Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Sumber : Haver Analytics (2013), *IMF Government Finance Statistics (2012), **Vietnam Ministry of Finance (2014), ***Cnossen
(2013), dan ****IMF Government finance Statistic
Pemerintah umumnya memiliki dua tujuan utama dalam menetapkan
kebijakan cukai tembakau di negaranya:
Sumber : Law on Amendment of and Supplement to a Number of Articles of the Law on Excise Tax,
Februari 2014.
Beberapa pemerintahan juga mungkin memiliki tujuan lainnya, seperti:
Meski demikian, apa pun tujuan utama pembuat kebijakan, sangat penting
dipahami bahwa kebijakan cukai tembakau dari berbagai negara yang ditetapkan oleh
pemerintahnya sendiri dalam konteks situasi ekonomi dan sosial, kedaulatan pajak
sepenuhnya harus dihormati. Sejumlah faktor mungkin dapat mempengaruhi tindakan
yang dapat dilakukan untuk mengoptimalisasi cukai tembakau bagi tiap negara,
termasuk tarif cukai dan tingkat harga di negara-negara tetangga, serta risiko terkait
seperti perdagangan ilegal yang dapat mendistrosi pasar dan mengurangi
pendapatan pemerintah. Namun demikian, prinsip kedaulatan pajak suatu negara harus
mendasari setiap diskusi tentang reformasi kebijakan cukai, bahkan dalam konteks
penciptaan pasar tunggal seperti MEA.
Tabel
Pendefinisian Produk Industri Rokok di Uni Eropa
Produk Definisi
Rokok (a) Gulungan tembakau yang dapat dihisap dan yang tidak termasuk
cerutu atau cigarillos;
Tembakau Rokok (a) Tembakau yang telah dipotong atau dipisah, diputar atau ditekan
menjadi blok dan mampu menghasilkan asap tanpa pengolahan industri
lebih lanjut;
Tembakau Iris (Fine(a) Tembakau rokok di mana lebih dari 25% berat dari partikel
cut) tembakau memiliki lebar potong kurang dari 1,5 mm dianggap
tembakau fine cut untuk melinting rokok.
Produk Definisi
(1) Setiap gulungan tembakau yang dibungkus kertas atau zat apapun
yang tidak mengandung tembakau, dan
Rokok LintingIstilah "Linting sendiri" berarti setiap tembakau yang, karena sifatnya
Sendiri/Roll Yourpenampilan, jenis, kemasan, atau pelabelan, cocok untuk digunakan dan
Own Tobacco mungkin ditawarkan kepada, atau dibeli oleh konsumen tembakau untuk
membuat rokok atau cerutu, atau untuk digunakan sebagai pembungkus.
Tembakau Pipa Istilah " tembakau pipa" berarti setiap tembakau yang, karena sifatnya
penampilan, jenis, kemasan, dan pelabelan, sangat cocok untuk
digunakan dan mungkin ditawarkan kepada, atau dibeli oleh konsumen
tembakau untuk merokok menggunakan pipa.
Tembakau Tanpa (1) Tembakau tanpa asap: Istilah "tembakau tanpa asap" berarti
setiap tembakau atau tembakau kunyah.
Asap
(2) Tembakau Sedot (Snuff): Istilah " tembakau sedot" berarti setiap
potongan halus, atau bubuk tembakau yang tidak dimaksudkan untuk
merokok.
Perkembangan industri rokok ini sampai saat ini dapat dikatakan baik bila
dilihat dari segi industri rokok skala besar, menengah maupun kecil. Departemen
Keuangan seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
134/PMK.04/2007 membedakannya dari banyaknya jumlah batang rokok yang
diproduksi dan penggolongannya menggunakan istilah golongan I untuk industri
besar, golongan II untuk industri menengah dan golongan III untuk industri kecil.
Perbandingannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel
Perbandingan Klasifikasi Ukuran Industri Rokok
Departemen Keuangan
Ukuran
Jumlah pekerja
Klasifikasi (PMK No. 134/PMK.04/2007)
Industri Besar 100 atau lebih Lebih dari 2 milyar batang
pekerja ( 2 milyar batang)
Industri Kecil 5-19 pekerja Tidak lebih dari 500 juta batang
( < 500 juta batang )
Negara
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tujuan
Berat Bersih: ton
Sri Lanka 341,1 415,5 614,8 842,1 831,2 1.086,0
Amerika
Serikat 4.338,6 3.400,6 2.347,9 3.267,2 2.624,8 2.827,3
Republik
Dominika 424,0 345,2 1.171,9 1.037,6 688,7 753,3
Belanda 1.704,6 672,8 691,5 1.782,9 718,7 871,8
Perancis 116,5 989,6 464,0 184,4 939,3 187,8
Jerman 1.616,7 470,6 411,6 366,0 447,3 284,8
Belgia 4.193,4 4.120,6 2.628,9 3.062,3 1.964,7 992,7
Denmark 28,1 9,6 88,8 99,0 59,4 0,0
Spanyol 197,3 507,1 521,9 307,9 59,5 24,6
Rusia 3.386,6 715,8 705,2 237,2 209,6 117,8
11.647,
Jumlah 16.346,9 4 9.646,5 11.186,6 8.543,2 7.146,1
Setelah memastikan jenis hasil tembakau apa yang akan diproduksi, maka
pengusaha harus menentukan skala produksi industri rokok. Rokok yang
dihasilkannya agar dapat dijual ke pasaran harus dilekati dengan pita cukai. Untuk
kepentingan pengawasan Barang Kena Cukai dan penerimaan negara, Pengusaha
Pabrik Hasil Tembakau yang telah mendapatkan izin dari Departemen Perindustrian
wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC).
Pengusaha agar mendapatkan NPPBKC sebagai pengusaha pabrik hasil tembakau
harus mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan c.q.Kepala Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai dengan menggunakan PMCK-6 yang dilampiri dengan:
1. Berita acara pemeriksaan dan gambar denah lokasi atau bangunan pabrik.
2. Salinan atau fotokopi surat atau izin dari instansi terkait yang telah
ditandasahkan oleh pejabat yang berwenang, yaitu:
a. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Daerah setempat.
b. Izin berdasarkan Undang-Undang Gangguan dari pemerintah daerah
setempat atau izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
dari pemerintah daerah setempat.
c. Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar Industri dari Departemen
Perindustrian.
d. Izin Usaha Perdagangan dari Departemen Perdagangan.
e. Izin atau rekomendasi dari Departemen Tenaga Kerja.
f. Nomor Pokok Wajib Pajak.
g. Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian Republik Indonesia,
apabila pemohon merupakan orang pribadi.
h. Kartu Tanda Pengenal Diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi.
i. Akte Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum.
3. Surat pernyataan di atas materai yang cukup akan menyelenggarakan
pembukuan perusahaan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku
dan menyimpan dokumen, buku, dan laporan selama 10 (sepuluh) tahun pada
tempat usahanya.
4. Surat pernyataan di atas materai yang cukup bahwa NPPBKC yang diajukan
akan ditolak atau NPPBKC yang telah diberikan akan dibekukan dalam hal
nama pabrik yang bersangkutan memiliki kesamaan nama, baik tulisan maupun
pengucapannya dengan nama pabrik yang telah mendapatkan NPPBKC terlebih
dahulu atau atas permohonan/gugatan pengusaha pabrik lainnya yang
berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap bahwa nama pabrk yang disengketakan merupakan hak pemohon
Apabila permohonan diterima secara lengkap dan benar, Direktur Jenderal
Bea dan Cukai dalam jangka waktu 30 hari akan mengeluarkan Keputusan
Pemberian NPPBKC sebagai Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau. Pengusaha Pabrik
Hasil Tembakau yang memiliki NPPBKC yang diizinkan untuk memproduksi hasil
tembakau dengan jenis Sigaret Kretek Mesin dilarang untuk memproduksi Sigaret
Kretek Tangan dengan Filter.
Setelah pengusaha pabrik mendapatkan NPPBKC, pengusaha melakukan
permohonan penetapan Harga Jual Eceran atas merek hasil tembakau yang akan
dipasarkannya. Dalam permohonan penetapan HJE, pengusaha harus mengajukan
penetapan Harga Jual Eceran kepada Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan
Cukai atau Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. Pengajuan
permohonan penetapan HJE ini tidak hanya dilakukan oleh pengusaha yang
memproduksi merek baru namun juga yang mengubah desain atau tampilan
kemasan penjualan eceran atas merek yang sudah ada penetapan HJE-nya. Formulir
permohonan tersebut harus dilampirkan dengan:
1. Dokumen cukai kalkulasi HJE hasil tembakau buatan dalam negeri;
2. Contoh kemasan penjualan eceran hasil tembakau yang akan diproduksi;
3. Daftar HJE untuk merek-merek hasil tembakau yang dimiliki dan/atau pernah
dimiliki;
4. Surat pernyataan di atas materai yang cukup bahwa merek/desain kemasan
yang dimohon Penetapan HJE-nya tidak memiliki kesamaan pada pokoknya
atau pada keseluruhannya dengan merek/desain kemasan yang telah dimiliki
atau dipergunakan oleh Pengusaha Pabrik lainnya
Permohonan yang diterima oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan
Cukai, apabila telah dianggap benar dan lengkap akan diberikan jawaban/keputusan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari. Dalam pengajuan penetapan HJE,
pengusaha pabrik tidak boleh mengajukan permohonan HJE merek baru yang lebih
rendah dari HJE hasil tembakau yang dimilikinya dan/atau yang pernah dimilikinya.
Ada satu kewenangan lagi yang dimiliki oleh Bea dan Cukai. Hal ini dibenarkan
oleh Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-30/BC/2007 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
07/BC/2005 tentang Tata Cara Penetapan Harga Jual Eceran Hasil Tembakau yang
menyatakan Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kepala Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai tanggal 8 Nopember 2007 dapat
membatalkan Keputusan Penetapan HJE suatu merek hasil tembakau dalam hal:
Kantor pusat dan kantor pelayanan dalam menyediakan pita cukai berdasarkan
pada P3C yang diajukan oleh pemohon. Untuk memesan atau mendapatkan pita
cukai, pengusaha mengajukan pemesanan pita cukai dengan menggunakan
dokumen pemesanan pita cukai (CK-1) kepada kepala kantor. Pengajuan CK-1 oleh
pengusaha harus dilengkapi dengan syarat-syarat antara lain:
a. Nama pengusaha atau kuasanya yang berhak menandatangani CK-1;
b. Nama dan alamat pengusaha;
c. NPPBKC;
d. Merek, HJE, dan tarif cukai dari jenis hasil tembakau yang dipesankan pita
cukainya;
e. Isi per kemasan hasil tembakau;
f. Jumlah lembar dan seri pita cukai yang dipesan; dan
g. Kebenaran perhitungan dan jumlah cukai, PPN, dan PNBP.
Pelunasan cukai pada hasil tembakau ditandai dengan pelekatan pita cukai
yang harus memenuhi tatacara dan prosedur pemesanan dan pelekatan pita cukai
seperti yang diatur dalam Bab 3 Pasal 7 ayat (3). Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 191/PMK.04/2009 atas perubahan Peraturan Menteri Keuangan dari Nomor
136/PMK.04/2007 tentang Bentuk Fisik Dan/Atau Spesifikasi Desain Pita Cukai
Hasil Tembakau Dan Minuman Mengandung Etil Alkohol tanggal 20 Nopember
2009 menyatakan pada setiap keping pita cukai hasil tembakau memuat 3 unsur
yaitu Harga Jual Eceran, Tarif Cukai, dan Tahun Anggaran. Peraturan Menteri
Keuangan tersebut diperjelas dengan adanya Peraturan Direktur Jenderal Bea dan
Cukai Nomor P - 33/BC/2008 atas perubahan dari Peraturan Direktur Jenderal Bea
dan Cukai Nomor P-32/BC/2007 tentang Desain Pita Cukai Hasil Tembakau dan
Minuman Mengandung Etil Alkohol Asal Impor tanggal 20 Nopember 2008. Pita
Cukai hasil tembakau disediakan berbentuk lembaran dalam tiga seri seperti dalam
tabel. Berikut ini:
TABEL
PERBEDAAN SERI I , SERI II DAN SERI III
Pembeda Seri I Seri II Seri III
Jumlah tiap lembar 120 keping 50 keping 150 keping
pita cukai hasil
tembakau
Ukuran setiap keping 0,8cm x 11,4 1,3 cm x 1,9 cm x 4,5 cm
pita cukai hasil cm 17,5cm
tembakau
Ukuran foil hologram 0,5 cm x 1,2 0,5 cm x 1,7 cm 0,5 cm x 2,3 cm
cm
Memuat lambang Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai,
teks BC, dan teks RI
Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P - 33/BC/2008
Desain setiap keping pita cukai seri I, II, dan III paling tidak memuat:
1. Lambang negara Republik Indonesia;
2. Lambang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
3. Tarif cukai advalorum dan/atau tarif spesifik;
4. Angka tahun anggaran;
5. Harga jual eceran;
6. Teks REPUBLIK atau teks INDONESIA; dan
7. Teks CUKAI TEMBAKAU
TABEL
TABEL
Selain itu, seperti juga pajak pertambahan nilai (PPN) / pajak barang dan jasa
(Goods and Services Tax) atau pajak penjualan (sales tax), beberapa negara
menerapkan pajak khusus lainnya pada rokok, seperti Pajak Provinsi, Pajak
Kesehatan dan Pajak TV di Thailand; Pajak Penerangan Umum di Kamboja;
Pajak Daerah di Indonesia; dan Dana Nasional untuk Pencegahan dan
Pengendalian Tembakau di Vietnam.
Pilihan untuk struktur cukai tembakau (yaitu, apakah itu spesifik, ad valorem
atau sistem mixed campuran) adalah salah satu aspek dari kebijakan yang harus
ditentukan sesuai dengan keadaan negara masing- masing, di bawah prinsip
kedaulatan pajak negara. Namun, terdapat perbedaan penting antara sistem cukai
spesifik dan ad valorem yang harus diperhatikan dalam menetapkan kebijakan cukai
produk tembakau. Sistem cukai spesifik berkaitan dengan jumlah pajak karena
ukuran fisik produk tembakau yang dibeli, misalnya, jumlah nominal per batang
(berdasarkan unit) atau berat tembakau (berdasarkan berat barang). Untuk sistem
cukai spesifik berdasarkan unit, hal ini jelas penting untuk mendefinisikan dengan
benar apa yang dimaksud satuan unit.
Poin penting terkait struktur cukai spesifik untuk produk tembakau yaitu :
1. Sederhana dalam hal definisi, kemudahan kalkulasi dan administrasi dalam
pemungutan, seperti jumlah batang atau berat tembakau yang lebih mudah
untuk diukur dan dimonitor dibandingkan nilai tunai-nya;
2. Nilai pendapatan cukai-nya relatif dapat terprediksi dan stabil karena hanya
tergantung pada volume barang yang dijual di pasar - dalam kasus sistem tarif
tunggal (single tier specific system), perbedaan harga dari berbagai merek tidak
mempengaruhi total pendapatan cukai (meskipun masih akan mempengaruhi
pendapatan dari PPN / GST / pajak penjualan);
3. Pendapatan bersih dari penerimaan cukai cenderung lebih tinggi karena
administrasi yang sederhana dapat mengurangi biaya pemungutan cukai
dibandingkan dengan sistem cukai ad valorem;
4. Jika pembuat kebijakan ingin menggunakan instrument cukai untuk mengurangi
konsumsi, system cukai spesifik lebih sesuai karena secara langsung berkaitan
dengan volume konsumsi. Selain itu, dalam hal ini, sudah sepantasnya semua
rokok harus dikenakan tarif cukai yang sama karena rokok murah sama berbahaya
dibandingkan rokok yang lebih mahal; serta
5. Nilai cukai dapat dengan mudah di indeksasi ke tingkat inflasi harga konsumen
untuk memastikan bahwa nilai riil cukai dapat dipertahankan.
1. Dampak dari cukai itu sendiri terhadap harga produk, dan kemungkinan pergeseran
konsumsi antara produk tembakau, membuat nilai cukai dari sistem ad valorem
sulit untuk diprediksi dibandingkan sistem spesifik;
2. Pendapatan negara sangat tergantung dari preferensi konsumen terhadap merek.
Ketika konsumen beralih ke merek dengan harga lebih murah maka penerimaan
cukai dapat berkurang. Demikian pula, jika konsumen bereaksi terhadap kenaikan
harga yang didorong atas kenaikan cukai, mereka akan beralih ke produk lebih
murah (dengan tarif cukai lebih rendah), penerimaan cukai mungkin akan jauh
lebih rendah dari target penerimaan cukai dari tarif yang lebih tinggi (lihat Kotak 1
untuk contoh masalah di Thailand, di mana kenaikan tarif cukai di bawah sistem ad
valorem yang menyebabkan pelebaran perbedaan harga yang mengakibatkan
pergeseran konsumsi yang lebih besar ke produk dengan harga (tarif cukai) yang
lebih rendah;
3. Menciptakan insentif untuk mengubah perilaku perusahaan rokok. Produsen
tembakau secara efektif menetapkan nilai dasar (acuan) untuk pengenaan tarif
cukai ad valorem, meningkatkan insentif bagi produsen individu dalam
menurunkan biaya dan kualitas untuk mengurangi harga dalam upaya meraih
pangsa pasar. Kondisi ini berpotensi menyebabkan perang harga yang berdampak
pada pendapatan pajak secara keseluruhan yang lebih rendah dan mengurangi
peran instrument cukai untuk pengurangan konsumsi;
4. Biaya pemungutan cukai dengan sistem ad valorem di produk tembakau cenderung
lebih tinggi daripada sistem spesifik. Kompleksitas sistem ad valorem lebih besar,
yang membutuhkan pemantauan birokrasi dan audit untuk harga jual sebelum /
sesudah pajak, serta volume yang dijual. Biaya-biaya tersebut, dan ruang lingkup
untuk memanipulasi harga sebelum pajak seperti yang dijelaskan di bawah ini,
cenderung mengurangi pendapatan bersih dari cukai produk tembakau;
5. Sistem cukai ad valorem tidak selalu menyesuaikan secara otomatis terhadap
inflasi Indeks Harga Konsumen dalam upaya mempertahankan nilai rill cukai.
Harga yang dibebankan kepada konsumen dapat naik atau turun sesuai dengan
perubahan harga produsen, namun kemungkinan terdapat tingkat korelasi yang
rendah antara harga pada tingkat produsen dan di tingkat konsumen; dan
6. Sistem cukai ad valorem rentan terhadap manipulasi yang menyebabkan
penghindaran pajak. Secara khusus, dapat terjadi "under-valuation" yang dilakukan
oleh produsen pada harga jual bersih pabrik (Net Ex Factory Price), daripada harga
jual eceran (Retail Selling Price), yang diterapkan sebagai basis cukai. Hal ini dapat
menyebabkan perusahaan membentuk struktur entitas ganda untuk menghindari
pajak, dengan penjualan unit manufaktur/barang pada harga jual bersih pabrik yang
artifisial (lebih rendah) untuk perusahaan distribusi/pemasaran. Demikian pula,
ketika cukai dikenakan pada harga grosir,banyaknya layer dalam saluran distribusi
dapat menyebabkan permasalahan dan konflik dalam penentuan harga dasar
pengenaan cukai.