Вы находитесь на странице: 1из 10

BAB 1

PENDAHULUAN

Spondilitis Tuberkulosa (TB Tulang Belakang) atau dikenal juga dengan Potts disease
adalah penyakit infeksi pada tulang belakang yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Percivall pott (1793) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit dengan deformitas tulang belakang
yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut dengan penyakit pott. Penyakit ini merupakan
infeksi sekunder dari tempat utama yaitu paru-paru dimana kuman tersebut menyebar ke
tulang belakang secara hematogen.1
TB tulang belakang adalah penyakit yang paling umum serta salah satu bentuk yang paling
berbahaya dan angka kejadiannya terhitung 50% dari semua kasus TB tulang.2 Spondilitis
tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok usia2-10 tahun dengan perbandingan yang
hampir sama antara wanita dan pria.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Infeksi tuberkulosis pada tulang belakang atau yang sering disebut Spondilitis Tuberkulosis
atau Potts disease disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Spondilitis Tuberkulosa
sangat berpotensi menyebabkan morbiditas serius, termasuk defisit neurologis yang permanen dan
deformitas yang berat, oleh karena itu diagnosis dini sangatlah penting. Perubahan bentuk
deformitas yang sering terjadi berupa kifosis atau yang lebih dikenal gibbus (Faried A et al,
2015)

B. Anatomi

C. Epidemiologi
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2016 sekitar sepertiga
populasi dunia terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis, walaupun hanya sebagian
kecil dari infeksi tersebut yang berkembang menjadi Spondilitis Tuberkulosis. Kejadian dan
prevalensi Spondilitis Tuberkulosis yang sebenarnya tidak diketahui oleh sebagian besar
negara. Namun, diasumsikan sebanding dengan infeksi tuberkulosis pada paru. Sekitar 10%
pasien dengan tuberkulosis ekstrapulmoner memiliki keterlibatan skeletal. Tulang belakang
adalah daerah yang paling sering terlibat. Spondilitis Tuberkulosis mewakili sekitar 50% dari
semua kasus tuberkulosis skeletal. Individu dengan gangguan sistem kekebalan tubuh karena
kemoterapi untuk kanker, usia lanjut, diabetes mellitus, alkoholisme, malnutrisi dan
penyalahgunaan obat-obatan, berisiko lebih besar terkena penyakit ini. Dalam kasus koinfeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) resikonya adalah 26 sampai 31 kali lebih tinggi,
karena infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah infeksi oportunistik yang paling umum
yang terkait dengan HIV. (Esteves et al, 2017)

2
Pada tahun 2015, terdapat 10,4 juta kasus TB yang ditemukan diseluruh dunia. 60% kasus
pada negara : India, Indonesia, China, Nigeria, Pakistan dan Afrika selatan. Sekitar 400.000
kasus disertai infeksi HIV. (Esteves et al, 2017)
Indonesia menduduki peringkat ke-3 setelah negara India dan China dengan populasi yang
terinfeksi tuberkulosis. Terhitung 20% Infeksi TB pulmonal menyebar menuju
ekstrapulmonal. Sedangkan 11% dari TB ekstrapulmonal merupakan TB Osteoartikular dan
Spondilitis TB. Tulang belakang yang sering terlibat lumbal, servical dan thorakal.
Spondilitis TB umumnya menyerang negara dengan kasus TB paru dan kondisi lingkungan
yang buruk. Umumnya menyebabkan kematian pada anak-anak dan usia dewasa.
Penanganan Spondilitis TB secara umum berupa pengobatan OAT, immobilisasi dengan atau
tanpa pembedahan. (Faried et al, 2015)

D. Etiologi

Spondilitis TB sering terjadi akibat penyakit sekunder yang berasal dari tempat lain.
Umunya sering terjadi pada anak-anak penyebarab secara hematogen. Lokasi tersering adalah
tulang punggung (vertebrae bodies) sering disebut Potts disease. Lebih dari 50% dari
Spondilitis TB mengenai tulang punggung, lokasi tersering adalah thoracal bagian bawah,
thoracolumbal, lumbal bagian atas. Diduga sering akibat penyebaran hematogen dari infeksi
traktus urinarius melalui pleksus batson. (Chairudin, 2012)

Infeksi tbc pada vertebrae disertai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi
prosesnya lambat pada vertebrae anterior. Penyebaran dari jaringan yang mengalami
pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga akan terbentuk
tuberculosis squestra. Sedangkan jaringan granulasi tbc akan mengalami penetrasi menuju
korteks dan terbentuk abses paravertebrae yang dapat menjalar ke atas maupun bawah
melewati ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Kerusakan progresif vertebrae
bagian anterior selanjutnya akan menyebabkan timbulnya kifosis. (PDT)

E. Patogenesis
Kuman Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman bacillus yang komplek
sebagai penyebab TB. Terdapat 60 spesies basil kuman yang memiliki kemiripan dengan
kuman Mycobacterium tuberculosis. Namun hanya sedikit yang menimbulkan penyakit pada

3
manusia, terutama : Mycobacterium tuberculosis (penyebab tersering), Mycobacterium bovis,
Mycobacterium microti dan Mycobacterium africanum. (Esteves et al, 2017)
Infeksi Spondilitis Tuberkulosis berawal dari korpus vertebrae dimana terjadi
hiperemi dan eksudasi, akibatnya semakin lama terjadilah destruksi tulang dan membuat
korpus menjadi kolaps. Eksudat tersebut semakin menumpuk sehingga timbulah abses, abses
tersebut kemudian menyebar ke otot psoas dan jaringan ikat sekitarnya, sehingga disebut cold
abses. Cold abses yang meluas mencegah pembentukan tulang baru dan pada saat yang
bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular sehingga menimbulkan tuberculous
sequestra serta kerusakan diskus invertebralis. Akibat kerusakan korpus vertebrae yang
dimulai dari bagian anterior terbentuklah gambaran seperti baji atau kapak sehingga
menyebabkan tulang vertebrae menjadi kifosis dan terbentuk suatu tonjolan dipunggung yaitu
gibus. (Zuwanda, 2013)

Sedangkan bagian posterior tulang belakang terdapat proyeksi tulang yang


membentuk lengkungan tulang belakang. Lengkungan tersebut terdiri dari dua pedikel dan
dua lamina. Sedangkan kanalis spinalis berisi spinal cord, lemak, ligamen, dan darah. Di
bawah setiap pedikel terdapat sepasang saraf spinal keluar dari spinal cord dan melewati
foramen intervertebralis kemudian bercabang menuju tempatnya masing-masing.7 Salah satu
fungsi spinal cord adalah sebagai sistem saraf pusat, sehingga jika ada abses yang menumpuk
di kanalis spinalis akan mendesak kanalis spinalis tersebut kemudian membuat tekanan
langsung dengan saraf-saraf spinal yang ada didalamnya, akibatnya terjadilah defisit
neurologis. (Zuwanda, 2013)
Defisit neurologis terjadi selain karena abses juga diakibatkan oleh : 1) penyempitan
kanalis spinalis oleh abses paravertebral, 2) subluksasio sendi faset patologis, 3) jaringan
granulasi, 4) vaskulitis, trombosis arteri/ vena spinalis, 5) kolaps vertebra, 6) abses epidural
atau 7) invasi duramater secara langsung. Akibat defisit neurologis menyebabkan terjadinya
paraplegia, paresis, hipestesia dan nyeri radikular. (Zuwanda, 2013)

4
Terdapat 5 Stadium perjalanan penyakit pada Spondilitis tuberkulosa:
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dala tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun,
bakteri akan replikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu.
Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya
terjadi daerah sentral vertebrae.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebrae serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini, terjadi destruksi yang massif,kolaps vertebrae dan terbentuk massa
kasseosa (pengejuan) serta pus yang berbentuk cold abses, yang terjadi 23 bulan
setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat berbentuk sequestrum serta
kerusakan diskus intervertebralis. Pada fase ini terbentuk tulang baji terutama di
sebelah depan (wedging anterior)akibat kerusakan corpus vertebrae yang
menyebabkan kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi lebih
dipengaruhi oleh tekanan abseske kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari
seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebrae thorakalis memiliki kanalis
spinalis yang berukuran kecil sehingga gangguan neurologis lebih muah terjadi pada
daerah ini.

5
Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu diketahui derajat kerusakan paraplegi,
yaitu:
a. Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah yang terjadi setelah melakukan
aktivitas dan setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi kelainan sensoris.
b. Derajat II : terjadi kelemahan pada anggota gerak bawah, namun penderita masih
dapat melakukan aktivitas.
c. Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
aktivitas penderita disertai hipestesia/anestesia
d. Derajat IV : terjadi gangguan sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan
miksi. Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung keadaan
penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dan
abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh
adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit ini yang sudah tidak aktif terjadi
karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau akibat terbentuknya
jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis
paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang secara perlahan da
dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskular vertebrae.
Derjat I-III disebut paraparesis, sedangkan derajat IV disebut sebagai paraplegia.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 35 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.
Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebrae yang masih di
daerah anterior. (Chairudin, 2012)

F. Diagnosis

Spondilitis Tuberkulosis adalah penyakit kronis dengan perkembangan lambat dan


berbahaya. Durasi total penyakit ini bervariasi dari beberapa bulan sampai beberapa tahun,
dengan durasi penyakit rata-rata berkisar antara 4 sampai 11 bulan. Diagnosis dini spondilitis
TB sulit ditegakkan dan biasanya dapat ditegakkan saat stadium lanjut, saat sudah mengalami
deformitas tulang belakang dan defisit neurologis. (Esteves, 2017)
Penegakkan diagnosis sama halnya pada penyakit lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, diikuti pemeriksaan penunjang. Keberhasilan diagnosis dini memberikan prognosis
yang baik.

6
1. Anamnesa
Secara klinis gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis
pada umumnya, yaitu berupa badan lemah/lesu, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
suhu subfebril terutama pada malam hari serta nyeri pada punggung. (Chairudin, 2012)
Nyeri punggung, defisit neurologis, cold abses, dan kifosis merupakan gejala khas pada
Spondilitis tuberkulosis. Nyeri punggung merupakan gejala yang paling sering dan beberapa
penelitian melaporkan adanya nyeri punggung pada 90% sampai 100% pada Spondilitis
tuberkulosis. Hal ini dapat bervariasi dari rasa sakit yang relatif lemah namun konstan,
hingga nyeri yang parah dan menyebabkan kelemahan tubuh. Biasanya, terletak pada lokasi
yang terlibat. Gejala yang paling serius dan paling ditakuti adalah komplikasi neurologis.
Jenis defisit neurologis ditentukan oleh tingkat vertebra yang terlibat dan defisit yang tidak
diobati dapat berkembang menjadi paraplegia atau tetraplegia. (Esteves, 2017)
2. Pemeriksaan fisik

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa berupa:
a. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan laju endap darah atau lekositosis
Uji Mantoux positif
Pada biakan kuma ditemukan mycobacterium
Pemeriksaan histopatologi dapat ditemukan tuberkel
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe
b. Pemeriksaan radiologis

G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Spondilitis Tuberkulosis adalah Spondilitis piogenik dan keganasan
primer. Spondilitis piogenik adalah salah satu penyakit dengan presentase gejala yang serupa
dengan Spondilitis TB. Spondilitis piogenik umumnya disebabkan oleh Staphylococcus
aureus, Streptococcus, dan Pneumococcus. Melalui kultur kuman dapat dibedakan antara
spondilitis TB dengan spondilitis piogenik.
Keganasan primer pada anak-anak yang cukup sering menyebabkan kompresi medulla
spinalis meliputi neuroblastoma, sarkoma ewing dan hemangioma. Formasi abses dan adanya

7
fragmen tulang adalah temuan MRI yang dapat membedakan spondilitis TB dengan
neoplasma.

H. Terapi
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin
untuk menghentikan atau memperlambat progresifitas serta mencegah paraplegia.
Pengobatan terdiri atas:
1. Terapi konservatif berupa
a. Tirah baring (bedrest)
b. Memperbaiki keadaan umum penderita
c. Pemasangan brace pada penderita, baik yang dilakukan tindakan bedah maupun tidak
d. Pemberian obat anti tuberkulosis (OAT)
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang efektif dan mencegah terjadinya
kekebalan kuman tuberkulosis terhadap obat yang diberikan maka diberikan
kombinasi beberapa obat tuberkulostatik.
Kriteria penghentian pengobatan apabila:
Keadaan umum penderita membaik
Laju endap darah menurun/tetap
Gejala klinis berupa spasme dan nyeri berkurang
Gambaran radiologik berupa union pada vertebrae

2. Tindakan operatif
Indikasi operasi, yaitu:
a. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin
berat. Biasanya 3 minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis
tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatik
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus
dilakukan debridement dan bone graft
c. Bila pada pemeriksaan radiologis seperti foto polos, mielografi maupun CT scan dan MRI
ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

8
Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi
untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operasi dapat berupa fusi
posterior atau melalui operasi radikal.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama pada tuberkulosis tulang
belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal,
yaitu bila terdapat cold abses, lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Cold abses (abses dingin)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi
resorpsi spontan dengan obat tuberkulostatik.
Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah.
Terdapat 3 cara untuk menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debridement fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debridement fokal radikal yang disertai bone graft pada bagian anterior
Paraplegia
Penanganan yang dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi
b. Leminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dan pada bagian posterior

9
BAB 3
KESIMPULAN

10

Вам также может понравиться