Вы находитесь на странице: 1из 6

ARTIKEL 1

Belajar dari Nyonya Manerr

Oleh: Delly Ferdian.

Setelah hampir satu abad (sejak 1919), perusahaan jamu terbesar di Indonesia
Nyonya Meneer, akhirnya lelah berdiri. Dianggap tak mampu membayar kewajibannya
kepada 35 kreditor dengan nilai kurang lebih Rp 85 miliar, membuat Nyonya Meneer
dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga Semarang. Walaupun mengklaim bahwa
hutangnya hanya berkisar Rp 17,7 miliar, namun kasus yang melanda perusahaan
jamu terbesar di Indonesia ini adalah tamparan keras bagi Industri jamu Tanah Air.

Tidak dapat dimungkiri bahwa, perubahan pola konsumsi masyarakat, memaksa


produsen jamu untuk terus berinovasi. Namun pada kenyataannya, banyak produsen
jamu tradisional salah satunya Nyonya Meneer gagal menawarkan produk yang sesuai
dengan minat masyarakat saat ini. Memang benar, mengubah dasar produk seperti
jamu tradisional dalam bentuk cair yang cendrung pahit, menjadi manis, tidak semudah
membalik telapak tangan. Namun, produsen harus pintar menangani hal tersebut, jika
tak mau tergusur dengan produk yang sesuai dengan lidah masyarakat.

Di tengah perubahan pola konsumsi masyarakat yang semakin instan, kecendrungan


masyarakat untuk mengonsumsi suplemen makanan sudah menjadi tren sendiri.
Namun, hemat saya, produk jamu masih memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan
dengan produk kesehatan lainnya, salah satunya karena minimnya efek samping. Oleh
karena itu, saya menganggap bahwa kans untuk industri jamu masih cerah. Buktinya,
Kementerian Perindustrian mencatat industri pengolah sektor farmasi dan obat tra-
disional berhasil mencatat kenaikan ekspor sebesar 26,93 persen atau setara US$
59,34 juta pada Februari 2017. Data gabungan produsen jamu (GP Jamu) pun
mencatat nilai penjualan produk jamu tidak bisa dianggap buruk yakni sekitar Rp 19
triliun pada 2016. Data tersebut menunjukkan bahwa industri jamu masih layak untuk
digeluti, hanya tinggal bagaimana produsen pintar-pintar berinovasi.

Kemunduran industri jamu memang sangat terasa saat ini, khususnya bagi masyarakat
sebagai konsumen. Mungkin anda sendiri kemunduran tersebut. Ya, mungkin sebagian
juga ada yang langsung bertanya, siapa sih konsumen jamu saat ini? Jika ada, saya
yakin banyak yang sependapat dengan saya bahwa konsumen atau penggemar jamu
tradisional saat ini hanya mereka yang telah berumur 30 sampai 40 tahun ke atas,
artinya, penggemar jamu hanya terbatas pada golongan orang-orang tua saja. Namun
apakah semua orang tua minum jamu? Saya rasa tidak. Oleh karena itu, wajar jika
sekarang, sangat sulit kita jumpai mbok-mbok jamu gendong yang masih eksis men-
jajakan jamu ke komplek-komplek perumahan.

Mungkin masih banyak pihak yang optimis dengan masa depan industri jamu, wajar,
karena memang pada kenyataannya, produk jamu memiliki keunggulan tersendiri.
Namun, hemat saya, jika jamu tak mampu berbenah dan menyesuaikan diri, saya rasa
akan banyak industri jamu selain Nyonya Meneer akan ikut terpuruk.
Saya akan bercerita sedikit soal jamu dari sudut pandang saya sebagai anak muda
atau generasi milenial. Saya sendiri bukan penikmat jamu, namun pernah menikmati
jamu. Jamu olahan yang saya minum, paling hanya beras kencur plus rasa manisnya,
karena menurut saya itulah jamu yang paling manis rasanya. Mungkin jika ibu saya
tidak menyuruh untuk minum jamu, saya rasa, saya tidak akan pernah minum jamu
yang diolahan mbok-mbok jamu yang dulu rajin mampir ke komplek. Saya rasa, itu
kenangan yang cukup lama, sudah bertahun-tahun saya tidak minum jamu. Bukan ber-
arti saya tidak suka jamu beras kencur itu, namun karena mbok-mbok jamu langganan
ibu saya sudah berganti jualan, dari jamu menjadi gado-gado. Saya yakin, si mbok
berhenti jualan jamu, karena jamu tidak begitu digemari masyarakat.

Dari pengalaman ini, dapat disimpulkan bahwa jamu sendiri sudah mulai ditinggalkan,
tidak begitu dinikmati masyarakat khususnya anak muda. Karena bisnisnya yang
kurang menarik, membuat aktifitas perdagangan jamu kian menyusut. Sebagus apapun
khasiat dari sebuah produk, jika tidak dipasarkan dengan pola marketing yang baik,
maka produk tersebut akan tetap kalah bersaing dipasaran. Wajar, jika anak muda lebih
suka nangkring di caf-caf, walaupun produk yang didagangkan belum tentu
berkhasiat.

Menurut hemat saya, inilah momentum industri jamu untuk berbenah. Pertama, produk
jamu harus lebih relevan. Produsen jamu harus pintar-pintar mengolah rasa tanpa
mengubah khasiat. Kedua, produk jamu juga harus dikemas dengan lebih menarik se-
hingga sesuai dengan minat semua kalangan, baik tua dan muda. Ketiga, produk jamu
harus dipasarkan lebih menarik, artinya promosi yang menarik menjadi salah satu
upaya untuk terus mendongkrak penjualan.

Sesungguhnya, kehadiran industri jamu tradisional adalah manifestasi dari budaya


Indonesia itu sendiri. Namun, industri jamu tetap harus berinovasi, selama esensi dari
jamu itu sendiri tidak berubah, maka jamu akan tetap memiliki pasar di Tanah Air.

Saya rasa, setelah kebangkrutan perusahaan ritel asing Seven Eleven (Sevel),
kemudian disusul oleh kebangkrutan Nyonya Meneer, membuktikan bahwa tidak ada
jaminan baik pemodal asing maupun pemodal lokal, baik yang telah berumur apalagi
yang baru seumur jagung, atau yang bermodal besar maupun kecil, dapat tetap eksis
tanpa terus berinovasi. Oleh karena itu, inovasi adalah kata kunci bagi para pelaku
bisnis untuk tetap survivedalam persaingan pasar yang kian kompetitif. Jangan biarkan
jamu jadi barang jadul, jangan lelah berinovasi. ***
ARTIKEL 2
Jamu Nyonya Meneer Minim Inovasi?

JAKARTA, KOMPAS.com - Produsen jamu asal Semarang yakni PTNyonya


Meneer tengah didera masalah setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN)
Semarang pada Kamis (3/8/2017) pekan lalu.

Banyak yang tak menyangka perusahaan jamu terkemuka yang telah berdiri sejak 1919
itu tiba-tiba terbelit masalah hingga dinyatakan pailit.

Pakar Manajemen dan juga Guru Besar Universitas Indonesia, Rhenald


Kasali, mengatakan, kasus yang dialami oleh Nyonya Meneer merupakan fenomena
bisnis yang dikenal dengan zombie company.

Rhenald menejelaskan, zombie company merupakan perusahaan yang sendi-sendi


kehidupannya lebih dijalankan dengan menggunakan utang.

Menurutnya, Nyonya Meneer merupakan salah satu perusahaan warisan yang telah
lama berdiri di Indonesia dan dijalankan dari generasi ke generasi.

Setelah meninggalnya Nyonya Meneer, sang perintis usaha jamu tersebut pada tahun
1978, terjadi konflik di antara ahli waris dari anak Nyonya Meneer yang menjalankan
usaha tersebut.

Selepas itu, bisnis Nyonya Meneer kembali dilanjutkan pada generasi ketiga dan
berjalan stabil.

Namun sayangnya, perusahaan ini hanya menjalankan roda bisnis yang sudah berjalan
dan hanya mengandalkan kekuatan merek Nyonya Meneer tanpa melakukan inovasi
dari sisi produk maupun lini produksi.
Artkel 3
Artikel 4

Nyonya Meneer Pailit, Menteri Bambang: Usaha Perlu Inovasi


VIVA.co.id Perusahaan jamu legendaris, PT Nyonya Meneer, resmi dinyatakan pailit
alias bangkrut oleh Pengadilan Negeri Semarang. Perusahaan asli Kota Semarang,
Jawa Tengah itu digugat pailit karena memiliki tumpukan utang kepada sejumlah
kreditor.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang
Brodjonegoro, memandang, pesatnya perkembangan zaman menuntut manajemen
perusahaan untuk melakukan inovasi. Perusahaan pun harus bisa beradaptasi dengan
kondisi tersebut.
Berkaca dengan perusahaan sejenis Nyonya Meneer, Bambang mengatakan, sebagian
di antara mereka hingga saat ini tetap bertahan, karena mengubah manajemen bisnis
yang mengikuti zaman. Perusahaan tersebut pun mendapatkan keuntungan.
"Saya tidak mau men-judge masalah manajemen, atau masalah pasar. Tapi
perusahaan datang dan pergi. Hanya perusahaan yang punya daya saing dan bisa
menjaga kemampuan melihat peluang usaha yang akan bertahan," kata Bambang, di
Jakarta, Jumat 4 Agustus 2017.
Bambang mencontohkan, di negara seperti Amerika Serikat, ada beberapa perusahaan
besar yang tidak berdaya menghadapi pesatnya perkembangan zaman. Bahkan,
beberapa di antara perusahaan negeri Paman Sam, memutuskan untuk menghentikan
usahanya.
Dalam era teknologi saat ini, pola konsumsi masyarakat pun bisa berubah dengan
cepat. Apabila perusahaan tidak mampu beradaptasi untuk menciptakan suatu inovasi,
mantan menteri keuangan itu menilai, setiap perusahaan akan sulit untuk tetap eksis.
"Saya tidak mau memberikan pendapat (soal Nyonya Meneer) karena saya tidak tahu
ceritanya. Tapi, dia usaha datang dan pergi. Dia yang bertahan, adalah perusahaan
yang adaptif terhadap perubahan teknologi," katanya.
"Kalau dulu orang beli langsung secara fisik, sekarang membeli online lebih mudah.
Kita tidak bisa menyalahkan dunia usaha lesu kalau transaksi tetap berjalan," ujarnya..
Artikel 5
Nyonya Meneer Bangkrut, Ini Penyebabnya Selain Gagal Bayar Utang

TEMPO.CO, Jakarta -Pabrik jamu Nyonya Meneer bangkrut setelah gagal membayar
utang Rp 7,04 miliar kepada kreditornya. Pailit diputuskan oleh Pengadilan Negeri
Semarang pada Kamis pekan lalu.

Bangkrutnya Nyonya Meneer, menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan
Obat Tradisional, Dwi Ranny Pertiwi Zarman, banyak industri besar obat tradisional
harus bekerja ekstra untuk bersaing dengan produk lain di tingkat domestik dan luar
negeri. Apalagi, industri jamu seperti PT Nyonya Meneer juga harus bersaing dengan
jamu ilegal. Banyak produk ilegal didistribusikan secara online. Sementara itu, iklan
produk legal dikendalikan demi regulasi, kata Dwi, Minggu, 6 Agustus 2017.

Tantangan lain industri jamu adalah besarnya biaya persyaratan perubahan jenis usaha
dari industri kecil ke industri besar. Belum semua perusahaan jamu menguasai dan
menggunakan teknologi IT sebagai basis penjualannya.

Gugatan pailit terhadap Nyonya Meneer diajukan oleh kreditor Hendrianto Bambang
Santoso, asal Kabupaten Sukoharjo. Pemohon menyatakan PT Nyonya Meneer tidak
memenuhi kewajiban membayar utang. Atas putusan itu, kurator telah ditunjuk untuk
menyelesaikan kewajiban Nyonya Meneer kepada para kreditor.

Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Gati


Wibawaningsih, menyayangkan tutupnya perusahaan Jamu Nyonya Meneer akibat
pailit. Terlebih, perusahaan itu dalam dua tahun ke depan akan berusia tepat satu abad.

Sejak awal 2000-an sudah ada masalah internal, kepemilikan, dan lain-lain, kata Gati.
Menurut dia, perusahaan keluarga ini seharusnya berinovasi agar tak kalah bersaing
dengan produk baru.

Kementerian Perindustrian telah memberikan sejumlah pembinaan kepada pelaku


industri kecil obat tradisional agar bisa meningkatkan nilai tambah produk. Menteri
Perencanaan dan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan
perubahan zaman menuntut manajemen perusahaan mampu mengikuti bisnis modern.
Kita lihat ada merek lain yang disebut bisa melakukan adjustmentdengan baik,
keuntungan dan omzet pun meningkat, kata Bambang.

Вам также может понравиться