Вы находитесь на странице: 1из 22

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONDISI PEKERJA MENURUT JAM

KERJA DENGAN METODE ANALISIS REGRESI MULTINOMIAL NOMINAL


DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2014
(Analisis Data SAKERNAS 2014)

Disusun oleh :

Kelas 3SE7
Amru Fahru Ridho (14.7979) Maria Sintauli H (14.8226)
Dita Rizky P (14.8087) Ridea Anggraini (14.8339)
Fauziah Caesar R (14.8130) Sakinah Ramadhani S (14.8369)
Marcopolo Gultom (14.8223) Siti Sholikah (14.8387)

Dosen Pembimbing :
Ray Sastri, M.Si

Tugas Akhir Analisis Data Kategorik

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

Jakarta
2014/2015
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi


pekerja menurut jam kerja di kabupaten wonogiri tahun 2014. Data sekunder yang diperoleh dari
SAKERNAS 2014 dianalisis dengan regresi multinomial regresi dan uji ketepatan klasifikasi
model. Adapun analisis data regresi multinimial logistik yang diajukan yakni meliputi uji
serentak, uji parsial dan kesesuaian model. Hasil penelitian menunjukkan (i) secara simultan
(bersama-sama) variabel-variabel independen yang meliputi jenis kelamin, daerah tempat
tinggal, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan utama berpengaruh terhadap
variabel kondisi pekerja menurut jam kerja selaku variabel dependen, (ii) tingkat pendidikan dan
status pekerjaan utama signifikan secara statistik terhadap kondisi pekerja menurut jam kerja,
(iii) uji kesesuaian model menunjukkan bahwa model memenuhi persyaratan kesesuaian suatu
model sehingga dapat dikatakan bahwa model yang terbentuk sudah sesuai/fit (iv) sementara itu,
keragaman data variabel bebas dalam penelitian ini mampu menjelaskan keragaman data
variabel terikatnya sebesar 32.5 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel bebas lain
yang ada di luar model.

Kata Kunci: Regresi Logistik Multinomial


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk terbesar di


dunia setelah Amerika, China, dan India (World Bank, 2016). Hal ini menyebabkan Indonesia
memiliki sumber daya manusia (SDM) atau tenaga kerja yang melimpah yang bisa disalurkan
untuk mempercepat proses pembangunan. Sumber daya manusia yang melimpah dan didukung
dengan sumber daya alam (SDA) yang juga melimpah merupakan modal yang sangat besar
untuk mengejar ketetinggalan Indonesia dari negara yang lebih maju. Hal ini bisa terwujud jika
pengelolaan SDA dan SDM terlaksana dengan baik, terjadi perimbangan antara keahlian yang
dimiliki tenaga kerja dan lapangan pekerjaan yang tersedia.

Masalah akan timbul apabila terdapat kesenjangan antara jumlah tenaga kerja yang
tersedia dan minimnya ketersediaan lapangan kerja. Dengan kata lain, lapangan pekerjaan yang
tersedia tidak dapat menyerap tenaga kerja yang ada, lebih-lebih tenaga kerja yang tidak terdidik
dan tidak terampil. Masalah ini akan menyebabkan semakin meningkatnya tingkat pengangguran
sehingga jumlah penduduk miskin semakin besar sehingga berakibat negatif pada sektor-sektor
lain.

Dalam ketenagakerjaan di Indonesia tidak hanya mencakup masalah pengangguran


terbuka tetapi juga masalah pekerja tidak penuh. Pengangguran terbuka adalah keadaan dimana
jumlah lowongan kerja yang tersedia tidak mencakup seluruh angkatan kerja yang ada. Masalah
ketenagakerjaan juga bisa terjadi pada tenaga kerja khususnya jika keterampilan seseorang tidak
sesuai dengan lapangan pekerjaan yang ada sehingga menyebabkan pekerja tidak penuh karena
jumlah jam kerja tidak memenuhi syarat jam kerja normal.

Di Provinsi Jawa Tengah, tingkat pengangguran terbuka Kabupaten Wonogiri menempati


posisi terkecil kedua setelah Kabupaten Temanggung, yaitu 3,45 (SAKERNAS, 2014). Akan
tetapi, rendahnya tingkat pengangguran tidak menjadikan Kabupaten Wonogiri terlepas dari
msalah ketenagakerjaan. Pasalnya, data SAKERNAS 2014 menunjukkan bahwa jumlah pekerja
tidak penuh di Kabupaten Wonogiri lebih besar daripada jumlah pekerja penuh. Jumlah pekerja
tidak penuh tercatat sebesar 55,03 sedangkan jumlah pekerja penuh sebesar 44,97. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di Kabupaten Wonogiri kecil, namun jumlah
penduduk yang bekerja kurang dari jam normal lebih banyak dibandingkan dengan penduduk
yang bekerja pada jam normal. Tingginya jumlah pekerja tidak penuh di suatu wilayah
menyebabkan kurang optimalnya produktivitas pekerja di Kabupaten Wonogiri.

Pekerja paruh waktu adalah mereka yang menghendaki pekerjaaan tidak penuh, bisa
dengan alasan sedang bersekolah, mengurus rumah tangga atau mereka memang tidak
memerlukan pekerjaan penuh. Di sisi lain, mereka yang menjadi setengah penganggur
merupakan pekerja yang bukan atas kehendaknya sendiri melainkan karena tidak mampu
mencari pekerjaan tambahan atau pekerjaan penuh. Sehingga jumlah pekerja setengah
penganggur menjadi petunjuk untuk megetahui berapa kesempatan kerja baru yang harus
diciptakan oleh Pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan yang layak dan sesuai untuk
mengurangi jumlah pekerja setengah penganggur.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, status perkawinan,
pendidikan, tempat tinggal dan status pekerjaan utama sebagai variabel independen sedangkan
variabel dependen yang digunakan adalah kondisi pekerja menurut jam kerja yang dibagi
menjadi 3 kategori, yaitu setengah pengangguran, pekerja paruh waktu dan pekerja purna waktu.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti faktor-
faktor yang mempengaruhi kondisi pekerja menurut jam kerja di Kabupaten Wonogiri Tahun
2014.

1.2. Batasan dan Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas di sini adalah mengenai kondisi pekerja berdasarkan
jam kerja di Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Wonogiri tahun 2014 yang dipengaruhi oleh
variabel jenis kelamin, daerah tempat tinggal, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan status
pekerjaan utama. Berdasarkan batasan permasalahan tersebut terbentuk rumusan masalah yaitu:
Bagaimana pengaruh variabel jenis kelamin, daerah tempat tinggal, status perkawinan, tingkat
pendidikan, dan status pekerjaan utama terhadap kondisi pekerja berdasarkan jam kerja di
Kabupaten Wonogiri tahun 2014?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variabel jenis kelamin, daerah
tempat tinggal, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan utama terhadap
kondisi pekerja berdasarkan jam kerja di Kabupaten Wonogiri tahun 2014 menggunakan model
regresi multinomial nominal.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukan untuk para pembuat kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan


2. Sebagai referensi bagi peneliti lainnya terkait masalah ketenagakerjaan
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Regresi Logistik Multinomial


Regresi logistik multinomial atau disebut juga model logit politomus adalah
model regresi yang digunakan untuk menyelesaikan kasus regresi dengan variabel
dependen berupa data kualitatif berbentuk multinomial (lebih dari dua kategori) dengan
satu atau lebih variabel independen.
Persamaan model regresi logistik multinomial dapat dituliskan sebagai berikut:


ln ( ) = j 0 j1 x1 j 2 x2 ... jp x p


dengan ln ( ) merupakan variabel dependen yang berupa variabel kategori

politomus dengan skala pengukuran nominal, x p menyatakan variabel independen, dan

jp adalah parameter.

Metode yang digunakan untuk mengestimasi parameter model regresi logistik


multinomial pada penulisan ini adalah metode maksimum likelihood (maximum
likelihood methods). Persamaan likelihood pada regresi logistik multinomial merupakan
persamaan nonlinear dalam parameter koefisien regresi , sehingga untuk
menyelesaikan persamaan tersebut sampai diperoleh nilai estimasi parameternya
digunakan algoritma Newton Raphson. Kemudian setelah diperoleh estimasi parameter,
dilakukan uji taraf nyata parameter menggunakan Uji rasio likelihood dan uji Wald.

Response variable (Y) bersifat multicategory shg akan berdistribusi multinomial


dengan J kategori. Probabilita outcome di kategori ke-j dinotasikan dengan j, j = 1, 2, ...,
J.

Variabel prediktor dapat berupa variabel kuantitatif (continuous), kualitatif


(discrete), atau keduanya/campuran. Regresi logistik multinomial terdiri atas (J 1) logit,
dimana satu kategori (kategori ke-J) dianggap sebagai kategori referensi (reference
category) dan logit merupakan log odds dari outcome di kategori ke-j relatif terhadap
kategori referensi.

2.2. Kondisi Pekerja Menurut Jam Kerja


Kondisi Pekerja
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), bekerja adalah kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang
lalu. Kegiatan tersebut termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam
suatu usaha/kegiatan ekonomi. Penduduk dikatakan termasuk angkatan kerja adalah
penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun
sementara tidak bekerja dan pengangguran.
BPS sendiri telah membagi kondisi pekerja berdasarkan jumlah jam kerja
seseorang dalam satu minggu yang terdiri dari pekerja penuh dan pekerja tidak penuh.
Pekerja penuh adalah mereka yang berkerja di jam normal (minimal 35 jam seminggu)
sedangkan pekerja tidak penuh adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal
(kurang dari 35 jam seminggu).
Pekerja tidak penuh dibagi lagi kedalam dua kategori yaitu setengah penganggur
dan pekerja paruh waktu. Setengah Penganggur adalah mereka yang bekerja di bawah
jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu), dan masih mencari pekerjaan atau
masih bersedia menerima pekerjaan (daholu disebut setengah pengangguran terpaksa)
sedangkan Pekerja Paruh Waktu adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal
(kurang dari 35 jam seminggu), tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia
menerima pekerjaan lain (daholu disebut setengah pengangguran sukarela).

Jam Kerja
Penelitian ini menggunakan variabel jumlah jam kerja seluruh pekerjaan untuk
menggolongkan kondisi pekerja. Menurut BPS, jumlah jam kerja seluruh
pekerjaan adalah lamanya waktu dalam jam yang digunakan untuk bekerja dari seluruh
pekerjaan, tidak termasuk jam kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk
hal-hal di luar pekerjaan selama seminggu yang lalu. Bagi pedagang keliling, jumlah jam
kerja dihitung molai berangkat dari rumah sampai tiba kembali di rumah dikurangi waktu
yang tidak merupakan jam kerja, seperti mampir ke rumah famili/kawan dan sebagainya.

2.3. Status Pekerjaan


Menurut BPS, Status Pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam
melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Mulai tahun 2001 status pekerjaan
dibedakan menjadi 7 kategori yaitu:

a. Berusaha sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung resiko secara
ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan
dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun
pekerja tak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau
keahlian khusus.

b. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar, adalah bekerja atau berusaha
atas resiko sendiri, dan menggunakan buruh/pekerja tak dibayar dan atau
buruh/pekerja tidak tetap.

c. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar, adalah berusaha atas resiko sendiri dan
mempekerjakan paling sedikit satu orang buruh/pekerja tetap yang dibayar.

d. Buruh/Karyawan/Pegawai, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau


instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang
maupun barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan
sebagai buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap memiliki
majikan tetap jika memiliki 1 (satu) majikan (orang/rumah tangga) yang sama dalam
sebolan terakhir, khusus pada sektor bangunan batasannya tiga bolan. Apabila
majikannya instansi/lembaga, boleh lebih dari satu.

e. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang


lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebolan terakhir)
di usaha pertanian baik berupa usaha rumah tangga maupun bukan usaha rumah
tangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang
maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan.
Usaha pertanian meliputi: pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
peternakan, perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian.

f. Majikan adalah orang atau pihak yang memberikan pekerjaan dengan pembayaran
yang disepakati.

g. Pekerja bebas di nonpertanian adalah seseorang yang bekerja pada orang


lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari 1 majikan dalam sebolan terakhir),
di usaha non pertanian dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang
maupun barang dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan.Usaha
non pertanian meliputi: usaha di sektor pertambangan, industri, listrik, gas dan air,
sektor konstruksi/ bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan, pergudangan dan
komunikasi, sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa
perusahaan, sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.Huruf e dan f yang
dikembangkan molai pada publikasi 2001, pada tahun 2000 dan sebelumnya
dikategorikan pada huruf d dan a (huruf e termasuk dalam d dan huruf f termasuk
dalam a).

h. Pekerja keluarga/tak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu orang lain
yang berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, baik berupa uang maupun barang.

Pekerja tak dibayar tersebut dapat terdiri dari:

o Anggota rumah tangga dari orang yang dibantunya, seperti istri/anak yang
membantu suaminya/ayahnya bekerja di sawah dan tidak dibayar.

o Bukan anggota rumah tangga tetapi keluarga dari orang yang dibantunya, seperti
famili yang membantu melayani penjualan di warung dan tidak dibayar. Bukan
anggota rumah tangga dan bukan keluarga dari orang yang dibantunya, seperti
orang yang membantu menganyam topi pada industri rumah tangga tetangganya
dan tidak dibayar.

2.4. Hubungan Status Pekerjaan dengan Kondisi Pekerja

Dari penjelasan sebelumnya didapatkan bahwa status pekerjaan memiliki


7 kategori yang berbeda. Tentu saja masing-masing kategori memiliki jumlah jam kerja
yang berbeda pula. Misalkan saja jumlah jam kerja untuk pekerja yang berusaha sendiri
akan berbeda dengan pekerja yang berusaha dibantu buruh. Hal ini lah yang
menyebabkan faktor status pekerjaan berpengaruh signifikan terhadap kondisi pekerja.

2.5. Jenis Kelamin


Hubungan Jenis Kelamin dengan Kondisi Pekerja
Cendrawati (2000) mengatakan bahwa secara absolut perempuan yang tidak
bekerja lebih rendah daripada laki-laki yang tidak bekerja, namun dalam kenyataannya
tingkat pengangguran perempuan lebih tinggi. Probabilitas tenaga kerja perempuan
menjadi pengangguran terselubung mencapai 2,3 kali lebih besar daripada laki-laki.
Tingginya angka tersebut kemungkinan disebabkan kebanyakan laki-laki adalah sebagai
kepala rumah tangga dan sebagai sumber pendapatan utama keluarga sehingga dalam
kondisi tersebut, sulit bagi laki-laki tidak bekerja. Selain itu, kemungkinan keterbatasan
jenis pekerjaan bagi perempuan, perlakuan diskriminasi dari pengusaha terhadap
perempuan serta hambatan sosial budaya tertentu merupakan faktor penyebab tingginya
proporsi perempuan tidak bekerja.

2.6. Status Perkawinan


BPS membagi status perkawinan kedalam empat kategori, yaitu:
a. Belum Kawin
Status dari mereka yang pada saat pencacahan belum terikat dalam
perkawinan.
b. Kawin
Status dari mereka yang pada saat pencacahan terikat dalam perkawinan, baik
tinggal bersama maupun terpisah. Termasuk didalamnya mereka yang kawin sah
secara hukum (hukum adat, agama, negara, dsb) maupun mereka yang hidup
bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai suami istri.
c. Cerai Hidup
Status dari mereka yang telah hidup berpisah dengan suami atau istrinya
karena bercerai dan belum kawin lagi.
d. Cerai Mati
Status untuk mereka yang telah hidup berpisah dengan suami atau istrinya
karena meninggal dunia dan belum kawin lagi.

Hubungan Status Perkawinan dengan Kondisi Pekerja


Status perkawinan sangat signifikan mempengaruhi seorang berisiko
memiliki pekerjaan atau tidak. Risiko seseorang tidak memiliki pekerjaan bagi yang
belum menikah lebih besar satu kali daripada yang berstatus menikah. Faktor status
perkawinan dan status di dalam rumah tangga menjadi sangat penting. Adanya peran
perempuan yang lebih besar dalam rumah tangga mengakibatkan perempuan yang
telah menikah harus memegang peran ganda, yaitu sebagai perempuan bekerja dan
orang yang melaksanakan tugas dalam rumah tangga. Dengan pertimbangan
tanggung jawab ganda tersebut ibu rumah tangga yang bekerja memiliki karateristik
tingkah laku yang berbeda dengan pekerja laki-laki sehingga dalam pemilihan jenis
pekerjaan yang fleksibel disesuaikan dengan aktivitas dalam rumah tangga.
Perempuan yang telah menikah cenderung memilih pekerjaan yang tidak menyita
waktu agar dapat tetap mengurus rumah tangganya. Sebaliknya, laki-laki telah
menikah termotivasi untuk bekerja karena tanggung jawabnya sebagai kepala rumah
tangga sehingga altematif untuk memilih pekerjaan menjadi terbatas. Dengan
demikian, perempuan yang telah menikah dan memiliki kewajiban sebagai ibu rumah
tangga memiliki peluang memliki jam kerja lebih sedikit dibandingkan dengan
perempuan yang belum menikah.

2.7. Tingkat Pendidikan


Pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah tingkat pendidikan yang dicapai
seseorang setelah mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi suatu tingkatan sekolah dengan
mendapatkan tanda tamat (ijazah). BPS membagi pendidikan dalam 14 kategori, yaitu:
a. Tidak/belum pernah sekolah adalah tidak/belum pernah terdaftar dan aktif mengikuti
pendidikan di suatu jenjang pendidikan, termasuk mereka yang tamat/belum tamat
Taman Kanak-kanak yang tidak melanjutkan ke Sekolah Dasar.
b. Tidak/belum tamat SD
c. SD meliputi Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah dan sederajat.
d. Paket A setara SD
e. SMP meliputi jenjang pendidikan SMP Umum, Madrasah Tsanawiyah, SMP
kejuruan dan sederajat.
f. SMP kejuruan
g. Paket B setara SMP
h. Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah
i. Sekolah Menegah Kejuruan (SMK)
j. Paket C setara SMA
k. Diploma I / II
l. Diploma III
m. Diploma IV / Universitas
n. S2/S3

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kondisi Pekerja


Pendidikan merupakan investasi bagi manusia yang akan dirasakan
manfaatnya dimasa yang akan datang. Semakin tinggi jenjang pendidikan maka
semakin besar peluang untuk memperoleh pekeraan yang lebih baik. Dengan
meningkatnya pendidikan, diharapkan mampu mendapatkan pekerjaan dengan upah
yang relatif tinggi dimana upah yang tinggi biasanya dicirikan dari pekerjaan yang
memiliki jam kerja normal. Keadaan tersebut menyebabkan tenaga kerja dengan Jatar
belakang pendidikan tinggi lebih memilih menganggur daripada bekerja dengan upah
yang kecil dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan disiplin ilmunya. Keadaan
sebaliknya, tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah cenderung memilih sektor
tradisional dengan tingkat produktivitas yang tidak maksimal.
Ngadi (2005) juga menemukan bahwa pada umumnya setengah
pengangguran terjadi pada tingkat pendidikan rendah yang menggambarkan
produktivitas yang rendah. Sejalan dengan penelitian Soetomo (1984), di negara
berkembang pada umumnya kurva tingkat pengangguran berbentuk U terbalik, dimana
tingkat pengangguran tenaga kerja untuk tingkat pendidikan SD relatif rendah,
kemudian kembali meningkat pada tingkat pendidikan SLTA dan menurun kembali
pada tingkat pendidikan diploma/perguruan tinggi.

2.8. Tempat Tinggal


Berdasarkan publikasi BPS tahun 2010 dikatakan bahwa Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) di perkotaan cenderung lebih tinggi daripada di perdesaan. Penduduk
yang aktif mencari kerja di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan. Pencari
kerja beranggapan pekerjaan lebih tersedia di perkotaan, sehingga mereka mencari kerja
di perkotaan. Hal ini juga menyebabkan penduduk perdesaan bermigrasi ke perkotaan
untuk mencari kerja, karena mereka menilai peluang mereka mendapatkan pekerjaan di
kota lebih tinggi daripada diperdesaan. Hal ini dapat menjelaskan bahwa kondisi pekerja
di kota memiliki jam kerja lebih banyak dibandingkan desa yang berarti faktor tempat
tinggal berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi pekerja.
BAB III

ANALISIS & PEMBAHASAN

Pada model kali ini, terdapat 391 sel (55,2%) persen dari total data keseluruhan (yaitu
tingkat variabel dependen oleh subpopulasi) yang bernilai nol karena terdapat variabel kontinyu.

Warnings
There are 391 (55.2%) cells (i.e., dependent variable levels by subpopulations) with zero
frequencies.
Unexpected singularities in the Hessian matrix are encountered. This indicates that either
some predictor variables should be excluded or some categories should be merged.
The NOMREG procedure continues despite the above warning(s). Subsequent results
shown are based on the last iteration. Validity of the model fit is uncertain.

3.1. Uji Kesesuaian Model


Sebelum melangkah lebih lanjut dalam melakukan analisis regresi multinomial
logistik, diuji dahulu apakah model yang terbentuk sudah sesuai (fit).
Hipotesis Uji:
H0: Model fit
H1: Model tidak fit
Tingkat signifikansi: 5%

Goodness-of-Fit
Chi-
Square df Sig.
Pearson 235.267 428 1.000
Deviance 257.777 428 1.000

Hasil uji kelayakan metode pearson didapat nilai signifikan 1.00 yang artinya
gagal tolak H0 sehingga dapat dinyatakan bahwa model yang terbentuk sudah sesuai/fit.
Dalam analisis ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi semu untuk
mengetahui seberapa besar keragaman data pada variabel bebas mampu menjelaskan
keragaman data pada variabel tak bebas

Pseudo R-Square
Cox and Snell .248
Nagelkerke .325
McFadden .198

Kita ambil nilai nagelkerke sebesar 0.325 yang mengindikasikan bahwa keragaman data
variabel bebas dalam penelitian mampu menjelaskan keragaman data variabel terikatnya
sebesar 32.5 persen. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel bebas lain yang ada di
luar model.
3.2. Uji Simultan
Setelah model dinyatakan fit, kemudian diuji apakah secara umum variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hipotesis uji
H0: variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
H1: minimal satu variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen

Model Fitting Information


Model
Fitting
Criteria Likelihood Ratio Tests
-2 Log Chi-
Model Likelihood Square df Sig.
Intercept
679.596
Only
Final 425.902 253.695 42 .000
Hasil uji menunjukkan nilai signifikan 0.000 yang berarti menolak H0 sehingga dapat
dinyatakan bahwa minimal satu variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.

3.3. Uji Parsial


Setelah dilakukan uji simultan, kemudian diuji variabel independen mana saja
yang berpengaruh terhadap variabel dependen.
Hipotesis uji
H0: jenis kelamin mempengaruhi kondisi pekerja menurut jam kerja
H0: daerah tempat tinggal mempengaruhi kondisi pekerja menurut jam kerja
H0: status perkawinan mempengaruhi kondisi pekerja menurut jam kerja
H0: tingkat pendidikan mempengaruhi kondisi pekerja menurut jam kerja
H0: status pekerjaan utama mempengaruhi kondisi pekerja menurut jam kerja
H1: variabel independen tidak mempengaruhi kondisi pekerja menurut jam kerja

Likelihood Ratio Tests


Model Fitting
Criteria Likelihood Ratio Tests
-2 Log Likelihood Chi-
Effect of Reduced Model Square df Sig.
Interce
425.902a .000 0 .
pt
X1 430.328b 4.426 2 .109
X2 431.249b 5.347 2 .069
X3 438.123b 12.221 6 .057
X4 482.733 56.831 20 .000
X5 518.306b 92.404 12 .000

Dari hasil uji parsial, terlihat bahwa kedua variabel independen (tingkat
pendidikan dan status pekerjaan utama) secara statistik mempengaruhi variabel dependen
(kondisi pekerja menurut jam kerja). Hal ini terlihat dari probabilitas masing masing
variabel bebas yang lebih kecil daripada = 5%. Cara lain bisa ditempuh dengan
membandingkan nilai statistik chi-square masing masing variabel bebas dengan nilai
pada tabel chi-square.

3.4. Ketepatan Klasifikasi Model


Hasil ketepatan klasifikasi model adalah sebagai berikut.

Classification
Predicted
setengah paruh purna Percent
Observed pengangguran waktu waktu Correct
setengah
4 0 0 100.0%
pengangguran
paruh waktu 1 303 148 67.0%
purna waktu 0 118 316 72.8%
Overall Percentage 0.6% 47.3% 52.1% 70.0%

Berdasarkan hasil klasifikasi model, dapat dilihat bahwa model hanya dapat
mengklasifikasikan obyek secara benar sebesar 70% dan 30 % obyek diklasifikasikan
dengan salah.

3.5. Persamaan Regresi


Dari output estimasi parameter, dapat disusun persamaan sebagai :
= 1
( ) = 20.410 10.6331 + 13.2472 + 11.1153 (1) 1.8043 (2)
= 3
1.3763 (3) 46.1554 (1) 55.4854 (2) 45.9624 (3)
56.0274 (5) 34.2674 (6) 35.2144 (8) 32.1284 (9)
24.0534 (11) 24.6324 (12) 23.364 (13) 14.9585 (1)
13.8695 (2) 15.8785 (3) 25.9085 (4) 4.0425 (5)
14.4475 (6)
= 2
( ) = 16.405 0.3511 0.092 + 0.1893 (1) + 0.5593 (2)
= 3
0.6963 (3) 14.5974 (1) 14.9144 (2) 15.6974 (3)
16.1064 (5) 16.2964 (6) 16.4044 (8) 15.7534 (9)
15.1984 (11) 28.6654 (12) 15.1124 (13) 0.9855 (1)
0.985 (2) 2.9585 (3) 2.2165 (4) 2.3085 (5)
1.4565 (6)

3.6. Odds Ratio


Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai Exp(B) atau disebut juga Odds
Ratio. Interpretasi X4 kode 1 pada kondisi setengah pengangguran ialah kecenderungan
seseorang dengan tingkat pendidikan tidak/belum pernah sekolah untuk menjadi setengah
pengangguran daripada pekerja penuh sebesar 9.019E-21 kali lipat dari seseorang dengan
tingkat pendidikan S2/S3. Atau bisa dikatakan bahwa kecenderungan seseorang dengan
tingkat pendidikan S2/S3 untuk menjadi setengah pengangguran daripada pekerja penuh
sebesar 1.1E20 kali lipat dari seseorang dengan tingkat pendidikan tidak/belum pernah
sekolah.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Faktor yang memengaruhi kondisi pekerja menurut jam kerja adalah variabel tingkat
pendidikan dan status pekerjaan utama. Sementara itu, variabel jenis kelamin, daerah
tempat tinggal, dan status perkawinan tidak berpengaruh terhadap kondisi pekerja
menurut jam kerja.
b. Keragaman data variabel bebas dalam penelitian ini mampu menjelaskan keragaman
data variabel terikatnya sebesar 32.5 persen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh
variabel bebas lain yang ada di luar model.
4.2. Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menambahkan variabel independen
lain selain jenis kelamin, daerah tempat tinggal, status perkawinan, tingkat pendidikan,
status pekerjaan utama, yang tentunya dapat mempengaruhi variabel dependen (kinerja
pekerja) guna melengkapi penelitian. Hal ini dikarenakan masih ada variabel-variabel
independen lain di luar penelitian yang berpotensi dan dinilai mampu mempengaruhi
kinerja pekerja, misalnya usia.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik


Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2013. Jakarta Pusat: Badan
Pusat Stastistik.

BPS Provinsi Jateng. 2014. Profil Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2014. Badan
Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Jawa Tengah
Harfina, Dewi S. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran Terselubung di
Perdesaan Jawa Tengah: Analisis Data Sakernas 2007. Jurnal Kependudukan Indonesia

Kinanti, C. (2015). Analisis Tentang Setengah Penganggur di Indonesia: Antara Sukarela Dan
Keterpaksaan. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Kuswantoro dan Suprapto. (2015). Pemodelan Tingkat Angkatan Kerja Dengan Algoritma K-
Means . Jurnal Ilmiah NERO, Vol. 2, No.1, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
www.worldbank.org
LAMPIRAN

Lampiran: estimasi parameter

Вам также может понравиться