Вы находитесь на странице: 1из 29

ANALISIS KESEHATAN MASYARAKAT NAGGROE ACEH

DARUSSALAM PASCA TSUNAMI

FOKUS PEMBAHASAN : PENANGANAN KASUS HIV/AIDS PASCA


TSUNAMI ACEH TAHUN 2004

Kelas B/Kelompok 10

Nama Anggota Kelompok :

Arini Eka Pratiwi 260112150538


Diana Permatasari 260112150548
Nurul Fatiya Zakki 260112150562
Fitri Nurul Ramadhani 260112150586
Santi Intan Puspita Sari 260112150620
Yockie Dheafithraza 260112150621

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................3
BAB II ISI..........................................................................................................................4
2.1 Analisis Derajat Kesehatan Masyarakat..............................................................4
2.1.1 Mortalitas................................................................................................4
2.1.2 Morbiditas..............................................................................................7
2.1.3 Analisis Kependudukan..........................................................................7
2.1.4 Tenaga Kerja...........................................................................................9
2.1.5 Sarana Kesehatan..................................................................................10
2.1.6 Analisis Lingkungan.............................................................................11
2.1.7 Analisis Perilaku Kesehatan.................................................................12
2.2 Kasus HIV/AIDS Pasca Tsunami......................................................................14
2.3 Prioritas Masalah..............................................................................................17
2.4 Tujuan Pengadakan Program............................................................................18
2.4.1 Tujuan Umum.......................................................................................18
2.4.2 Tujuan Khusus......................................................................................18
2.5 Alternatif Penanganan HIV/AIDS....................................................................19
2.6 Rencana Program..............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................29
3

BAB I
PENDAHULUAN

Bencana gempa dan tsunami Aceh yang terjadi tahun 2004 silam,
menyisakan beribu kisah duka bagi seluruh masyarakat Aceh khususnya, bahkan
beberapa negara tetangga yang takkan terlupakan dari ingatan kita. Selain ratusan
ribu korban jiwa, termasuk kehilangan harta benda dan terpisahnya dari sanak
keluarga tercinta. Namun,dengan berjalannya waktu Aceh kembali bangkit dengan
segala suka duka, bantuan pemerintah local, nasional, maupun internasional.
Satu masalah terselesaikan muncul masalah baru yang dihadapi Aceh.
Sebelum tsunami kasus HIV hanya ada beberapa kasus, namun pasca tsunami
melonjak tajam menjadi puluhan bahkan ratusan kasus. Tingginya penyebaran
penyakit HIV/AIDS di Aceh pasca tsunami disebabkan warga tidak menyadari
bahwa dirinya terinfeksi HIV akibat minimnya fasilitas untuk tes HIV. Penyebaran
penyakit yang terjadi akibat perilaku warga yang menyimpang yaitu melakukan
hubungan seksual dengan penderita HIV tanpa kondom dan melakukan hubungan
seksual yang berpindah-pindah/bergonta-ganti pasangan. Penyebaran penyakit
tersebut memberikan reaksi yang begitu besar dari masyarakat.

Peningkatan kasus HIV di Aceh ini menyebabkan salah satu target


Millenium Development Goals (MDGs) gagal tercapai, yaitu gagalnya target
penghentian laju dan penurunan kasus HIV/AID yaitu berdasarkan data Dinas
Kesehatan Aceh, pada tahun 2004 baru satu kasus HIV/AIDS ditemukan di Aceh.
Pada 2005 menjadi dua kasus, lalu meningkat tahun 2006 menjadi tujuh kasus dan
bertambah lagi jadi sembilan kasus pada tahun 2007. Pada tahun 2008 berjumlah
total sebelas kasus, kemudian meningkat drastis pada tahun 2009 menjadi 46
kasus. Sementara tahun 2010 sudah ditemukan 11 kasus sehingga bisa dikatakan
terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS di Aceh. Bila menggunakan rumus estimasi
1:100, sementara penderita yang positif HIV/AIDS di Aceh 57 orang, maka
estimasi suspect penyakit mematikan ini sekitar 5.700 orang
Oleh sebab itu, kegiatan pencegahan HIV/AIDS di Aceh mulai dilakukan
oleh masyarakat sendiri yang diwakili oleh Lembaga Swadaya Masyarakat
setempat. Kegiatan yang dilakukan berupa upaya promotif dan preventif untuk
penanggulangan HIV dan AIDS. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan bertujuan
untuk membuka pemahaman masyarakat tentang bagaimana pencegahan dan
penanggulangan HIV dan AIDS. Namun, hingga saat ini masalah ini belum dapat
terselaikan sehingga perlu dilakukan alternative usaha lain untuk menanganinya.
4

BAB II

ISI

2.1 Analisis Derajat Kesehatan Masyarakat

Dalam menilai derajat kesehatan masyarakat di daerah Naggroe Aceh


Darussalam, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan. Indikator tersebut
umumnya terlihat dari kondisi mortalitas, morbiditas dan status gizi. Derajat
kesehatan masyarakat Aceh dapat digambarkan melalui Angka Kematian Bayi
(AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka
morbiditas beberapa penyakit. Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi
oleh banyak faktor. Faktor - faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor
kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana
kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan
sosial, keturunan dan faktor lainnya.

2.1.1 Mortalitas
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah bayi yang meninggal
sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup
pada tahun yang sama. AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk
menentukan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu banyak upaya
kesehatan yang dilakukan dalam rangka menurunkan AKB. Berbagai faktor dapat
menyebabkan adanya penurunan AKB, diantaranya pemerataan pelayanan
kesehatan berikut fasilitasnya. Hal ini disebabkan AKB sangat sensitif terhadap
perbaikan pelayanan kesehatan. Selain itu perbaikan kondisi ekonomi yang
tercermin dengan pendapatan masyarakat yang meningkat juga dapat
berkontribusi melalui perbaikan gizi yang berdampak pada daya tahan terhadap
infeksi penyakit.
5

Grafik 1. Angka Kematian Bayi per 1.000 kelahiran hidup menurut


Kabupaten/Kota di Aceh Tahun 2014

AKB terendah adalah Kota Banda Aceh sebesar 7 per 1.000 kelahiran
hidup, di ikuti Kota Sabang sebesar 9 per 1.000 kelahiran hidup dan Kabupaten
Aceh Tenggara sebesar 10 per 1.000 kelahiran hidup serta Kabupaten Aceh Utara
sebesar 11 per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi terdapat di
Kabupaten Simeulue sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup di ikuti Kabupaten
Nagan Raya sebesar 22 per 1.000 kelahiran hidup dan Kabupaten Aceh Barat
Daya sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Bila dilihat dari distribusi yang
bersumber dari kesehatan kabupaten/kota, diketahui jumlah kematian bayi di Aceh
tahun 2014 sebanyak 1456 jiwa dan jumlah lahir hidup sebanyak 100.088 jiwa.
Dengan menggunakan definisi operasional yang telah ditetapkan untuk
kedua indikator tersebut maka AKB di Aceh tahun 2014 sebesar 15 per 1.000
kelahiran hidup. Angka ini lebih tinggi dari tahun 2013 yaitu sebesar 13 per 1.000
kelahiran hidup.
Angka Kematian Balita (AKABA) adalah jumlah anak yang meninggal
sebelum mencapai usia 5 tahun yang dinyatakan sebagai angka per 1.000
kelahiran hidup. AKABA mempresentasikan peluang terjadinya kematian pada
fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun.
6

Grafik 2. AKABA di Aceh tahun 2010 2014

Angka Kematian Ibu (AKI) juga menjadi salah satu indikator penting
dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKI menggambarkan jumlah
ibu yang meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan
kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil)
selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan)
tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. AKI juga
dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan kehamilan. Indikator
ini dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama
kehamilan dan melahirkan. Sensitifitas AKI terhadap perbaikan pelayanan
kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan pembangunan sektor kesehatan

Grafik 3. Angka Kematian Ibu (AKI) di Kota/Kabupaten Aceh Tahun 2014


7

2.1.2 Morbiditas

Morbiditas adalah angka kesakitan, baik insiden maupun prevalen dari


suatu penyakit yang terjadi dalam suatu populasi pada kurun waktu tertentu.
Situasi penyakit, baik kesakitan maupun kematian, merupakan indikator dalam
menilai derajat kesehatan suatu masyarakat. Situasi Penyakit dengan insiden dan
prevalen yang tinggi di Aceh adalah sebagai berikut :

a) TBC

b) Pneumonia

c) HIV/AIDS dan Syphilis

d) Filiriasis

e) Kusta

f) Campak

g) Polio

h) DBD

i) Malaria

2.2 Analisis Kependudukan


Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu
wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Jumlah
penduduk di Provinsi Aceh meningkat dengan relatif cepat. Diperlukan kebijakan
untuk mengatur atau membatasi jumlah kelahiran agar kelahiran dapat
dikendalikan dan kesejahteraan penduduk makin meningkat.
Jumlah penduduk di Aceh berdasarkan grafik 4 dan tabel 1 penduduk
tertinggi terdapat di Kabupaten Aceh Utara dengan jumlah penduduk sebesar
572.961 jiwa, Kabupaten Bireuen sebesar 423.397 jiwa dan Kabupaten Pidie
sebesar 410.580 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat di Kota
Sabang sebesar 32,739 jiwa.
8

Grafik 4. Jumlah Penduduk munurut KabupatenKota Tahun 2014

Tabel 1. Jumlah Penduduk menurut Jenis kelamin 1985 - 2014


9

Grafik 5. Tren Laju Pertumbuhan Penduduk Aceh

2.1.4 Tenaga Kerja


Berdasarkan tabel 1 sebagian besar penduduk provinsi NAD bekerja di
bidang Pertanian dan Perkebunan.
10

Tabel 2. Pengelompokkan Pekerjaan Daerah Aceh Tahun 2014

2.1.5 Sarana Kesehatan


Jumlah puskesmas di Aceh sampai dengan Desember 2014 sebanyak 337
unit. Jumlah tersebut terdiri dari 143 unit puskesmas rawat inap dan 194 unit
puskesmas non rawat inap.
Jumlah rumah sakit publik di Aceh sampai dengan tahun 2014 sebanyak
32 unit, yang terdiri atas Rumah Sakit Umum (RSU) berjumlah 28 unit dan
Rumah Sakit Khusus (RSK) berjumlah 4 unit. Berbeda dengan rumah sakit
publik, rumah sakit privat dikelola oleh BUMN dan swasta (perorangan,
perusahaan dan swasta lainnya). Pada tahun 2014 terdapat 28 unit rumah sakit
privat di Aceh yang terdiri dari 27 unit RSU dan 1 unit RSK.
Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat dilihat dari rasio tempat tidur
terhadap 1.000 penduduk.

.
11

Tabel 3. Jumlah Sarana Kesehatan Kota/Kabupaten Aceh tahun 2014

2.1.6 Analisis Lingkungan


Persentase rumah sehat di Provinsi Aceh adalah sebesar 62,5%. Rumah
sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan yaitu
rumah yang memiliki jamban sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan
sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan
hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat dari tanah.
Persentase rumah tangga di Provinsi Aceh yang menggunakan air minum dari air
kemasan sebesar 1,1%, ledeng 12,9%, SPT 1,5%, SGL 42,2%, mata air 2,7%,
PAH 1,4% dan lainnya 16%. Persentase sarana sanitasi dasar yang memenuhi
syarat kesehatan di lingkungan pemukiman di Provinsi Aceh dimana keluarga
yang menpunyai jamban sehat sebesar 64,2%, rumah yang mempunyai tempat
sampah sehat sebesar 63,9% dan rumah yang memiliki pengelolaan air limbah
sehat sebesar 61,2%. Persentase institusi yang dibina kesehatan lingkungannya di
Provinsi Aceh dimana sarana kesehatan sebesar 84,3%, instalasi pengolahan air
minum sebesar 57, 3%, sarana pendidikan sebesar 56,7%, sarana ibadah sebesar
48,3%, perkantoran sebesar 48,5%, dan sarana lain sebesar 69,1%. Persentase
12

rumah/bangunan yang bebas jentik adalah sebesar 80,12% (Dinas Kesehatan


Aceh, 2012).
Sifat gotong royong bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Aceh. Namun
pasca bencana tsunami, sifat gotong royong tersebut memudar dimana terdapat
masyarakat yang memanfaatkan kondisi tersebut untuk mendapatkan keuntungan
yang lebih besar. Setelah beberapa tahun tsunami berlalu, akhirnya sifat gotong
royong pada masyarakat Aceh mulai tumbuh kembali yang ditunjukkan dengan
peran aktif masyarakat dalam pembangunan.

2.1.7 Analisis Perilaku Kesehatan


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam
kegiatankegiatan kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatankegiatan
kesehatan di masyarakat. Rumah Tangga ber-PHBS adalah rumah tangga yang
seluruh anggotanya berperilaku hidup bersih dan sehat, yang meliputi 10
indikator, yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi diberi ASI
eksklusif, balita ditimbang setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan
dengan air bersih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di
rumah sekali seminggu, makan sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas
fisik setiap hari, dan tidak merokok di dalam rumah. Persentase rumah tangga
Ber-PHBS di Provinsi Aceh pada tahun 2012 adalah sebesar 28,6 % (Dinas
Kesehatan Aceh, 2012).
Pembangunan kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang tinggi memerlukan peran masyarakat. Melalui konsep Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), masyarakat berperan serta aktif dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan. Bentuk UKBM yang terdapat di Aceh antara
lain Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), dan
desa siaga aktif. Desa Siaga Aktif adalah desa yang mempunyai Pos Kesehatan
Desa atau UKBM lainnya yang buka setiap hari dan berfungsi sebagai pemberi
pelayanan kesehatan dasar, penanggulangan bencana dan kegawat daruratan,
surveilans berbasis masyarakat yang meliputi pemantauan pertumbuhan (gizi),
penyakit, lingkungan dan perilaku sehingga masyarakatnya menerapkan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Dinas Kesehatan Aceh, 2015).
Jenis UKBM lainnya adalah Poskesdes, yaitu UKBM yang dibentuk di desa
untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa sehingga
mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan
utama poskesdes yaitu pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa berupa
pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu menyusui, pelayanan
kesehatan anak, pengamatan dan kewaspadaan dini (surveilans penyakit,
surveilans gizi, surveilans perilaku berisiko, surveilans lingkungan dan masalah
13

kesehatan lainnya), penanganan kegawatdaruratan kesehatan serta kesiapsiagaan


terhadap bencana (Dinas Kesehatan Aceh, 2015).
Salah satu UKBM yang memiliki peran signifikan dalam pemberdayaan
masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah posyandu.
Posyandu dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat,
untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat terutama ibu, bayi dan
anak balita (Dinas Kesehatan Aceh, 2015).
Tingginya penyebaran penyakit HIV/AIDS di Aceh pasca tsunami
disebabkan warga tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi HIV akibat minimnya
fasilitas untuk tes HIV. Penyebaran penyakit yang terjadi akibat perilaku warga
yang menyimpang yaitu melakukan hubungan seksual dengan penderita HIV
tanpa kondom dan melakukan hubungan seksual yang berpindah-pindah/bergonta-
ganti pasangan. Penyebaran penyakit tersebut memberikan reaksi yang begitu
besar dari masyarakat. Oleh sebab itu, kegiatan pencegahan HIV/AIDS di Aceh
mulai dilakukan oleh masyarakat sendiri yang diwakili oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat setempat. Kegiatan yang dilakukan berupa upaya promotif dan
preventif untuk penanggulangan HIV dan AIDS. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan bertujuan untuk membuka pemahaman masyarakat tentang bagaimana
pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS.
Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) bersama sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
setempat terus melakukan sosialisasi untuk memerangi penyakit HIV/AIDS
melalui berbagai kegiatan di daerah tersebut. Sekretaris KPAP Aceh, Ormaya
Nyak Umar (2009) mengatakan bahwa sosialisasi yang dilakukan untuk
menggugah kesadaran masyarakat dalam upaya mencegah penyakit mematikan itu
dimana kesadaran tersebut perlu dimiliki setiap warga yang merasa tertular
penyakit HIV/AIDS dengan segera melapor dan memeriksa diri ke klinik khusus
guna penanggulangan lebih awal.
Komite Penangulangan AIDS (KPA) Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh,
juga melakukan beberapa rangkaian kegiatan edukasi dalam rangka pencegahan
HIV/AIDS yang dinilai masih tinggi di daerah itu. Ketua KPA Kota
Lhokseumawe, Suaidi Yahya melalui Sekretaris KPA Miswar Ibrahim di
Lhokseumawe (2015) mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan adalah
sosialisasi mengenai pencegahan penyakit berbahaya tersebut dan pemeriksaan
virus HIV/AIDS secara sukarela kepada masyarakat.
14

2.2 Kasus HIV/AIDS Pasca Tsunami

Menurut Data dari Ditjen PPM dan PL Depkes RI, Pada Tahun 2004 Kasus
HIV dan AIDS di Aceh terhitung 2 orang. Pada tahun 2005 yaitu sebanyak 4
orang dan korban meninggal 1 orang. Kemudian terjadi peningkatan yang
signifikan pada tahun 2006 yaitu sebanyak 34 orang.
Selanjutnya dari tahun 2009 sampai sekarang kasusnya hampir setiap
tahun meningkat dengan total hingga tahun 2015 berjumlah 270 kasus.
Tabel 4. Jumlah Infeksi HIV yang dilaporkan Provinsi sampai dengan Desember
2015

Tabel 5. Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Provinsi Tahun 1987 - 2015

Dari 270 kasus AIDS yang ada di Aceh sudah terdapat 39 kasus kematian
sejak tahun 1987 hingga tahun 2015 sehingga pravelensinya menjadi 5,07%.
Tabel 6. Kumulatif AIDS yang Hidup, Meninggal dan Jumlah AIDS per 100.000
Penduduk (Case Rate) di Provinsi Tahun 1987 sd 2015

Peningkatan kasus yang terjadi dapat disebabkan karena Berdasarkan


survei DHS (2008), pengetahuan masyarakat Aceh tentang HIV-AIDS masih
rendah. Sebesar 66 persen pria dan 49,5 persen wanita yang pernah mendengar
AIDS, dan baru 26 persen perempuan yang mengetahui bahwa AIDS dapat
ditularkan kepada anak mereka melalui ASI, persalinan dan kehamilan. Selain itu,
baru sekitar 5 persen penduduk yang mengerti tentang
Voluntary Councelling and Testing (VCT).

Dengan terjadinya bencana tsunami maka presiden, pemerintah, swasta,


LSM dan masyarakat internasional berkomitmen dalam membantu pemulihan
NAD sehingga cukup banyak tenaga ahli dan profesional kesehatan yang datang
dari berbagai penjuru Indonesia untuk membantu diantaranya melakukan
15

penyuluhan kesehatan, pengembangan sistem surveilans terhadap penyakit


penyakit yang mengancam kematian dengan cara melakukan tes lab dan
pemeriksaan kimia, juga pemberantasan penyakit menular potensial wabah (Diare,
ISPA, Campak. Malaria. DBD). Kegiatan mengenai Tes HIV dan Konseling
diinisiasi oleh kejadian tsunami pada tahun 2004 sehingga mulai dilakukannya tes
HIV dan konseling yang lebih terprogram. Dibawah ini merupakan data terbaru
yang dilaporkan pada tahun 2015.

Tabel 8. Jumlah Kunjungan Konseling dan Tes HIV Per Layanan yang Dilaporkan
Tahun 2015

Tabel 9. Jumlah Layanan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) Per
Provinsi yang Melapor Pada Tahun 2013
16

Grafik 6. Persentase Kumulatif AIDS di Indonesia yang Dilaporkan Menurut


Kelompok Umur Tahun 1987 sampai dengan Desember 2015
Gambaran kasus baru AIDS di Aceh sendiri menurut kelompok umur
menunjukkan bahwa sebagian besar kasus baru AIDS terdapat pada usia 25
sampai dengan 49 tahun yaitu sebanyak 47 kasus atau sebesar 84 persen.
Kebanyakan dari kasus AIDS yang berada di Aceh berasal dari golongan tenaga
non professional (karyawan), lalu disusul dengan ibu rumah tangga dan lain-lain.
17

Grafik 7. Jumlah AIDS yang Dilaporkan Menurut Pekerjaan


Oktober-Desember 2015 di Indonesia
Tabel 9. Layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) Per Provinsi
sampai dengan Desember 2015

Tabel 10. Jumlah HIV-AIDS dan Layanan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2015

Keterangan
KT= Konseling dan Tes; PDP= Perawatan dan Dukungan Pengobatan; PPIA=
Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak; IMS= Infeksi Menular Seksual; dan
PTRM = Program Terapi Rumatan Metadon.

2.3 Prioritas Masalah

Berdasarkan penjabaran di atas mengenai merebaknya kasus HIV/AIDS di


Aceh, maka terdapat beberapa masalah yang diprioritaskan menjadi, sebagai
berikut :
18

1. Merebaknya insiden kasus HIV/AIDS di Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam pasca tsunami kini menjadi fenomena yang mengkhawatirkan.
Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan jumlah penderita yang
terinfeksi HIV dan AIDS sampai Desember 2015 berturut-turut adalah 239
dan 270 orang. Hal ini disebabkan karena minimnya surveilans HIV/AIDS
pra tsunami dibandingkan pasca tsunami, sehingga warga pun tidak
menyadari bahwa dirinya terinfeksi HIV/AIDS dan banyak kasus yang
tidak terdeteksi. Sehingga dibutuhkan cara untuk deteksi dini dan
penyuluhan mengenai HIV/AIDS.
2. Situasi epidemi HIV/AIDS di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini
menimpa semua penduduk tanpa mengenal umur, jenis kelamin, pekerjaan
dan suku bangsa. Salah satu perilaku warga yang menyimpang yaitu
melakukan hubungan seksual dengan penderita HIV tanpa kondom dan
melakukan hubungan seksual yang berpindah-pindah/bergonta-ganti
pasangan. Situasi tersebut harus segera ditanggulangi dengan cara
penyeluhan dan pemerikasaan kesehatan secara terpadu,
berkesinambungan, menyeluruh untuk mengatasi penyebabnya dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya.
3. Insiden tertinggi HIV/AIDS berada pada Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Sehingga untuk penanggulangan HIV/AIDS
lebih diprioritaskan pertama kali pada daerah tersebut.

2.4 Tujuan Pengadakan Program


2.4.1 Tujuan Umum
Mencegah dan mengurangi penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup
ODHA serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada
individu, keluarga dan masyarakat.
2.4.2 Tujuan Khusus
1. Menyediakan dan menyebarluaskan informasi dan menciptakan suasana
kondusif untuk mendukung upaya penanggulangan HIV/AIDS pada
daerah dengan tingkat insiden tertinggi yaitu Kabupaten Pidie Jaya,
19

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan menitikberatkan pencegahan


pada populasi berisiko dan lingkungannya.
2. Mengadakan dukungan dan konseling kepada ODHA yang terintegrasi
dengan upaya pencegahan.
3. Meningkatkan peran serta remaja, perempuan, keluarga dan masyarakat
umum termasuk ODHA dalam berbagai upaya penanggulangan
HIV/AIDS.

2.5 Alternatif Penanganan HIV/AIDS

Berdasarkan masalah yang dihadapi, maka penanganan yang akan


dilakukan sebagai alternative lain adalah dilakukan perencanaan yang disesuaikan
dengan tujuan yang telah dirumuskan. Perihal mencegah dan mengurangi
penularan HIV/AIDS di Aceh khususnya pada Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam maka dibuat perencaan kegiatan yang akan dilakukan
serta diperlukan peran dari aspek pelayanan kesehatan secara parpurna
(komperhensif).
Mengingat sampai saat ini obat untuk mengobati dan vaksin untuk
mencegah AIDS belum ditemukan, maka alternatif untuk menanggulangi masalah
AIDS yang terus meningkat maka, prioritas utama yaitu perencanaan dalam hal
pencegahan dan pengurangan penularan HIV oleh semua pihak untuk tidak
terlibat dalam lingkaran transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.
Selain hal utama tersebut dibuat perencanaan terhadap peningkatan kualitas
ODHA serta mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada
individu, keluarga dan masyarakat
Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak
asal mengetahui cara-cara penyebaran AIDS. Namun, dari pihak yang lebih
bertanggung jawab perlu melakukan bimbingan agar terlaksananya perencanaan
yang lebih terarah. Pihak pemerintah ataupun organisasi organisasi seperti LSM
baik dari luar atau dari dalam negri telah melakukan upaya-upaya pelayanan
kesehatan pasca tsunami.
Ada berupa tiga target Millenium Development Goals (MDGs) yang
diprediksi tidak tercapai oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2015 yang salah
satu dari tiga targetnya yakni penghentian laju dan penurunan kasus HIV/AIDS.
Dimana kasus penyakit menular seperti HIV/AIDS ini meningkat selama lima
tahun terakhir, dari 2.684 kasus pada 2004 menjadi 17.699 kasus pada
pertengahan 2009.
20

Salah satu gagalnya target penghentian laju dan penurunan kasus


HIV/AID yaitu berdasarkan data Dinas Kesehatan Aceh, pada tahun 2004 baru
satu kasus HIV/AIDS ditemukan di Aceh. Pada 2005 menjadi dua kasus, lalu
meningkat tahun 2006 menjadi tujuh kasus dan bertambah lagi jadi sembilan
kasus pada tahun 2007. Pada tahun 2008 berjumlah total sebelas kasus,
kemudian meningkat drastis pada tahun 2009 menjadi 46 kasus. Sementara tahun
2010 sudah ditemukan 11 kasus sehingga bisa dikatakan terjadi peningkatan kasus
HIV/AIDS di Aceh.
Bila menggunakan rumus estimasi 1:100, sementara penderita yang
positif HIV/AIDS di Aceh 57 orang, maka estimasi suspect penyakit mematikan
ini sekitar 5.700 orang (http://www.acehinstitute.org/pojok-publik/kesehatan-
lingkungan/item/44-aceh-berstatus-kesehatan-buruk)
Berdasarkan hal tersebut kami berencana untuk membuat dan mengatur
perencanaan mengatur secara tegas program-program yang harus dilaksanakan di
daerah yang telah kami targetkan sesuai dengan basis permasalahan yang ada di
daerah tersebut.

Terdapat dua upaya untuk pencegahan AIDS yaitu jangka pendek dan
jangka panjang:

1. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek


Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan
informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS
(HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya.

Ada 3 pola penyebaran virus HIV serta penanggulangannya :

a. Melalui hubungan seksual


HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti
berperan dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan darah. HIV
dapat menyebar melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria
dan dari pria ke pria. Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui
hubungan seksual maka upaya pencegahan adalah dengan cara :

Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun
tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.

Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia
dan tidak terinfeksi HIV (homogami)

Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin


21

Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS.

Tidak melakukan hubungan anogenital.

Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan
kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.

b. Melalui Darah
Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS.
Penularan AIDS melalui darah terjadi dengan :

Transfusi darah yang mengandung HIV.

Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas pakai
orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik.

Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap
virus HIV.

Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:

Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan
memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab
memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di
Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji
petik.

Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi


donor darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi kode
etik, maka darah yang dicurigai harus di buang.

Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku
setiap kali habis dipakai. Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh
penderita AIDS harus disterillisasikan secara baku.

Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan


penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan
mengunakan jarum suntik bersama.

Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)

Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.


22

c. Melalui Ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya


Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut
kepada janinnya. Penularan dapat terjadi pada waktu bayi di dalam
kandungan, pada waktu persalinan dan sesudah bayi di lahirkan. Upaya untuk
mencegah agar tidak terjjadi penularan hanya dengan himbauan agar ibu yang
terinfeksi HIV tidak hamil.

2. Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang


Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena
hubungan seksual, terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa
orang Indonesia adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan
hubungan seksual dengan orang asing.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami
pengidap HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah
8%. Namun ada penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suami
ke istri atau istri ke suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak
terganggu pada frekuensi hubungan seksual yang dilakukan suami istri.
Mengingat masalah seksual masih merupakan barang tabu di Indonesia, karena
norma-norma budaya dan agama yang masih kuat, sebetulnya masyarakat kita
tidak perlu risau terhadap penyebaran virus AIDS. Namun demikian kita tidak
boleh lengah sebab negara kita merupakan negara terbuka dan tahun 1991 adalah
tahun melewati Indonesia.
Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah
merajalelanya AIDS adalah merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan
kegiatan yang meningkatkan norma-norma agama maupun sosial sehingga
masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab.

Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah :

a. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.

b. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia


dan tidak terinfeksi HIV (monogamy).

c. Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila.

d. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih


dari satu mitra seksual.

e. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.

f. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin


23

g. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS.

h. Tidak melakukan hubungan anogenital.

i. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual.

Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh agama,


penyebarluasan informasi tentang AIDS dengan bahasa agama, melalui penataran
P4 dan lain-lain yang bertujuan untuk mempertebal iman serta norma-norma
agama menuju perilaku seksual yang bertanggung jawab. Dengan perilaku seksual
yang bertanggung jawab diharapkan mampu mencegah penyebaran penyakit
AIDS di Aceh.

Strategi dalam Program HIV/AIDS

1) Upaya pencegahan dilakukan dengan memutus rantai penularan terutama pada


populasi rawan tertular dan menularkan

2) Upaya pelayanan dilakukan secara komprehensif dan terpadu dalam rangka


meningkatkan kualitas hidup ODHA dan mengurangi dampak sosial dari
HIV/AIDS 3) Meningkatkan jangkauan dan kualitas pengendalian secara bertahap
berdasarkan epidemiologi dengan menggunakan setiap sumber daya dan
mengikutsertakan seluruh komponen masyarakat (partnership)

Kebijakan dalam Penanggulangan HIV/AIDS

1) Semua teknologi pengendalian HIV/AIDS dapat diterapkan setelah melalui


proses adaptasi dan adopsi serta bila diperlukan melalui uji operasional terlebih
dahulu .

2) Upaya pengendalian HIV/AIDS senantiasa memperhatikan nilai luhur


kemanusiaan, penghormatan harkat hidup manusia, hak asasi manusia, serta
mencegah terjadinya stigmatisasi dan diskriminasi

3) Pemerintah berkewajiban memberikan arah pengendalian HIV/AIDS sesuai


dengan komitmen global dan nasional, menentukan prioritas pengendalian serta
memobilisasi sumber daya yang cukup untuk pengendalian.

4) Semua kegiatan pengendalian HIV/AIDS harus memiliki kebijakan teknis yang


wajib dibakukan dalam buku pedoman dan disebarluaskan kepada semua pihak
serta bila diperlukan dituangkan dalam peraturan atau perundangan.

Kegiatan Pencegahan Penularan HIV/AIDS


24

1) Peningkatan gaya hidup sehat melalui KIE, life skill education, Pendidikan
Kelompok Sebaya, Konseling

2) Peningkatan Penggunaan kondom pada perilaku seksual rawan tertular dan


menularkan.

3) Pengurangan dampak buruk pada penggunaan NAPZA suntik.

4) Penatalaksanaan IMS (Klinik IMS, Pemeriksaan Berkala, Pengobatan dengan


Pendekatan Sindrom dan etiologi)

5) Skrining pengamanan darah donor

6) Kewaspadaan universal pada setiap kegiatan medis

7) Pencegahan penularan dari ibu HIV + kepada anaknya (PMTCT dan Pemberian
Makanan Bayi)

Kegiatan Pelayanan ODHA

Pelayanan mencakup kegiatan perawatan, dukungan dan pengobatan

1) Voluntary Counseling and Testing (VCT)

2) Antiretroviral Therapy (ART)

3) Hotline Service

4) Pengobatan Infeksi Oportunistik

5) Pelayanan Gizi

6) Pengobatan paliatif

7) Perawatan

8) Laboratorium

9) Program dukungan

10) Perawatan di rumah (home base care)

11) Manajemen kasus oleh case manager

Kegiatan Penunjang

1) 2nd Generation Surveilans (Surveilans AIDS, Surveilans HIV, Surveilans, IMS,


Surveilans Perilaku)
25

2) Estimasi populasi rawan infeksi HIV dan proyeksi

3) Costing

4) Penelitian dan Pengembangan

5) Pengembangan peraturan dan perundang-undangan

6) Pendidikan dan Pelatihan

7) Kerjasama Lintas Sektoral melalui Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)

2.6 Rencana Program

Program ini bertemakan Mari Kembalikan Aceh dengan salah satu


program utamanya adalah pencegahan HIV/AIDS ini dikarenakan Aceh yang
sejak dahulu dikenal kental dengan budaya keislaman hingga dijuluki Serambi
Mekkahnya Indonesia, sehingga program ini diharapkan dapat mengembalikkan
Aceh sepantasnya. Masih banyak kegiatan lainnya dari program ini, namun karena
yang mengadakan kegiatan ini adalah mahasiswa kesehatan sehingga kegiatan
yang dilaksanakan pun berfokus pada aspek kesehatan, yaitu dalam hal ini adalah
pencegahan HIV/AIDS. Program ini dilakukan untuk mencegah dan mengurangi
penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA serta mengurangi dampak
sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat.
Program ini bersifat promotif dan preventif dengan berlandaskan alternative
penanganan HIV/AIDS yang telah dipaparkan sebelumnya. Terdapat beberapa
kegiatan yang dilakukan pada program ini, antara lain :
1. Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis
2. Penyuluhan masalah reproduksi remaja
Kedua program ini merupakan rangkaian acara dengan tujuan untuk menjaring
ODHA yang berada di daerah Aceh Utara dengan berkedok Pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan gratis karena sampai saat ini data mengenai ODHA
pada daerah Aceh ini masih 100% terpenuhi karena masyarakat masih
menganggap tabu penyakit HIV/AIDS sehingga dengan kegiatan ini diharapkan
26

ODHA yang belum terdata dapat diketahui dan diberikan penanganan secepatnya.
Selanjutnya, setelah didapatkan data yang diperlukan mengenai seberapa banyak
ODHA yang berada di daerah tersebut langkah terbaik adalah dengan melakukan
penyeluhan ke sekolah-sekolah mengenai pentingnya masalah reproduksi remaja
karena sekali lagi hal ini masih terlalu dianggap tabu di daerah Aceh sehingga
menjadi salah satu factor yang dapat mempengaruhi penyebaran HIV/AIDS di
daerah ini sehingga perlu dilakukan pencegahan sedini mungkin. Kedua program
ini dilakukan selama satu bulan dengan berfokus disetiap desa yang ada di
kabupaten Pidie Jaya Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Untuk dua minggu
pertama dilakukan kegiatan pemeriksaan dan pengobatan gratis, lalu dua minggu
berikutnya dilakukan penyuluhan kepada remaja mengenai reproduksi. Strategi
yang dicanangkan adalah dengan mengajak para Ustadz Selebriti seperti Okky
Setianadewi, Ria Riccis, Ustadz Maulana, Mama Dedeh, dan artis-artis yang
fokus pada masalah narkoba dan HIV/AIDS sebagai langkah untuk memancing
antusiasme masyarakat menghadiri kegiatan ini. Berikut merupakan penjelasan
lebih lengkap mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan :
Kegiatan Pertama
Nama kegiatan : Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis
Masalah: HIV dan AIDS merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi
agenda global karena penyakit ini belum dapat disembuhkan secara total, sehingga
faktor promotif dan preventif merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui
oleh seluruh komponen masyarakat. Dengan demikian kedua faktor tersebut akan
lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan dengan melibatkan berbagai lintas
program dan sektor terkait
Abstraksi: Pada kegiatan ini terdapat acara penyuluhan kesehatan yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan masyarakat setempat,
pemeriksaan kesehatan, dan pengobatan. Selain itu juga diberikan vitamin dan
makanan bergizi pada masyarakat setempat. Selain pengobatan fisik, masyarakat
juga diberi siraman rohani yang diberikan oleh ustadz.
Jenis kegiatan:
27

a. Penyuluhan kesehatan: dalam acara ini, sebelumnya dipantau situasi dan


kondisi masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya. Masyarakat
diberikan wawasan tentang berbagai bahaya HIV dan AIDS serta
pengendaliannya. Selain itu masyarakat diberi kempatan diskusi dengan
para penyuluh kesehatan tersebut.
b. Pemeriksaan kesehatan: masyarakat diberikan kesempatan untuk
memeriksakan keluhan yang ada pada dirinya kepada petugas medis yang
telah disediakan. Dalam hal ini masyarakat akan memperoleh penjelasan
tentang penyakit yang dideritanya.
c. Pengobatan: dalam kegiatan ini masyarakat akan memperoleh fasilitas
pengobatan penyakit (tertentu) gratis dan penjelasan tentang proses
penyembuhan penyakit yang benar serta pola hidup yag bersih dan sehat.
d. Pemberian vitamin
e. Siraman rohani: dalam kegiatan ini, untuk menarik perhatian masyarakat
Aceh agar mengikuti proses penyuluhan disertakan kegiatan pemberian
siraman rohani oleh ustadz (terkemuka) sehingga diharapkan ada
keseimbangan fisik dan rohani mereka.
Sasaran : Masyarakat umum
Tempat : Bale Kesehatan Desa, Kabupaten Pidie Jaya Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam
Waktu : Dua minggu pertama
Rekanan/partner :
- DINKES dan tenaga kesehatan setempat
- BAZ, relawan HIV AIDs (YAIDS), HCPI (HIV Cooperative Program for
Indonesia), dan pihak lainnya sebagai donatur acara
- Tim pengarah

Kegiatan Kedua
Nama Kegiatan: Penyuluhan masalah reproduksi remaja
Masalah: Upaya pencegahan penyebaran HIV dan AIDS pada remaja dapat
dilakukan dengan pemberian bekal pengetahuan kesehatan reproduksi, karena
28

permasalahan utama yang dialami oleh remaja, yaitu ketidaktahuan terhadap


tindakan yang harus dilakukan sehubungan dengan perkembangan yang sedang
dialami, khususnya masalah kesehatan reproduksi remaja.
Abstraksi: Pada kegiatan ini terdapat acara penyuluhan kesehatan reproduksi
remaja yang merupakan salah satu faktor penyebaran HIV dan AIDS. Salah satu
usaha yang dapat dilakukan untuk membuat layanan bimbingan menjadi menarik
untuk kalangan remaja dalah memanfaatkan teknologi komputer sebagai
multimedia pembelajaran. Multimedia pembelajaran berbasis RPG (Role Play
Game) dapat menjadi salah satu inovasi dalam layanan bimbingan mengenai
materi kesehatan reproduksi remaja.
Jenis kegiatan:
- Penyuluhan kesehatan: Pembelajaran materi kesehatan reproduksi remaja
berbasis RPG (Role Playing Game) untuk Layanan Bimbingan Siswa.
- Diskusi dan tanya jawab: sebagai bentuk evaluasi dari kegiatan yang
dilakukan
Sasaran: remaja usia produktif (15-24 tahun)
Tempat : Sekolah-sekolah di daerah kabupaten Pidie Jaya Provinsi Nangroe
Aceh Darussalam
Waktu : Dua minggu terakhir
Rekanan/partner:
- Dinas Pendidikan setempat
- Psikolog
- Praktisi Teknologi Pendidikan
29

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistika Aceh. 2015. Aceh dalam Angka 2015. Badan Pusat
Statistika Aceh. Aceh
Dinas Kesehatan Aceh. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Aceh. Dinas Kesehatan
Aceh. Aceh`
Dinas Kesehatan Aceh. 2012. Profil Kesehatan Provinsi Aceh. Dinas Kesehatan
Aceh. Aceh
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2004. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia
tahun 2004. Kemenkes RI. Jakarta
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2005. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia
tahun 2005. Kemenkes RI. Jakarta
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2006. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia
tahun 2006. Kemenkes RI. Jakarta
Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2015. Laporan Situasi Perkembangan HIV dan
AIDS di Indonesia Tahun 2015. Kemenkes RI. Jakarta

Вам также может понравиться