Вы находитесь на странице: 1из 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Metode geomagnetik merupakan salah satu metode dalam geofisika pasif,
dimana dalam penerapannya menggunakan sifat kemagnetan alami batuan.
Metode ini didasarkan pada pengukuran intensitas medan magnet pada batuan
yang timbul karena pengaruh dari medan magnet bumi saat batuan itu terbentuk.
Kemampuan suatu batuan untuk dapat termagnetisasi sangat dipengaruhi oleh
oleh factor susceptibilitas batuan itu sendiri. Objek pengamatan dari metode ini
adalah benda yang bersifat mangnetik, dapat berupa gejala struktur bawah tanah
permukaan ataupun batuan tertentu. Metode ini dapat digunakan sebagai
preliminary survey untuk menentukan bentuk geometri dari bentuk basement,
intrusi dan patahan. Metode magnetic didasarkan pada pengukuran variasi
intensitas medan magnetic di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya
variasi distribusi benda termagnetisasi dibawah permukaan bumi (suseptibilitas).

1.2. Maksud dan Tujuan


Praktikum pengenalan alat kali ini bermaksud untuk dapat memahami dan
mengerti bagaimana cara perhitungan dan pengolahan data base-rover yang
dimana data tersebut diperoleh merupakan data hasil akuisisi pada daerah
penelitian. Tujuan praktikum pengenalan alat kali ini adlah mendapatkan gravis
Hvar terhadap waktu, Ha terhadpa posisi, peta TMI, Peta RTP, Peta Upward
Continuation, Peta Residual, dan Pemodelan 2.5D.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional


2.1.1 Fisiografi

Secara umum fisiografi regional Jawa Tengah oleh van Bemmelen (1949)
dibagi menjadi enam zona fisiografi (Gambar 3.1), yang diuraikan sebagai berikut :

Dataran Aluvial Jawa Utara


Gunungapi Kuarter
Antiklinorium Bogor, Rangkaian Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan
Kendeng
Zona Depresi Jawa Tengah
Rangkaian Pegunungan Serayu Selatan
Pegunungan Selatan Jawa

Gambar 2.1 Peta fisiografi Jawa Tengah (van Bemmelen, 1949)

Berdasarkan peta fisiografi Jawa Tengah, daerah Gunungkidul termasuk


dalam zona Pegunungan Selatan Jawa Timur bagian paling barat. Rangkaian
pegunungan ini memiliki poros yang relatif berarah barat timur, yang sejajar

2
dengan Pantai Selatan Pulau Jawa. Pegunungan Selatan Jawa Tengah dapat dibagi
lagi menjadi tiga subzona (Gambar 3.2), yakni :

Subzona Pegunungan Selatan bagian utara


Daerah ini terdiri dari Rangkaian Punggungan Baturagung (Baturagung
Range), Masif Panggung (Panggung Massive) dan Punggungan Plopoh
(Plopoh Range). Secara umum, daerah Pegunungan Selatan bagian utara
merupakan perbukitan yang memiliki relief sedang hingga kuat. Perbukitan
tersebut disusun oleh batuan beku vulkanik yang memiliki puncak-puncak
pada ketinggian mulai dari 600 830 meter di atas permukaan laut.
Pegunungan ini secara struktural merupakan homoklin dengan kemiringan
relatif ke arah selatan. Di daerah ini terdapat beberapa puncak gunung, antara
lain Gunung Blencong dan Gunung Nglanggran.

Subzona Plato Wonosari


Daerah ini menempati bagian tengah Pegunungan Selatan dan mencakup kota
Wonosari. Morfologi Plato Wonosari relatif datar dengan elevasi berkisar
antara 120 210 meter di atas permukaan laut. Struktur geologi dari plato ini
merupakan sinklin. Litologi penyusun dari subzona ini terdiri dari
batugamping Formasi Wonosari dan napal pasiran Formasi Kepek.

Subzona Gunungsewu
Daerah ini terletak di bagian selatan Pegunungan Selatan, berupa rangkaian
perbukitan karst berbentuk kerucut dengan arah poros relatif barat timur.
Bukit-bukit tersebut memiliki ketinggian antara 25 150 meter di atas
permukaan laut dengan diameter antara 100 300 meter. Ditinjau dari
struktur geologi, subzona ini merupakan homoklin yang memiliki kemiringan
umum ke arah selatan.

3
Gambar 2.2 Peta pembagian fisiografi Pegungan Selatan Jawa Timur bagian barat (van
Bemmelen, 1949 op cit. Kusumayudha, 2005)

Di daerah Gunungkidul terdapat pola pelurusan sungai bararah timurlaut


baratdaya (Bengawan Solo, Kali Opak, Kali Dengkeng), berarah baratlaut
tenggara (Bengawan Solo) dan yang berarah timur barat (Kali Oyo, Kali
Dengkeng).

2.1.2 Stratigrafi

Stratigrafi daerah Gunungkidul terdiri dari beberapa formasi yakni


Formasi Kebo Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu,
Formasi Oyo, Formasi Wonosari, Formasi Kepek, Endapan Gunungapi Merapi

4
Muda dan Aluvial (Gambar 3.3). Perincian urut-urutan stratigrafi dari tua ke muda
dan variasi litologinya (Gambar 3.4) adalah sebagai berikut :

Formasi Kebo Butak (Tomk)


Formasi Kebo Butak merupakan formasi tertua yang tersingkap di
Kabupaten Gunungkidul. Litologi di bagian bawah dari satuan ini terdiri dari
batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat.
Sedangkan litologi di bagian atas dari satuan ini berupa perselingan antara
batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf. Setempat di bagian
tengahnya dijumpai retas lempeng andesit basalt dan di bagian atas satuan
ini dijumpai breksi andesit.
Pada Formasi Kebo Butak, Sumarso dan Ismoyowati (1975)
menemukan fosil Globorotalia opima (BOLLI), Globorotalia angulisuturalis
(BOLLI), Globorotalia siakensis (LE ROY), Globigerina binaiensis KOCH,
Globigerinoides primordius BLOW & BANNER, dan Globorotalia trilobus
REUSS. Kumpulan fosil tersebut menunjukkan umur Oligosen Akhir
Miosen Awal.
Keterdapatan breksi serta perlapisan batupasir dan batulanau
mengindikasikan bahwa lingkungan pengendapan formasi ini adalah laut
terbuka yang dipengaruhi oleh sistem arus turbidit. Satuan ini tersebar di
sebelah utara Pegunungan Baturagung (tersebar di daerah Gunung Butak,
Gunung Jogotamu, Gunung Mintorogo). Satuan ini memiliki ketebalan lebih
dari 650 m. Bagian bawah Formasi Kebo Butak disebut Kebo bed yang
berlokasi tipe di Gunung Kebo sedangkan bagian atasnya disebut Butak bed
yang berlokasi tipe di Gunung Butak (Bothe, 1929 op cit. Surono dkk., 1992).
Kedua gunung tersebut terletak di Pegunungan Baturagung.

Formasi Semilir (Tms)


Formasi Semilir menindih selaras Formasi Kebo Butak. Litologi
penyusun formasi ini adalah tuf, breksi batuapung dasitan, batupasir tufan dan
serpih. Bagian bawah satuan ini berlapis baik. Struktur sedimen yang
dijumpai berupa laminasi dan silang siur. Di bagian tengah satuan ini
dijumpai lignit yang berasosiasi dengan batupasir tufan gampingan dan
fragmen koral pada breksi gunungapi. Di bagian atas satuan ini ditemukan

5
batulempung dan serpih dengan ketebalan lapisan mencapai 15 cm dan
berstruktur longsoran bawah laut. Pada umumnya formasi ini miskin akan
fosil. Namun ternyata dalam Formasi Semilir ditemukan fosil Globigerina
tripartita KOCH pada bagian bawah formasi dan Orbulina sp. pada bagian
atasnya (Sumarso dan Ismoyowati, 1975). Sedangkan pada bagian tengah
formasi ini ditemukan Globigerinoides primordius BLOW & BANNER,
Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Globigerina
praebulloides BLOW dan Globorotalia siakensis (LE ROY). Berdasarkan
kumpulan fosil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa umur dari formasi
ini adalah Miosen Awal awal Miosen Tengah.
Formasi ini merupakan endapan turbidit yang terbentuk di daerah kipas
tengah bersaluran dari sistem kipas bawah laut, tepatnya di daerah upper fan
bagian lower. Satuan ini menempati bagian baratlaut daerah Gunungkidul.
Tebal satuan ini mencapai 1200 meter.

Formasi Nglanggran (Tmng)


Formasi Nglanggran berhubungan menjemari dengan Formasi Semilir
dan tertindih tak selaras oleh Formasi Oyo. Bagian atas formasi ini
berhubungan menjemari dengan Formasi Sambipitu. Litologi penyusun
formasi ini terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan lava andesit-
basalt. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi Formasi
Nglanggran umumnya tidak berlapis. Fragmen dari breksi gunungapi terdiri
dari andesit dan sedikit basalt, berukuran 2 cm 50 cm. Di bagian tengah
Formasi Nglanggran, pada breksi gunungapi ini ditemukan batugamping
koral yang membentuk lensa atau berupa fragmen. Setempat satuan ini
disisipi batupasir gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik. Pada
umumnya Formasi Nglanggran miskin akan fosil. Namun pada sisipan
batulempung ditemukan foraminifera antara lain Globigerina praebulloides
BLOW, Globigerinoides primordius BLOW & BANNER, Globigerinoides
sacculifer (BRADY), Globoquadrina dehiscens (CHAPMANN, PARR &
COLLINS) yang menunjukkan umur Miosen Awal (N5 N6) (Sudarminto,
1982 op cit. Surono dkk., 1992). Pada sisipan batupasir ditemukan
foraminifera yaitu Globorotalia praeminardi CUSHMAN & ELLISOR,

6
Globorotalia archeominardi BOLLI, Orbulina suturalis BRONNIMANN,
Orbulina universa DORBIGNY, Globigerinoides trilobus (REUSS) yang
menunjukkan umur Miosen Tengah bagian bawah (Saleh, 1977 op cit. Surono
dkk., 1992). Sehingga dapat disimpulkan bahwa umur dari formasi ini adalah
Miosen Awal Miosen Tengah bagian bawah.
Struktur sedimen yang dijumpai pada satuan ini berupa perarian sejajar,
perlapisan bersusun dan load cast yang menunjukkan adanya aliran debris
(debris flow). Pada bagian atas dari formasi ini ditemukan permukaan erosi
yang menunjukkan adanya pengaruh arus kuat pada saat pengendapan.
Adanya batugamping koral menunjukkan lingkungan laut, sehingga secara
umum, lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran adalah laut yang
disertai longsoran bawah laut. Formasi Nglanggran terutama tersebar di
bagian baratlaut daerah Gunungkidul. Ketebalan formasi ini mencapai 750
meter.
Formasi Sambipitu (Tmss)
Formasi Sambipitu berhubungan menjemari dengan bagian atas
Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran serta tertindih tak selaras oleh
Formasi Oyo. Litologi penyusun formasi ini adalah batupasir dan
batulempung. Bagian bawah Formasi Sambipitu terdiri dari batupasir kasar
dan batupasir halus yang setempat diselingi oleh serpih dan batulanau
gampingan. Setempat dijumpai lensa breksi andesit dan klastika lempung.
Struktur sedimen yang ditemukan berupa perlapisan bersusun, laminasi
sejajar dan gelembur gelombang (current ripple). Struktur sedimen tersebut
menunjukkan mekanisme arus turbid. Bagian atas formasi ini terdiri dari
batupasir yang berlapis baik dan bersisipan dengan serpih, batulempung dan
batulanau. Struktur sedimen pada bagian ini berupa perlapisan bersusun,
laminasi sejajar, silang siur, gelembur gelombang (current ripple), flame
structure dan jejak binatang. Struktur sedimen tersebut juga menunjukkan
adanya longsoran bawah laut yang berkembang menjadi arus turbid.
Fosil yang ditemukan pada formasi ini antara lain Lepidocyclina
verbeeki NEWTON & HOLLAND, Lepidocyclina ferreroi PROVALE,
Lepidocyclina sumatrensis BRADY, Cycloclypeus communis MARTIN,

7
Miogypsina polimorpha RUTTEN, Miogypsina thecideaeformis RUTTEN
yang menunjukkan umur Miosen Tengah (Bothe, 1929 op cit. Surono dkk.,
1992).
Di bagian bawah Formasi Sambipitu ditemukan fosil bentos antara lain
Cibicides sp., Eponides sp., Bulimina sp., Robulus sp., Pseudoclavulina sp.,
Bolivina sp., Nonion sp. dan Uvigerina sp.. Kumpulan fosil tersebut
menunjukkan adanya percampuran antara endapan laut dangkal dan laut
dalam. Bagian atas Formasi Sambipitu mengandung fosil Cibicides sp.,
Eponides sp., Bulimina sp., Robulus sp., Nonion sp., Nodosaria sp.,
Dentalina sp., Entosolenia sp. dan Polymorphinoides sp.. Kumpulan fosil
tersebut juga menunjukkan adanya percampuran antara endapan laut dangkal
dan laut dalam. Berdasarkan fosil, himpunan batuan dan struktur sedimennya,
maka dapat disimpulkan bahwa bagian bawah Formasi Sambipitu
terendapkan dalam submarine canyon sebagai endapan proximal turbidite.
Sedangkan bagian atas Formasi Sambipitu terendapakan dalam submarine
fan sebagai endapan distal turbidite (Datun, 1977 op cit. Surono dkk., 1992).
Tebal satuan ini kurang lebih 230 meter dan semakin menipis ke arah timur.

Formasi Oyo (Tmo)


Formasi Oyo menindih tidak selaras di atas Formasi Semilir, Formasi
Nglanggran dan Formasi Sambipitu. Litologi penyusun formasi ini terdiri dari
napal tufan, tuf andesitan dan batugamping konglomeratan.
Fosil yang dapat ditemukan pada formasi ini diantaranya Cycloclypeus
annulatus MARTIN, Lepidocyclina rutteni V.D VLERK, Lepidocyclina
ferreroi PROVALE, Lepidocyclina inflate PROVALE, Miogypsina
polymorpha RUTTEN, Miogypsina thecideaeformis RUTTEN, yang
menunjukkan umur Miosen Tengah Miosen Akhir (Bothe, 1929 op cit.
Surono dkk., 1992). Suyoto dan Santoso (1986) menentukan umur satuan ini
di daerah Manyaran dengan hasil Miosen Tengah. Dari keterdapatan
batugamping serta tuf dalam formasi ini, maka dapat disimpulkan lingkungan
pengendapan Formasi Oyo adalah laut dangkal (neritik) yang dipengaruhi
oleh kegiatan gunungapi. Satuan ini tersingkap di bagian utara daerah
Gunungkidul dengan ketebalan mencapai 350 meter.

8
Formasi Wonosari (Tmwl)
Bagian bawah Formasi Wonosari berhubungan menjemari dengan
bagian atas Formasi Oyo. Litologi penyusun formasi ini adalah batugamping
terumbu, kalkarenit dan kalkarenit tufan. Di bagian selatan daerah
Gunungkidul, batugamping terumbu yang masif terdapat pada suatu topografi
karst. Di daerah dekat hulu Kali Urang, batugamping berfosil yang keras
berwarna abu-abu muda dengan struktur bioherma berselang-seling dengan
kalkarenit berwarna abu-abu muda, mengandung struktur silang siur. Semakin
ke utara, sifat tufan semakin besar.
Fosil yang ditemukan dekat dengan alas formasi ini terdiri dari
Orbulina universa DORBIGNY, Lepidocyclina sp., Globorotalia menardii
DORBIGNY dan Globigerina venezuelana HEDBERG. Kumpulan fosil
tersebut menunjukkan kisaran umur antara Miosen Tengah sampai Miosen
Akhir (Kadar, 1974 op cit. Rahardjo dkk., 1995). Sedangkan fosil yang
ditemukan dekat dengan bagian atas formasi ini terdiri dari Globigerinoides
sacculifer BRADY, Globigerinoides obliqus BOLLI, Globoquadrina
altispira (CUSHMAN & JARVIS), Orbulina universa DORBIGNY,
Sphaeoroidinella seminulina (SCHWAGER), Globigerina venezuelana
HEDBERG, yang menunjukkan umur Miosen Akhir sampai Pliosen Awal
(Kadar, 1974 op cit. Rahardjo dkk., 1995). Berdasarkan atas kumpulan dua
fosil tersebut, maka umur Formasi Wonosari berkisar antara Miosen Tengah
Pliosen Awal. Ketebalan formasi ini diperkirakan antara 300 meter - 800
meter. Keterdapatan batugamping terumbu serta kalkarenit pada formasi ini
menunjukkan lingkungan pengendapan laut dangkal (neritik). Satuan ini
melampar luas di sebelah selatan daerah Gunungkidul.
Formasi Kepek (Tmpk)
Formasi Kepek berhubungan menjemari dengan bagian atas Formasi
Wonosari. Litologi penyusun formasi ini terdiri dari napal dan batugamping
berlapis. Formasi Kepek kaya akan fosil foraminifera kecil. Fosil yang
ditemukan antara lain Globorotalia pelsiotumida BLOW & BANNER,
Globorotalia merotumida, Globoquadrina dehiscens (CHAPMANN, PARR
& COLLINS), Amphystegina sp., Textularia sp., Cibicides sp., Cassidulina

9
sp. dan Virgulina sp.. Berdasarkan kandungan fosil tersebut, maka umur
Formasi Kepek berkisar antara Miosen Akhir sampai Pliosen dan terendapkan
dalam lingkungan laut dangkal (neritik) (Samodra, 1984 op cit. Surono dkk.,
1992). Tebal satuan ini diduga kurang lebih 200 meter.
Endapan Gunungapi Merapi (Qvm)
Endapan ini terletak tidak selaras di atas Formasi Kepek dan Formasi
Wonosari. Satuan ini didominasi oleh tuf, abu, breksi, aglomerat dan leleran
lava. Umumnya endapan ini berupa endapan lahar dari Gunung Merapi yang
masih aktif hingga saat ini. Tidak ditemukan fosil dalam satuan ini. Kegiatan
gunungapi ini diduga dimulai sejak Plistosen Akhir. Satuan ini melampar di
bagian barat daerah Gunungkidul.
Aluvial (Qa)
Satuan ini menindih tidak selaras Formasi Kepek dan Formasi
Wonosari. Satuan ini didominasi oleh kerakal, pasir, lanau dan lempung.

2.2. Geologi Lokal Godean


Hasil analisis peta topografi dan pengamatan bentang alam di lapangan,
daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan geomorfologi yaitu pertama
satuan perbukitan denudasional dan yang kedua satuan bergelombang lemah
fluvial. Satuan geomorfologi perbukitan denudasional menempati bagian tengah
dari daerah penelitian dan dengan luasan 40 % dari keseluruhan daerah
penelitian, perbukitan tersebut membentang dengan arah baratlaut tenggara
dengan beda tinggi dengan dataran di sekitarnya 34 - 60 meter, berlereng terjal
dengan sudut lereng 51 dan elevasi 200 meter di aats permukaan laut.
Tataan geologi tersebut di atas batuan di daerah Godean dan sekitarnya dibagi
menjadi dua kelompok utama, yaitu Batuan berumur Tersier yang dihasilkan
kegiatan gunung api purba dan Endapan G. Merapi, yang berumur Kuarter terdiri
atas endapan longsoran dan lahar. Struktur geologi regional berupa sesar turun dan
mendatar arah tenggrara barat yang berapa pada bagian utara daerah Godean,
yang merupakan interpretasi dari Sudarno (1999). Pada daerah penelitian, struktur
geologi terlihat sebagai zona hancuran atau breksiasi, zona shear dan
kelurusankelurusan yang terdapat pada beberapa lokasi seperti Wungkal selatan

10
dan Juring. Kelurusan ini juga diinterpretasi berasosiasi dengan ubahan yang
terbentuk pada daerah Godean.
Litologi daerah Godean terdiri dari 4 kelompok batuan yaitu batuan beku,
sedimen campuran antara vulkanik dengan endapan klastika butiran halus,
piroklastik, dan aluvial. Keberadaan batuan ini tidak terlepas dari kemungkinan
kompleksnya pembentukan batuan di daerah Godean, yang diperkirakan sebagai
bagian dari sistem gunung api kaldera Godean yang masih perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut. Satuan pirklastik dan sedimen vulakniklastik masih sulit
dipisahkan dalam penelitian ini, serta endapan longsoran dan fluvio-vulkanik
masih digabungkan. Geologi daerah Godean, dibagi menjadi satuan intrusi andesit
mikrodiorit, satuan andesit dasitik dasit, satuan dasit, satuan basal, dan satuan
sedimen vulkaniklastika (Gambar 1). Batuan beku daerah Godean terdiri dari
andesit porfir mikrodiorit pada daerah G. Berjo, Butak, sampai Ngampon
dengan sebaran selatan timurlaut, batuan andesit dasit pada G Wungkal, Basalt
pada Gunung Juring serta tuf batulempung tufan yang banyak tersingkap di
sekeliling Gunung Wungkal dan Gede. Batuan beku disebandingkan dengan
Formasi Andesit Tua dan batuan tuf lempungan disebandingkan dengan anggota
Formasi Nanggulan. Gunung Wungkal, Godean, terdiri dari litologi dasit (walau
terlihat transisi andesit menuju dasit) yang cukup luas dengan batuan sedimen
vulkaniklastik di sekitarnya. Batuan di daerah Wungkal tergolong menjadi batuan
subvulkanik yang tidak keluar ke permukaan, yang kemudian mengalami proses
hidrotermal dan pelapukan kuat. Batuan klastika di Wungkal terdiri dari tuf dan
batulempung tufan, yang diinterpretasi sebagai endapan sedimen lingkungan
danau atau laut dangkal. Pola sebaran sedimen ini berada disekeliling gunung
Wungkal, dan beberapa terdapat sebagai senolit dengan pola
teratur yang dinterpretasi sebagai robohan atap intrusi. Pada kontak dengan
sedimen vulkaniklastik ini juga, terdapat pengisian mineral sekunder berupa
klorit dan epidot. Struktur geologi daerah Wungkal, sulit dijumpai secara optimal
karena kondisi sudah sangat lapuk. Namun kelurusan kelurusan dari zona shear
dapat diperoleh dilapangan dengan arah dominan N32E dan N10E, yang juga
mempengaruhi sebaran mineral lempung. Zona zona lemah ini banyak tersebar
pada bagian Wungkal selatan.

11
Gambar 2.3. (a) Peta geologi dan (b) peta alterasi daerah Wungkal, Godean, Yogyakarta.
Analisa geokimia unsur utama batuan, dilakukan pada sampel
GD_009_RO yang kemudian dipadukan bersama dengan data geokimia penelitian
sebelumnya (Bronto, 1999; Bakar, 1995) serta dikompilasi dengan pembanding
batuan busur kepulauan berkomposisi intermediet sampai asam dari data PetDB
(www.earthchem.org/petdb) yang telah dilakukan seleksi (Tabel 1). Analisa
geokimia menunjukan bahwa conto batuan beku GD_09_RO didaerah Wungkal
adalah termasuk kedalam batuan asam dengan nama dasit (TAS diagram oleh Le
Maitre et al, 1989) riodasit (pada diagram R1-R2) dengan afinitas kapur alkali
(pada AFM diagram oleh Irvine & Baragar), serta batuan ini masuk kedalam
tatanan tektonik busur gunung api kepulauan (pada diagram Ti-Mn-P oleh Pearce
& Cann, 1973).

2.3. Penelitian Terdahulu

12
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Metode Magnet Bumi


Metode Geomagnet merupakan salah satu metode geofisika yang paling
tua digunakan oleh manusia dalam menemukan jenis-jenis yang tersembunyi di
bawah permukaan bumi dengan memanfaatkan sifat kemagnetan batuan. Bumi
dipandang sebagai dipole (kutub utara dan selatan magnetik) yang mempunyai
medan magnet tidak konstan, artinya besar medan magnet tersebut berubah
terhadap waktu. Hal ini terjadi karena adanya pembalikan kutub magnetik bumi.
Pada waktu tertentu kutub positif berubah menjadi kutub negatif. Pada saat
perubahan kutub-kutub tersebut dalam selang waktu tertentu harus melalui
kondisi netral. Pada metode Geomagnet hasil yang ditunjukkan berupa anomali
sisa berupa variasi besaran yang mengandung fraksi mineral magnetik pada
batuan dekat permukaan.
3.2. Gaya Magnet
Dalam kemagnetan dikenal dua jenis muatan, yaitu muatan positif dan
muatan negatif. Kedua muatan ini memenuhi hukum Coloumb. Muatan atau
kutub yang berlawanan jenis akan tarik menarik sedangkan muatan yang
sejenis akan tolak menolak dengan gaya F. Dasar dari metode magnetik adalah

gaya Coloumb antara dua kutub magnetik m1 dan m2 yang terpisah sejauh r
dalam bentuk

Gambar 3.1. Gaya magnetik antara 2 partikel bermassa m1 dan m2.

13
mm
1 2

F r (3.1)
r 2

dengan adalah permeabilitas magnetik. Sebagai catatan permeabilitas


-7
magnetik di dalam ruang hampa adalah 4 x 10 w / A.m. F adalah gaya
Coloumb (N), m1 dan m2 kuat kutub magnet (A/m) dan r adalah jarak kedua
kutub (m).

3.3. Momen Magnet


II.2.3 Momen Magnetik

Keterangan :
M = Momen Magnetik ( A.m2)
I = Arus Listrik (A)
Area = Area Penampang (m2)

Magnetisasi merupakan tingkat kemampuan untuk di searahkan


momen-momen dipol magnetiknya oleh medan magnetik luar.Suatu
bahan yang bersifat magnetik berada dalam pengaruh kuat medan magnet
luar maka bahan tersebut akan termagnetisasi. Besaran dari magnetisasi
ini sebanding dengan momen magnetik per volume.

I=k.H (3.3)

Keterangan :

I = Momen Magnetik Persatuan Volume (Am2/m3)


k = Suseptibiltas
H = Kuat Medan Magnet (A/m)

14
Magnetisasi yang dihasilkan sebanding dengan kuat medan yang
mempengaruhinya yang bergantung pada nilai suseptibilitas magnetik (k) medium
tersebut.

3.4. Kuat Medan Magnet


Kuat medan magnet adalah besarnya medan magnet pada suatu titik
dalam ruang yang timbul sebagai akibat dari sebuah kutub m yang berada
sejauh r dari titik tersebut. Kuat medan H didefinisikan gaya persatuan kutub
magnet, dapat ditulis sebagai

Gambar 3.2. Kuat medan magnetik pada partikel bermassa m2

m
F 1

H
m2 r 2 R (3.4)
Keterangan :

H = Kuat Medan Magnet (A/m)


F = Gaya Coulumb (N)

= Permeabilitas magnet (w/A.m)


r = Jarak (m)
3.5. Intensitas Magnet
Intensitas kemagnetan M adalah tingkat kemampuan menyearahnya momen-
momen magnetik dalam medan magnet luar, atau didefinisikan sebagai momen
magnet persatuan volume :

15
M=m/V (3.5)

2
m = Momen Magnet (Am )
3
V = Volume (m )

Gambar 3.3 Momen magnetik pada partikel-partikel benda magnetik yang


termagnetisasi

Secara praktis magnetisasi akibat induksi ini kebanyakan meluruskan


dipole-dipole material magnet, sehingga sering disebut sebagai polarisasi
magnet. Bila besarnya konstan dan arahnya sama, maka dikatakan benda
termagnetisasi secara uniform.

3.6. Induksi Magnet


Sebuah penghantar dialiri arus listrik maka di sekitar kawat tersebut akan
timbul medan magnet. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh seorangilmuan
yang bernama Hans Chrisitan Oersted (1777 1851) melalu percobaannya
yang dikenal dengan percobaan Oersted.Berdasarkan hasil percobaan, Oersted
menyimpulkan bahwa di sekitar arus listrik terdapat medan magnet atau
perpindahan muatan listrik menimbulkan medan magnet.Benda magnet dapat
dipandang sebagai sekumpulan dari sejumlah momen-momen magnetik. Bila
benda magnetik tersebut diletakkan dalam medan luar, benda tersebut menjadi
termagnetisasi karena induksi.

16
Arah garis-garis medan magnet atau arah induksi magnet yang ditimbulkan
oleh arus listrik tersebut dapat ditentukan dengan Kaidah Tangan Kanan. Jika
arah ibu jari menunjukkan arah arus listrik maka arah lipatan jari lainnya
menunjukkan arah medan magnet atau arah induksi magnet.

3.7. Medan Magnet Bumi


Medan magnet bumi dapat didefinisikan sebagai sebuah dipole magnet
batang dimana di sekitar dipole tersebut terdapat garis gaya magnet yang seolah-
olah bergerak dari kutub positif ke kutub negatif. Yang menjadi sumber utama
proses magnetisasi batuan adalah medan magnet bumi. Medan Magnet bumi juga
dapat didefinisikan sebagai harga kemagnetan dalam bumi. Medan magnet
dihasilkan dari arus listrik yang mengalir dalam inti bumi.
Medan magnetik utama bumi H dapat dinyatakan dengan meggunakan
sistem koordinat geografis dengan X berarah ke utara, Y ke timur dan Z ke bawah.
Berdasarkan kesepakatan internasional di bawah pengawasan Internasional
Association Geomagnetism and Aeronomy (IAGA). Deskripsi matematis ini
dikenal sebagai medan magetik utama bumi dar IGRF (International
Geomagnetics Reference Field) harga medan magnetik utama bumi dari IGRF di
perbaharui tiap 5 tahun sekali.
Intensitas komponen horizontal medan magnetik bumi dapat dinyatakan
dengan

H= X 2 +Y 2 (3.6)

Sedang intensitas medan magnetik utama bumi dinyatakan dengan:

F= X 2 +Y 2+ Z 2 (3.7)

Selain itu medan magnet bumi juga mempunyai parameter fisis, lainnya
yaitu sudut inkliasi dan sudut deklinasi. Sudut inklinasi dinyatakan dengan:

17
Z
I =arctan
X 2 +Y 2
(3.8)

Sudut inkliasi positif di bawah bidang horizontal dan negatif di atas bidang
horizontal. Sedangkan sudut deklinasi positif ke arah timur geografis dan negatif
ke arah barat geografis. Sudut deklinasi deklinasi dinyatakan dengan:

Y
D=arctan
X 2 +Y 2
(3.9)

Medan Magnet bumi terdiri dari tiga bagian, yaitu:


1. Medan Magnet Utama
Pengaruh medan utama magnet bumi 99% yang disebabkan karena bumi
itu sendiri merupakan magnet yang sangat besar dan variasinya terhadap waktu
sangat lambat dan kecil. Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu.
Untuk menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai
yang disebut International Geomagnetics Reference Field (IGRF) yang
diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil
pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam
waktu satu tahun. Untuk periode 2005-2010, dimana penelitian yang dilakukan
termasuk dalam jangkauan periode ini, intensitas medan magnet bumi berkisar
antara 25000-65000 nT, untuk wilayah Indonesia yang terletak di utara
khatulistiwa mempunyai intensitas sekitar 40000 nT dan di selatan katulistiwa
berkisar 45000 nT.

2. Medan Magnet Luar


Pengaruh medan luar berasal dari pengaruh luar bumi (aktivitas
matahari,badai magnetik) yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang
ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini
berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di

18
atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat. Beberapa
sumber medan luar antara lain:
1. Perubahan konduktivitas listrik lapisan atmosfer dengan siklus 11
tahun.
2. Variasi harian dengan periode 24 jam yang berhubungan dengan
pasang surut matahari dan mempuyai jangkau 30 nT.
3. Variasi harian dengan periode 25 jam yang berhubungan dengan
pasang surut bulan dan mempunyai jangkau 2 nT.
4. Badai Magnetik yang bersifat acak dan mempuyai jangkau sampai
dengan 1000 nT.
3. Medan Magnet Lokal/ Pengaruh Anomali
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal
field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral
bermagnet seperti magnetite, titanomagnetite dan lain-lain yang berada di kerak
bumi.

3.8. Variasi Medan Magnet


Intensitas medan magnetik yang terukur di atas permukaan bumi
senantiasa mengalami perubahan terhadap waktu. Perubahan medan magnetik ini
dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat ataupun lama. Berdasarkan faktor-
faktor penyebabnya perubahan medan magnetik bumi dapat terjadi antara lain:
1. Variasi sekuler
Variasi sekuler adalah variasi medan bumi yang berasal dari variasi medan
magnetik utama bumi, sebagai akibat dari perubahan posisi kutub magnetik bumi.
Pengaruh variasi sekuler telah diantisipasi dengan cara memperbarui dan
menetapkan nilai intensitas medan magnetik utama bumi yang dikenal dengan
IGRF setiap lima tahun sekali.

2. Variasi harian
Variasi harian adalah variasi medan magnetik bumi yang sebagian besar
bersumber dari medan magnet luar. Medan magnet luar berasal dari perputaran
arus listrik di dalam lapisan ionosfer yang bersumber dari partikel-partikel

19
terionisasi oleh radiasi matahari sehingga menghasilkan fluktuasi arus yang dapat
menjadi sumber medan magnet. Jangkauan variasi ini hingga mencapai 30 gamma
dengan periode 24 jam. Selain itu juga terdapat variasi yang amplitudonya
berkisar 2 gamma dengan periode 25 jam. Variasi ini diasosiasikan dengan
interaksi ionosfer bulan yang dikenal dengan variasi harian bulan (Telford, 1976).
3. Badai Magnetik
Badai magnetik adalah gangguan yang bersifat sementara dalam medan
magnetik bumi dengan magnetik sekitar 1000 gamma. Faktor penyebabnya
diasosiasikan dengan aurora. Meskipun periodenya acak tetapi kejadian ini sering
muncul dalam interval sekitar 27 hari, yaitu suatu periode yang berhubungan
dengan aktivitas sunspot (Telford, 1976). Badai magnetik secara langsung dapat
mengacaukan hasil pengamatan.
Variasi medan magnetik yang terukur di permukaan merupakan target dari
survei magnetik (anomali magnetik). Besarnya anomali magnetik berkisar
ratusaan sampai dengan ribuan nano-tesla, tetapi ada juga yang yang lebih besar
dari 100.000 nT yang berupa endapan magnetik. Secara garis besar anomali ini
disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnet induksi. Medan
magnet remanen mempunyai peranan yang besar pada magnetisasi batuan yaitu
pada besar dan arah medan magnetnya serta sangat rumit diamati karena berkaitan
dengan peristiwa kemagnetan yang dialami sebelumnya. Sisa kemagnetan ini
disebut dengan Normal Residual Magnetismyang merupakan akibat dari
magnetisasi medan utama.
Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan dari
keduanya, bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet
induksi maka anomalinya bertambah besar, demikian pula sebaliknya. Dalam
survei geomagnet, efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan
magnet kurang dari 25% medan magnet utama bumi. (Telfrod, 1979).
3.9. Koreksi Data Magnetik
Untuk mendapatkan anomali medan magnetik yang menjadi target
survei, maka data magnetik yang telah diperoleh harus dibersihkan atau
dikoreksi dari pengaruh beberapa medan magnet yang lain. Secara umum
beberapa koreksi yang dilakukan dalam survei magnetik meliputi:

20
1. Koreksi harian
Koreksi harian adalah koreksi yang dilakukan terhadap data magnetik
terukur untuk menghilangkan pengaruh medan magnet luar atau variasi harian.

2. Koreksi IGRF

Koreksi IGRF adalah koreksi yang dilakukan terhadap data medan


magnet terukur untuk menghilangkan pengaruh medan utama magnet bumi.

Dengan demikian nilai anomali magnetik dalam intensitas medan magnet


suatu batuan dapat dituliskan

H = Ho + H +Hvar (3.10)

Dimana H mrupakan medan magnetik bumi, Ho merupakan medan magnetik


utama bumi dan H merupakan medan anomali magnetik, atau dalam
menentukan anomali magnetiknya dapat dituliskan

H = H - Ho Hvar (3.11)

Dengan H merupakan medan magnetik bumi atau medan magnet total


yang terukur, Ho merupakan medan magnetik utama bumi berdasarkan IGRF
dan Hvar merupakan koreksi medan magnet variasi harian.(Grant & West,
1965).

3.10 Pengukuran Base Rover

Pengukuran yang menggunakan minimal dua buah alat PPM seri G-856
atau lebih, dimana satu buah untuk pengambilan data base yang penempatan alat
PPM tersebut dipasang pada tempat yang bebas dari noise guna mencatat nilai
variasi harian dan tetap sedangkan satunya untuk pengambilan data di lapangan
guna mencatat intensitas medan total dari tiap lintasan.

21
Gambar 3.4. Ilustrasi Pengukuran Base Rover

3.11. Filtering
3.11.1 Reduce to Pole

Keterangan :

I = inklinasi geomagnetik
D = deklinasi geomagnetik
L() = tujuan vektor gelombang dengan derajat azimutnya
Ia = inklinasi yang digunakan untuk koreksimagnetik

RTP (Reduction to The Pole) merupakan salah satu dari beberapa


filter yang digunakan untuk membantu proses interpretasi. Filter RTP
pada dasarnya mentransformasikan anomali magnetik disuatu lokasi
berada pada kutub utara magnetik bumi. Sehingga, anomali medan
magnet terletak tepat diatas tubuh benda penyebab anomali dan anomali
magnet bersifat monopol/satu kutub. Reduksi kekutub diakukan dengan
o
dengan cara mengubah sudut inklinasi menjadi 90 dan deklinasi menjadi
o
0.
Filter RTP mengasumsikan bahwa pada seluruh lokasi
pengambilan data nilai medan magnet bumi (terutama I dan D) memiliki
nilai dan arah yang konstan (Arkani-Hamed, 1988). Asumsi ini dapat
diterima apabila lokasi tersebut memiliki luas area yang relatif sempit.
Namun hal ini tidak dapat diterima apabila luas daerah pengambilan data
sangat luas karena melibatkan nilai lintang dan bujur yang bervariasi,
dimana harga medan magnet bumi berubah secara bertahap.

22
Gambar 3.5. (a)Sebelum direduksi (b)Setelah direduksi (http://static-
content.springer.com)

Gambar 3.6. Reduction to pole (http://gravmag.ou.edu)

3.11.2 Reduce to Equator


(3.13)

Reduksi ke ekuator digunakan untuk latitude magnetik yang bernilai


rendah pada puncak anomali magnetik yang berada diatas sumbernya. Reduksi
ke ekuator dapat mempermudah interpretasi ketika data yang lainnya tidak
sesuai. Pada kondisi tertentu, saat anomali medan magnet difilter RTP tidak
menunjukan anomali medan magnet yang monopole maka filter RTE perlu
dilakukan agar menjadi anomali medan magnet yang monopole. Pada

23
prinsipnya filter RTP dan RTE adalah mengubah anomali medanmagnet yang
dipole menjadi monopole.

3.11.3 Pemisahan Anomali Lokal dan Regional


Upward continuation merupakan suatu proses untuk mengubah data
pengukuran medan potensial yang telah dikoreksi dalam satu permukaan ke
beberapa permukaan yang lebih tinggi dari permukaan ketika melakukan
pengukuran hingga beberapa meter. Untuk penentuan ketinggiannya tergantung
pada keinginan dalam melihat target yang prospek sehingga dapat terlihat lebih
jelas tanpa tergabung dengan noise noise yang ada atau pengaruh dari benda
benda dekat permukaan yang bersifat magnet sehinggaakan membuat data
lebih agak sulit untuk dilihat prospeknya.

Parameternya :
H adalah jarak pada ground unit, yang relatif digunakan untuk kelanjutan
kebawah pada observasi .

R adalah bilangan gelombang (radians per ground unit) Catatan r = 2k


dimana k adalah 1 lingkaran per ground unit
Ground unit adalah satuan yang akan digunakan untuk peng-grid-an (misal
dalam meter, feet,dsb).
Downward continuation digunakan untuk memperkuat respon dari sumber
pada kedalaman dengan lebih efektif. Hal ini dapat diartikan pengukurannya
menjadi lebih dekat dengan sumbernya.

3.12. Fast Fourier Transform (FFT)


Transformasi Fourier adalah suatu model transformasi yang memindahkan
domain spasial atau domain waktu menjadi domain frekuensi. Transformasi
Fourier merupakan suatu proses yang banyak digunakan untuk memindahkan
domain dari suatu fungsi atau obyek ke dalam domain frekuensi. Di dalam
pengolahan citra digital, transformasi fourier digunakan untuk mengubah domain
spasial pada citra menjadi domain frekuensi. Analisa-analisa dalam domain
frekuensi banyak digunakan seperti filtering. Dengan menggunakan transformasi

24
fourier, sinyal atau citra dapat dilihat sebagai suatu obyek dalam domain
frekuensi.

3.13. Pemodelan 2,5 D


Pada dasarnya, pemodelan 2.5 dimensi adalah pemodelan yang
digambarkan dalam bentuk 2D yang diplotkan ke dalam ruang 3D. Pada
pemodelan 2.5 D magnetik ini digunakan parameter 2 D yang berupa koordinat
dari suatu nilai anomali magnetik dengan sumbu X dan Y, dimana nilai sumbu Z
yang sebagai nilai kedalamannya masih berupa estimasi dari hasil perhitungan
matematis Fourier Transformation. Sehingga dengan data sayatan pada peta
magnetik, dapat menghasilkan penampang geologi 2D dan dikontrol juga oleh
nilai intensitas anomali magnetik serta nilai estimasi kedalaman anomalinya yang
digambarkan pada ruang 3D.
Pemodelan dilakukan dengan metode trial dan error sehingga dalam
pengerjaanya harus diiterasi sampai didapatkan ralat (error) terkecil. Perhitungan
ralat model ini menurut menggunakan rumus:
RM = 100 (3.5)
Dimana:
RM = Ralat rata-rata model terhadap data lapangan
XLi = Data lapangan (terukur)
Xmi = Data lapangan (terhitung)
N = Jumlah data

3.14. Software Geosoft


Geosoft Incorporated adalah software pengembangan dan jasa
perusahaan yang berkantor pusat di Toronto, Kanada. Perusahaan ini
menyediakan perangkat lunak geofisika dan geologi dan teknologi server
geospasial untuk geoscientists profesional yang terlibat dalam sumber daya
alam eksplorasi dan terkait disiplin ilmu bumi. Geosoft didirikan di Toronto
pada tahun 1982 sebagai suatu kemitraan antara Ian MacLeod dan Colin
Reeves untuk mengembangkan perangkat lunak geofisika untuk eksplorasi
geofisika dan aplikasi geoteknik. Kepentingan kemitraan dan merek dagang

25
"Geosoft" dibeli oleh Paterson, Grant dan Watson Ltd pada tahun 1984,
yang terus mengembangkan perangkat lunak Geosoft untuk aplikasi
geofisika. Geosoft mengembangkan produk software yang beroperasi pada
desktop, server yang dan internet cloud platform. Berikut ini adalah merek
produk primer yang dimiliki dan dikembangkan oleh Geosoft.
Pemetaan Software pada program ini dapat di gunakan pada aplikai
Oasis montaj, Oasis montaj adalah pengolahan informasi dan pemetaan
platform perangkat lunak spasial untuk geofisika eksplorasi dan pemodelan
geologi yang diterapkan untuk sumber daya eksplorasi. Sistem ini
diperpanjang oleh pengguna untuk memenuhi kebutuhan eksplorasi tertentu
menggunakan Developer GX, Geosoft Target digunakan dalam eksplorasi
mineral untuk mengelola, melihat dan model eksplorasi pengeboran
informasi sebagai bagian dari mendefinisikan deposit mineral ekonomi
untuk pertambangan.
Kepentingan software dari Paterson, Grant dan Watson yang
berpindah haluan untuk membentuk Geosoft Incorporated di pada tanggal
1 Februari 1986. Pada bulan Juli 2007, Geosoft memperoleh hak perangkat
lunak untuk program pemodelan potensi-bidang GM-SYS dari Corvallis,
Oregon perusahaan Northwest Geofisika Associates. Sebagai bagian dari
akuisisi perusahaan riset Geosoft (USA) Research Inc didirikan pada
Corvallis, Oregon untuk mempekerjakan tim pengembangan GM-SYS dan
melanjutkan pengembangan GM-SYS dan teknologi yang terkait.

26
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian


Penenlitian kali ini berada di daerah Gunung Wungkal, Kecamatan
Godean, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dilakukan
pada tanggal 16 April 2017 dari pukul 13.00 hingga 15.00 WIB, dengan cuaca
yang panas dan terik.

27
Gambar 4.1. Desain Survey

28
4.2. Peralatan dan Perlengkapan

Gambar 4.2. Peralatan dan Perlengkapan


Dalam akuisisi data geomgnetik di lapangan dibutuhkan beberapa
peralatan dan perlengkapan, yaitu sebagai berikut :
Payung yang digunakan sebagai pelindung PPM dan sensor dari sinar
matahari dan hujan, karena dapat mempengaruhi pembacaan alat terssebut
atau bisa menajdi noise.
HT yang digunakan sebagai alat komunikasi antar anggoa kelompok di
base dan rover.
GPS digunakan untuk melihat nilai X dan Y titik pengukuran di lapangan.
Kompas digunakan untuk menentukan nilai azimuth ttitik pengukuran
yang ada di lapangan.
PPM atau Proton Precision Magnetometer yang digunakan sebagai alat
utama yang akan menghitung nilai medan magnet total.
Sensor yang berisi cairan berupa minyak tanah yang digunakan sebagai
alat atau sensor dalam pengukuran nilai intensitas kemagnetan.

29
4.3 Diagram Alir Pengambilan Data

MULAI

CEK ALAT

PASANG PPM DAN SENSOR

MULAI AKUISISI DAN MEREKAM


DATA

MENCATAT DATA YANG


DIPEROLEH

SELESAI

Gambar 4.3 Diagram Alir Pengambilan Data

30
4.4 Pembahasan Diagram Alir Pengambilan Data
Pembahasan tentang diagram alir pengambilan data dilapangan
menggunakan alat PPM adalah sebagai berikut :

1. Berangkat ke lokasi kegiatan yang sudah ada di desain survey. Lalu


berkumpul dititik Base untuk memeriksa perlengkapan.
2. Buka case dengan hati hati dan pastikan dengan keadaan baik (tidak
terbalik).Masukan batre pada kantung batrai dengan cara membuka
kancing yang berwarna hitam terletak pada ujung kantung batrai, lalu
masukan dengan hati hati. Hubungkan konektor baterai dengan konektor
di alat dan pastikan kabel konektor pasang dengan benar.
3. Pasang PPM dan Sensor. Rangkai tiang penyangga dengan
menyambungkan satu sama lain dari tiang tersebut. Pasangkan ujung/ drat
tiang penyangga pada sensor magnetic dengan hati hati.Hubungkan
konektor dari sensor magnetic pada alat PPM dengan benar agar
pembacaan data dapat dilakukan dengan baik
4. Mulai akusisi dengan mengikuti desain survey menggunakan GPS agar
nantinya bisa menyebar secara merata. Catat data di PPM dengan rentang
20 detik sekali. Di base 2 menit sekali. Ukur 3 kali pada satu titik.
5. Catat data di PPM dan juga data di Base, serta keterangan yang
menunjukkan tempat-tempat yang unik seperti tiang listrik, besi dll.
6. Jika sudah, kembali ke Base.

31
4.5 Diagram Alir Pengolahan Data

Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Data

32
4.6 Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data
Pembahasan tentang diagram alir pengambilan data dilapangan
menggunakan alat PPM adalah sebagai berikut :
1. Data yang sudah didapatkan dari akuisisi data lapangan diolah dengan
menggunakan Microsoft Excel, dalam pengolahannya harus memilih data
yang dinilai paling stabil agar hasil yang diperoleh benar-benar
menggambarkan daerah pengukuran.
2. Kemudia setelah data diolah, kemudian membuat grafik Hvar vs Posisi
dan grfaik Ha vs Waktu.
3. Kemudian nilai X dan Y yang didapatkan pada saat akuisisi data
dilapangan di input pada software Surfer lalu di simpan dalam bentuk .dat
agar bisa dibuka dalam software Oasis Montaj.
4. Lalu data yang sudah disimpan dalam bentuk .dat tersebut dibuka dalam
software Oasis Montaj untuk mendapatkan peta TMI, RTP, RTE, dan
Upward Continuation, dalam pembuatan peta Upward Continuation
menggunakan kelipatan 20 meter dan dibuat sebanyak 5 peta Upward
Continuation.
5. Setlah membuuat peta tersebut, kemudian membuat sayatan pada peta
Upward Continuation 100 yang akan dibuat penampang 2.5D. dari sayatan
tersebut kemudian dilakukan Fast Fourier Transformation untuk
mengubah domain frekuensi menjadi domain spasial. SFFT dilakukan
dnengan bantuan software Mathlab, kemudian niali yang dihasilkan diolah
lagi dengan mengguakan Microsoft Excel untuk mendapatan nilai
kedalaman dari sayatan yang telah dibuat.
6. Apabila nilai kedalaman sudah didapatkan kemudian membuat penampang
2.5D dengan menggunakan software Oasis Montaj berdasarkan sayatan
yang sudah dibuat, usahakan error sekecil mungkin.
7. Kemudian dari peta dan penampang yang telah dibuat diinterpretasikan
dengan bantuan tinjauan pustaka maupun literature geologi yang telah
disiapkan sebelumnya.
8. Selesai.

BAB V

33
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Tabel Data Kelompok


Tabel 5.1 Tabel Data Kelompok

5.2 Grafik Hvar vs Waktu

34
Hvar vs waktu
800
600
400
200
0 Hvar vs waktu
-200:03 :00 :55 :25 :54 :13 :18 :07 :01 :59 :31
1 5 1 8 7 2 7 6 3 9 9
:2 3:3 3:4 3:4 4:0 4:1 4:3 4:4 4:5 5:0 5:1
13
-400 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
-600
-800
-1000
-1200

Gambar 5.2 Grafik Hvar vs Waktu

Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara koreksi harian dan waktu
pengukuram metode geomagnetik base rover. Terdapat 20 buah titik pengukuran
pada lintasan 7. Terlihat bahwa grafik di atas memiliki struktur yang tidak konstan
artinya, titik titik tersebut tidak beraturan. Dari grafik tersebut terlihat bahwa
nilai koreksi harian memiliki nilai negatif dan positif. Pada titik pegukuran 1
sampai titik pengukuran 3 mengalami kenaikan koreksi harian dengan nilai
koreksi harian 0 samapai dengan 634,259 yang bernilai positif pada rentang
waktu 13:21 ;03 sampai jam 13; 35 : 32. Pada koreksi harian titik 4 sampai titik 6
mengalami penurunan nilai koreksi harian dari nilai 531,134 sampai dengan
93,625 dengan jangka waktu 13:38:45 sampai dengan 13:44:25 yang masih
bernilai positif. Pada titik pengukuran 7 dan 11 terlihat nilai koreksi harian
mengalami naik turun pada rentang waktu 13:48:25 sampai dengan 14:12:13.
Pada titik pengukuran 12 sampai dengan titik 21 nilai koreksi harian tidak
mengalami kenaikan yang signifikan dengan nilai koreksi harian -987,57 sampai
dengan -992,16.. Dapat disimpulakan dari pengukuran nilai koreksi harian
terhadap waktu, waktu pengukuran mempengaruhi nilai dari koreksi harian
tergantung dari cuaca saat melakukan pengukuran karena nilai koreksi harian
dipengaruhi oleh adanya matahari dan bulan. Dari data perbandingan nilai koreksi
harian terhadapa waktu dapat disimpulkan bahwa semakin siang waktu

35
pengukuran maka nialai koreksi harian semakin tinggi. Sedangkan semakin sore
waktu pengukuran,maka nilai koreksi harian semakin kecil. Hal ini sebanding
dengan pengukuran yang dilakukan seiang hari sampai sore hari yang mana
terlihat semakin sore pengukuran yang dilakukan maka nilai koreksi harian
semakin kecil bahkan sampai negatif.

36
5.3 Grafik Ha vs Posisi

Ha vs Posisi
1500

1000

500 H vs Posisi

0
15 98 00 99 04 98 02 95 09 01 49
4 50 448 448 446 446 444 444 442 442 440 441
-500
91 91 91 91 91 91 91 91 91 91 91

-1000

Gambar 5.3 Grafik Ha vs Posisi

Grafik diatas merupakan hubungan antara Ha dan posisi pengukuran titik


titik lintasan 7 pada daerah gunung wungkal Godean Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta dengan metode geomagnetik secara base rover. Nilai ha dipengaruhi
oleh posisi titik pengukuran. Terdapat 21 titik pengukuran pada lintasan 7. Terlihat
bahwa persebaran data grafik tampil fluktuatif. Pengukuran pada lintasan 7 dari
titik pertama hingga terakhir menunjukan posisi dari tinggi ke rendah. Posisi titik
tertinggi dalam pengukuran pada titik X 419885 dan terendah pada titik X
419856 . Pada titik pengukuran pertama dengan posisi yang paling tinggi
dihasilkan nilai Ha sebesar 196 nT. Nilai Ha terendah adalah sebesar -608,12 nT
dengan posisi x 419874 dan y 914457. Pada titik pengukuran 1 sampai dengan
pengukuran 4 mengalami penurunan nilai Ha yaitu dari 196 nT sampai dengan
-608,134 nT.
Pada titik pengukuran 5 sampai 7 mengalami penurunan nilai Ha kembali
yaitu dari -15,625 nT menjadi -98,57 nT. Pada titik pengukuran 8 sampai dengan
titik 10 mengalaami kenaikan nilai Ha yaitu dari 336 nT menjadi 552,1 nT.
Terjadi kenaikan nilai Ha pada titik pengukuran 12 sampai dengan 16 yaitu dari
1041,57 sampai dengan -1141 nT. Pada titik pengukuran 18 sampai dengan 21
mengalami penurunan nilai Ha yang sangat signifikan yaitu dari 1141,26 nT
sampai dengan 1098,96 nT. Dapat dismpulkan bahwa nilai intensitas magnet pada

37
setiap titik pengukuran pada daerah gunung Wungkal Godean Sleman Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki nilai intensitas yang berbeda.

38
5.4 Peta TMI

Gambar 5.4. Peta Total Magnetic Intensity

Gambar 5.4 merupakan peta yang menunjukkan persebaran nilai intensitas


kemagnetan pada daerah Gunung Wungkal, Kecamatan Godean, Kabupaten
Sleman, Yogyakarta. Nilai anomaly kemagnetan di daerah tersebut dapat
dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu Anomali magnet dengan nilai antara
-2119,3 hingga -1076.5 nT yang ditunjukkan dengan warna biru tua hingga biru
muda merupakan daerah yang memiliki nilai anomaly rendah. Anomali magnet
dengan nilai antara -1076.5 hingga -723.5 nT yang ditunjukkan dengan hijau
hingga kuning merupakan daerah yang memiliki nilai anomaly sedang.Anomali
magnet dengan nilai antara -545.4 hingga 1019.0 nT yang ditunjukkan dengan
warna jingga hingga merah muda merupakan daerah yang memiliki nilai anomaly
tinggi.
Dari peta yang ada dapat ditafsirkan bahwa intrusi berada didaerah yang
memiliki nilai intensitas kemagnetan yang sedang hingga tiggi yang ditunjukkan
dengan warna jingga hingga merah muda yang berada barat daya dan timur peta.

39
Hal ini dapat terjadi karena biasanya kandungan mineral pada batuan intrusi
memiliki sifat magnet yang tinggi dibandingkan dengan batuan sekitarnya.
Namun hal ini belum dapat dipastikan karena peta TMI masih belum bisa
digunakan untuk interpretasi, karena masih banyak noise dan harus dilakukan
filtering terlebih dahulu.

40
5.5 Peta RTP

Gambar 5.5 Peta Reduce to Pole

Gambar 5.5 merupakan gambar peta Reduce to Pole, yang dalam prinsipnya Reduce
to Pole merupakan filtering yang mentransformasikan anomali magnetik disuatu
lokasi berada pada kutub utara magnetik bumi. pada peta diatas dapat diindikasikan
letak intrusi berada disebelah timur daerah penelitian dan relative menyebar kea rah utara dan
selatan dari intrusi tersebut. Pada peta ini nilai kemagnetan dibagi menjadi tiga kelompok
utama, yaitu : Anomali magnet dengan nilai antara -3346.9 hingga -1910.2 nT yang
ditunjukkan dengan warna biru tua hingga biru muda merupakan daerah yang
memiliki nilai anomaly rendah. Anomali magnet dengan nilai antara -1678.5
hingga -1095.1 nT yang ditunjukkan dengan hijau hingga kuning merupakan
daerah yang memiliki nilai anomaly sedang. Anomali magnet dengan nilai antara
-805.7 hingga 3421.4 nT yang ditunjukkan dengan warna jingga hingga merah
muda merupakan daerah yang memiliki nilai anomaly tinggi.
Daerah yang memiliki nilai intensitas sedang hingga tinggi yang di
gambarkan dengan warna jingga hingga merah muda diindikasikan sebagai daerah

41
intrusi batuan beku yang berupa andesit dan dasit. Dari tinjauan pustaka yang ada,
dasit memiliki nilai FeO dan Fe2O3 yang lebih besar dibandingkan batuan lainnya,
sehingga emiliki respon magnetic yang lebih tinggi dan digambarkan dengan
warna merah muda pada peta tersebut.

42
5.6 Peta Anomali Regional

Gambar 5.6. Peta Anomali Regional

Letak daerah penelitian adalah pada koordinat 419800 sampai 420800


untuk koordinat X dan dari 9144000 sampai 9145000 untuk koordinat Y. Dalam
peta ditunjukkan bahwasannya nilai intensitas medan magnet yang besar
disimbolkan dengan warna relatif merah, nilai intensitas medan magnet yang
sedang disimbolkan dengan warna relatif hijau dan yang terakhir nilai intensitas
medan magnet yang terkecil disimbolkan dengan warna relatif biru dan yang

43
paling tinggi adalah warna merah jambu. Rentang nilai intensitas medan
magnetnya adalah dari -1314,2 nT sampai 295,3 nT.
Bahwasannya bisa kita lihat dari peta Upward Continuation di atas
merupakan hasil dari pemfilteran dengan Metode Upward Continuation yang
mana bertujuan untuk melihat kondisi di daerah penelitian secara luas atau
regional. Dilakukan pemfilteran mulai dari 20 dengan kelipatan 20 sampai lima
kali pemfilteran sehingga yang terakhir didapat pemfilteran dengan nilai filter
100.
Jika dilihat secara seksama, semakin nilai pemfilteran dinaikkan maka
akan semakin pudar pula warna dari medan magnet yang dibaca. Ini menunjukkan
semakin dinaikkannya nilai pemfilteran maka semakin luas pula pandangan
pembacaan terhadap suatu anomali, target ataupun nilai medan magnet itu sendiri.
Namun juga dapat diartikan bahwasannya semakin di naikkan nilai filternya maka
kita bisa melihat kemenerusannya.
Terdapat beberapa point of interest disini yang mana pada saat pemfilteran
pada nilai pemfilteran 20 sampai 100 persebaran intensitas magnetik yang
berwarna merah terlihat sangat jelas di bagian bawah kiri atau di sebelah Barat
Laut pada peta tersebut dan juga pada Timur Peta dan terjadi perubahan yang
sangat sedikit sehingga dapat dikatakan kemenerusannya sangat dalam. Berarti
dapat diartikan bahwa lapisan di daerah tersebut menerus sampai bawah
permukaan dan memiliki luasan yang besar. Bedasarkan perbadingan peta-peta
Intensitas Medan Magnet yang telah difiltering dengan upward continuation
diperoleh perbedaan yang dapat dilihat pada bagian utara peta Intensitas Medan
Magnet yang memiliki nilai intesitas medan magnet sedang. Sedangkan pada peta
yang telah difilter, bagian utara peta mengalami penurunan meskipun penurunan
nilai intensitas medan magnet tidak terlalu signifikan. Pada bagian selatan peta
Intesitas Medan Magnet mengalami penurunan nilai intensitas medan yang mana
pada peta Intensitas Medan Magnet memiliki nilai intensitas medan magnet yang
sedang, kemudian setelah di filtering upward continuation mengalami penurunan
dari intensitas medan rendah menjadi nilai intesitas medan magnet sangat rendah
yang ditunjukan dengan warna biru tua pada daerah tersebut. Pada daerah yang
memiliki nilai intensitas medan magnet yang rendah, yang terletak pada bagian

44
selatan peta dapat ditafsirkan adanya proses magmatik yang berupa adanya proses
alterasi yang mengakibatkan terbentuknya mineral mineral yang menyebabkan
respon magnet daerah tersebut menjadi rendah seperti mineral kuarsa dari alterasi
hidrotermal . Pada daerah dengan nilai intensitas medan magnet yang tinggi dapat
ditafsirkan adanya litologi yang memiliki nilai susepbilitas yang tinggi. Jika
ditinjau dari geologi daerah penelitian daerah tersebut merupakan persebaran
litologi berupa batuan beku andesitic yang tersebar pada daerah timur daerah
penelitian yang memanjang dari utara sampai selatan.

45
5.7 Peta Anomali Residual

Gambar 5.7 Peta Reduce To Residual

Peta tersebut merupakan hasil pengolahan data sintetik dengan


menggunakan software oasis montaj. Proses filtering menggunakan peta Total
Magnetic Intensity karena peta TMI ini merupakan nilai intensitas medan
magnet pada daerah penelitian yang kemudian dilanjutkan dengan proses
pengurangan menggunakan grid math untuk mendapatkan hasil peta residual.
Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui hasil peta yang didapatkan guna
mengetahui anomali secara lokal. Dalam peta tersebut menggunakan upward
lokal sebanyak 5 kali yakni 20, 40, 60, 80 dan 100. Dalam melakukan
filtering berupa upward continuation ini dapat dibedakan antara satu peta
dengan lainya dengan acuan kelipatan yang telah ditentukan. Bedasarkan

46
perbandingan peta peta tersebut perubahan tidak terlalu ada perubahan
secara signifikan. Pada bagian timur laut peta yang menurus ke arah selatan
pada bagian tenggara peta nilai intensitas medan magnet tidak terlalu ada
perubahan yang memiliki nilai intensitas medan magnet yang relatif besar.
Pada peta residual 20 menunjukan perbedaan terhadap peta TMI
yang dikurangkan dengan peta upward continuation , dimana peta residual ini
bersifat lokal, sehingga menunjukan klosur-klosur yang banyak akibat
melakukan pengurangan yang menghasilkan pendekatan terhadap anomali
pada daerah penelitian. Pada peta tersebut dapat di intepretasikan bahwa
daerah bagian tengah hingga ke barat pada peta menunjukan nilai intensitas
magnetik yang tinggi yakni dengan interval 91 118,4 nT. Berbeda halnya
pada bagian timur menunjukan nilai intensitas magnetik yang sangat tinggi
dengan interval yang tersebar dari utara sampai ke selatan dengan nilai
intensitas medan magnet 114,7 nT sampai dengan 332,1 nT.
Pada peta residual 40 dapat diketahui perbandingan dengan peta
Intensitas Medan Magnet menunjukan perbedaan yang tidak signifikan
dimana pada daerah bagian barat memiliki nilai intensitas magnetik yang
tinggi ditunjukan dengan warna pink dan merah yang semakin menyebar pada
daerah bagian tengah menuju barat dimana memiliki interval 210,2 nT sampai
dengan 325,2 nT. Berbeda halnya pada bagian selatan menunjukan nilai
intensitas magnetik yang rendah dengan interval -470,2 sampai dengan -229,8
nT.
Pada peta residual 60 menunjukan perbedaan terhadap peta
Intensitas Medan Magnet dimana pada daerah barat tengah hingga barat
menunjukan nilai yang tinggi dimana semakin terlihat memiliki intensitas
magnetik yang mulai menyebar pada daerah tersebut dengan interval 217,3
sampai dengan 287,6 nT. Pada peta Residual 60 ini terdapat klosur klosur
dengan nilai Intensitas Medan Magnet yang rendah.
Apabila dibandingkan dengan peta Intesitas Medan Magnet, pada
peta residual 80 menunjukan hasil yang semakin banyak klosur yang berbeda
dengan peta Intesitas Medan Magnet. Berdasarkan peta tersebut warna yang
ditunjukan pada daerah tengah hingga barat menunjukan nilai intensitas

47
magnetik yang tinggi dengan interval -557 nT sampai dengan 1005,9 . Pada
peta ini klosur klosur yang ditunjukan semakin banyak, hal ini dapat
ditafsirkan karena adanya proses magmatic yang mengakibatkan adanya
proses alterasi yang dijumpai pada lapangan yang membentuk urat urat
kuarsa yang bersifat rendah dalam respon magnet.
Peta dengan residual 100 menunjukan perbedaan yang sangat
signifikan apabila dibandingkan dengan peta Intensitas Medan Magnet, hal
tersebut karena semakin tinggi nilai upward maka peta yang dihasilkan juga
akan semakin lokal dimana klosur-klosur pada peta akan semakin terlihat,
seperti daerah bagian timur yang menunjukan nilai berwarna biru yang
memiliki interval -464,4 hingga -577.9 nT yang menunjukan nilai intensitaas
magnetik yang rendah.
Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui bahwa nilai yang
berwarna tinggi merupakan singkapan dari intrusi andesit, batuan adesitik
tersebut tersingkap akibat adanya gaya tekanan dari bawah yang
menyebabkan munculnya batuan tersebut ke permukaan. Sedangkan pada
daerah yang memiliki nilai intenitas magnetik yang rendah merupakan
alterasi hidrotermal berupa mineral kuarsa, alterasi tersebut terjadi pada urat
(vein) dimana mengalami pengangkatan sehingga tersingkap pada daerah
penelitian tersebut. Semakin ditingkatkan nilai filter residualnya maka akan
menunjukan klosur-klosurnya, sehingga dapat mengetahui persebarn dari
alterasi hidrotermal serta intrusi andestitik yang tersingkap di permukaan.

48
5.8 FFT (Grafik FFT dan Tabel Kedalaman)

Berdasarkan hasil proses FFT (Fast Fourier Transform) yang


dilakukan di software Mathlab dan perhitungan pada Microsoft Excel,
didapatkan data kurva trend regional, trend lokal, dan trend noise pada data
diatas. Trend regional pada kurva yang didapat dengan persamaan y =
-1506,3x + 3,240, dan trend lokal dengan persamaan y = -552,07x +1,6680.
Data trend regional dan lokal yang didapat pada kurva analisis FFT ini
digunakan untuk mendapatkan besarnya kedalaman pada sayatan pada peta
yang digunakan. Kedalaman yang didapat sebesar 6446,46 m untuk
kedalaman regional area penelitian dan 2420,79m pada kedalaman lokal.

49
5.9 Pemodelan 2,5 D

c:\users\asus\desktop\otw magnetik\projek baru\Pemodelan Lapangan


Generated with GM-SYS Thu Apr 20 18:32:45 2017

D is ta n c e ( k m )
-6.00

0.00

6.00

800.00 Btz
M a g n e tic s (n T )

Btx
(n T /m )

0.00

-800.00
=Observed, =Calculated, =Error 252.162

999.90
G ra v ity ( m G a ls )
(E o tv o s )

999.60

999.30
=Observed, =Calculated, =Error 0
999.00
Air Rock 1_C#2
D=0, S=0 D=2.67, S=0
0.00 Rock 1_C#5
D=2.67, S=0
M=0.01, MI=55, MD=26
D e p th ( k m )

0.80
Rock 1_C#8 Rock 1_C#3
D=2.67, S=0.001 D=2.67, S=0.005
M=0.01, MI=76, MD=168 M=0.01, MI=18, MD=93

1.60 Rock 1_C#6


D=2.67, S=0.004 Rock 1_C#7
M=0.004, MI=40, MD=D=
-912.67, S=0.002
M=0.007, MI=54, MD=33

D=0, S=0
0.00
Rock 1_C#
1 4
2
3
5
6
7
8
D=2.67, S=0.001
0.005
0
0.004
0.002
M=0.01,
0.004,MI=
0.007, MI=
18,
55,
76,
40,MD=
54, MD=
93
26
168
-91
33
T im e ( S e c o n d s )

3.00

6.00

9.00

0.00 0.40 0.80


V.E.=0.19 Distance (km)
Scale=7569

Gambar 5.7 Peta Reduce To Residual

Berdasarkan hasil pemodelan 2,5 D yang dilakukan dari peta Upward


Continuation 100, didapatkan bentuk model bawah permukaan seperti yang ada
pada gambar diatas. Pemodelah diatas merupakan hasil perhitungan FFT (Fast
Fourier Transform) yang digunakan untuk mendapatkan besarnya kedalaman
pada sayatan A A sebesar 2285 m untuk kedalaman lokal dan kedalaman
regional sebesar 6236 m. Terlihat pada bagian peta di barat dan utara dengan nilai

50
intensitas kemagnetan yang cukup tinggi berdasarkan hasil pengukuran
dilapangan. Nilai intensitas kemagnetan batuan dengan rentang yang tinggiini
diiterpretasikan sebagai batuan beku yang berada dibawah batuan sedimen dengan
nilai intensitas kemagnetan yang lebih rendah. Tubuh batuan beku ini
mempengaruhi besarnya nilai anomali intensitas kemagnetan di area sayatan yang
digunakan. Sehingga bentuk pemodelan pada kedalaman terjauh dari permukaan
digambarkan dengan kemiringan kearah barat dan timur pengkuran. Lapisan yang
ditunjukkan denganm nilai intensitas yang lebih rendah pada bagian tengah peta
dengan pelamparan utara selatan diinterpretasikan sebagai lapisan batupasir
pada bagian atas pemodelan.
Pada bagian tengah area pengambilan data seluruh kelompok terdapat
beberapa titik dengan nilai yang sangat rendah sehingga diinterpretasikan sebagai
titik hasil alterasi batuan samping dari pergerakan intrusi batuan beku melewati
rekahan rekahan yang ada pada batuan diatasnya. Selain hasil alterasi batuan
beku dibawah permukaan, nilai yang rendah pada peta sayatan diinterpretasikan
sebagai endapan batugamping dan batulempung yang lebih besar nilai
kemagnetannya.

51
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
Dari proses akuisis data yang tela dilakukan dan telah diolah, maka dapat
ditarik kesmipulan bahwa :
Pada grafik Hvar vs Waktu dapat dilihat bahwa pada titik pengukuran 1
hingga 3 mengalami kenaikan koreksi harian dengan nilai maksimum
634,259 pada pukul 13:21:03 hingga 13:35:32. Pada titik pengukuran ke 4
hingga 6 mengalami penurunan nilai koreksi harian dengan nlai terendah
93,625 pada pukul 13:38:45 hingga 14:12:13. Pada titik pengukuran 12
sampai dengan titik 21 nilai koreksi harian tidak mengalami kenaikan yang
signifikan dengan nilai koreksi harian -987,57 sampai dengan -992,16.,
sehingga dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa waktu pengukuran
mempengaruhi nilai dari koreksi harian tergantung dengan cuaca saat
melakukan proses pengukuran, selain itu nilai koreksi juga dipengaruhi
oleh bulan dan matahari.
Berdasarkan grafik Ha vs Posisi yang telah dihasilkan, dapat disimpulkan
bahwa nilai Ha sangat di pengaruhi dengan posisi atau letak titik
pengukuran. Hal ini dibuktikan dengan sangat bervariasinya nilai
intensitas kemagnetan yang dihasilkan pada daerah pengukuran tersebut.
Pengaruh ini biasanya dapat berupa benda-benda yang mengandung
magnet, cuaca pada daerah pengukuran dan lain sebagainya.
Pada perhitungan matematis mengggunakan bantuan software Mathlab
dan Ms.Excel diperoleh kedalaman daerah titik pengukuran sebesar

6.2. Saran
Pada saat melakukan akuisis data di lapangan, sebaiknya dalam
pengambilan data seorang surveyer tidak membawa gadget, karena hal tersebut

52
dapat mempengaruhi nilai intensitas kemagnetan yang terbaca pada daerah
tersebut, sehingga dat yang dihasilkan kurang mencerminkan keadaan yang
sebenernya pada daerah penelitian.

53

Вам также может понравиться

  • TANAH DAN JAWABAN
    TANAH DAN JAWABAN
    Документ11 страниц
    TANAH DAN JAWABAN
    iwansut
    93% (15)
  • Di Print Pemisah Babnya SAJA
    Di Print Pemisah Babnya SAJA
    Документ12 страниц
    Di Print Pemisah Babnya SAJA
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Di Print Pemisah Babnya SAJA
    Di Print Pemisah Babnya SAJA
    Документ12 страниц
    Di Print Pemisah Babnya SAJA
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Paper SP Mentah
    Paper SP Mentah
    Документ6 страниц
    Paper SP Mentah
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Satu
    Satu
    Документ3 страницы
    Satu
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • BAB I Kelar
    BAB I Kelar
    Документ5 страниц
    BAB I Kelar
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ1 страница
    Daftar Pustaka
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Mengindentifikasi Potensi Gas Metana Dalam Batu
    Mengindentifikasi Potensi Gas Metana Dalam Batu
    Документ1 страница
    Mengindentifikasi Potensi Gas Metana Dalam Batu
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • GridDataReport DAT
    GridDataReport DAT
    Документ4 страницы
    GridDataReport DAT
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Analisa Potensi Menggunakan Feths
    Analisa Potensi Menggunakan Feths
    Документ10 страниц
    Analisa Potensi Menggunakan Feths
    frghinaa
    Оценок пока нет
  • III. Dasar Teori
    III. Dasar Teori
    Документ4 страницы
    III. Dasar Teori
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • SEISMIC REFLEKSI TEORI
    SEISMIC REFLEKSI TEORI
    Документ22 страницы
    SEISMIC REFLEKSI TEORI
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • III. Dasar Teori
    III. Dasar Teori
    Документ4 страницы
    III. Dasar Teori
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Satu
    Satu
    Документ3 страницы
    Satu
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Satu
    Satu
    Документ3 страницы
    Satu
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Satu
    Satu
    Документ2 страницы
    Satu
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Materi 3. Variogram Eksperimental 09.10.12 PDF
    Materi 3. Variogram Eksperimental 09.10.12 PDF
    Документ10 страниц
    Materi 3. Variogram Eksperimental 09.10.12 PDF
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Surat Kuasa
    Surat Kuasa
    Документ1 страница
    Surat Kuasa
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Tugas Komputasi Animasi
    Tugas Komputasi Animasi
    Документ2 страницы
    Tugas Komputasi Animasi
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Tugas Komputasi Animasi
    Tugas Komputasi Animasi
    Документ2 страницы
    Tugas Komputasi Animasi
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ10 страниц
    Daftar Isi
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ1 страница
    Daftar Pustaka
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Cover Paper
    Cover Paper
    Документ1 страница
    Cover Paper
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Satu
    Satu
    Документ2 страницы
    Satu
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • GridDataReport 1
    GridDataReport 1
    Документ4 страницы
    GridDataReport 1
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • TG Skripsi
    TG Skripsi
    Документ138 страниц
    TG Skripsi
    Alfan Kusuma
    Оценок пока нет
  • Jadwal Kuliah Semester 7
    Jadwal Kuliah Semester 7
    Документ5 страниц
    Jadwal Kuliah Semester 7
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • TANAH DAN JAWABAN
    TANAH DAN JAWABAN
    Документ11 страниц
    TANAH DAN JAWABAN
    iwansut
    93% (15)
  • Tugas Yudantosetyo 115150056-B
    Tugas Yudantosetyo 115150056-B
    Документ9 страниц
    Tugas Yudantosetyo 115150056-B
    Yudanto Setyo
    Оценок пока нет
  • Buku Panduan Mikroseismik PDF
    Buku Panduan Mikroseismik PDF
    Документ27 страниц
    Buku Panduan Mikroseismik PDF
    Damsiar
    93% (14)