalaman Gambar 2. Kalibrasi Data Inti Batuan pada kedalaman
1114.25 1114.45 Meter MD dengan wireline MIR 107 963 963.20 Meter MD dengan wireline MIR 105

Gambar 3. Korelasi marker sikuen stratigrafi arah South Gambar 4. Peta Isopach unit sikuen stratigrafi Lowstand
West North East pada Lapangan MIR Formasi Tanjung system track-1 (LST-1)

Gambar 5. Peta Isopach unit sikuen stratigrafi Gambar 6. Peta Isopach unit sikuen stratigrafi Highstand
Transgressive system track-1 (TST-1) system track (HST)

13
Gambar 7. Peta Isopach unit sikuen stratigrafi Gambar 8. Peta Isopach unit sikuen stratigrafi Lowstand
Transgressive system track-2 (TST-2) system track-2 (LST-2)

Gambar 9.Hasil output fasies model ZR1 dengan metode Gambar 10.Sayatan profil geologi hasil pemodelan fasies
Sequential Gaussian Simulation (SGS) lingkungan pengendapan
ZR-1 pada Lapangan MIR

Gambar 11. Hasil output fasies model ZR2 dengan Gambar 12. Sayatan profil geologi hasil pemodelan fasies
metode Sequential Gaussian Simulation (SGS) lingkungan pengendapan
ZR-2 pada Lapangan MIR
14

Вам также может понравиться