Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
299
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
Perguruan Tinggi merupakan jenjang pendidikan formal akhir yang akan melepas
individu untuk bisa terjun langsung ke dalam masyarakat yang secara dinamis
mengalami perkembangan.
Secara formal, kesiapan dan kemampuan mahasiswa sebelum kembali ketengah
masyarakat, mahasiswa harus melalui tugas akhir, yaitu skripsi. Skripsi merupakan
perwujudan dari kemampuan meneliti calon ilmuwan pada jenjang program sarjana
(S1). Penulisan skripsi memberikan pengalaman belajar kepada mahasiswa dalam
menyelesaikan setiap persoalan secara ilmiah. Keharusan menulis skripsi dimaksudkan
agar mahasiswa mampu menerapkan ilmu dan kemampuan sesuai dengan disiplin ilmu
yang dimiliki pada kenyataan yang dihadapi. Selain itu, skripsi merupakan tolak ukur
sejauhmana tingkat pemahaman mahasiswa terhadap ilmu yang dimilikinya.
Skripsi bagi sebagian mahasiswa dianggap sebagai momok yang menakutkan dan beban
yang berat. Tidak sedikit para mahasiswa yang dapat menyelesaikan sekitar 140 SKS
dalam 4 tahun, tetapi ketika harus mengerjakan skripsi yang berbobot 6 SKS, ternyata
ada yang sampai 4 semester baru selesai (Abidin, 2006). Lamanya waktu penulisan
skripsi yang diberikan adalah selambat-lambatnya dua semester. Namun, kenyataannya
masih banyak mahasiswa yang mengerjakan skripsi lebih lama dari waktu yang telah
ditentukan. Banyak faktor yang mungkin menyebabkan hal ini terjadi. Salah satunya
adalah mahasiswa tersebut merasa bahwa pembuatan skripsi itu adalah sulit, sehingga
mereka membutuhkan waktu yang lebih lama dari waktu yang diberikan.
Bagi mahasiswa yang tidak dapat menyelesaikan skripsi pada waktu yang telah
ditentukan, tentu akan mengalami tekanan yang lebih berat dari pada mahasiswa yang
dapat menyelesaiankannya secara waktu ideal. Hal ini akan semakin dirasakan ketika
mengerjakan skripsi, karena waktu yang mereka miliki semakin sempit. Sedangkan
proses mengerjakan skripsi membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sehingga
sebagian dari mereka banyak yang merasakan seperti bekejar-kejaran dengan waktu.
Kondisi yang seperti ini tentu dapat meningkatkan kecemasan (Anton, 2007).
Selain itu juga, Michelle (2004) dalam risetnya memaparkan bahwa mahasiswa dapat
mengalami cemas akibat kesulitan- kesulitan dalam proses penyusunan skripsi. Seperti
kesulitan menentukan latar belakang masalah, teori dan metodologi, ketakutan
menghadapi dosen pembimbing, jenuh, dan lain-lain. Penelitian yang dilakukan oleh
Mujiyah (2001) mengungkap kendala-kendala yang dihadapi mahasiswa dalam
menyusun skripsi : malas, motivasi rendah, takut bertemu dosen pembimbing, dosen
pembimbing yang sulit ditemui, perbedaan persepsi antara pembimbing I dan ke II,
kurang nya refrensi buku, bingung dalam mengembangkan teori, dan lain-lain.
300
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
beberapa waktu (Goleman, 2002). Kecemasan merupakan latihan terhadap sesuatu yang
tidak baik dan mencari cara untuk dapat mengatasi masalah tersebut. Peran kecemasan
adalah mencari pemecahan masalah secara positif terhadap resiko dalam kehidupan
dengan mengantisipasi bahaya yang akan muncul sebelum bahaya yang ditakutkan
tersebut terjadi.
Stoltz (2000) menambahkan bahwa individu yang memiliki kemampuan untuk bertahan
dan terus berjuang dengan gigih ketika dihadapkan pada sebuah permasalahan hidup,
penuh motivasi, dorongan, ambisi, antusiasme, semangat, serta kegigihan yang tinggi
dipandang sebagai individu yang memiliki adversity quotient yang tinggi. Kemudian
individu yang mudah menyerah dan pasrah begitu saja pada keadaan, pesimistik,
memiliki kecenderungan untuk senantiasa bersikap negatif dapat dikatakan sebagai
individu yang memiliki adversity quotient rendah.
301
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
Penelitian tentang adversity quotient telah banyak dilakukan baik di dalam negeri
maupun diluar negeri. Diluar negeri salah satu nya dilakukan oleh Lea Daradal Canivel
dalam tesis nya meneliti bahwa hubungan antara adversity quotient dengan gaya
kepemimpinan kepala sekolah di Filipina dan menunjukan korelasi negatif (Daradal,
2010). Sedangkan penelitian yang dilakukan di dalam negeri dilakukan oleh Lutviandi
yang meneliti tentang pengaruh adversity quotient terhadap kecemasan menghadapi
UAN dan ditemukan bahwa keduanya saling berhubungan (Lutviandi, 2009). Suheil
dalam skripsinya menyatakan bahwa adversity quotient mempengaruhi motivasi
berprestasi siswa dengan membandingkan antara siswa program akselerasi dengan
reguler (Suheil, 2009).
Kecemasan
Davidoff (1991) mendefinisikan kecemasan sebagai emosi yang ditandai oleh perasaan
akan bahaya yang diantisipasikan, termasuk ketegangan dan stress yang menghadang
dan oleh bangkitnya sistem saraf simpatetik. Kecemasan menurut Freud disebabkan
karena dua hal, pertama kecemasan disebabkan karena adanya bahaya yang berasal dari
dunia nyata. Kedua, kesadaran akan hukuman yang berkaitan dengan pelampiasan
dorongan seperti seksual, agresi, dan tindakan amoral lainnya yang pada dasarnya
dilarang oleh norma budaya. Kecemasan akan timbul ketika seseorang tidak siap dalam
menghadapi ancaman.Sementara itu Nevid, et al., (1997) menganggap kecemasan
sebagai suatu keadaan takut atau perasaan tidak enak yang disebabkan oleh banyak hal
seperti kesehatan individu, hubungan sosial, ketika hendak menjalankan ujian sekolah,
masalah pekerjaan, hubungan internal dan lingkungan sekitar.
Kecemasan mengerjakan skripsi pada mahasiswa termasuk kedalam pikiran yang tidak
rasional, yaitu kepercayaan atau keyakinan seseorang tentang ketakutan atau
kekawatiran yang dirasakannya, kemudian sumber ketakutan tersebut menjadi penyebab
timbulnya kecemasan. Dan kecemsan ini dapat membuat seseorang memiliki semangat
yang rendah untuk tetap tangguh dan menjadikan mereka menjadi seorang yang optimis.
302
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
Adversity Quotient
Adversity Quotient (AQ) berasal dari kata adversity yang berarti suatu keadaan yang
sulit dengan tingkatan tingkatannya dan quotient yang berarti kemampuan atau ukuran
yang menunjukan derajat atau tingkat seberapa tangguh seseorang dalam menghadapi
masalah. AQ merupakan satu istilah untuk menjelaskan adanya komponen yang
berfungsi sebagai optimalisasi potensi-potensi dan pengembangan diri manusia. Atau
AQ dapat di artikan sebagai kemampuan seseorang dalam menghadapi sebauah
kesulitan atau hambatan sehingga ia mampu keluar atau memanagemen kesulitan atau
hambatan tersebut menjadi sebuah keberhasilan. Pengertian AQ tertuang kedalam tiga
wujud. Pertama, AQ adalah kerangka konseptual baru dalam memahami dan
meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, AQ merupakan suatu pengukur untuk
mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan. Ketiga, AQ merupakan serangkaian
peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon seseorang terhadap
kesulitan, yang akan mengakibatkan perbaikan efektifitas pribadi dan profesional
seseorang secara keseluruhan (Stolz, 2000).
Stolz (2000) mengemukakan aspekaspek yang terdapat dalam adversity quotient
adalah sebagai berikut :
1. Control, yaitu tingkat kendali yang dirasakan terhadap peristiwa yang menimbulkan
kesulitan. Seberapa besar ia mampu mengendalikan sebuah kesulitan. Indikator
control antara lain mampu mengendalikan diri dalam menghadapi kesulitan, berani
mengambil resiko, mudah bangkit dari ketidakberdayaan.
2. Origin, yaitu siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan. Dan Ownership, yaitu
pengakuan sebagaimana seseorang mengakui akibat akibat kesulitan. Dalam
pengakuan ini apakah seseorang akan mengakui atau akan mempersalahkan dirinya
akibat suatu kegagalan atau peristiwa yang tidak menyenangkan. Indikator dari
aspek ini ialah menempatkan rasa bersalah secara wajar, memandang kesuksesan
sebagai hasil kerja keras yang telah dilakukan, bertanggungjawab atas terjadinya
situasi sulit.
3. Reach, adalah jangkauan. Sejauhmana dampak kesulitan akan dialami terhadap
aspek lain dalam kehidupannya. Indikator nya ialah mampu melakukan pemetaan
masalah dengan tepat, mampu memaksimalkan sisi positif dari situasi sulit.
4. Endurance, adalah daya tahan. Yaitu tentang waktu kesulitan dan penyebab
kesulitan akan berlangsung. Indikator nya ialah menilai kesulitan atau kegagalan
bersifat sementara, mempunyai sifat optimisme.
303
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
Dengan tingkat adversity quotient yang tinggi diharapkan dapat menekan tingkat
kecemasan mahasiswa ketika mengerjakan skripsi. Individu yang memiliki adversity
quotient yang tinggi akan mampu melewati seluruh permasalahan dalam hidup. Individu
akan memiliki semangat yang tinggi dan tidak mudah menyerah. Ketika kecemasan
individu tentang kekawatirannya mengerjakan skripsi muncul, dengan berbekal tingkat
adversity quotient yang tinggi maka individu tersebut akan mampu menghilangkan rasa
cemas dan kekawatirannya. Begitu juga sebaliknya individu yang memiliki tingkat
adversity yang rendah akan lebih mudah merasakan kecemasan tentang kekawatirannya
dalam mengerjakan skripsi. Individu akan lebih mudah menyerah dan pasrah dengan
nasib yang akan diterimanya, serta tidak memiliki semangat dalam menghadapi segala
kesulitan. Mahasiswa yang memiliki kemampuan untuk menghadapi setiap kesulitan
dengan baik ketika mengerjakan skripsi tidak akan memiliki tingkat kecemasan yang
tinggi. Dengan adversity quotient yang tinggi diharapkan akan dapat menurunkan
kecemasan karena mahasiswa memiliki semangat yang tinggi, ketekunan dalam belajar,
serta memiliki kegigihan dan keberanian yang merupakan kemampuan mahasiswa
dalam mengerjakan skripsi.sehingga dengan begitu akan menurunkan derajat tingkat
kecemasan dalam mengerjakan skripsi.
Hipotesis
Ada hubungan negatif antara adversity quotient dengan kecemasan mengerjakan skripsi
pada mahasiswa. Yaitu semakin tinggi adversity quotient pada mahasiswa maka semain
rendah tingkat kecemasan mengerjakan skripsi pada mahasiswa, dan sebaliknya.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan penelitian kuantitatif korelasional antara dua
variabel dengan menggunakan metode penghitungan statistik tertentu sehingga akan
diketahui ada atau tidak hubungan antara dua variabel yang diteliti.
Subjek penelitian
Populasi adalah keseluruan subjek penelitian, karena itu untuk melaksanakan penelitian
tentu ada subjek penelitian yang dijadikan sumber untuk menggali data. Karena dalam
penelitian ini akan menyelidiki tentang hubungan antara adversity quotient dengan
kecemasan mengerjakan skripsi pada mahasiswa, maka sebagai populasinya adalah
mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang yang sedang menempuh skripsi.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik
pengambilan sampel yang dilakukan dengan penetapan sampel oleh peneliti. Peneliti
telah memiliki karakteristik khusus yang sesuai dengan tujuan atau sifat-sifat tertentu
yang dapat menjawab permasalahan penelitian. Dari teknik sampel yang digunakan,
diperoleh jumlah sampel sebanyak 82 mahasiswa.
304
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
Tabel 1 menunjukkan uji validitas skala adversity quotient dari 30 item sebanyak 21
item valid, sedangkan yang tidak valid sebanyak 9 item. Berdasarkan hasil tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa 21 item skala adversity quotient bisa dipakai dalam
penelitian.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa uji reliabilitas ditemukan alfa Skala
adversity quotient dengan keseluruhan indikator sebesar 0,842, sehingga sekala
memiliki keandalan yang cukup tinggi.
305
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
Tabel 2 menunjukkan uji validitas skala kecemasan dari 35 item, 22 item valid dan 13
item tidak valid. Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa 22 item
skala kecemasan bisa dipakai dalam penelitian.
Dari uji reliabilitas didapatkan alfa Skala Kecemasan dengan keseluruhan indikator
sebesar 0,837 yaitu reliabel. Sehingga skala kecemasan ini memiliki keandalan yang
tinggi.
HASIL PENELITIAN
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment yaitu suatu
teknik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel dan hasil dari
penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif antara kedua variabel. Berikut ini
disajikan data-data hasil dari penelitian:
306
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
Adversity quotient dikatakan tinggi dengan nilai mean > 64,50 adalah sebanyak 44
(53,7%) subjek, dan rendah jika nilai mean < 64,50 adalah sebanyak 38 (46,3%) subjek.
Sedangkan kecemasan tinggi dengan nilai mean > 52,74 adalah sebanyak 42 (51,2%)
subjek, dan rendah jika nilai mean < 52,7 adalah sebanyak 40 (48,8%) subjek.
Berdasarkan hasil korelasi dapat dikatakan bahwa ada hubungan negatif yang sangat
signifikan (r = - 0.605; sig = 0.000 < 0.010) antara adversity quotient dengan
kecemasan, dimana semakin tinggi adversity quotient maka kecemasan semakin rendah.
Sumbangan efektif pada penelitian sebesar (r x 100) = 36.6%
307
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
DISKUSI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan
antara adversity quotient dengan kecemasan mengerjakan skripsi pada mahasiswa.
Berdasarkan hasil tersebut hipotesis yang diajukan peneliti diterima, hal ini ditunjukkan
dengan koefisien korelasi r = - 0.605; sig = 0.000 < 0.010.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat adversity
quotient yang tinggi memiliki tingkat kecemasan mengerjakan skripsi yang rendah,
sedangkan mahasiswa yang memiliki adversity quotient yang rendah memiliki tingkat
kecemasan mengerjakan skripsi yang tinggi. Sumbangan efektif dari adversity quotient
terhadap kecemasan mengerjakan skripsi pada mahasiswa sebesar 36,6%, sedangkan
sumbangan sebesar 63,4% diperoleh dari faktor lain.
Tingkat adversity quotient tinggi yang dimiliki oleh mahasiswa yang sedang
mengerjakan skripsi akan menyebabkan mahasiswa mampu bertahan mengatasi
kecemasan dalam mengerjakan skripsi sehingga mereka yang memiliki tingkat adversity
quotient yang tinggi akan lebih terdorong untuk dapat mengerjakan skripsi dengan baik.
Mahasiswa yang mempunyai adversity quotient yang tinggi, ia akan cenderung
mempunyai sikap optimisme, motivasi yang tinggi, ulet, tekun. Sehingga dengan begitu
ia akan mampu menyelesaikan suatu kesulitan dengan baik atau mampu keluar dari
hambatan tersebut. Beberapa aspek inilah yang mampu untuk meminimalisir kecemasan
mahasiswa dalam mengerjakan skripsi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Rogers (1996) bahwa kecemasan
memiliki dua elemen utama. Pertama ketakutan terhadap beban persyaratan eksternal
yang dilihat sebuah ancaman. Apabila dikaitkan dengan kecemasan mahasiswa yang
sedang mengerjakan skripsi, beban eksternal tersebut ialah bahwa skripsi merupakan
suatu persyaratan untuk mahasiswa yang nantinya akan di evaluasi oleh dosen penguji
ketika ujian skripsi. Kemudian elemen yang kedua ialah kekawatiran mengenai
kapasitas mahasiswa untuk menanggulangi ancaman tersebut. Hal ini berhubungan
dengan tingkat keyakinan mahasiswa untuk dapat mengerjakan dan menyelesaikan
tugas akhir yaitu pembuatan skripsi dan keyakinan mahasiswa menghadapi ujian
skripsi.
Hasil penelitian ini senada dengan hasil penelitian Marinda (2009) yang menunjukkan
ada hubungan negatif yang signifikan antara adversity quotient dengan kecemasan
menghadapi ujian nasional pada siswa SMA Negeri 1 Ngemplak Sleman Yogyakarta.
Penelitian tersebut mendukung hipotesis peneliti karena variabel yang kaitannya dengan
adversity quotient dan kecemasan dalam penelitian tersebut adalah berkorelasi negatif
yang signifikan mengingat variabel yang digunakan oleh peneliti berhubungan adversity
quotient dan kecemasan dengan hipotesis negatif yang signifikan. Ditinjau dari faktor
yang digunakan sebagai variabel penelitian, faktor kecemasan dalam penelitian
Marindra (2009) tersebut adalah kecemasan yang berhubungan dengan pengerjaan tugas
yang dirasa berat. Hal ini berbanding sama dengan faktor kecemasan dalam penelitian
ini yang berhubungan dengan pengerjaan tugas yang dirasa berat bagi mahasiswa.
Faktor adversity quotient dalam Marindra (2009) juga berbanding sama dengan
adversity quotient pada penelitian ini yang sama-sama mempengaruhi terhadap
menurunnya kecemasan pada subjek penelitian. Hal ini semakin menguatkan hipotesis
308
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
dalam penelitian ini yang menyebutkan bahwa adversity quotient berkorelasi negatif
signifikan dengan kecemasan menghadapi skripsi pada mahasiswa.
Tingginya adversity quotient pada mahasiswa dan kecemasan pada mahasiswa yang
sedang, menguatkan hipotesis yang diajukan oleh peneliti yaitu semakin tinggi adversity
quotient pada mahasiswa maka semakin rendah kecemasan kecemasan yang dialami
mahasiswa. Hal ini di dukung oleh pernyataan Stolz (2005) bahwa seseorang yang
memiliki adversity quotient yang tinggi adalah mereka yang memiliki kemampuan
untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan, permasalahan, resiko, dan kegagalan agar
dapat mencapai puncak keberhasilan. Mahasiswa yang memiliki kemampuan
menghadapi setiap kesulitan dengan baik ketika menghadapi skripsi tidak akan memiliki
tingkat kecemasan yang tinggi. Dengan adversity quotient yang tinggi diharapkan akan
dapat menurunkan kecemasan karena mahasiswa memiliki semangat yang tinggi
(endurance), ketekunan dalam belajar, serta memiliki kegigihan dan keberanian,
mempunyai control dalam menghadapi kesulitan, mampu mengidentifikasi
permasalahan (origin and ownership), fokus, kesadaran diri (reach) yang merupakan
kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan skripsi.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan sehingga masih sangat jauh dari sempurna. Kelemahan dalam penelitian ini
diantaranya adalah penelitian yang telah dilakukan ini baru tingkat awal untuk
memahami karakteristik variabel kecemasan mengerjakan skripsi yang dipengaruhi oleh
satu variabel bebas yaitu adversity quotient. Kecemasan mengerjakan skripsi sangat lah
kompleks dan banyak sekali faktor yang mempengaruhinya. adversity quotient hanya
memberikan kontribusi kepada kecemasan mengerjakan skripsi sebesar 36,6%, itu
artinya masih ada 63,4% faktor lain yang mempengaruhi munculnya kecemasan
mengerjakan skripsi yang harus nya bisa diteliti lebih mendalam.
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dikemukakan, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara adversity quotient dengan
kecemasan mengerjakan skripsi pada mahasiswa. Semakin tinggi adversity quotient
maka kecemasan mengerjakan skripsi akan semakin rendah, dan sebaliknya semakin
rendah adversity quotient nya maka akan semakin tinggi kecemasan mengerjakan
skripsinya. Implikasi dari penelitian, yaitu diharapkan sebagian besar mahasiswa yang
sedang mengerjakan dapat meminimalisir berbagai hambatan antara lain kecemasan.
Dengan meningkatkan adversity quotient akan bisa meminimalisir tingkat kecemasan
dan mampu mengatasi kesulitan dalam mengerjakan skripsi. Bagi peneliti selanjutnya,
disarankan mencari variabel lain jika akan melakukan penelitian pada mahasiswa yang
sedang mengerjakan skripsi.
309
Jurnal Online Psikologi
Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id
REFERENSI
Abidin, Z. (2006). Pendekatan kualitatif pada skripsi mahasiswa UNDIP tahun 2006.
Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. 2. (3).12-22.
Alwisol. (2006). Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press.
Azwar, S. (2008). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2010). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Calhoun, J. F & Acocella, J. R (1990). Psychology of adjustment and human
relationship. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Canivel, L. D. (2010). Principals adversity quotient: style, performance and practices.
Accessed on Maret 1, 2013 dari http: // www.peaklearning.com/ documents/
PEAK_GRI_legaspi. Pdf.
Huijuan, Z. (2009). The adversity quotient and academic performance among college
student ST. Josephs College, Quezon City. Accessed on Mei 1, 2013 from http:
// www.peaklearning.com/ documents/ PEAK_GRI_legaspi. Pdf.
Jhonson, M. B. (2005). Optimism, adversity and performance: comparing explanatory
style and AQ. Accessed on April 26, 2013 from http: // www.peaklearning.com/
documents/ PEAK_GRI_legaspi. Pdf.
Goelman, D. (2002). Kecerdasan emosional: Mengapa EI lebih penting dari pada IQ.
Gramedia: Jakarta.
Lasmono, H. K. (2001). Tinjauan singkat adversity quotient. Anima (Indonesian
Psychological Journal). 17. (1). 63-38.
Marindra, E. L. (2009). Hubungan adversity quotient dengan kecemasan menghadapi
ujian nasional. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Islam Indonesia.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (1997). Psikologi abnormal jilid II. Jakarta:
Erlangga.
Rogers, A. (1996). Teaching adult. Buckingham: Open University Press.
Santrock, J. W. (2001). Educational psychology. Boston: McGraw-Hill.
Stolz, P. G. (2000). Adversity quotient: Mengubah hambatan menjadi peluang.
Grasindo: Jakarta.
310