Вы находитесь на странице: 1из 7

PENGARUH PELATIHAN BANTUAN HIDUP DASAR TERHADAP PENGETAHUAN

DAN MOTIVASI MENOLONG KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS


PADA POLISI KOTA YOGYAKARTA
Irawati Hidayah, Faris Bariqi

ABSTRACT

Background: Basic life support (BLS) is an action to save someone who experiences a state of
emergency. Need enough of motivation to be able to help the victims of emergencies. This
motivation is especially important for traffic police in performing basic life support in cases of
medical emergency traffic accidents. Learning through training is a great way to improve the
skills and motivation in doing BLS. The purpose of this study was to determine the influence of
basic life support training to the level of motivation to help victims of road traffic accidents in
the city of Yogyakarta police using validated quetionaire.
Methods: This study is a quasi experimental with pre-post test and control group design. The
study involved 76 respondents Yogyakarta traffic police. Data analysis using Paired Sample T-
test and Independent Sample T-test.
Results: Analysis of the data is done by Paired Sample T-test showed p value = 0.332 at the pre-
test and post test control group, p value = 0,028 on the value of pre test and post test
intervention group. Analysis by Independent Sample T-test, the results showed the p value =
0.319 on the value of pre test and intervention control group, p value = 0,016 on the value of
post test control group and intervention. It can be concluded that the artifacts BLS training effect
on the level of motivation to help traffic accident victims in Yogyakarta Police.
Conclusion: There is influence between BLS training on the level of motivation to help victims of
road traffic accidents in the Yogyakarata Police.

Keywords : training, basic life support, motivation, emergency, menolong

INTRODUCTION Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)


mengungkapkan bahwa 1,2 juta orang
Kegawatdaruratan dapat terjadi kapan
meninggal dalam kecelakaan lalu lintas
saja, dimana saja, dan pada siapa saja.
setiap tahun di seluruh dunia. Indonesia
Kondisi gawat darurat dapat terjadi akibat
merupakan salah satu negara yang memiliki
trauma atau non trauma yang
tingkat kecelakaan lalu lintas yang cukup
mengakibatkan henti nafas, henti jantung,
tinggi yang menempati urutan kelima dunia
kerusakan organ dan atau pendarahan.
dalam kasus kecelakaan lalu lintas (WHO,
Tingginnya angka kecelakaan lalu lintas
2015). Angka kematian akibat kecelakaan di
membuat kondisi kegawatdaruratan semakin
Indonesia pada kurun waktu 2000 2010
meningkat.
terus mengalami peningkatan, rata-rata waktu dan ketepatan menangani korban
perkiraan kematian akibat kecelakaan tiap kegawatdaruratan sangat penting dilakukan,
tahunnya adalah 31.234 jiwa atau 85-86 jiwa sehingga penanganan pertama perlu
terenggut nyawanya setiap hari, 60% korban diintegrasikan dan dikoordinasikan dengan
berada pada usia produktif (Korlantas Polri, baik untuk meningkatkan kelangsungan
2010). Kecelakaan lalu lintas merupakan hidup yang optimal bagi korban.
penyebab kematian pada kalangan muda Penanganan pertama yang dimaksud adalah
berusia 15-29 tahun dan mengahabiskan 3% pemberian bantuan hidup dasar (BHD).
dari anggaran dana Pemerintah (WHO, BHD adalah rangkaian tindakan dasar
2015). Angka kecelakaan lalu lintas di kota yang diberikan kepada seseorang yang
Yogyakarta pada tahun 2015 masih cukup mengalami keadaan kegawatdaruratan. BHD
tinggi. Direktorat Lalu Lintas Kepolisian merupakan bagian dari pengelolaan gawat
Kota Yogyakarta mencatat sejak bulan darurat medik yang bertujuan untuk
Janauri hingga Desember 2015 jumlah mencegah berhentinya sirkulasi atau
kecelakaan mencapai 651 kasus. berhentinya. Kemungkinan bertahan hidup
Korban kecelakaan lalu lintas yang pada korban kecelakaan yang mengalami
menimbulkan kegawatdaruratan dapat henti jantung diluar rumah sakit menurun 7-
semakin buruk atau berujung pada kematian 10% tiap menit yang berlaku sejak
jika tidak ditangani dengan cepat. dimulainya henti jantung. Korban yang
Keberhasilan pertolongan penderita yang menerima BHD memiliki dua sampai tiga
mengalami kondisi gawat darurat tidak kali tingkat kelangsungan hidup yang lebih
hanya ditentukan oleh kualitas dari tinggi yaitu 8,2 % vs 2,5 % untuk pasien
pelayanan gawat darurat di rumah sakit yang menerima BHD.
namun juga keberhasilan pertolongan yang Keterampilan BHD dapat diajarkan
diberikan diluar rumah sakit. Statsistik kepada siapa saja. Semua lapisan
menunjukkan bahwa hampir 90% korban masyarakat seharusnya diajarkan tentang
meninggal ataupun cacat disebabkan oleh BHD, terlebih bagi para pekerja yang
korban terlalu lama dibiarkan atau waktu berkaitan dengan pemberian pertolongan
telah melewati golden period dan keselamatan. Pemberian BHD pada kasus
ketidaktepatan serta akurasi pertolongan saat kecelakaan dengan henti jantung secara
pertama kali korban ditemukan. Ketepatan signifikan oleh bystander BHD atau orang
yang telah mendapatkan pelatihan mengenai jalan dan meminimalisir korban kecelakaan
BHD dapat meningkatkan 3 kali kesempatan sebagaimana tertulis dalam peraturan kepala
korban untuk selamat, namun hanya 32% kepolisian negara Republik Indonesia
korban yang mendapatkan bantuan dari Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan
bystander BHD. Hal tersebut menjelaskan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat
bahwa untuk dapat mengatasi banyaknya Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor.
kasus kegawatdaruratan dibutuhkan Tata kerja ini mengatur tentang tugas polisi
peningkatan jumlah bystander BHD. berkaitan dengan tanggung jawab polisi
Masyarakat sebagai sasaran dalam akan keselamatan pengguna jalan.
pembentukan bystander BHD terdiri dari Peratuaran ini menunjukkan bahwa
beragam kelompok tak terkecuali pada keterampilan BHD pada korban kecelakaan
profesi polisi lalu lintas. Dewasa ini, jika menjadi penting untuk dimiliki oleh polisi
terjadi fenomena kasus kecelakaan lalu dalam upaya menjalankan tugas yang telah
lintas pada masyarakat maka hal pertama diembankan kepada aparat kepolisian
yang dilakukan adalah memanggil polisi. sebagai penolong pertama di lokasi kejadian.
Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana Pertolongan BHD tidak mudah
pokok yang berada dibawah Kapolres yang dilakukan terutama untuk masyarakat awam.
melaksanakan tugas patroli jalan raya serta Terdapat fenomena psikologis yang disebut
penanganan kecelakaan lalu lintas. Sindrom Genovese atau bystander effect
Sayangnya peran polisi saat terjadi yaitu ketika seseorang menghadapi sebuah
kecelakaan hanya sebatas mengamankan kejadian kegawatdaruratan orang tersebut
kejadian kecelakaan lalu lintas dan tidak mempunyai cukup motivasi untuk
masyarakat yang sedang di sekitar lokasi menolong korban itu karena ada orang lain
kejadian. Menurut studi pendahuluan yang muncul. Ketidakmampun mengenali
penulis laksanakan, terdapat persepsi yang keadaan, pemberian bantuan, atau
berkembang dipihak kepolisian bahwa ketakutan-ketakutan lain yang dialami
pemberian pertolongan pertama pada korban menjadi penyebab seseorang tidak
kecelakaan adalah ranah dari petugas termotivasi untuk memberikan bantuan.
kesehatan bukan tugas dari polisi. Motivasi memberikan perolongan atau
Polisi lalu lintas sebagai aparat yang yang disebut dengan perilaku prososial
bertugas menjaga keselamatan pengguna adalah seluruh dorongan, keinginan, hasrat
dan tenaga penggerak atau dorongan lainnya berisiko. Pelatih dapat memberikan umpan
yang berasal dari dalam diri individu untuk balik pada peserta pelatihan yang
melakukan suatu tindakan pertolongan pada memungkinkan untuk mengevaluasi kinerja
orang lain orang lain yang ada dalam mereka secara rinci. Pelatihan BHD
kondisi distress (menderita) atau mengalami memberikan efek yang positif terhadap
kesulitan. Perilaku prososial merupakan peserta pelatihan, terdapat peningkatan
tindakan sukarela yang mengambil tanggung keterampilan, motivasi dan kepercayaan diri
jawab untuk menyejahterakan individu lain, dalam melakukan BHD.
mempengaruhi individu lain dalam
kehidupan bersosiolisasi terutama dalam TUJUAN
situasi interaksi dan meningkatkan toleransi Mengetahui pengaruh pelatihan
hidup antar individu. bantuan hidup dasar terhadap pengetahuan
Terdapat berbagai teori yang dapat dan motivasi menolong korban kecelakaan
mempengaruhi perilaku prososial, salah lalu lintas pada polisi kota Yogyakarta.
satunya adalah teori belajar. Belajar
bertujuan untuk menguasai segala sesuatu MATERIAL AND METHOD
yang berguna untuk hidup. Semakin banyak Penelitian ini merupakan penelitian
seseorang mempelajari suatu hal maka ia quasi experiment with pre-post test and
akan lebih termotivasi untuk bertingkah laku control group design. Populasi yang diteliti
sesuai dengan yang pernah dipelajarinya. dalam penelitian ini adalah polisi kota
Pembelajaran melalui pelatihan Yogyakarta.
merupakan cara yang tepat untuk Kriteria inklusi untuk menjadi subjek
meningkatkan keterampilan dan motivasi dalam penelitian ini adalah Polisi lalu lintas
dalam melakukan BHD. Pelatihan di Satuan Kepolisian kota Yogyakarta dan
membantu menyiapkan diri dalam bersedia menjadi subjek dalam penelitian
menghadapi situasi yang nyata sehingga dengan mengisi informed consent sebelum
peserta pelatihan lebih mengetahui apa yang pelathan dilaksanakan Kriteria eksklusi yang
harus dilakukan jika menghadapi situasi ditetapkan dalam penelitian ini adalah polisi
yang serupa. Pelatihan memberikan lalu lintas yang tidak hadir dalam
kesempatan untuk praktek klinis terkontrol pelaksanaan pelatihan BHD dan polisi lalu
tanpa menempatkan pasien atau orang lain
lintas yang tidak mengikuti jalannya perbedaan tingkat motivasi antara kelompok
pelatihan secara lengkap. perlakuan dan kontrol adalah independent
Besar sampel pada tiap kelompok samle T-test.
yang digunakan adalah 38, sehingga jumlah
sampel untuk kelompok intervensi dan
kelompok kontrol sebesar 76 orang yang
memenuhi kriteria yang telah dipaparkan.
Alat yang digunakan untuk
mengukur motivasi menolong korban
kecelakaan lalu lintas dalam penelitian ini
adalah kuesioner. Pertanyaan tersebut terdiri
dari 10 item favorable (F) dan 10
pertanyaan unfavorable (Uf). Skor
pertanyaan favorable adalah 4 poin untuk
Sangat Setuju (SS), 3 poin untuk setuju (S),
2 poin untuk tidak setuju (TS), dan 1 poin
untuk sangat tidak setuju (STS). Skor
pertanyaan unfavorable adalah 4 poin untuk
sangat tidak setuju (STS), 3 poin untuk tidak
setuju (TS), 2 poin untuk setuju (S), dan 1
sangat setuju (SS) poin untuk. Pertanyaan-
pertanyaan yang telah disusun tersebut akan
diuji validitas dan reabilitas. Uji validitas
menggunakan Pearson Correlation dan uji
reabilitas menggunakan Alpha Cronbach.
Uji yang digunakan untuk
membandingkan perbedaan tingkat motivasi
sebelum dan sesudah pelatihan pada
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
adalah paired sample T-test. Uji selanjutnya
yang digunakan untuk membandingkan
RESULT
N (%)
Karakteristik Responden Kontrol Intervensi
N % N %
Usia
< 29 th 2 5 3 8
29 - 40 th 27 71 20 53
41 - 55 th 7 19 14 37
> 55 th 2 5 1 2
Total 38 100 38 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 37 97 37 97
Perempuan 1 3 1 3
Total 38 100 38 100
Beban Kerja
Shift 35 92 34 89
Non Shift 3 8 4 11
Total 38 100 38 100
Pendapatan
< Rp. 2.000.000 3 8 3 8
Rp 2.000.000 - Rp 5.000.000 34 89 28 74
> Rp 5.000.000 1 3 7 18
Total 38 100 38 100
Lama Pengalaman Kerja
< 5 th 0 0 2 5
5 - 10 th 19 50 13 34
> 10 th 19 50 23 61
Total 38 100 38 100
Pangkat
Bintara 26 68 21 55
Bintara tinggi 11 29 10 26
Perwira pertama 1 3 7 19
Total 38 100 38 100
Klasifikasi Intervensi Kontrol P-value
1 2 3 4 1&2 3&4 1&3 2&4
Pre Post Pre Post

Pengetahuan Menolong 0, 0,185 0,328 0,000


Situasi Sosial 12,08 13,63 11,87 12,37 0,000 0,053 0,514 0,002
Biaya menolong 13,18 13,68 13,11 13,00 0,043 0,254 0,813 0,041
Karakteristik orang yang terlibat 14,00 13,71 13,76 13,74 0,034 0,661 0,509 0,042
Mediator Internal 13,34 13,68 13,16 13,11 0,045 0,644 0,612 0,033
Latar belakang pendidikan 14,08 14,32 13,47 13,45 0,048 0,838 0,118 0,010
Motivasi menolong 68,68 69, 65,37 65,66 0,028 0,332 0,319 0,016

Вам также может понравиться