Вы находитесь на странице: 1из 6

Nekrolisis epidermal toksik (TEN)

Pengertian nekrolisis epidermal toksik

Nekrolisis epidermal toksik (TEN) adalah suatu bentuk SJS yang lebih parah. Untungnya
sangat jarang terjadi karena sering berakibat fatal. Penyakit ini ditandai dengan pelepuhan
dan pengelupasan lapisan teratas kulit. Lesi- lesi yang terbentuk menyerupai luka bakar yang
parah dan perlu dibedakan dari sindrom kulit melecur staphylococcal, yang memiliki
kenampakan mirip tetapi lepuh muncul lebih dekat ke permukaan kulit. Biopsi kulit sering
diperlukan untuk membedakan kedua penyakit ini. 1

Penyebab nekrolisis epidermal toksik

TEN paling sering disebabkan oleh reaksi berbahaya terhadap sebuah obat, meski terkadang
muncul pada pasien yang tidak memakai obat apapun. Penyebab non-obat mencakup infeksi
bakteri dan virus, tumor ganas, vaksinasi atau tidak ada penyebab yang jelas (idiopatik). Obat
yang diketahui menyebabkan TEN mencakup:

Antibiotik

Sulfonamida

Penisilin

Makrolida

Quinolon

Allopurinol

NSAID (obat anti-inflammatory nonsteroid)

Atikonvulsan (obat antiepilepsi)


Prevalensi nekrolisisi epidermal toksik2

TEN bisa terjadi pada usia berapapun, ras apapun dan kedua jenis kelamin. Dengan alasan
yang belum diketahui, penyakit ini tampak lebih umum pada perempuan dibanding laki-laki.
Orang-orang tua kemungkinan memiliki risiko yang lebih besar karena mereka cenderung
memakai lebih banyak obat.

Gejala Klinis nekrolisis epidermal toksik3

TEN biasanya bermula dengan 2-3 hari gejala seperti flu yang mencakup demam, batuk, luka
tenggorokan, hidung beringus, dan sakit serta nyeri yang umum. Ini diikuti dengan fase kritis
yang pada umumnya berlangsung 8 sampai 12 hari. Tanda-tanda dan gejala-gejala fase ini
mencakup:

Demam terus menerus

Konjungtivitis (sore eyes) yang biasa terjadi 1-3 hari sebelum lesi kulit muncul Ruam dini
yang mirip campak (bintik merah kecil) berkembang menjadi kulit keremah-merahan yang
meluas dan terasa sakit

Pengelupasan menyeluruh pada kulit dan membran mukus tanpa pembentukan lepuh berisi
cairan. Kulit yang terkelupas menyisakan lapisan dalam yang terbuka, kemerahan, dan terasa
nyeri

Bibir berdarah atau pecah-pecah yang membentuk kerak

Nyeri parah

Komplikasi nekrolisis epidermal toksik

Komplikasi bisa terjadi, yang telah terkait dengan tingkat mortalitas 30-40%. Komplikasi ini
mencakup:

Pengelupasan membran mukus dalam mulut, tenggorokan, dan saluran pencernaan; ini
menimbulkan kesulitan dalam makan dan minum sehingga mengarah pada dehidrasi dan
kekurangan gizi

Infeksi kulit oleh bakteri


Pengelupasan konjungtiva dan gangguan-gangguan mata lainnya bisa menyebabkan kebutaan
Pneumonia

Keterlibatan saluran genital bisa menimbulkan gagal ginjal Infeksi sistemik dan septisemia
(keracunan darah)

Syok dan gagal multi-organ3,4

Pengertian SCORTEN

SCORTEN adalah skor keparahan sakit yang dibuat untuk memprediksikan tingkat mortalitas
pada kasus SJS dan TEN. Poin 1 diberikan untuk masing-masing dari tujuh kriteria yang ada
pada saat perujukan ke rumah sakit. Kriteria ini adalah:

Usia di atas 40 tahun.

Ada tumor ganas (kanker)

Denyut jantung >120

Persentase awal pengelupasan epidermal >10% Kadar urea serum >10 mmol/L

Kadar glukosa serum >14 mmol/L

Kadar bikarbonat serum <20 mmol/L

Tingkat mortalitas diprediksikan sebagai berikut:

SCORTEN 0-1: berarti >3,2% tingkat mortalitas

SCORTEN 2: berarti > 12,1%

SCORTEN 3: >35,3%

SCORTEN 4: >58,3%

SCORTEN 5: atau lebih >90%


Tatalaksana6

TEN merupakan status gawat darurat medis yang berpotensi mengancam keselamatan pasien
sehingga memerlukan diagnosis dan pengobatan dengan segera. Jika ditimbulkan oleh obat,
obat yang diduga sebagai penyebab harus segera dihentikan pemakaiannya. Pengobatan lain
yang tidak perlu harus segera dihentikan.

Pasien harus dirawat inap di rumah sakit dan dirawat oleh perawat khusus, seringkali di unit
perawatan intensif. Pada beberapa situasi pasien bisa dirawat di unit luka bakar. Aspek-aspek
penting dari perawatan mencakup:

1. Resusitasi cairan dan elektrolit

2. Antibiotik intravena untuk infeksi

3. Penatalaksanaan nyeri

4. Dukungan gizi

5. Perawatan luka

6. Debridema (pengangkatan) jaringan mati secara bedah

7. Kemungkinan penggunaan immunoglobulin intravena, siklosporin,


plasmaferesis atau oksigen hiperbarik.

8. Steroid sistemik tidak lagi direkomendasikan.

Sindrom Stevens-Johnson dan TEN1,2,3

Sindrom Stevens-Johnson (SJS) dan TEN adalah dua bentuk penyakit yang sama. Kedua
penyakit ini berpotensi mengancam keselamatan pasien dan menyebabkan ruam,
pengelupasan kulit, dan luka pada membran-membran mukus.

Pada sindrom Stevens-Johnson, seseorang mengalami pelepuhan membran-membran mukus,


biasanya pada mulut, mata, dan vagina, dan ruam berbintik. Pada TEN, terdapat pelepuhan
yang serupa pada membran mukus, tetapi disamping itu seluruh lapisan teratas kulit
(epidermis) terkelupas pada daerah tubuh yang luas. Kedua penyakit ini bisa membahayakan
nyawa pasien.

Hampir semua kasus disebabkan oleh reaksi terhadap sebuah obat, paling sering antibiotik
sulfa; barbiturat; antikonvulsan, seperti fenistoin dan karbamazepin; obat NSAID (anti-
inflammatory non steroid); atau allopurinol.

Beberapa kasus disebabkan oleh infeksi bakteri. Terkadang, penyebab penyakit ini tidak bisa
diidentifikasi. Penyakit ini terjadi pada semua kategori usia tetapi lebih umum pada orang-
orang tua, kemungkinan karena mereka menggunakan lebih banyak obat. Gangguan ini juga
lebih besar kemungkinannya terjadi pada penderita AIDS.

Gejala

Sindrom SJS dan TEN biasanya dimulai dengan demam, sakit kepala, batuk, dan tidak enak
badan. Selanjutnya ruam kemerah-merahan muncul pada wajah dan trunkus, sering menyebar
selanjutnya ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak beraturan. Daerah ruam membesar dan
menyebar, sering membentuk lepuh pada bagian pusatnya. Kulit lepuh sangat rapuh dan
mudah terkelupas. Pada sindrom Stevens-Johnson, kurang dari 10% permukaan tubuh yang
terkena. Pada TEN, banyak daerah kulit yang terkelupas, sering hanya dengan sentuhan atau
tekanan kecil. Pada banyak orang yang mengalami TEN, 30% atau lebih permukaan tubuh
terkelupas. Daerah kulit yang terkena terasa nyeri, dan pasien merasa sangat sakit dengan
menggigil dan demam. Pada beberapa orang, rambut dan kuku rontok. Tahap aktif dari ruam
dan pengelupasan kulit bisa berlangsung antara 1 sampai 14 hari.6

Pada kedua penyakit ini, lepuh muncul pada membran-membran mukus di mulut,
tenggorokan, anus, genital, dan mata. Kerusakan membran mukus pada mulut menyebabkan
kesulitan makan, dan menutup mulut akan menimbulkan rasa nyeri, sehingga air liur pasien
bisa keluar terus menerus. Mata bisa menjadi sangat sakit, membengkak dan terisi cairan
nanah sehingga mata tidak bisa tertutup. Kornea bisa mengalami scarring. Urethra juga bisa
terkena, sehingga buang air kecil terasa sulit dan sakit. Terkadang membran mukus saluran
pencernaan dan pernapasan terlibat, menghasilkan diare dan sulit bernapas.

Kehilangan kulit pada TEN mirip dengan luka bakar parah dan sama-sama berbahaya bagi
nyawa pasien. Banyak cairan dan larutan garam yang bisa merembes keluar dari daerah yang
terkelupas. Seseorang yang mengalami penyakit ini sangat rentan terhadap gagal organ dan
infeksi pada tempat -tempat yang terkena, jaringan yang terbuka. Infeksi seperti ini
merupakan penyebab kematian yang paling umum pada orang yang mengalami penyakit ini.
Pengobatan2

Orang yang mengalami sindrom Stevens-Johnson atau TEN dirawat inap di rumah sakit. Obat
apa pun yang dicurigai sebagai penyebab penyakit harus dihentikan dengan segera. Jika
memungkinkan, pasien dirawat di unit luka bakar dan diberikan perawatan cermat untuk
menghindari infeksi. Jika pasien bertahan hidup, kulit akan tumbuh kembali, dan seperti
halnya luka bakar, graf kulit tidak diperlukan. Cairan dan larutan garam, yang keluar melalui
kulit yang terkelupas, digantikan secara intravena.

Penggunaan kortikosteroid untuk mengobati penyakit ini masih kontroversial. Beberapa


dokter percaya bahwa pemberian kortikosteroid dosis tinggi dalam beberapa hari pertama
akan bermanfaat, sedangkan yang lainnya percaya bahwa kortikosteroid tidak boleh
digunakan. Obat-obat ini menekan sistem imun, yang meningkatkan potensi terjadinya infeksi
serius. Jika infeksi terjadi, dokter memberikan antibiotik dengan segera.

Pada banyak kasus, dokter memberikan imunoglobulin manusia intravena (IVIg) utuk
mengobati TEN. Zat ini membantu mencegah kerusakan kulit dan perkembangan pelepuhan
lebih lanjut.1,2

Daftar Pustaka

1. Darmstadt GL, Sidbury L. Vesicobullous disorders. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB (eds) : Textbook of Pediatrics. 17th Ed Philadelphia, WB Saunders 2004. pp.
2181-4.
2. Carroll MC, Yueng-Yue KA, Esterly NB. Drug-induced hypersensitivity syndrome in
pediatric patients. Pediatrics 2001; 108 : 485-92.

3. Gruchalla R. : Understanding drug allergies. J Allergy Clin Immunol 2000; 105 : S637-
44.
4. Reilly TP, Lash LH, Doll MA. A role for bioactivation and covalent binding within
epidermal keratinocytes in sulfonamide-induced cutaneous drug reactions. J Invest Dermatol
2000; 114 : 1164-73.
5. Yawalkar N, Egli F, Hari Y. Infiltration of cytotoxic T cells in drug-induced cutaneous
eruptions. Clin Exp Allergy 2000; 30 : 847-55.
6. Yawalkar N, Shrikhande M, Hari Y. Evidence for a role for IL-5 and eotaxin in
activating and recruiting eosinophils in drug-induced cutaneous eruptions. J Allergy Clin
Immunol 2000; 106 : 1171-76.

Вам также может понравиться