Вы находитесь на странице: 1из 18

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada
kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan
penurunan keadaan umum pasien.1,2
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi seorang
wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita tersebut. Hal
yang menyebabkan besarnya angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik adalah
kurangnya deteksi dini dan pengobatan setelah diketahui mengalami kehamilan
ektopik. Data surveillance Amerika Serikat tentang hubungan kematian dengan
kehamilan tahun 1991-1999 didapatkan bahwa kehamilan ektopik merupakan
penyebab 5,6% dari 4200 kematian maternal. Dari jumlah tersebut, 93%
disebabkan oleh perdarahan. Di Inggris, 26% kematian maternal pada kehamilan
awal dari tahun 2003-2005. Data WHO tahun 1997-2002, menyatakan kehamilan
ektopik merupakan penyebab 4,9% dari kematian yang berhubungan dengan
kematian pada negara berkembang.1 Kematian karena kehamilan ektopik
terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang
cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson
dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka
kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan angka
kematian 2 dari 120 kasus.2,3 Di RSUD AA periode 2003-2005 terdapat 133 kasus
KET dari 7.498 kasus kebidanan (1,7%).4
Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering dihadapi
oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam. Tidak jarang
yang menghadapi penderita untuk pertama kali adalah dokter umum atau dokter
ahli lainnya, maka dari itu, perlu diketahui oleh setiap dokter klinik tentang cara
penegakakn diagnosis dan penanganan segera kehamilan ektopik terganggu 5,6.
Dengan demikian diharapkan keterlambatan diagnosis dan penanganan pada kasus
KET yang dapat menimbulkan komplikasi lanjut yang berbahaya bagi nyawa ibu
tidak akan terjadi.

0
1. Definisi
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri, seperti di ovarium,
tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah kehamilan ektopik terganggu
(KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut
sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan
umum pasien. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat
jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri,
tanduk uterus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan
implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba,
pars ismika tuba, pars ampullaris tuba, dan kehamilan infundibulum tuba.
Kehamilan diluar tuba ialah kehamilan ovarium, kehamilan intraligamenter,
kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau
sekunder.2,3,5,6
2. Epidemiologi
Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun
secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insiden dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan
perkembangan alat diagnostik yang semakin canggih, semakin banyak kehamilan
ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insiden dan
prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan
ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya
kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba
juga meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan
teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi
terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik. Di Amerika Serikat,
kehamilan ektopik meningkat 4 kali lipat dari tahun 1978-1992. Namun, angka
kematian ibu akibat kehamilan ektopik menurun dari 35,5 menjadi 3,8 per 10000
kejadian. Sekitar 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada
multigravida.1.2.7
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara
20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik

1
terjadi pada wanita 20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal
didaerah dengan prevalensi gonore dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi.6
Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat meningkatkan
kejadian kehamilan ektopik terganggu. Antibiotik dapat mempertahankan
terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi perlengketan menyebabkan
pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu sehingga menghambat perjalanan
ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba. Diantara
kehamilan-kehamilan ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah
tuba (90%).6

3. Klasifikasi
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan,
yaitu:
1. Tuba Fallopii (95%-98% dari seluruh kehamilan ektopik), yaitu pada
2,3,5,6,7,8,9

- Pars interstisialis (2%)


- Istmus (25%)
- Ampulla (55%)
- Infundibulum (1%)
- Fimbria (17%)
2. Uterus, yaitu pada :
-Kanalis servikalis (<1%)
-Divertikulum
-Kornu (1-2%)
-Tanduk rudimenter
3. Ovarium (<1%)
4. Intraligamenter (<%)
5. Abdominal (1-2%)
- Primer - Sekunder
6. Kehamilan ektopik kombinasi (combined ectopic pregnancy)

2
Gambar 1. Lokasi Kehamilan Ektopik

4. Etiologi
Sebagian besar etiologi kehamilan ektopik tidak diketahui, namun ada
beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan angka kejadian terjadinya
kehamilan ektopik. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur di bagian
ampula tuba, dan dalam perjalanan ke uterus mengalami hambatan sehingga pada
saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.

Faktor-faktor yang penyebabnya adalah:5,6,8


Faktor Uterus
1. Tumor rahim yang menekan tuba
2. Uterus hipoplastis

Faktor Tuba
1. Faktor dalam lumen
a. Lumen tuba menyempit karena
i. Endosalpingitis
ii. Operasi tuba dan sterilisasi yang tak sempurna
b. Pada hipoplasia uteri lumen sempit dan berlekuk-lekuk, sering
disertai gangguan silia endosalping
2. Faktor dinding tuba

3
a. Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang
dibuahi dalam tuba
b. Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius dapat menahan
telur yang dibuahi di tempat itu
1. Faktor diluar dinding tuba
a. Perlengketan perituba dengan distorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur
b. Tumor yang menekan dinding tuba.

Faktor Ovum
1. Migrasi eksterna ovum, yaitu perjalanan ovum dari ovarium kanan ke tuba
kiri atau sebaliknya, dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi
ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat menyebabkan prematur.
2. Fertilisasi Invitro 5
Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor resiko yang
berperan dalam kejadian kehamilan ektopik:,6,8
1. Penyakit radang panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
2. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
3. Riwayat pembedahan tuba ataupun sterilisasi
4. Riwayat endometriosis
5. Riwayat akseptor IUD
6. Riwayat penggunaan obat untuk induksi ovulasi

5. Patofisiologi Kehamilan Tuba


Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampulla tuba
(lokasi tersering), isthmus, fimbriae, pars interstitialis, kornu uteri, ovarium,
rongga abdomen, serviks dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi
tepat pada sel kolumnar tuba maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang
pertama, zigot melekat pada ujung atau sisi jonjot endosalping yang relatif sedikit
mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian diresorbsi. Pada
implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua jonjot. Zigot yang telah
bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua,
yang disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping

4
dan mencapai lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di
tempat tersebut. Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang, dan perkembangannya
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan
tempat implantasi dan banyaknya perdarahan akibat invasi trofoblas.5,7,8,10
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopik pun mengalami
hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-
tanda kehamilan seperti tanda Hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometrium
pun berubah menjadi desidua, meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel
endometrium menjadi hipertrofik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan
sitoplasmanya bervakuol. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi
Arias-Stella.5,8
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum
yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat
kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh suplai darah dari
vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat dari hal ini yaitu :9
1. Kemungkinan tubal abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke
ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi
pada kehamilan ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk ke rongga
peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh tekanan dari
dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat
dari distensi berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena
trauma koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan
dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan
syok dan kematian.

a. Abortus Tuba

5
Perjalanan Lebih Lanjut dari Abortus Tuba

Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris, sedangkan ruptur lebih sering terjadi pada kehamilan pars isthmica.
Pada abortus tuba, bila pelepasan hasil konsepsi tidak sempurna atau tuntas, maka
perdarahan akan terus berlangsung. Bila perdarahan terjadi sedikit demi sedikit,
terbentuklah mola kruenta. Tuba akan membesar dan kebiruan (hematosalping),
dan darah akan mengalir melalui ostium tuba ke dalam rongga abdomen hingga
berkumpul di kavum Douglas dan membentuk hematokel retrouterina.7,9
Terjadi pada 65% kasus dan umumnya terjadi implantasi didaerah fimbriae
dan ampula. Berulangnya perdarahan kecil pada tuba menyebabkan lepasnya dan
yang diikuti dengan kematian ovum.
Perjalanan selanjutnya adalah :
1. Absorbsi lengkap secara spontan.
2. Absorbsi lengkap secara spontan melalui ostium tubae menunju cavum
peritoneum.
3. Abosrbsi sebagian sehingga terdapat konsepsi yang terbungkus bekuan
darah yang menyebabkan distensi tuba.
4. Pembentukan tubal blood mole.

b. Ruptur Tuba

6
Perjalanan Lebih Lanjut Ruptur Tuba11
Pada kehamilan di pars isthmica, umumnya ruptur tuba terjadi lebih awal,
karena pars isthmica adalah bagian tuba yang paling sempit. Pada kehamilan di
pars interstitialis ruptur terjadi lebih lambat (8-16 minggu) karena lokasi tersebut
berada di dalam kavum uteri yang lebih akomodatif, sehingga sering kali
kehamilan pars interstitialis disangka sebagai kehamilan intrauterin biasa.
Perdarahan yang terjadi pada kehamilan pars interstitialis cepat berakibat fatal
karena suplai darah berasal dari arteri uterina dan ovarika. Oleh sebab itu
kehamilan pars interstitialis adalah kehamilan ektopik dengan angka mortalitas
tertinggi. Kerusakan yang melibatkan kavum uteri cukup besar sehingga
histerektomi pun diindikasikan. Ruptur, baik pada kehamilan fimbriae, ampulla,
isthmus maupun pars interstitialis, dapat terjadi secara spontan maupun akibat
trauma ringan, seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Bila setelah ruptur janin
terekspulsi ke luar lumen tuba, masih terbungkus selaput amnion dan dengan
plasenta yang masih utuh, maka kehamilan dapat berlanjut di rongga abdomen.
Untuk memenuhi kebutuhan janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya, seperti uterus, usus dan ligamen.6,7,8
Terjadi pada 35% kasus dan seringkali terjadi pada kasus kehamilan
ektopik dengan implantasi di daerah isthmus. Ruptura pars ampularis umumnya
terjadi pada kehamilan 6 10 minggu , namun ruptura pada pars isthmica dapat
berlangsung pada usia kehamilan yang lebih awal. Pada keadaan ini trofoblast
menembus lebih dalam dan seringkali merusak lapisan serosa tuba, ruptura dapat
berlangsung secara akut atau gradual . Bila ruptur terjadi pada sisi mesenterik tuba
maka dapat terjadi hematoma ligamentum latum. Pada kehamilan ektopik pars

7
interstitisialis, ruptura dapat terjadi pada usia kehamilan yang lebih tua dan
menyebabkan perdarahan yang jauh lebih banyak.8,9,11

6. Patologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya
sama halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresobsi. Setelah
tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan
jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.
Pembentukan desidua di tuba tidak sempurna. Perkembangan janin selanjutnya
bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba
dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.2
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai
10 minggu.2
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
2. Abortus ke dalam lumen tuba
3. Ruptur dinding tuba

Komplikasi Kehamilan Ektopik (Perdarahan)7

8
7. Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu tentunya ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. .
a.Anamnesis
KET harus dipikirkan bila seorang pasien dalam usia reproduktif
mengeluhkan nyeri perut bawah yang hebat dan tiba-tiba, ataupun nyeri perut
bawah yang gradual, disertai keluhan perdarahan per vaginam setelah
keterlambatan haid, Adanya riwayat penggunaan AKDR, infeksi alat kandungan,
penggunaan pil kontrasepsi progesteron dan riwayat operasi tuba serta riwayat
faktor-faktor risiko lainnya memperkuat dugaan KET. Namun sebagian besar
pasien menyangkal adanya faktor-faktor risiko tersebut di atas.4-8
Gejala-gejala yang perlu diperhatikan adalah:4,5,6,8
a. Nyeri perut merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu
Pada kehamilan ektopik yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah
sering dan keras. Rasa nyeri mungkin unilateral atau bilateral pada
abdomen bagian bawah atau pada seluruh abdomen, atau malahan di
abdomen bagian atas. Dengan adanya hemiperitoneum , rasa nyeri akibat
iritasi diafragma bisa dialami pasien. Diperkirakan bahwa serangan nyeri
hebat pada ruptura kehamilan ektopik, ini disebabkan oleh darah yang
mengalir ke kavum peritonei.4,5,6,8
b. Perdarahan : Gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan
perdarahan yang berasal dari uterus. Perdarahan dapat berlangsung kontinu
dan biasanya berwarna hitam. Selama fungsi endokrin plasenta masih
bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan, namun bila
dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa
uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan tersebut biasanya sedikit-
sedikit, berwarna coklat gelap dan dapat terputus-putus atau terus menerus.
Meskipun perdarahan vaginal yang masif lebih menunjukkan kemungkinan
abortus inkompletus intrauteri daripada kehamilan ektopik, namun
perdarahan semacam ini bisa terjadi pada kehamilan tuba.4,5,6,8

9
c. Adanya Amenorea: amenorea sering ditemukan walau hanya pendek saja
sebelum diikuti perdarahan, malah kadang-kadang tidak amenorea. Tidak
ada riwayat haid yang terlambat bukan berarti kemungkinan kemungkinan
kehamilan tuba dapat disingkirkan. Salah satu sebabnya adalah karena
pasien menganggap perdarahan pervaginam sebagai periode menstruasi
yang normal, dengan demikian memberikan tanggal haid yang keliru.4,5,6,8

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda akut abdomen, kavum
Douglas menonjol, nyeri goyang porsio, atau massa di samping uterus. Keadaan
Umum tergantung dari banyaknya darah yang keluar dari tuba, keadaan umum
ialah kurang lebih normal sampai gawat dengan syok berat dan anemi. Hb dan
hematokrit perlu diperiksa pada dugaan kehamilan ektopik terganggu. 5 Pada
abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus. Hematokel
retrouterina dapat ditemukan. Pada ruptur tuba perut menegang dan nyeri tekan,
dan dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum.4,5,6,8
Pada pemeriksaan dalam didapatkan kavum Douglas menonjol karena
darah yang terkumpul di tempat tersebut. Baik pada abortus tuba maupun pada
ruptur bila serviks digerakan akan terasa nyeri sekali (slinger pain).3

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium: Pemeriksaan Hb seri setiap 1 jam menunjukkan
penurunan kadar Hb, ditemukan juga adanya leukositosis.
2. Tes Kehamilan: Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis
khususnya terhadap tumor-tumor adneksa yang tidak ada sangkut
pautnya dengan kehamilan
3. Pemeriksaan -hCG. Kadar -hCG 1.500 mIU/ml dengan absensi
kantong gestasional intrauterin memperkuat diagnosis kehamilan
ektopik.
4. Ultrasonografi: Gambar USG kehamilan ektopik sangat bervariasi,
tergantung pada usia kehamilan, ada tidaknya gangguan kehamilan
(rupture, abortus), serta banyak dan lamanya perdarahan intraabdomen.

10
Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan
bila terlihat kantong gestasi berisi mudigah/janin hidup yang letaknya
di luar kavum uteri, namun gambaran ini hanya dijumpai pada 5-10%.
Uterus mungkin biasanya normal, atau mengalami sedikit pembesaran
yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Endometrium menebal
ekhogenik sebagai akibat reaksi desidua. Kavum uteri sering berisi
cairan eksudat yang diproduksi oleh sel-sel desidua, yang pada
pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin anekhoik yang disebut
kantong gestasi palsu (pseudogestasional sac). Berbeda dengan
kantong gestasi yang sebenarnya, kantong gestasi palsu letaknya
simetris di kavum uteri dan tidak menunjukkan struktur cincin ganda.
5. Kuldosintesis: Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui
apakah dalam kavum Douglas ada darah. Jika darah segar berwarna
merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini berasal
dari arteri atau vena yang tertusuk, sedangkan darah tua berwarna
coklat sampai hitam yang tidak membeku, atau yang berupa bekuan
kecil-kecil; darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
6. Laparoskopi: Hanya digunakan sebagai alat diagnosis terakhir untuk
kehamilan ektopik. Dikerjakan apabila pada pemeriksaan klinik tidak
dijumpai tanda klasik dari kehamilan ektopik yang pecah, ataupun
hasil kuldosintesis tidak positif
7. Dilatasi dan kerokan: Biasanya dilakukan apabila setelah amenorea
terjadi perdarahan yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata
disamping uterus, sehingga dipikirkan abortus inkompletus atau
perdarahan uterus disfungsional. Apabila pada spesimen kerokan itu
tidak dijumpai villus korealis sekalipun terdapat desidua dengan atau
tanpa reaksi Arias-Stella pada endometriumnya, maka diagnosis
kehamilan ektopik dapat ditegakkan.3,5,6

d. Diagnosis juga dapat ditegakkan secara bedah (surgical diagnosis).


Kuretase dapat dikerjakan untuk membedakan kehamilan ektopik dari
abortus insipiens atau abortus inkomplet. Kuretase tersebut dianjurkan pada

11
kasus-kasus di mana timbul kesulitan membedakan abortus dari kehamilan
ektopik dengan kadar progesteron serum di bawah 5 ng/ml, -hCG meningkat
abnormal. 3,5,6,7,8,9

8. Diagnosis Banding Kehamilan Ektopik Terganggu


Hati-hati dengan diagnosis banding, misalnya appendisitis pada usia
kehamilan muda mungkin ada tanda kehamilan, mungkin juga ada tanda akut
abdomen sebaliknya kehamilan ektopik terganggu belum tentu pula disertai gejala
perdarahan. Diagnosa diferensial dari kehamilan ektopik yaitu
1) abortus
2) salpingitis akut
3) appendicitis akut
4) rupture korpus luteum
5) torsi kista ovarium
6) mioma submukosa yang terpelintir
7) retrofleksi uteri gravida inkarserata
8) rupture pembuluh darah mesenterium

9. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Namun
harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu:
a. Kondisi Pasien saat itu
b. Kondisi anatomik organ pelvis
c. Keinginan penderita akan organ reproduksinya
d. Lokasi kehamilan ektopik
e. Kemampuan teknik pembedahan mikro dokter operator
f. Kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat. 5,6
Hasil pertimbangan tersebut menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif
dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanostomosis tuba. Apabila
kondisi pasien buruk, misalnya syok lebih baik dilakukan salpingektomi.

12
Pada kehamilan tuba dilakukan salpingostomi, partial salpingektomi,
salpingektomi, atau salpingo-ooforektomi, dengan mempertimbangkan : jumlah
anak, umur, lokasi kehamilan ektopik, umur kehamilan, dan ukuran produk
kehamilan.3,5,6,8,9
Kemoterapi
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis yang belum pecah pernah
dicoba ditangani dengan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan.
Kriteria kasusnya, yaitu:2,3,12,13
a. Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah
b. Diameter kantung gestasi < 4cm
c. Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml
d. Tanda vital baik dan stabil
Obat yang digunakan adalah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum faktor 0,1
mg/kg IM berselang-seling selama 8 hari.
Methotrexat merupakan antagonis asam folat (4-amino-10-methylfolic
acid). Methotrexat bekerja mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel
dengan menginhibisi kerja enzim dihydrofolate reduktase, maka selanjutnya akan
menghentikan proliferasi trofoblas.10,12,13

10. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Helman dkk. (1971) melaporkan
1 kematian diantara 826 kasus, dan Willson dkk. (1971) 1 antara 591. Tetapi bila
pertolongan teralambat, angka kematian tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970)
mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus, sedangkan Tarjamin dkk (1973) 4
dari 138 kehamilan ektopik.5,9,12,13
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian wanita menjadi steril, setelah mengalami kehamilan ektopik,
atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0 % sampai 14,6 %. Untuk
wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan
salpingektomi bilateralis.5

11. Kehamilan ektopik kronik

13
Istilah kehamilan ektopik kronik disini dipakai karena pada keadaan ini
anatomi sudah kabur sehingga tidak dapat ditentukan apakah ini adalah kehamilan
abdominal, kehamilan tuboovarial atau kehamilan intraligamenter yang janinnya
telah mati disertai adanya gumpalan darah yang semula berasal dari perdarahan
rupture kantung gestasi yang kemudian berhenti dan menggumpal.
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis yang menunjukkan
adanya kehamilan muda yang disertai perdarahan dan nyeri perut bagian bawah
Pada kehamilan ektopik kronis, didapatkan ruptur minor dari tuba fallopi yang
berkembang menjadi hematokel. Pasien akan menunjukkan gejala nyeri subakut
sampai kronis dan kadar -HCG yang rendah.14
Kehamilan ektopik kronis memiliki gambaran klasik berupa nyeri pelvik
ringan dan perdarahan per vaginam ireguler yang berlangsung selama beberapa
minggu. Hal ini yang membedakan dengan kehamilan ektopik terganggu akut,
dimana sifat perdarahan adalah single dan massive.15
Kehamilan ektopik kronis harus dibedakan dengan kehamilan ektopik
persisten. Pada kehamilan ektopik persisten, terdapat aktivitas trofoblastik
dengan kadar -HCG yang meningkat atau tetap. Sedangkan pada kehamilan
ektopik kronis, tidak terdapat aktivitas trofoblas sehingga kadar -HCG rendah
atau tidak ada. Tidak adanya -HCG ini disebabkan karena adanya degenerasi
trofoblas yang mengakibatkan tidak adanya produksi -HCG.14-15
Massa pelvis pada kehamilan ektopik kronis terjadi akibat disintegrasi
gradual dari dinding tuba. Massa pelvis ini dapat berupa hematocele, blood clots,
organized hematomas ataupun adhesi luas. Massa ini dapat mengaburkan margin
uterus pada sonografi sehingga mirip gambaran pelvic inflammatory disease,
endometriosis, atau leiomyoma uteri.16

12. Kehamilan ovarium


Kehamlan ini jarang ditemukan, terjadi apabila spermatozoon memasuki
folikel de Graaf yang baru saja pecah, dan menyatukan diri dengan ovum yang
masih tinggal dalam folikel. Nasib kehamilan ini ialah ovum yang dibuahi mati,
atau terjdi rupture. 8
Untuk dapat membuat diagnosis kehamilan ovarium murni, harus dipenuhi
bebrapa syarat (spiegelberg):8

14
1. Tuba pada tempat kehamilan harus normal, bebas dan terpisah dari
ovarium.
2. Kantong janin harus terletak dalam ovarium.
3. Ovarium yang mengandung kantong janin, harus berhubungan dengan
uterus lewat ligamentum ovarii proprium.
4. Harus ditemukan jaringan ovarium dalam dinding kantong janin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Chi JT. Ectopic Pregnancy. http//:www.emedicine.com [diakses 30 Desember


2010]
2. Richard S, Krause David, M. Janicke. Ectopic Pregnancy. In Emergency
Medicine: A Comprehensive Study Guide. Editors Judith E Tintinalli, Gabor
D Kellen, J. Stephan Stapczynski. Sixth Ed. American College of Emergency
Physichian. 2004. McGraw-Hill. New York; 658-664.
3. Mochtar, Rustam, 1998, Kelainan Letak Kehamilan (Kehamilan Ektopik)
dalam Sinopsis Obstetri, Edisi Ke-2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta:
226-37
4. Ezeddin HP. Gambaran Kasus Kehamilan Ektopik Terganggu di Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari
2003-31 Desember 2005. FK UNRI. 2008.
5. Cuningham, F.Gary, Gant, Norman F, Mac Donald, Paul C, 1995. Obstetri
William. Edisi ke-18, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 599-623
6. Prawirodiharjo Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Edisi Ke-3. Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta: 321-33.

15
7. Medical. Kehamilan Ektopik Terganggu. http://myother-
world.blogspot.com/2008/07/kehamilan-ektopik-terganggu-ket.html. (diakses
tanggal 30-12-2010).
8. Prawirodiharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Ke-2, Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta: 250-60.
9. J I Tay, J Moore, J J Walker. Ectopic Pregnancy. Division of Obstetrics and
Gynaecology, St Jamess University Hospital, Leeds LS9 7TF. diakses dari
http://www.bmj.com/content/320/7239/916.1/suppl/DC1. (30 Desember 2010)
10. Kurt T. Barnhart, M.D., M.S.C.E.. Ectopic Pregnancy. N Engl J Med 361;4
nejm.org july 23, 2009. diakses dari www.nejm.org (30 Desember 2010)
11. Sandra D. Lyden, M.D, Lillian Nojadera, M.D. Ruptured Ectopic Pregnancy.
The New England Journal of Medicine. diaksesa dari www.nejm.org (30
Desember 2010)
12. Gary H. Lipscomb, M.D., Thomas G. Stovall, M.D., and Frank W. Ling, M.D.
Nonsurgical Treatment of Ectopic Pregnancy. N Engl J Med 2000; 343:1325-
1329. Diakses dari
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200011023431807. (30 Desember
2010)
13. Gary H. Lipscomb, M.D., Marian L. McCord, M.D., Thomas G. Stovall,
M.D., Genelle Huff, R.N., S. Greg Portera, M.D., and Frank W. Ling, M.D.
Predictors of Success of Methotrexate Treatment in Women with Tubal Ectopic
Pregnancies. N Engl J Med 1999; 341:1974-1978. diakses dari
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM199912233412604#t=articleBack
ground. (30 Desember 2010)
14. Talavera, M. Chronic Ectopic Pregnancy. Journal of Diagnostic Medical
Sonography vol. 24 no. 2: 101-103. Philadelphia March 2008
15. Lee, J. Lamaro V.Ruptured tubal ectopic pregnancy with negative serum beta
hCGa case for ongoing vigilance? Journal of the New Zealand Medical
Association. 122(1288). 2009
16. Bedi, D. Fagan, CJ. Nocera, RM. Chronic ectopic pregnancy. JUM. 3(8): 347-
352. 1984
17. Hajenius PJ, Mol BW, Bossuyt PM, Ankum WM, Van der Veen F.
Interventions for tubal ectopic pregnancy. Cochrane Database Syst Rev.
2000;(1):CD00324.

16
18. Bhattacharya, S. McLernon, D. Lee, A. Reproductive Outcomes Following
Ectopic Pregnancy: Register-Based Retrospective Cohort Study. PLoS
Medicine.June 2012. Volume 9. Issue 6
19. Karki, C. Karki A. Ectopic pregnancy and its effect for future fertility. South
Asian federation of Obstetrical and gynecologist. January, 2009.1(1):35-39
20. Tay JI, Moore J, Walker JJ. Clinical review: Ectopic pregnancy [published
correction appears in BMJ 2000;321:424]. BMJ. 2000;320:9169.
21. Hajenius PJ, Engelsbel S, Mol BW, Van der Veen F, Ankum WM, Bossuyt
PM, et al. Randomised trial of systemic methotrexate versus laparoscopic
salpingostomy in tubal pregnancy. Lancet. 1997;350:7749.
22. Westrom L, Joesoef R, Reynolds G, Hagdu A, Thompson SE (1992) Pelvic
inflammatory disease and fertility: a cohort study of 1,844 women with
laparoscopically verified disease and 657 control women with normal
laparoscopic results. Sex Transm Dis 19: 185192.

17

Вам также может понравиться