Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum fisiografi regional Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949)
dibagi menjadi enam zona fisiografi (Gambar 3.1), yang diuraikan sebagai berikut :
2
dengan Pantai Selatan Pulau Jawa. Pegunungan Selatan Jawa Tengah dapat dibagi
lagi menjadi tiga subzona (Gambar 3.2), yakni :
Subzona Gunungsewu
Daerah ini terletak di bagian selatan Pegunungan Selatan, berupa rangkaian
perbukitan karst berbentuk kerucut dengan arah poros relatif barat timur.
Bukit-bukit tersebut memiliki ketinggian antara 25 150 meter di atas
permukaan laut dengan diameter antara 100 300 meter. Ditinjau dari
struktur geologi, subzona ini merupakan homoklin yang memiliki kemiringan
umum ke arah selatan.
3
Gambar 2.2 Peta pembagian fisiografi Pegungan Selatan Jawa Timur bagian barat (van
Bemmelen, 1949 op cit. Kusumayudha, 2005)
2.1.2 Stratigrafi
4
Muda dan Aluvial (Gambar 3.3). Perincian urut-urutan stratigrafi dari tua ke muda
dan variasi litologinya (Gambar 3.4) adalah sebagai berikut :
5
batulempung dan serpih dengan ketebalan lapisan mencapai 15 cm dan
berstruktur longsoran bawah laut. Pada umumnya formasi ini miskin akan
fosil. Namun ternyata dalam Formasi Semilir ditemukan fosil Globigerina
tripartita KOCH pada bagian bawah formasi dan Orbulina sp. pada bagian
atasnya (Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Sedangkan pada bagian tengah
formasi ini ditemukan Globigerinoides primordius BLOW & BANNER,
Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Globigerina
praebulloides BLOW dan Globorotalia siakensis (LE ROY). Berdasarkan
kumpulan fosil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa umur dari formasi
ini adalah Miosen Awal awal Miosen Tengah.
Formasi ini merupakan endapan turbidit yang terbentuk di daerah kipas
tengah bersaluran dari sistem kipas bawah laut, tepatnya di daerah upper fan
bagian lower. Satuan ini menempati bagian baratlaut daerah Gunungkidul.
Tebal satuan ini mencapai 1200 meter.
6
Globorotalia archeominardi BOLLI, Orbulina suturalis BRONNIMANN,
Orbulina universa DORBIGNY, Globigerinoides trilobus (REUSS) yang
menunjukkan umur Miosen Tengah bagian bawah (Saleh, 1977 op cit. Surono
dkk., 1992). Sehingga dapat disimpulkan bahwa umur dari formasi ini adalah
Miosen Awal Miosen Tengah bagian bawah.
Struktur sedimen yang dijumpai pada satuan ini berupa perarian sejajar,
perlapisan bersusun dan load cast yang menunjukkan adanya aliran debris
(debris flow). Pada bagian atas dari formasi ini ditemukan permukaan erosi
yang menunjukkan adanya pengaruh arus kuat pada saat pengendapan.
Adanya batugamping koral menunjukkan lingkungan laut, sehingga secara
umum, lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran adalah laut yang
disertai longsoran bawah laut. Formasi Nglanggran terutama tersebar di
bagian baratlaut daerah Gunungkidul. Ketebalan formasi ini mencapai 750
meter.
Formasi Sambipitu (Tmss)
Formasi Sambipitu berhubungan menjemari dengan bagian atas
Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran serta tertindih tak selaras oleh
Formasi Oyo. Litologi penyusun formasi ini adalah batupasir dan
batulempung. Bagian bawah Formasi Sambipitu terdiri dari batupasir kasar
dan batupasir halus yang setempat diselingi oleh serpih dan batulanau
gampingan. Setempat dijumpai lensa breksi andesit dan klastika lempung.
Struktur sedimen yang ditemukan berupa perlapisan bersusun, laminasi
sejajar dan gelembur gelombang (current ripple). Struktur sedimen tersebut
menunjukkan mekanisme arus turbid. Bagian atas formasi ini terdiri dari
batupasir yang berlapis baik dan bersisipan dengan serpih, batulempung dan
batulanau. Struktur sedimen pada bagian ini berupa perlapisan bersusun,
laminasi sejajar, silang siur, gelembur gelombang (current ripple), flame
structure dan jejak binatang. Struktur sedimen tersebut juga menunjukkan
adanya longsoran bawah laut yang berkembang menjadi arus turbid.
Fosil yang ditemukan pada formasi ini antara lain Lepidocyclina
verbeeki NEWTON & HOLLAND, Lepidocyclina ferreroi PROVALE,
Lepidocyclina sumatrensis BRADY, Cycloclypeus communis MARTIN,
7
Miogypsina polimorpha RUTTEN, Miogypsina thecideaeformis RUTTEN
yang menunjukkan umur Miosen Tengah (Bothe, 1929 op cit. Surono dkk.,
1992).
Di bagian bawah Formasi Sambipitu ditemukan fosil bentos antara lain
Cibicides sp., Eponides sp., Bulimina sp., Robulus sp., Pseudoclavulina sp.,
Bolivina sp., Nonion sp. dan Uvigerina sp.. Kumpulan fosil tersebut
menunjukkan adanya percampuran antara endapan laut dangkal dan laut
dalam. Bagian atas Formasi Sambipitu mengandung fosil Cibicides sp.,
Eponides sp., Bulimina sp., Robulus sp., Nonion sp., Nodosaria sp.,
Dentalina sp., Entosolenia sp. dan Polymorphinoides sp.. Kumpulan fosil
tersebut juga menunjukkan adanya percampuran antara endapan laut dangkal
dan laut dalam. Berdasarkan fosil, himpunan batuan dan struktur sedimennya,
maka dapat disimpulkan bahwa bagian bawah Formasi Sambipitu
terendapkan dalam submarine canyon sebagai endapan proximal turbidite.
Sedangkan bagian atas Formasi Sambipitu terendapakan dalam submarine
fan sebagai endapan distal turbidite (Datun, 1977 op cit. Surono dkk., 1992).
Tebal satuan ini kurang lebih 230 meter dan semakin menipis ke arah timur.
8
Formasi Wonosari (Tmwl)
Bagian bawah Formasi Wonosari berhubungan menjemari dengan
bagian atas Formasi Oyo. Litologi penyusun formasi ini adalah batugamping
terumbu, kalkarenit dan kalkarenit tufan. Di bagian selatan daerah
Gunungkidul, batugamping terumbu yang masif terdapat pada suatu topografi
karst. Di daerah dekat hulu Kali Urang, batugamping berfosil yang keras
berwarna abu-abu muda dengan struktur bioherma berselang-seling dengan
kalkarenit berwarna abu-abu muda, mengandung struktur silang siur. Semakin
ke utara, sifat tufan semakin besar.
Fosil yang ditemukan dekat dengan alas formasi ini terdiri dari
Orbulina universa DORBIGNY, Lepidocyclina sp., Globorotalia menardii
DORBIGNY dan Globigerina venezuelana HEDBERG. Kumpulan fosil
tersebut menunjukkan kisaran umur antara Miosen Tengah sampai Miosen
Akhir (Kadar, 1974 op cit. Rahardjo dkk., 1995). Sedangkan fosil yang
ditemukan dekat dengan bagian atas formasi ini terdiri dari Globigerinoides
sacculifer BRADY, Globigerinoides obliqus BOLLI, Globoquadrina
altispira (CUSHMAN & JARVIS), Orbulina universa DORBIGNY,
Sphaeoroidinella seminulina (SCHWAGER), Globigerina venezuelana
HEDBERG, yang menunjukkan umur Miosen Akhir sampai Pliosen Awal
(Kadar, 1974 op cit. Rahardjo dkk., 1995). Berdasarkan atas kumpulan dua
fosil tersebut, maka umur Formasi Wonosari berkisar antara Miosen Tengah
Pliosen Awal. Ketebalan formasi ini diperkirakan antara 300 meter - 800
meter. Keterdapatan batugamping terumbu serta kalkarenit pada formasi ini
menunjukkan lingkungan pengendapan laut dangkal (neritik). Satuan ini
melampar luas di sebelah selatan daerah Gunungkidul.
Formasi Kepek (Tmpk)
Formasi Kepek berhubungan menjemari dengan bagian atas Formasi
Wonosari. Litologi penyusun formasi ini terdiri dari napal dan batugamping
berlapis. Formasi Kepek kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang
ditemukan antara lain Globorotalia pelsiotumida BLOW & BANNER,
Globorotalia merotumida, Globoquadrina dehiscens (CHAPMANN, PARR
& COLLINS), Amphystegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina
9
sp. dan Virgulina sp.. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur
Formasi Kepek berkisar antara Miosen Akhir sampai Pliosen dan terendapkan
dalam lingkungan laut dangkal (neritik) (Samodra, 1984 op cit. Surono dkk.,
1992). Tebal satuan ini diduga kurang lebih 200 meter.
Endapan Gunungapi Merapi (Qvm)
Endapan ini terletak tidak selaras di atas Formasi Kepek dan Formasi
Wonosari. Satuan ini didominasi oleh tuf, abu, breksi, aglomerat dan leleran
lava. Umumnya endapan ini berupa endapan lahar dari Gunung Merapi yang
masih aktif hingga saat ini. Tidak ditemukan fosil dalam satuan ini. Kegiatan
gunungapi ini diduga dimulai sejak Plistosen Akhir. Satuan ini melampar di
bagian barat daerah Gunungkidul.
Aluvial (Qa)
Satuan ini menindih tidak selaras Formasi Kepek dan Formasi
Wonosari. Satuan ini didominasi oleh kerakal, pasir, lanau dan lempung.
10
dan Juring. Kelurusan ini juga diinterpretasi berasosiasi dengan ubahan yang
terbentuk pada daerah Godean.
Litologi daerah Godean terdiri dari 4 kelompok batuan yaitu batuan beku,
sedimen campuran antara vulkanik dengan endapan klastika butiran halus,
piroklastik, dan aluvial. Keberadaan batuan ini tidak terlepas dari kemungkinan
kompleksnya pembentukan batuan di daerah Godean, yang diperkirakan sebagai
bagian dari sistem gunung api kaldera Godean yang masih perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut. Satuan pirklastik dan sedimen vulakniklastik masih sulit
dipisahkan dalam penelitian ini, serta endapan longsoran dan fluvio-vulkanik
masih digabungkan. Geologi daerah Godean, dibagi menjadi satuan intrusi andesit
mikrodiorit, satuan andesit dasitik dasit, satuan dasit, satuan basal, dan satuan
sedimen vulkaniklastika (Gambar 1). Batuan beku daerah Godean terdiri dari
andesit porfir mikrodiorit pada daerah G. Berjo, Butak, sampai Ngampon
dengan sebaran selatan timurlaut, batuan andesit dasit pada G Wungkal, Basalt
pada Gunung Juring serta tuf batulempung tufan yang banyak tersingkap di
sekeliling Gunung Wungkal dan Gede. Batuan beku disebandingkan dengan
Formasi Andesit Tua dan batuan tuf lempungan disebandingkan dengan anggota
Formasi Nanggulan. Gunung Wungkal, Godean, terdiri dari litologi dasit (walau
terlihat transisi andesit menuju dasit) yang cukup luas dengan batuan sedimen
vulkaniklastik di sekitarnya. Batuan di daerah Wungkal tergolong menjadi batuan
subvulkanik yang tidak keluar ke permukaan, yang kemudian mengalami proses
hidrotermal dan pelapukan kuat. Batuan klastika di Wungkal terdiri dari tuf dan
batulempung tufan, yang diinterpretasi sebagai endapan sedimen lingkungan
danau atau laut dangkal. Pola sebaran sedimen ini berada disekeliling gunung
Wungkal, dan beberapa terdapat sebagai senolit dengan pola
teratur yang dinterpretasi sebagai robohan atap intrusi. Pada kontak dengan
sedimen vulkaniklastik ini juga, terdapat pengisian mineral sekunder berupa
klorit dan epidot. Struktur geologi daerah Wungkal, sulit dijumpai secara optimal
karena kondisi sudah sangat lapuk. Namun kelurusan kelurusan dari zona shear
dapat diperoleh dilapangan dengan arah dominan N32E dan N10E, yang juga
mempengaruhi sebaran mineral lempung. Zona zona lemah ini banyak tersebar
pada bagian Wungkal selatan.
11
Gambar 2.3. (a) Peta geologi dan (b) peta alterasi daerah Wungkal, Godean, Yogyakarta.
Analisa geokimia unsur utama batuan, dilakukan pada sampel
GD_009_RO yang kemudian dipadukan bersama dengan data geokimia penelitian
sebelumnya (Bronto, 1999; Bakar, 1995) serta dikompilasi dengan pembanding
batuan busur kepulauan berkomposisi intermediet sampai asam dari data PetDB
(www.earthchem.org/petdb) yang telah dilakukan seleksi (Tabel 1). Analisa
geokimia menunjukan bahwa conto batuan beku GD_09_RO didaerah Wungkal
adalah termasuk kedalam batuan asam dengan nama dasit (TAS diagram oleh Le
Maitre et al, 1989) riodasit (pada diagram R1-R2) dengan afinitas kapur alkali
(pada AFM diagram oleh Irvine & Baragar), serta batuan ini masuk kedalam
tatanan tektonik busur gunung api kepulauan (pada diagram Ti-Mn-P oleh Pearce
& Cann, 1973).
12
BAB III
DASAR TEORI
gaya Coloumb antara dua kutub magnetik m1 dan m2 yang terpisah sejauh r
dalam bentuk
13
mm
1 2
F r (3.1)
r 2
Keterangan :
M = Momen Magnetik ( A.m2)
I = Arus Listrik (A)
Area = Area Penampang (m2)
I=k.H (3.3)
Keterangan :
14
Magnetisasi yang dihasilkan sebanding dengan kuat medan yang
mempengaruhinya yang bergantung pada nilai suseptibilitas magnetik (k) medium
tersebut.
m
F 1
H
m2 r 2 R (3.4)
Keterangan :
15
M=m/V (3.5)
2
m = Momen Magnet (Am )
3
V = Volume (m )
16
Arah garis-garis medan magnet atau arah induksi magnet yang ditimbulkan
oleh arus listrik tersebut dapat ditentukan dengan Kaidah Tangan Kanan. Jika
arah ibu jari menunjukkan arah arus listrik maka arah lipatan jari lainnya
menunjukkan arah medan magnet atau arah induksi magnet.
H= X 2 +Y 2 (3.6)
F= X 2 +Y 2+ Z 2 (3.7)
Selain itu medan magnet bumi juga mempunyai parameter fisis, lainnya
yaitu sudut inkliasi dan sudut deklinasi. Sudut inklinasi dinyatakan dengan:
17
Z
I =arctan
X 2 +Y 2
(3.8)
Sudut inkliasi positif di bawah bidang horizontal dan negatif di atas bidang
horizontal. Sedangkan sudut deklinasi positif ke arah timur geografis dan negatif
ke arah barat geografis. Sudut deklinasi deklinasi dinyatakan dengan:
Y
D=arctan
X 2 +Y 2
(3.9)
18
atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat. Beberapa
sumber medan luar antara lain:
1. Perubahan konduktivitas listrik lapisan atmosfer dengan siklus 11
tahun.
2. Variasi harian dengan periode 24 jam yang berhubungan dengan
pasang surut matahari dan mempuyai jangkau 30 nT.
3. Variasi harian dengan periode 25 jam yang berhubungan dengan
pasang surut bulan dan mempunyai jangkau 2 nT.
4. Badai Magnetik yang bersifat acak dan mempuyai jangkau sampai
dengan 1000 nT.
3. Medan Magnet Lokal/ Pengaruh Anomali
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal
field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral
bermagnet seperti magnetite, titanomagnetite dan lain-lain yang berada di kerak
bumi.
2. Variasi harian
Variasi harian adalah variasi medan magnetik bumi yang sebagian besar
bersumber dari medan magnet luar. Medan magnet luar berasal dari perputaran
arus listrik di dalam lapisan ionosfer yang bersumber dari partikel-partikel
19
terionisasi oleh radiasi matahari sehingga menghasilkan fluktuasi arus yang dapat
menjadi sumber medan magnet. Jangkauan variasi ini hingga mencapai 30 gamma
dengan periode 24 jam. Selain itu juga terdapat variasi yang amplitudonya
berkisar 2 gamma dengan periode 25 jam. Variasi ini diasosiasikan dengan
interaksi ionosfer bulan yang dikenal dengan variasi harian bulan (Telford, 1976).
3. Badai Magnetik
Badai magnetik adalah gangguan yang bersifat sementara dalam medan
magnetik bumi dengan magnetik sekitar 1000 gamma. Faktor penyebabnya
diasosiasikan dengan aurora. Meskipun periodenya acak tetapi kejadian ini sering
muncul dalam interval sekitar 27 hari, yaitu suatu periode yang berhubungan
dengan aktivitas sunspot (Telford, 1976). Badai magnetik secara langsung dapat
mengacaukan hasil pengamatan.
Variasi medan magnetik yang terukur di permukaan merupakan target dari
survei magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali magnetik berkisar
ratusaan sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang yang lebih besar
dari 100.000 nT yang berupa endapan magnetik. Secara garis besar anomali ini
disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnet induksi. Medan
magnet remanen mempunyai peranan yang besar pada magnetisasi batuan yaitu
pada besar dan arah medan magnetnya serta sangat rumit diamati karena berkaitan
dengan peristiwa kemagnetan yang dialami sebelumnya. Sisa kemagnetan ini
disebut dengan Normal Residual Magnetismyang merupakan akibat dari
magnetisasi medan utama.
Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan dari
keduanya, bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet
induksi maka anomalinya bertambah besar, demikian pula sebaliknya. Dalam
survei geomagnet, efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan
magnet kurang dari 25% medan magnet utama bumi. (Telfrod, 1979).
3.9. Koreksi Data Magnetik
Untuk mendapatkan anomali medan magnetik yang menjadi target
survei, maka data magnetik yang telah diperoleh harus dibersihkan atau
dikoreksi dari pengaruh beberapa medan magnet yang lain. Secara umum
beberapa koreksi yang dilakukan dalam survei magnetik meliputi:
20
1. Koreksi harian
Koreksi harian adalah koreksi yang dilakukan terhadap data magnetik
terukur untuk menghilangkan pengaruh medan magnet luar atau variasi harian.
2. Koreksi IGRF
H = Ho + H +Hvar (3.10)
H = H - Ho Hvar (3.11)
Pengukuran yang menggunakan minimal dua buah alat PPM seri G-856
atau lebih, dimana satu buah untuk pengambilan data base yang penempatan alat
PPM tersebut dipasang pada tempat yang bebas dari noise guna mencatat nilai
variasi harian dan tetap sedangkan satunya untuk pengambilan data di lapangan
guna mencatat intensitas medan total dari tiap lintasan.
21
Gambar 3.4. Ilustrasi Pengukuran Base Rover
3.11. Filtering
3.11.1 Reduce to Pole
Keterangan :
I = inklinasi geomagnetik
D = deklinasi geomagnetik
L() = tujuan vektor gelombang dengan derajat azimutnya
Ia = inklinasi yang digunakan untuk koreksimagnetik
22
Gambar 3.5. (a)Sebelum direduksi (b)Setelah direduksi (http://static-
content.springer.com)
23
prinsipnya filter RTP dan RTE adalah mengubah anomali medanmagnet yang
dipole menjadi monopole.
Parameternya :
H adalah jarak pada ground unit, yang relatif digunakan untuk kelanjutan
kebawah pada observasi .
24
fourier, sinyal atau citra dapat dilihat sebagai suatu obyek dalam domain
frekuensi.
25
"Geosoft" dibeli oleh Paterson, Grant dan Watson Ltd pada tahun 1984,
yang terus mengembangkan perangkat lunak Geosoft untuk aplikasi
geofisika. Geosoft mengembangkan produk software yang beroperasi pada
desktop, server yang dan internet cloud platform. Berikut ini adalah merek
produk primer yang dimiliki dan dikembangkan oleh Geosoft.
Pemetaan Software pada program ini dapat di gunakan pada aplikai
Oasis montaj, Oasis montaj adalah pengolahan informasi dan pemetaan
platform perangkat lunak spasial untuk geofisika eksplorasi dan pemodelan
geologi yang diterapkan untuk sumber daya eksplorasi. Sistem ini
diperpanjang oleh pengguna untuk memenuhi kebutuhan eksplorasi tertentu
menggunakan Developer GX, Geosoft Target digunakan dalam eksplorasi
mineral untuk mengelola, melihat dan model eksplorasi pengeboran
informasi sebagai bagian dari mendefinisikan deposit mineral ekonomi
untuk pertambangan.
Kepentingan software dari Paterson, Grant dan Watson yang
berpindah haluan untuk membentuk Geosoft Incorporated di pada tanggal
1 Februari 1986. Pada bulan Juli 2007, Geosoft memperoleh hak perangkat
lunak untuk program pemodelan potensi-bidang GM-SYS dari Corvallis,
Oregon perusahaan Northwest Geofisika Associates. Sebagai bagian dari
akuisisi perusahaan riset Geosoft (USA) Research Inc didirikan pada
Corvallis, Oregon untuk mempekerjakan tim pengembangan GM-SYS dan
melanjutkan pengembangan GM-SYS dan teknologi yang terkait.
26
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
27
Gambar 4.1. Desain Survey
28
4.2. Peralatan dan Perlengkapan
29
4.3 Diagram Alir Pengambilan Data
MULAI
CEK ALAT
SELESAI
30
4.4 Pembahasan Diagram Alir Pengambilan Data
Pembahasan tentang diagram alir pengambilan data dilapangan
menggunakan alat PPM adalah sebagai berikut :
31
4.5 Diagram Alir Pengolahan Data
32
4.6 Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Pembahasan tentang diagram alir pengambilan data dilapangan
menggunakan alat PPM adalah sebagai berikut :
1. Data yang sudah didapatkan dari akuisisi data lapangan diolah dengan
menggunakan Microsoft Excel, dalam pengolahannya harus memilih data
yang dinilai paling stabil agar hasil yang diperoleh benar-benar
menggambarkan daerah pengukuran.
2. Kemudia setelah data diolah, kemudian membuat grafik Hvar vs Posisi
dan grfaik Ha vs Waktu.
3. Kemudian nilai X dan Y yang didapatkan pada saat akuisisi data
dilapangan di input pada software Surfer lalu di simpan dalam bentuk .dat
agar bisa dibuka dalam software Oasis Montaj.
4. Lalu data yang sudah disimpan dalam bentuk .dat tersebut dibuka dalam
software Oasis Montaj untuk mendapatkan peta TMI, RTP, RTE, dan
Upward Continuation, dalam pembuatan peta Upward Continuation
menggunakan kelipatan 20 meter dan dibuat sebanyak 5 peta Upward
Continuation.
5. Setlah membuuat peta tersebut, kemudian membuat sayatan pada peta
Upward Continuation 100 yang akan dibuat penampang 2.5D. dari sayatan
tersebut kemudian dilakukan Fast Fourier Transformation untuk
mengubah domain frekuensi menjadi domain spasial. SFFT dilakukan
dnengan bantuan software Mathlab, kemudian niali yang dihasilkan diolah
lagi dengan mengguakan Microsoft Excel untuk mendapatan nilai
kedalaman dari sayatan yang telah dibuat.
6. Apabila nilai kedalaman sudah didapatkan kemudian membuat penampang
2.5D dengan menggunakan software Oasis Montaj berdasarkan sayatan
yang sudah dibuat, usahakan error sekecil mungkin.
7. Kemudian dari peta dan penampang yang telah dibuat diinterpretasikan
dengan bantuan tinjauan pustaka maupun literature geologi yang telah
disiapkan sebelumnya.
8. Selesai.
BAB V
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
34
Hvar vs waktu
800
600
400
200
0 Hvar vs waktu
-200:03 :00 :55 :25 :54 :13 :18 :07 :01 :59 :31
1 5 1 8 7 2 7 6 3 9 9
:2 3:3 3:4 3:4 4:0 4:1 4:3 4:4 4:5 5:0 5:1
13
-400 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
-600
-800
-1000
-1200
Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara koreksi harian dan waktu
pengukuram metode geomagnetik base rover. Terdapat 20 buah titik pengukuran
pada lintasan 7. Terlihat bahwa grafik di atas memiliki struktur yang tidak konstan
artinya, titik titik tersebut tidak beraturan. Dari grafik tersebut terlihat bahwa
nilai koreksi harian memiliki nilai negatif dan positif. Pada titik pegukuran 1
sampai titik pengukuran 3 mengalami kenaikan koreksi harian dengan nilai
koreksi harian 0 samapai dengan 634,259 yang bernilai positif pada rentang
waktu 13:21 ;03 sampai jam 13; 35 : 32. Pada koreksi harian titik 4 sampai titik 6
mengalami penurunan nilai koreksi harian dari nilai 531,134 sampai dengan
93,625 dengan jangka waktu 13:38:45 sampai dengan 13:44:25 yang masih
bernilai positif. Pada titik pengukuran 7 dan 11 terlihat nilai koreksi harian
mengalami naik turun pada rentang waktu 13:48:25 sampai dengan 14:12:13.
Pada titik pengukuran 12 sampai dengan titik 21 nilai koreksi harian tidak
mengalami kenaikan yang signifikan dengan nilai koreksi harian -987,57 sampai
dengan -992,16.. Dapat disimpulakan dari pengukuran nilai koreksi harian
terhadap waktu, waktu pengukuran mempengaruhi nilai dari koreksi harian
tergantung dari cuaca saat melakukan pengukuran karena nilai koreksi harian
dipengaruhi oleh adanya matahari dan bulan. Dari data perbandingan nilai koreksi
harian terhadapa waktu dapat disimpulkan bahwa semakin siang waktu
35
pengukuran maka nialai koreksi harian semakin tinggi. Sedangkan semakin sore
waktu pengukuran,maka nilai koreksi harian semakin kecil. Hal ini sebanding
dengan pengukuran yang dilakukan seiang hari sampai sore hari yang mana
terlihat semakin sore pengukuran yang dilakukan maka nilai koreksi harian
semakin kecil bahkan sampai negatif.
36
5.3 Grafik Ha vs Posisi
Ha vs Posisi
1500
1000
500 H vs Posisi
0
15 98 00 99 04 98 02 95 09 01 49
4 50 448 448 446 446 444 444 442 442 440 441
-500
91 91 91 91 91 91 91 91 91 91 91
-1000
37
setiap titik pengukuran pada daerah gunung Wungkal Godean Sleman Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki nilai intensitas yang berbeda.
38
5.4 Peta TMI
39
Hal ini dapat terjadi karena biasanya kandungan mineral pada batuan intrusi
memiliki sifat magnet yang tinggi dibandingkan dengan batuan sekitarnya.
Namun hal ini belum dapat dipastikan karena peta TMI masih belum bisa
digunakan untuk interpretasi, karena masih banyak noise dan harus dilakukan
filtering terlebih dahulu.
40
5.5 Peta RTP
Gambar 5.5 merupakan gambar peta Reduce to Pole, yang dalam prinsipnya Reduce
to Pole merupakan filtering yang mentransformasikan anomali magnetik disuatu
lokasi berada pada kutub utara magnetik bumi. pada peta diatas dapat diindikasikan
letak intrusi berada disebelah timur daerah penelitian dan relative menyebar kea rah utara dan
selatan dari intrusi tersebut. Pada peta ini nilai kemagnetan dibagi menjadi tiga kelompok
utama, yaitu : Anomali magnet dengan nilai antara -3346.9 hingga -1910.2 nT yang
ditunjukkan dengan warna biru tua hingga biru muda merupakan daerah yang
memiliki nilai anomaly rendah. Anomali magnet dengan nilai antara -1678.5
hingga -1095.1 nT yang ditunjukkan dengan hijau hingga kuning merupakan
daerah yang memiliki nilai anomaly sedang. Anomali magnet dengan nilai antara
-805.7 hingga 3421.4 nT yang ditunjukkan dengan warna jingga hingga merah
muda merupakan daerah yang memiliki nilai anomaly tinggi.
Daerah yang memiliki nilai intensitas sedang hingga tinggi yang di
gambarkan dengan warna jingga hingga merah muda diindikasikan sebagai daerah
41
intrusi batuan beku yang berupa andesit dan dasit. Dari tinjauan pustaka yang ada,
dasit memiliki nilai FeO dan Fe2O3 yang lebih besar dibandingkan batuan lainnya,
sehingga emiliki respon magnetic yang lebih tinggi dan digambarkan dengan
warna merah muda pada peta tersebut.
42
5.6 Peta Anomali Regional
43
paling tinggi adalah warna merah jambu. Rentang nilai intensitas medan
magnetnya adalah dari -1314,2 nT sampai 295,3 nT.
Bahwasannya bisa kita lihat dari peta Upward Continuation di atas
merupakan hasil dari pemfilteran dengan Metode Upward Continuation yang
mana bertujuan untuk melihat kondisi di daerah penelitian secara luas atau
regional. Dilakukan pemfilteran mulai dari 20 dengan kelipatan 20 sampai lima
kali pemfilteran sehingga yang terakhir didapat pemfilteran dengan nilai filter
100.
Jika dilihat secara seksama, semakin nilai pemfilteran dinaikkan maka
akan semakin pudar pula warna dari medan magnet yang dibaca. Ini menunjukkan
semakin dinaikkannya nilai pemfilteran maka semakin luas pula pandangan
pembacaan terhadap suatu anomali, target ataupun nilai medan magnet itu sendiri.
Namun juga dapat diartikan bahwasannya semakin di naikkan nilai filternya maka
kita bisa melihat kemenerusannya.
Terdapat beberapa point of interest disini yang mana pada saat pemfilteran
pada nilai pemfilteran 20 sampai 100 persebaran intensitas magnetik yang
berwarna merah terlihat sangat jelas di bagian bawah kiri atau di sebelah Barat
Laut pada peta tersebut dan juga pada Timur Peta dan terjadi perubahan yang
sangat sedikit sehingga dapat dikatakan kemenerusannya sangat dalam. Berarti
dapat diartikan bahwa lapisan di daerah tersebut menerus sampai bawah
permukaan dan memiliki luasan yang besar. Bedasarkan perbadingan peta-peta
Intensitas Medan Magnet yang telah difiltering dengan upward continuation
diperoleh perbedaan yang dapat dilihat pada bagian utara peta Intensitas Medan
Magnet yang memiliki nilai intesitas medan magnet sedang. Sedangkan pada peta
yang telah difilter, bagian utara peta mengalami penurunan meskipun penurunan
nilai intensitas medan magnet tidak terlalu signifikan. Pada bagian selatan peta
Intesitas Medan Magnet mengalami penurunan nilai intensitas medan yang mana
pada peta Intensitas Medan Magnet memiliki nilai intensitas medan magnet yang
sedang, kemudian setelah di filtering upward continuation mengalami penurunan
dari intensitas medan rendah menjadi nilai intesitas medan magnet sangat rendah
yang ditunjukan dengan warna biru tua pada daerah tersebut. Pada daerah yang
memiliki nilai intensitas medan magnet yang rendah, yang terletak pada bagian
44
selatan peta dapat ditafsirkan adanya proses magmatik yang berupa adanya proses
alterasi yang mengakibatkan terbentuknya mineral mineral yang menyebabkan
respon magnet daerah tersebut menjadi rendah seperti mineral kuarsa dari alterasi
hidrotermal . Pada daerah dengan nilai intensitas medan magnet yang tinggi dapat
ditafsirkan adanya litologi yang memiliki nilai susepbilitas yang tinggi. Jika
ditinjau dari geologi daerah penelitian daerah tersebut merupakan persebaran
litologi berupa batuan beku andesitic yang tersebar pada daerah timur daerah
penelitian yang memanjang dari utara sampai selatan.
45
5.7 Peta Anomali Residual
46
perbandingan peta peta tersebut perubahan tidak terlalu ada perubahan
secara signifikan. Pada bagian timur laut peta yang menurus ke arah selatan
pada bagian tenggara peta nilai intensitas medan magnet tidak terlalu ada
perubahan yang memiliki nilai intensitas medan magnet yang relatif besar.
Pada peta residual 20 menunjukan perbedaan terhadap peta TMI
yang dikurangkan dengan peta upward continuation , dimana peta residual ini
bersifat lokal, sehingga menunjukan klosur-klosur yang banyak akibat
melakukan pengurangan yang menghasilkan pendekatan terhadap anomali
pada daerah penelitian. Pada peta tersebut dapat di intepretasikan bahwa
daerah bagian tengah hingga ke barat pada peta menunjukan nilai intensitas
magnetik yang tinggi yakni dengan interval 91 118,4 nT. Berbeda halnya
pada bagian timur menunjukan nilai intensitas magnetik yang sangat tinggi
dengan interval yang tersebar dari utara sampai ke selatan dengan nilai
intensitas medan magnet 114,7 nT sampai dengan 332,1 nT.
Pada peta residual 40 dapat diketahui perbandingan dengan peta
Intensitas Medan Magnet menunjukan perbedaan yang tidak signifikan
dimana pada daerah bagian barat memiliki nilai intensitas magnetik yang
tinggi ditunjukan dengan warna pink dan merah yang semakin menyebar pada
daerah bagian tengah menuju barat dimana memiliki interval 210,2 nT sampai
dengan 325,2 nT. Berbeda halnya pada bagian selatan menunjukan nilai
intensitas magnetik yang rendah dengan interval -470,2 sampai dengan -229,8
nT.
Pada peta residual 60 menunjukan perbedaan terhadap peta
Intensitas Medan Magnet dimana pada daerah barat tengah hingga barat
menunjukan nilai yang tinggi dimana semakin terlihat memiliki intensitas
magnetik yang mulai menyebar pada daerah tersebut dengan interval 217,3
sampai dengan 287,6 nT. Pada peta Residual 60 ini terdapat klosur klosur
dengan nilai Intensitas Medan Magnet yang rendah.
Apabila dibandingkan dengan peta Intesitas Medan Magnet, pada
peta residual 80 menunjukan hasil yang semakin banyak klosur yang berbeda
dengan peta Intesitas Medan Magnet. Berdasarkan peta tersebut warna yang
ditunjukan pada daerah tengah hingga barat menunjukan nilai intensitas
47
magnetik yang tinggi dengan interval -557 nT sampai dengan 1005,9 . Pada
peta ini klosur klosur yang ditunjukan semakin banyak, hal ini dapat
ditafsirkan karena adanya proses magmatic yang mengakibatkan adanya
proses alterasi yang dijumpai pada lapangan yang membentuk urat urat
kuarsa yang bersifat rendah dalam respon magnet.
Peta dengan residual 100 menunjukan perbedaan yang sangat
signifikan apabila dibandingkan dengan peta Intensitas Medan Magnet, hal
tersebut karena semakin tinggi nilai upward maka peta yang dihasilkan juga
akan semakin lokal dimana klosur-klosur pada peta akan semakin terlihat,
seperti daerah bagian timur yang menunjukan nilai berwarna biru yang
memiliki interval -464,4 hingga -577.9 nT yang menunjukan nilai intensitaas
magnetik yang rendah.
Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa nilai yang
berwarna tinggi merupakan singkapan dari intrusi andesit, batuan adesitik
tersebut tersingkap akibat adanya gaya tekanan dari bawah yang
menyebabkan munculnya batuan tersebut ke permukaan. Sedangkan pada
daerah yang memiliki nilai intenitas magnetik yang rendah merupakan
alterasi hidrotermal berupa mineral kuarsa, alterasi tersebut terjadi pada urat
(vein) dimana mengalami pengangkatan sehingga tersingkap pada daerah
penelitian tersebut. Semakin ditingkatkan nilai filter residualnya maka akan
menunjukan klosur-klosurnya, sehingga dapat mengetahui persebarn dari
alterasi hidrotermal serta intrusi andestitik yang tersingkap di permukaan.
48
5.8 FFT (Grafik FFT dan Tabel Kedalaman)
49
5.9 Pemodelan 2,5 D
D is ta n c e ( k m )
-6.00
0.00
6.00
800.00 Btz
M a g n e tic s (n T )
Btx
(n T /m )
0.00
-800.00
=Observed, =Calculated, =Error 252.162
999.90
G ra v ity ( m G a ls )
(E o tv o s )
999.60
999.30
=Observed, =Calculated, =Error 0
999.00
Air Rock 1_C#2
D=0, S=0 D=2.67, S=0
0.00 Rock 1_C#5
D=2.67, S=0
M=0.01, MI=55, MD=26
D e p th ( k m )
0.80
Rock 1_C#8 Rock 1_C#3
D=2.67, S=0.001 D=2.67, S=0.005
M=0.01, MI=76, MD=168 M=0.01, MI=18, MD=93
D=0, S=0
0.00
Rock 1_C#
1 4
2
3
5
6
7
8
D=2.67, S=0.001
0.005
0
0.004
0.002
M=0.01,
0.004,MI=
0.007, MI=
18,
55,
76,
40,MD=
54, MD=
93
26
168
-91
33
T im e ( S e c o n d s )
3.00
6.00
9.00
50
intensitas kemagnetan yang cukup tinggi berdasarkan hasil pengukuran
dilapangan. Nilai intensitas kemagnetan batuan dengan rentang yang tinggiini
diiterpretasikan sebagai batuan beku yang berada dibawah batuan sedimen dengan
nilai intensitas kemagnetan yang lebih rendah. Tubuh batuan beku ini
mempengaruhi besarnya nilai anomali intensitas kemagnetan di area sayatan yang
digunakan. Sehingga bentuk pemodelan pada kedalaman terjauh dari permukaan
digambarkan dengan kemiringan kearah barat dan timur pengkuran. Lapisan yang
ditunjukkan denganm nilai intensitas yang lebih rendah pada bagian tengah peta
dengan pelamparan utara selatan diinterpretasikan sebagai lapisan batupasir
pada bagian atas pemodelan.
Pada bagian tengah area pengambilan data seluruh kelompok terdapat
beberapa titik dengan nilai yang sangat rendah sehingga diinterpretasikan sebagai
titik hasil alterasi batuan samping dari pergerakan intrusi batuan beku melewati
rekahan rekahan yang ada pada batuan diatasnya. Selain hasil alterasi batuan
beku dibawah permukaan, nilai yang rendah pada peta sayatan diinterpretasikan
sebagai endapan batugamping dan batulempung yang lebih besar nilai
kemagnetannya.
51
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari proses akuisis data yang tela dilakukan dan telah diolah, maka dapat
ditarik kesmipulan bahwa :
Pada grafik Hvar vs Waktu dapat dilihat bahwa pada titik pengukuran 1
hingga 3 mengalami kenaikan koreksi harian dengan nilai maksimum
634,259 pada pukul 13:21:03 hingga 13:35:32. Pada titik pengukuran ke 4
hingga 6 mengalami penurunan nilai koreksi harian dengan nlai terendah
93,625 pada pukul 13:38:45 hingga 14:12:13. Pada titik pengukuran 12
sampai dengan titik 21 nilai koreksi harian tidak mengalami kenaikan yang
signifikan dengan nilai koreksi harian -987,57 sampai dengan -992,16.,
sehingga dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu pengukuran
mempengaruhi nilai dari koreksi harian tergantung dengan cuaca saat
melakukan proses pengukuran, selain itu nilai koreksi juga dipengaruhi
oleh bulan dan matahari.
Berdasarkan grafik Ha vs Posisi yang telah dihasilkan, dapat disimpulkan
bahwa nilai Ha sangat di pengaruhi dengan posisi atau letak titik
pengukuran. Hal ini dibuktikan dengan sangat bervariasinya nilai
intensitas kemagnetan yang dihasilkan pada daerah pengukuran tersebut.
Pengaruh ini biasanya dapat berupa benda-benda yang mengandung
magnet, cuaca pada daerah pengukuran dan lain sebagainya.
Pada perhitungan matematis mengggunakan bantuan software Mathlab
dan Ms.Excel diperoleh kedalaman daerah titik pengukuran sebesar
6.2. Saran
Pada saat melakukan akuisis data di lapangan, sebaiknya dalam
pengambilan data seorang surveyer tidak membawa gadget, karena hal tersebut
52
dapat mempengaruhi nilai intensitas kemagnetan yang terbaca pada daerah
tersebut, sehingga dat yang dihasilkan kurang mencerminkan keadaan yang
sebenernya pada daerah penelitian.
53