Вы находитесь на странице: 1из 46

1

BAB 1
TINJAUAN TEORI
1.1 Chest Paint
a. Definisi
Nyeri dada merupakan salah satu keluhan yang paling banyak ditemukan di
klinik. Sebagian besar penderita merasa ketakutan bila nyeri dada tersebut
disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit paru yang serius. Nyeri dada
adalah perasaan nyeri / tidak enak yang mengganggu daerah dada dan seringkali
merupakan rasa nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada (referred pain).
Nyeri dada akibat penyakit paru misalnya radang pleura (pleuritis) karena
lapisan paru saja yang bisa merupakan sumber rasa sakit, sedang pleura viseralis
dan parenkim paru tidak menimbulkan rasa sakit (Himawan, 2010).
Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina
pektoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat
progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan
pemeriksaan yang lebih lanjut dan penangannan yang serius.
b. KLASIFIKASI
Terdapat 2 jenis nyeri dada yaitu :
1. Nyeri dada pleuritik:
Nyeri dada pleuritik biasanya lokasinya posterior atau lateral.Sifatnya
tajam dan seperti ditusuk.Bertambahnya nyeri bila batuk atau bernafas dalam
dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang di gerakan.Nyeri
berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar,
diafragma, mediastinum dan saraf interkostal.
2. Nyeri dada non pleuretik
Nyeri dada non pleuretik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat
menyebar ke tempat lain.
c. ETIOLOGI
1. Nyeri dada pleuritik
Dapat di sebabkan oleh difusi pleura akibat infeksi paru, emboli paru,
keganasan atau radang sub diafragmatik peneumotoraks dan
penumomediastinum.
2

2. Nyeri dada non pleuretik


Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru :
1. Kardial
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri subternal
yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan
terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke
epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa
nyeri dada subternal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan
terangsang selama iskemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak
dapat menentukan apakah nyeri berasal dari miokard. Karena
rangsangan saraf melalui spedula spinalis T1-T4 yang juga merupakan
jalannya rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain.
Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan O2 miokard tidak dapat
dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner
aliran darah ke jantung akan berkurang karena ada pemyempitan
pembuluh darah koroner. Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
Angina stabil (angina klasik, angina of effort)
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu
bekerja.Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang
dengan nitrogliserin atau istirahat.Nyeri dada dapat timbul setelah
makan, pada udara dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau
gangguan emosi.
Angina tak stabil (angina preinfard, insufisiensi koroner akut)
Jenis angina ini dicurigai bila penderita sering kali
mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat
kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
Infark miokard
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit
dapat menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih
lama, menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan
angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak ada hubungannya
dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam
3

beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea,


pelpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal
EKG dan pemeriksa enzim jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adapun
mumur akhir sistolik dan midsistolik-click dengan gambaran
echokardiogram dapat membantu menegakan diagnosa.
c. Stenosis Aorta Berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik
juga dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
2. Pericardial
Saraf sensori untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis
diatas diafragma. Nyeri perikardial lokasinya didaerah sternal dan diarea
preokardinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu, dan
punggung. Nyeri biasanya seperti ditusuk-tusuk dan timbul pada aktu
menarik nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada
merupakan resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila
rasa nyeri dada depan yang hebat timbul tiba- tiba atau nyeri interskapuler.
Nyeri dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan
lebih sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah
tergantung lokasi dan luasnya pendesakan.
4. Gastrointestinal
Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat
menyebabkan nyeri esofageal.Nyeri esofageal lokasinya di tengah, dapat
menjalar ke punggung, bahu dan kadang kadang ke bawah ke bagian
dalam lengan sehingga seangat menyerupai nyeri angina.Perforasi ulkus
peptikum, pankreatitis akut distensi gaster kadang kadang dapat
menyebabkan nyeri substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik
kardinal. Nyeri seperti terbakar yang sering bersama sama dengan
disfagia dan regurgitasi bila bertambah pada posisi berbaring dan berurang
dengan antasid adalah khas untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal
4

secara serial, esofagogram, test perfusi asam, esofagoskapi dan


pemeriksaan gerakan esofageal dapat membantu menegakan diagnosa.
5. Muskuloskletal

Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago
sering menyebabkan nyeri dada setempat.Nyeri biasanya timbul setelah
aktivitas fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi waktu
exercis.Seperti halnya nyeri pleuritik.Neri dada dapat bertambah waktu
bernafas dalam.Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar
sedangkan nyeri pleuritik biasanya tidak demikian.
6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal,
rasa tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasa takut
mati.Gangguan emosi tanpa adanya klealinan objektif dari organ jantung
dapat membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring
kronis dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu
menelan.Pada emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard
akut dan substernal.Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri
pleuritik.Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50% penderita
mengeluh nyeri prekordial yang terjadi pada waktu exercise.Nyeri dada
merupakan keluhan utama pada kanker paru yang menyebar ke pleura,
organ medianal atau dinding dada.
d. FAKTOR RESIKO
1. Artherosclerosisa
2. Penyakit jantung coroner
3. Diabetes mellitus
4. Hiperkolesterolemia
5. Hipertensi
6. Obesitas
7. Hipertrofi ventrikel kiri
5

8. Hipertigliseridemial
9. Usia
10. Jenis kelamin
11. Gaya hidup (merokok, alcohol, stress, kurang olahraga. Makanan tidak
seimbang)
e. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri ulu hati
2. Sakit kepala
3. Nyeri yang diproyeksikan ke lengan, leher, punggung
4. Diaforesis / keringat dingin
5. Sesak nafas
6. Takikardi
7. Sesak napas
8. Kulit pucat
9. Sulit tidur (insomnia)
10. Mual, Muntah, Anoreksia
11. Cemas, gelisah, fokus pada diri sendiri
12. Kelemahan
13. Wajah tegang, merintih, menangis
14. Perubahan kesadaran
6

f. PATOFISIOLOGI

Terjadi penonjolan sistolik / dyskinesia, pajanan terhadap dingin, stress, latihan


fisik, makan makanan berat

Stroke volume akhir distolik ventrikel kiri

Transfudasi cairan ke jaringan intersitisium paru (gagal jantung)

pe kebutuhan O2 miokard Iskemia

Kompensasi miokard buruk Penurunan aliran darah

Intoleransi aktivitas Iskemia berkepanjangan O2 & Nutrisi menurun

Infark miokard meluas

Nekrose > 30 menit

Suplai dan kebutuhan O2 ke jantung tidak seimbang

Suplai O2 ke miokard

Metabolism anaerob

Timbunan asam laktat

Nyeri akut
7

g. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. EKG 12 lead selama episode nyeri


a. Takhikardi / disritmia
b. Rekam EKG lengkap : T inverted, ST elevasi / depresi, Q Patologis
c. Pemeriksaan darah rutin, kadar glukosa, lipid dan EKG waktu istirahat
perlu dilakukan. Hasilnya meungkin saja normal walaupun ada penyakit
jantung koroner yang berat.
d. EKG bisa didapatkan gambaran iskemik dengan infark miokard lama atau
depresi ST dan T yang terbalik pada penyakit yang lanjut.
2. Laboratorium
a. Kadar enzim jantung : CK, CKMB, LDH
b. Fungsi hati : SGOT, SGPT
c. Fungsi Ginjal : Ureum, Creatinin
d. Profil Lipid : LDL, HDL
3. Foto Thorax
4. Echocardiografi
5. Kateterisasi jantung

h. PENATALAKSANAAN

A. Nitrat
Nitrat meningkatkan pemberian D2 miokard dengan dialatasi arteri
epikardial tanpa mempengaruhi, resistensi arteriol arteri intramiokard.Dilatasi
terjadi pada arteri yang normal maupun yang abnormal juga pada pembuluh
darah kolateral sehingga memperbaiki aliran darah pada daerah isomik.
Toleransi sering timbul pada pemberian oral atau bentuk lain dari nitrat long-
acting termasuk pemberian topikal atau transdermal. Toleransi adalah suatu
keadaan yang memerlukan peningkatan dosis nitrat untuk merangsang efek
hemodinamik atau anti-angina.Nitrat yang short-acting seperti gliseril trinitrat
kemampuannya terbatas dan harus dipergunakan lebih sering. Sublingual dan
jenis semprot oral reaksinya lebih cepat sedangkan jenis buccal mencegah
angina lebih dari 5 am tanpa timbul toleransi

B. Beta bloker
Beta Bloker tetap merupakan pengobatan utama karena pada sebagian
besar penderita akan mengurangi keluhan angina. Kerjanya mengurangi
denyut jantung, kontasi miokard, tekanan arterial dan pemakaian O2. Beta
Bloker lebih jarang dipilih diantara jenis obat lain walaupun dosis pemberian
8

hanya sekali sehari. Efek samping jarang ditemukan akan tetapi tidak boleh
diberikan pada penderita dengan riwayat bronkospasme, bradikardi dan gagal
jantung.
C. Ca-antagonis
Kerjanya mengurangi beban jantung dan menghilangkan spasma koroner,
Nifedipin dapat mengurangi frekuensi serangan anti-angina, memperkuat efek
nitrat oral dan memperbaiki toleransi exercise.Merupakan pilihan obat
tambahan yang bermanfaat terutama bila dikombinasi dengan beta-bloker
sangat efektif karena dapat mengurangi efek samping beta bloker.Efek anti
angina lebih baik pada pemberian nifedipin ditambah dengan separuh dosis
beta-bloker daripada pemberian beta-bloker saja.
Jadi pada permulaan pengobatan angina dapat diberikan beta-bloker di
samping sublingual gliseril trinitrat dan baru pada tingkat lanjut dapat
ditambahkan nifedi-pin. Atau kemungkinan lain sebagai pengganti beta-bloker
dapat diberi dilti azem suatu jenis ca-antagonis yang tidak merangsang
tahikardi. Bila dengan pengobatan ini masih ada keluhan angina maka
penderita harus direncanakan untuk terapi bedah koroner. Pengobatan pada
angina tidak stabil prinsipnya sama tetapi penderita harus dirawat di rumah
sakit. Biasanya keluhan akan berkurang bila ca-antagonis ditambah pada beta-
bloker akan tetapi dosis harus disesuaikan untuk mencegah hipertensi.
Sebagian penderita sengan pengobatan ini akan stabil tetapi bila keluhan
menetap perlu dilakukan test exercise dan arteriografi koroner. Sebagian
penderita lainnya dengan risiko tinggi harus diberi nitrat i.v dan nifedipin
harus dihentikan bila tekanan darah turun.Biasanya kelompok ini harus segera
dilakukan arteriografi koroner untuk kemudian dilakukan bedah pintas
koroner atau angioplasti.
D. Antipletelet dan antikoagulan
Segi lain dari pengobatan angina adalah pemberian antipletelet dan
antikoagulan. Cairns dkk 1985 melakukan penelitian terhadap penderita
angina tak stabil selama lebih dari 2 tahun, ternyata aspirin dapat menurunkan
mortalitas dan insidens infark miokard yang tidak fatal pada penderita angina
tidak stabil. Pemberian heparin i.v juga efeknya sama dan sering diberikan
daripada aspirin untuk jangka pendek dengan tujuan menstabilkan keadaan
9

penderita sebelum arteriografi. Terdapat obat-obatan pada angina pektoris tak


stabil secara praktis dapat disimpulkan sebagai berikut :
Heparin i.v dan aspirin dapat dianjurkan sebagai pengobatan rutin selama
fase akut maupun sesudahnya
Pada penderita yang keadaannya cenderung tidak stabil dan belum
mendapat pengobatan, beta-bloker merupakan pilihan utama bila tidak ada
kontra indikasi. Tidak ada pemberian kombinasi beta-bloker dengan ca-
antagonis diberikan sekaligus pada permulaan pengobatan.
Pada penderita yang tetap tidak stabil dengan pemberian beta-bloker dapat
ditambah dengan nifedipin.
Pengobatan tunggal dengan nifedipin tidak dianjurkan.

i. Pembedahan

Bedah pintas koroner (Coronary Artery Bypass Graft Surgery) Walupun


pengobatan dengan obat-obatan terbaru untuk pengobatan angina dapat
memeperpanjang masa hidup penderita, keadaan tersebut belum dapat
dibuktikan pada kelompok penderita tertentu terutama dengan penyakit
koroner proksimal yang berat dan gangguan fungsi ventrikel kiri dengan risiko
kerusakan mikardium yang luas (Rahimtoola 1985).
Pembedahan lebih bagus hasilnya dalam memperbaiki gejala dan kapasitas
exercise pada angina sedang sampai berat. Perbaikan gejala angina didapatkan
pada 90% penderita selama 1 tahun pertama dengan kekambuhan setelah itu
6% pertahun. Kekambuhan yang lebih cepat biasanya disertai dengan
penutupan graft akibat kesulitan teknis saat operasi sedangkan penutupan yang
lebih lama terjadi setelah 5 12 tahun sering karena adanya graft ateroma
yang kembali timbul akibat pengaruh peninggian kolesterol dan diabetes.
Penelitian selama 10 tahun mendapatkan kira-kira 60% graft vena tetap
baik dibandingkan dengan 88% graft a. mamaria interna. Mortalitas
pembedahan tidak lebih dari 2% akibat risiko yang besar pada penderita
angina tak stabil dengan fungsi ventrikel kiri yang buruk. Resiko meninggi
pada umur lebih dari 65 tahun akibat penyakit yang lebih berat terutama pada
kerusakan ventrikel kiri walaupun memberikan respons yang baik dengan
graft dan sekarangpun pembedahan biasa dilakukan pada penderita umur 20
tahun. Morbiditas pembedahan juga tidak sedikit yaitu sering didapatkan
10

perubahan neuropsikiatrik sementara dan insidens stroke 5%. Akan tetapi


kebanyakan penderita lambat laun akan kembali seperti semula.

j. KONSEPASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat
darurat.Asuhan keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap
maupun mendadak.
Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh
karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan
keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan.
Karakteristik unik dari ruangan gawat darurat yang dapat mempengaruhi sistem
asuhan keperawatan antara lain :
1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah
klien yang datang ke ruang gawat darurat.
2. Keterbatasan sumber daya dan waktu.
3. Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh usia,
seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.
4. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan
kecepatan dan ketepatan yang tinggi.
5. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang
bekerja di ruang gawat darurat.
Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum asuhan keperawatan yang diberikan
oleh perawat di ruang gawat darurat meliputi :
1. Penjaminan keselamatan diri perawat dan klien yang terjaga : perawat harus
menerapkan prinsip Universal Precaution dan mencegah penyebab infeksi.
2. Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menentukan
diagnosa keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan.
3. Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk
mengatasi masalah biologi dan psikososial klien.
4. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat.
11

5. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.


6. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah dan cepat.
7. Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu
dijaga.
Asuhan Keperawatan di ruangan gawat darurat :
1. Pengkajian
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan
psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah
keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap
klien gawat darurat.
c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian
terbagi dua :
Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera
masalah aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak
terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan
hidup).Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian
dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
12

- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada


- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.
Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang
ditemukan pada pengkajian primer diatasi.Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan
(riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat
pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
Pengkajian Riwayat Penyakit :
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
- Waktu makan terakhir
13

- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit


sekarang, imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi
klien.
Metode pengkajian :
S (signs and : tanda dan gejala
symptoms) yang diobservasi
dan dirasakan klien
A (Allergis) : alergi yang
dipunyai klien
M (medications) : tanyakan obat yang
telah diminum
klien untuk
mengatasi nyeri
P (pertinent past : riwayat penyakit
medical hystori) yang diderita klien
L (last oral intake : makan/minum
solid or liquid) terakhir; jenis
makanan, ada
penurunan atau
peningkatan
kualitas makan
E (event leading to : pencetus/kejadian
injury or illnes) penyebab keluhan
Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :
P (provoked) : pencetus nyeri,
tanyakan hal yang
menimbulkan dan
mengurangi nyeri
Q (quality) : kualitas nyeri
R (radian) : arah penjalaran
nyeri
S (severity) : skala nyeri ( 1
10 )
14

T (time) : lamanya nyeri


sudah dialami
klien
Tanda-tanda vital dengan mengukur :
- Tekanan darah
- Irama dan kekuatan nadi
- Irama, kedalaman dan penggunaan otot bantu pernafasan
- Suhu tubuh
Pengkajian Head to Toe yang terfokus, meliputi :
Pengkajian kepala, leher dan wajah
- Periksa rambut, kulit kepala dan wajah : adakah luka,
perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah
perdarahan serta benda asing.
- Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir : adakah
perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau
keluaran lain seperti cairan otak.
- Periksa leher : Nyeri tulang servikal dan tulang belakang,
trakhea miring atau tidak, distensi vena leher, perdarahan,
edema dan kesulitan menelan.
Pengkajian dada
- Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks : Kelainan bentuk
dada, pergerakan dinding dada, amati penggunaan otot bantu
nafas, perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae,
perdarahan, sianosis, abrasi dan laserasi
Pengkajian Abdomen dan Pelvis
- Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
- Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi,
abrasi, distensi abdomen dan jejas
- Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
- Nadi femoralis
- Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
- Distensi abdomen
15

Pengkajian Ekstremitas
- Tanda-tanda injuri eksternal
- Nyeri
- Pergerakan
- Sensasi keempat anggota gerak
- Warna kulit
- Denyut nadi perifer
Pengkajian Tulang Belakang
- Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk
mengkaji : Deformitas, tanda-tanda jejas perdarahan, jejas,
laserasi, luka.
Pengkajian Psikosossial
- Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
- Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus
seperti sakit tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh
ataupun anggota keluarga
- Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang
dimanifestasikan dengan takikardi, tekanan darah meningkat
dan hiperventilasi.
16

2.1 Akut Coronary Sindrom (ACS)


LAPORAN PENDAHULUAN
Asuhan Keperawatan Sindrom Koroner Akut (SKA)

A. Definisi

Andra (2009) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah


kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner.Wasid (2007)
menambahkan bahwa SKA adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris
Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q
(IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q
(IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.

Harun (2010) berpendapat istilah SKA banyak digunakan saat ini


untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner.
Sindrom coroner Akut merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa
penyakit coroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard
non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris
pasca infark atau pasca tindakan intervensi coroner perkutan. Sindrom
coroner Akut merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi
klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium.

B. Etiologi

Rilantono (2011) mengatakan sumber masalah sesungguhnya


hanya terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung
(vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi:

1. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat


konsumsi kolesterol tinggi.

2. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).

3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang


terus menerus.

4. Infeksi pada pembuluh darah.

Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya SKA dipengaruhi oleh


beberapa keadaan, yakni:
17

1. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)

2. Stress emosi, terkejut

3. Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan


peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat,
frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung
meningkat.

C. Klasifikasi

Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut


menurut Braunwald (1993) adalah:

1. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat,


dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi
>2 kali per hari.

2. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1
bulan pada waktu istirahat.

3. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

Secara Klinis:

1. Klas A: Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti


anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan
hipoksia karena gagal napas.

2. Kelas B: Primer.

3. Klas C: Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati.


Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis
kalsium ) Antiangina dan nitrogliserin intravena.

D. Patofisiologi
Rilantono (2011) mengatakan SKA dimulai dengan adanya ruptur
plak arter koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan
trombus, serta aliran darah coroner yang mendadak berkurang.Hal ini
terjadi pada pla coroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis
(vulnerable plaque).Ini disebut fase plaque disruption disrupsi plak.
Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor)
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa
complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab
terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi,
18

dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner.Ini


disebut fase acute thrombosis trombosi akut.Proses inflamasi yang
melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin,
menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut.Sel inflamasi
tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan
dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial,
yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan
ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar
CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian coroner akut(IMA) dan
mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien IMA didapatkan kenaikan
CRP meskipun troponin-T negatif.Endotelium mempunyai peranan
homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor
maupun vasodilator lokal.Jika mengalami aterosklerosis maka segera
terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak).Disfungsi
endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO)
oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/
NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS).Oksigen reaktif ini
dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis,
perokok, hipertensi, dan gagal jantung.Diduga masih ada beberapa enzim
yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah,
misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases.Angiotensin II juga
merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten.Ia dapat meningkatkan
inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang
menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh
darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner
akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi
itu.Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan
(yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor
relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).Nitrit Oksid secara langsung
menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke
endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.Melalui efek
melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan
kontraktilitas miokard, dilatasi coroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan
luasnya infark. Sindrom coroner akut yang diteliti secara angiografi 60
70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai
dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis
- tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada
kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya
Sindrom coroner akut, khususnya IMA, dipengaruhi oleh beberapa
keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan),
stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi
hari), dan hari dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada
hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan
darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas
jantung meningkat, dan aliran coroner juga meningkat. Dari mekanisme
inilah beta blocker mendapat tempat sebagai pencegahan dan terapi.
19

E. Manifestasi klinis

Rilantono (2011) mengatakan gejala Sindrom Koroner Akut berupa


keluhan nyeri ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas,
menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar
dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa
merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung.
Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti
masuk angin atau maag.

Tapan (2009) menambahkan gejala kliniknya meliputi:

1. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir


ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .

2. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada
(angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan
berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar
ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri
dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada
penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada
penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola
serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.

3. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita


hanya mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa
nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan
sesak, muntah atau keringat dingin.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Wasid (2007) mengatakan cara mendiagnosis IMA, ada 3
komponen yang harus ditemukan, yakni:

1. Sakit dada

2. Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI


dengan atau tanpa gelombang Q patologik

3. Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai


batas atas normal), terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin
lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--
0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl.

G. Penatalaksanaan
20

Rilantono (1996) mengatakan tahap awal dan cepat pengobatan


pasien SKA adalah:

1. Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi


kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta
menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien
stabil dengan level oksigen 23 liter/ menit secara kanul hidung.

2. Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi.


Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 0,6 mg ), atau aerosol spray.
Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan
dengan drip intravena 510 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit ) dan
tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan
oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga
mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri coroner besar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet
(masih menjadi pertanyaan).

3. Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan


kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan
venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi
menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after
load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan.
Dosis 2 4 mg intravena sambil memperhatikan efek samping mual,
bradikardi, dan depresi pernapasan

4. Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien Sindrom coroner akut


jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya
ialah menghambat siklooksigenase 1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan
agregasi platelet dan konstriksi arterial.

5. Penelitian ISIS-2 (International Study of Infarct Survival) menyatakan


bahwa Aspirin menurunkan mortalitas sebanyak 19%, sedangkan "The
Antiplatelet Trialists Colaboration" melaporkan adanya penurunan
kejadian vaskular IMA risiko tinggi dari 14% menjadi 10% dan
nonfatal IMA sebesar 30%. Dosis yang dianjurkan ialah 160325 mg
perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet,
terutama pada stadium awal 3,4. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat
diberikan pada pasien yang mual atau muntah 4. Aspirin boleh
diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH
(unfractioned heparin). Ternyata efektif dalam menurunkan kematian,
infark miokard, dan berulangnya angina pectoris.

6. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini


menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan
menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
21

(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan


kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46%
kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi
dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada
pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada
pemasangan stent coroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi
dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari)
bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. memperoleh hasil
yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5%
menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 1016%
menjadi 0,25,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia
dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi
purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel
darah lengkap pada minggu II III. Clopidogrel sama efektifnya
dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada
korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari
adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang
diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22.
Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi
sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan
4060% inhibisi dicapai dalam 37 hari. Penelitian CAPRIE
(Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events )
menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah
(IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).

Rilantono (1996) menambahkan penanganan Sindrom Koroner akut (SKA)


meliputi:

1. Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat


baru yang lebih aman (tanpa efek samping trombositopenia) dan lebih
mudah pemantauannya (tanpa aPTT). Heparin mempunyai efek
menghambat tidak langsung pada pembentukan trombin, namun dapat
merangsang aktivasi platelet. Dosis UFH yang dianjurkan terakhir (1999)
ialah 60 ug/kg bolus, dilanjutkan dengan infus 12 ug/kg/jam maksimum
bolus , yaitu 4.000 ug/kg, dan infus 1.000 ug/jam untuk pasien dengan
berat badan < 70 kg.

2. Low Molecular Heparin Weight Heparin( LMWH): Diberikan pada APTS


atau NSTEMI dengan risiko tinggi. LMWH mempunyai kelebihan
dibanding dengan UFH, yaitu mempunyai waktu paruh lebih lama; high
bioavailability; dose independent clearance; mempunyai tahanan yang
tinggi untuk menghambat aktivasi platelet; tidak mengaktivasi platelet;
menurunkan faktor von Willebrand; kejadian trombositopenia sangat
rendah; tidak perlu pemantauan aPTT ; rasio antifaktor Xa / IIa lebih
22

tinggi; lebih banyak menghambat alur faktor jaringan; dan lebih besar efek
hambatan dalam pembentukan trombi dan aktivitasnya. Termasuk dalam
preparat ini ialah Dalteparin, Enoxaparin, dan Fraxi-parin. Dosis
Fraxiparin untuk APTS dan NQMCI: 86 iu antiXa/kg intravena bersama
Aspirin (maksimum 325 mg) kemudian 85 iu antiXa/kg subkutan selama 6
hari: 2 x tiap 12 jam (Technical Brochure of Fraxiparin . Sanofi
Synthelabo).

3. Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa


pengobatan jangka panjang dapat memperoleh efek antikoagulan secara
dini. Tak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan
Aspirin saja (CHAMP Study, CARS Trial) sehingga tak dianjurkan
pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin.

4. Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada


NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama hubungannya dengan
intervensi koroner perkutan (IKP). Pada STEMI, bila diberikan bersama
trombolitik akan meningkatkan efek reperfusi. Efek GPIIb/IIIa-I ialah
menghambat agregasi platelet tersebut dan cukup kuat terhadap semua tipe
stimulan seperti trombin, ADP, kolagen, dan serotonin. Ada 3 perparat,
yaitu Abciximab, Tirofiban, dan Eptifibatide yang diberikan secara
intravena. Ada juga secara peroral, yakni Orbofiban, Sibrafiban, dan
Ximilofiban. GPIIb/IIIa-I secara intravena jelas menurunkan kejadian
coroner dengan segera, namun pemberian peroral jangka lama tidak
menguntungkan, bahkan dapat meningkatkan mortalitas. Secara invitro,
obat ini lebih kuat daripada Aspirin dan dapat digunakan untuk
mengurangi akibat disrupsi plak. Banyak penelitian besar telah dilakukan,
baik GPIIb/IIIa-I sendiri maupun kombinasi dengan Aspirin, Heparin,
maupun pada saat tindakan angioplasti dengan hasil cukup baik. Namun,
tetap perlu diamati komplikasi perdarahannya dengan menghitung jumlah
platelet (trombositopenia) meskipun ditemukan tidak serius. Disebut
trombositopenia berat bila jumlah platelet < 50.000 ml 4,17,26. Dasgupta
dkk. (2000) meneliti efek trombositopenia yang terjadi pada Abciximab
tetapi tidak terjadi pada Eptifibatide atau Tirofiban dengan sebab yang
belum jelas. Diduga karena Abciximab menyebabkan respons antibodi
yang merangsang kombinasi platelet meningkat dan menyokong terjadinya
trombositopenia. Penelitian TARGET menunjukkan superioritas
Abciximab dibanding Agrastat dan tidak ada perbedaan antara intergillin
dengan derivat yang lain. Penelitian ESPRIT memprogram untuk
persiapan IKP, ternyata hanya nenguntungkan pada grup APTS.

5. Direct Trombin Inhibitors: Hirudin, yaitu suatu antikoagulan yang berisi


65 asam amino polipeptida yang mengikat langsung trombin. GUSTO IIb
telah mencoba terapi terhadap 12.142 pasien APTS/NSTEMI dan STEMI,
namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna terhadap mortalitas
17,28.
23

6. Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block
(LBBB) baru, dapat menurunkan mortalitas dalam waktu pendek sebesar
18% 29, namun tidak menguntungkan bagi kasus APTS dan NSTEMI.
Walaupun tissue plasminogen activator (t-PA) kombinasi dengan Aspirin
dan dosis penuh UFH adalah superior dari Streptokinase, hanya 54%
pasien mencapai aliran normal pada daerah infark selama 90 menit
30,31,32,33. Trombolitik terbaru yang diharapkan dapat memperbaiki
patensi arteri coroner dan mortalitas ialah Reteplase (r-PA) dan
Tenecteplase (TNK-t-PA), karena mempunyai waktu paruh lebih panjang
daripada t-PA. Namun, ada 2 penelitian besar membandingkan t-PA
dengan r-PA plus TNK-t-PA, namun ternyata tidak ada perbedaan dan
risiko perdarahannya sama saja.

7. Kateterisasi Jantung: selain pengunaan obat-obatan, teknik kateterisasi


jantung saat ini juga semakin maju. Tindakan memperdarahi (melalui
pembuluh darah) daerah yang kekurangan atau bahkan tidak memperoleh
darah bisa dilaksanakan dengan membuka sumbatan pembuluh darah
coroner dengan balon dan lalu dipasang alat yang disebut stent.Dengan
demikian aliran darah akan dengan segera dapat kembali mengalir menjadi
normal.

2.2.1 Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA)

A. Pengkajian:

1. Identitas klien (umumnya jenis kelamin laki-laki dan usia > 50 tahun)

2. Keluhan (nyeri dada, Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat , terasa


panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri,
skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung 10 menit)

3. Riwayat penyakit sekarang (Klien mengeluh nyeri ketika beristirahat ,


terasa panas, di dada retro sternal menyebar ke lengan kiri dan punggung
kiri, skala nyeri 8 (skala 1-10), nyeri berlangsung 10 menit)

4. Riwayat penyakit sebelumnya (DM, hipertensi, kebiasaan merokok,


pekerjaan, stress), dan Riwayat penyakit keluarga (jantung, DM,
hipertensi, ginjal).

B. Pemeriksaan Penunjang:

1. Perubahan EKG (berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa


gelombang Q patologik)

2. Enzim jantung (meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal,
terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk
nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan
dianggap positif bila > 0,2 ng/dl).
24

C. Pemeriksaan Fisik

1. B1: dispneu (+), diberikan O2 tambahan

2. B2: suara jantung murmur (+), chest pain


(+), crt 2 dtk, akral dingin

3. B3: pupil isokor, reflek cahaya (+), reflek


fisiologis (+)

4. B4: oliguri

5. B5: penurunan nafsu makan, mual (-),


muntah (-)

6. B6: tidak ada masalah

D. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

Masalah Keperawatan Intervensi

1. Chest Pain b.d. 1. Anjurkan klien untuk istirahat


penurunan suplay
oksigen ke miokard (R: istirahat akan memberikan ketenangan sebagai
salah satu relaksasi klien sehingga rasa nyeri yang
dirasakan berkurang, selain itu dengan beristirahat akan
Tujuan : mengurangi O2 demand sehingga jantung tidak
berkontraksi melebihi kemampuannya)
Klien dapat
beradaptasi dengan 2. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam
nyeri setelah mendapat
perawatan 1x24 jam (R: relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik
relaks dan distraksi, kondisi relaks akan menstimulus
Nyeri berkurang setelah hormon endorfin yang memicu mood ketenangan bagi
intervensi selama 10 klien)
menit
3. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg
Kriteria hasil :
(R: Analgesik akan mengeblok nosireseptor, sehingga
a. Skala nyeri respon nyeri klien berkurang)
berkurang
4. Evaluasi perubahan klien: Nadi, TD, RR, skala
b. Klien mengatakan nyeri, dan klinis
keluhan nyeri
berkurang (R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan
25

c. Klien tampak
lebih tenang

Masalah Keperawatan Intervensi

2. Penurunan 1. Berikan posisi kepala (> tinggi dari


curah jantung ekstrimitas)

Tujuan: Curah jantung R: posisi kepala lebih tinggi dari ekstremitas (30
o
meningkat setelah ) memperlancar aliran darah balik ke jantung,
untervensi selama 1 jam sehingga menghindari bendungan vena jugular,
dan beban jantung tidak bertambah berat)
Kriteria hasil :
2. Motivasi klien untuk istirahat (bed rest)
a. TD normal,
100/80 -140/90 R: beristirahat akan mengurangi O2 demand
sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi
b. Nadi kuat, reguler kemampuannya)

3. Berikan masker non reservoir 8 lt/mnt

R: pemberian oksigen akan membantu dalam


memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh)

4. Kolaborasi medikasi: Pemberian


vasodilator captopril, ISDN, Pemberian duretik
furosemide

R: vasodilator dan diuretic bertujuan untuk


mengurangi beban jantung dengan cara
menurunkan preload dan afterload

5. Evaluasi perubahan: TD, nadi, dan klinis

R: mengevaluasi terapi yang sudah diberikan dan


sebagai perbaikan intervensi selanjutnya

Masalah Keperawatan Intervensi

3. Gangguan 1. Pantau TD dan nadi lebih intensif


keseimbangan
elektrolit : R: penurunan Kalium dalam darah berpengaruh
hipokalemia pada kontraksi jantung, dan hal ini mempengaruhi
Td dan nadi klien, sehingga dengan memantau
lebih intensif akan lebih waspada)
Tujuan : Terjadi
26

keseimbangan elektrolit
setelah intervensi 1 jam 2. Anjurkan klien untuk istirahat

Kriteria hasil : R: beristirahat akan mengurangi O2 demand


sehingga jantung tidak berkontraksi melebihi
a. TD normal kemampuannya
(100/80 140/90
mmHg) 3. Kolaborasi pemberian kalium : Kcl 15
mEq di oplos dengan RL (500 cc/24 jam) dan
b. Nadi kuat Pantau kecepatan pemberian kalium IV

c. Klien mengatakan R: koreksi Kalium akan membantu menaikkan


kelelahan kadar Kalium dalam darah
berkurang
4. Evaluasi perubahan klien: TD, nadi,
d. Nilai K normal serum elektrolit, dan klinis
(3,8 5,0
mmmo/L) R: untuk mengevaluasi terapi yang sudah
diberikan dan untuk program intervensi
selanjutnya)
27
28

Intervensi berdasarkan NANDA NIC, NOC


Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
Pola napas inefektif berhubungan dengan peningkatan NOC : NOC
tekanan kapiler paru ditandai dengan adanya tarikan Respiratory Status : ventilasi Airway Managemen
dinding dada, RR : 34 kali per menit cepat dan Respiratory Status : Airway Patency 1. Buka jalan napas ( tekhnik head till
dangkal. Vital sign status chin lift)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Posisikan klien untuk memaksimalkan
selama 1x7 jam diharapkan pola napas ventilasi
kembali efektif, dengan kriteria hasil : 3. Identifikasikan klien perlu
a. Menunjukkan jalan napas yang pemasangan jalan napas buatan
paten (klien tida merasa tercekik, 4. Pasang Orofharingeal tube (OPA)
irama napas teratur, frekuensi napas untuk membuka jalan napas
dalam rentang normal, tidak ada 5. Keluarkan sekret dengan suction
suara napas abnormal) 6. Monitor status respirasi dan SPO2
b. TTV dalam batas normal Oxygen therapi
TD : 120/80 mmHg a Pertahankan jalan napas yang paten
N : 60-100x/menit b Observasi tanda tanda adanya
RR : 20x/menit hipoventilasi
S : 36C 37,5C c Monitor status TD,N,RR,S.
d Monitor aliran oksigen
Kolaborasi
1) Lakukan pemasangan endotrakeal tube
(ETT)
2) Pemberian oksigen
29

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


Penurunan curah jantung berhubungan kontraktilitas NOC : NIC
otot jantung ditandai dengan tekanan darah tidak Cardiac pump effectiveness Cardiac care
terdengar, bradikardi nadi 48 kali per menit, CRT > 2 Circulation status 1. Evaluasi adanya nyeri dada
Vital sign status 2. Catat adanya disritmia jantung
detik, akral teraba dingin.
Tissue perfusion : perifer 3. Catat tanda gejala penurunan cardiac
output
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Monitor status pernapasan yang
selama 3x24 jam diharapkan penurunan menandakan gagal jantung
curah jantung teratasi, dengan kriteria 5. Monitor adanya cushing triad (tekanan
hasil : nadi melebar, bradikardi, peningkatan
a) TTV dalam batas normal sistolik)
b) Tidak ada edema paru, perifer, dan Vital sign monitoring
tidak ada acites 1. Monitor TD, N , RR, S
c) Pasien tidak dalam kesadaran coma 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
d) AGD dalam batas normal
e) Tidak ada distensi vena leher
30

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


Nyeri dada berhubungan dengan iskemik miokard NOC : NIC
ditandai dengan klien mengeluh nyeri dada dibagian 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Pain level komprehensif
sebelah kiri menembus kebelakang, nyeri berat ( skala Pain control
2. Observasi reaksi non verbal dari
7-9) Comfort level ketidaknyamanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3. Kontrol ruangan yang dapat
selama 3x24 jam diharapkan nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
berkurang / hilang, dengan kriteria ruangan, pencahayaan, kebisingan
hasil : 4. Ajarkan tentang tekhnik non
farmakologi: napas dalam, relaksasi,
a) Mampu mengontrol nyeri
distraksi
b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang/
5. Kolaborasi dalam pemberina obat
hilang
analgesik.
c) TTV dalam batas normal
31

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, T Bahri. 20010. Angina pektoris tak stabil. USU Repository. Medan:
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara..
Anwar, T Bahri. 2008. Dislipidemia Sebagai Faktor Resiko Jantung Koroner.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Hudak&Gallo. 2011. Keperawatan Kritis cetakan I. Jakarta : EGC
Price & Wilson (2009), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,
EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (2011), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.
Andra.(2008). Sindrom Koroner Akut.Pendekatan Invasif Dini atau
Konservatif.http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?
IDNews=197. Diakses di Surabaya, tanggal 30 September 2010: Jam 19.01 WIB
Carpenito. (2009). Diagnosa Keperawata: Aplikasi Pada Praktek Klinis.
Edisi VI. Jakarta: EGC
Rilantono, dkk.(2011). Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Wasid (2007). Tinjauan Pustaka Konsep Baru Penanganan Sindrom
Koroner Akut. http://nursingbrainriza.blogspot.com/2007/05/tinjauan-pustaka-
konsep-baru penanganan.html. Diaskes di Surabaya, tanggal 30 September: Jam
19.10 WIB

BAB 2
32

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

2.1 Pengkajian Keperawatan


2.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.H
Tanggal lahir : 18/11/1952 (65 tahun)
Jenis kelamin : Laki-lai
No.MR : 04.77.41
Diagnosa Medis : Chest Paint + ACS ( Akut Coronary Sindrom)
2.1.2 Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak napas dan nyeri dada sebelah kiri sampai
menembus kebelakang yang dirasakan terus menerus makin lama makin
terasa sangat nyeri, dengan skala nyeri 9(nyeri berat), nyeri juga dirasakan
saat menarik napas (inspirasi).
2.1.3 Data Primer
1. Airway : Jalan napas paten, tidak ada cairan maupun darah
2. Breathing : Bentuk dada simetris, RR : 34 kali per menit, suara
napas vesikuler tidak ada suara napas tambahan,
tampak retraksi dada (menggunakan otot bantu
bernapas)
3. Circulation : Tekanan darah tidak terdengar jika menggunakan
sfigmomanometer manual, saat menggunakan
sfiggmomanometer digitas di dapat hasil 114/79
mmHg, Nadi 68 kali per menit teraba lemah,
CRT > 2 detik, SPO2 88 %, akral teraba dingin.
4. Disability : Keadaan umum klien tampak lemah, saat diruang
triase pasien masih dengan kesadaran compos
mentis dengan GCS 15, namun setelah 15 menit
kemudian pasien pengalami penurunan kesadaran
menjadi coma E1 ( tidak ada respon membuka
mata), V1 (verbal klien tida ada respon saat diaja
berbicara), M1 (pasien tidak dapat menggerakan
33

semua anggota tubuhnya hanya terbaring kaku)


GCS 3.
5. Exposure : tidak ada luka, maupun cedera.
6. Triase : prioritas pertama ( MERAH)
2.1.4 Data Sekunder
B1-B6
1. B1 ( Breathing) : klien mengeluh sesak napas saat nyeri dada
berlangsung.
2. B2 ( Blood ) : pasien tampak pucat dan berkeringat, akral teraba
dingin
3. B3 ( Brain )
a. Olfaktorius : pasien dapat mencium bau minya kayu putih dan
bau alkohol
b. Optikus : pasien dapat membuka mata secara spontan
c. Okulomotorius : klien dapat menggerakkan bola mata ke kiri dan ke
kanan, kelopak mata membuka ke kiri dan ke
kanan.
d. Troklear : klien dapat menggerakkan bola mata ke atas dan ke
bawah
e. Trigeminus : pasien masih dapat mengunyah makanan saat
ditanya
f. Abdusen : klien dapat menggerakkan bola mata ke kiri dan ke
kanan
g. Fasial : klien dapat mengerutkan wajah
h. Akustikus : klien dapat mendengar dengan jelas
i. Glosofaringeal : klien masih mampu menelan dengan baik
j. Vagus : klien masih dapat berbicara dengan sangat jelas
saat dilakukan pengkajian.
k. Asesorius : klien dapat menggerakkan bahu dan kepala
l. Hipoglosus : klien masih dapat menggerakkan lidah
4. B4 ( Bladder ) : klien mengatakan tidak ada BAK sejak tadi malam
5. B5 ( Bowel ) : klien mengeluh mual, muntah 1 kali (muntah air)
6. B6 ( Bone ) : klien mengatakan badannya terasa sangat lemas,
kaki tidak kuat untuk menopang tubuh berjalan,
Ekstremitas atas 4/5, ekstremitas bawah 3/3.
2.1.5 Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga Tn.H mengatakan sejak seminggu terakhir klien sering
mengeluh nyeri dada dan disertai dnegan sesak napas saat beraktivitas.
Pada tanggal 29 Agustus 2017 pukul 07.00wib pasien dibawa keluarga
ke UGD Puskesmas Jabiren karena klien mengeluh nyeri dada dan
sesak napas yang sangat hebat. Karena melihat keadaan klien yang
gawat darurat dan perlu penanganan segera dan mempertimbangkan
peralatan medis yang lengkap maka Tn.H dirujuk ke IGD RSUD
34

dr.Doris Sylvanus Palangka Raya. Klien tiba di IGD RSUD dr.Doris


Sylvanus Palangka Raya pada pukul 09.12 wib pasien segera berikan
tindakan medis dan perawatan.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga klien mengatakan, klien memiliki riwayat penyakit jantung
sejak tahun 2013. Pasien sering berobat ke dokter praktek dr.Y dan
setiap kali sakit klien langsung berobat ke klinik tersebut. Klien sudah
pernah dirawat di RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya pada tahun
2015 di ruang ICVCU dan pulang dengan sehat dan meneruskan rawat
jalan.
3. Riwayat Penyakit keluarga
Keluarga pasien mengatakan, memang orang tua dari klien memiliki
riwayat penyakit jantung dan hipertensi serta Diabetes Militus.
2.1.6 Data Penunjang ( Radiologi, Laboratorium, Penunjang lainnya)
1) Pemeriksan Laboratorium
Tanggal 29 Agustus 2017

No. Parameter Hasil Satuan Nilai Normal


Glukosa
1. 349 Mg/dl < 200
sewaktu

2) Pemeriksaan Radiologi
- Pemeriksaan EKG

3) Terapi

Tanggal Terapi indikasi


29/08/2017 Infus NaCl 0,9 % drip syok kardiogenik,
Dopamin (loading) kondisi hipotensi
berat atau
kecenderungan syok
setelah mendapat
terapi cairan.
Infus NaCl 0,9 % Cairan pengganti
loading untuk plasma isotonik
yang hilang, dan
pengganti cairan saat
kondisi alkalosis
hipokloremia.
Injeksi Sulfas Atropin Asistole atau PEA
lambat, bradikardi
selain AV blok derajat
II atau derajat III.
Injeksi ephinefrin Untuk menangani
reaksi alergi aut yang
35

bisa menyebabkan
pembengkakan di
mulut dan lidah,
ganggua pernapasan,
kolaps, dan hilangnya
kesadaran.
Sp. Raivas Untuk mengontrol
tekanan darah pada
keadaan hipotensi
akut. Untuk
memperbaiki dan
mempertahankan
tekanan darah yang
adekuat saat denyut
jantung dan ventilasi
jantung telah dicapai
dengan cara lain.

Palangkaraya, 29 Agustus 2017


Mahasiswa,

Yesika Dehati Delataka

ANALISA DATA

No. Data subyektif dan Kemungkinan Masalah


obyekif penyebab
1. DS : Hipertensi Nyeri dada
Klien mengeluh nyeri sistemik/pulmonal
dada, seperti tertekan
dan ditusuk-tusuk pada Peningkatan afterload
36

dada sebelah kiri dengan


lama nyeri berlangsung Beban kerja jantung
terus menerus, skala meningkat
nyeri berat 9
DO : Hipertrofi serabut otot
Klien tampak jantung
meringis
Klien tampak gelisah Kontraktilitas miokard
memegang dada abnormal
sebelah kiri
Skala nyeri 9 (berat) COP menurun
Tampak klien
berbaring posisi semi Kebutuhan O2
fowler meningkat
Terpasang O2 NRM
10 Lpm Injuri miokard
TTV
TD : 114/78 mmHg Iskemik miokard
HR : 67x/menit
RR : 30x/menit Infark miokard
S : 36C

2. DS: Peningkatan tekanan Pola napas


Klien mengeluh sesak vena pulmonal inefektif
napas, nyeri saat
inspirasi Peningkatan tekanan
DO : kapiler paru
Pasien tampak sesak
napas Kongesti paru
Posisi klien semi
fowler Dipsnea
Terpasang O2 NRM
10 Lpm Sakit sewaktu inspirasi
RR : 30 kali per menit
Tampak adanya Edema paru
retraksi dinding dada
Tampak pernapasan Iritasi mukosa paru
cepat dan dangkal
Kesadaran Compos
Mentis, nilai GCS 15

3. DS :- Infark miokard Penurunan curah


DO : jantung
Tekanan darah tidak Suplai darah ke
terdengan miokard menurun
Nadi lemah 67 kali
per menit Sellular hipoksia
37

CRT > 2 detik


Pasien tampak pucat Kontraktilitas menurun
Akral teraba dinging
Penurunan curah
jantung

PRIORITAS MASALAH

1. Pola napas inefektif berhubungan dengan peningkatan tekanan kapiler paru


ditandai dengan adanya tarikan dinding dada, RR : 34 kali per menit cepat
dan dangkal.

2. Penurunan curah jantung berhubungan kontraktilitas otot jantung ditandai


dengan tekanan darah tidak terdengar, bradikardi nadi 48 kali per menit,
CRT > 2 detik, akral teraba dingin.

3. Nyeri dada berhubungan dengan iskemik miokard ditandai dengan klien


mengeluh nyeri dada dibagian sebelah kiri menembus kebelakang, nyeri
berat ( skala 8)
38
39

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn.H


Ruang Rawat : IGD

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


Pola napas inefektif berhubungan dengan peningkatan NOC : NOC
tekanan kapiler paru ditandai dengan adanya tarikan Respiratory Status : ventilasi Airway Managemen
dinding dada, RR : 34 kali per menit cepat dan Respiratory Status : Airway Patency 7. Buka jalan napas ( tekhnik head till
dangkal. Vital sign status chin lift)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 8. Posisikan klien untuk memaksimalkan
selama 1x7 jam diharapkan pola napas ventilasi
kembali efektif, dengan kriteria hasil : 9. Identifikasikan klien perlu
c. Menunjukkan jalan napas yang pemasangan jalan napas buatan
paten (klien tida merasa tercekik, 10. Pasang Orofharingeal tube (OPA)
irama napas teratur, frekuensi napas untuk membuka jalan napas
dalam rentang normal, tidak ada 11. Keluarkan sekret dengan suction
suara napas abnormal) 12. Monitor status respirasi dan SPO2
d. TTV dalam batas normal Oxygen therapi
TD : 120/80 mmHg e Pertahankan jalan napas yang paten
N : 60-100x/menit f Observasi tanda tanda adanya
RR : 20x/menit hipoventilasi
S : 36C 37,5C g Monitor status TD,N,RR,S.
h Monitor aliran oksigen
Kolaborasi
3) Lakukan pemasangan endotrakeal tube
(ETT)
4) Pemberian oksigen
40

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn.H


Ruang Rawat : IGD

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


Penurunan curah jantung berhubungan kontraktilitas NOC : NIC
otot jantung ditandai dengan tekanan darah tidak Cardiac pump effectiveness Cardiac care
terdengar, bradikardi nadi 48 kali per menit, CRT > 2 Circulation status 6. Evaluasi adanya nyeri dada
Vital sign status 7. Catat adanya disritmia jantung
detik, akral teraba dingin.
Tissue perfusion : perifer 8. Catat tanda gejala penurunan cardiac
output
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 9. Monitor status pernapasan yang
selama 3x24 jam diharapkan penurunan menandakan gagal jantung
curah jantung teratasi, dengan kriteria 10. Monitor adanya cushing triad (tekanan
hasil : nadi melebar, bradikardi, peningkatan
f) TTV dalam batas normal sistolik)
g) Tidak ada edema paru, perifer, dan Vital sign monitoring
tidak ada acites 1. Monitor TD, N , RR, S
h) Pasien tidak dalam kesadaran coma 2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
i) AGD dalam batas normal
j) Tidak ada distensi vena leher
41

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn.H


Ruang Rawat : IGD

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


Nyeri dada berhubungan dengan iskemik miokard NOC : NIC
ditandai dengan klien mengeluh nyeri dada dibagian 6. Lakukan pengkajian nyeri secara
Pain level komprehensif
sebelah kiri menembus kebelakang, nyeri berat ( skala Pain control
7. Observasi reaksi non verbal dari
8) Comfort level ketidaknyamanan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 8. Kontrol ruangan yang dapat
selama 3x24 jam diharapkan nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu
berkurang / hilang, dengan kriteria ruangan, pencahayaan, kebisingan
hasil : 9. Ajarkan tentang tekhnik non
farmakologi: napas dalam, relaksasi,
d) Mampu mengontrol nyeri
distraksi
e) Melaporkan bahwa nyeri berkurang/
10. Kolaborasi dalam pemberina obat
hilang
analgesik.
f) TTV dalam batas normal
42

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn.H
Ruang Rawat : IGD

Tanda
tangan dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama
Perawat
29- 08- 2017 Diagnosa 1 S:-
Airway Managemen O:
1. Membuka jalan napas dengan tekhnik head till chin status oksigen (SPO2) = 87 %
lift terpasang ETT
2. Memposisikan klien berbaring terlentang untuk terpasang monitor
memaksimalkan ventilasi CRT > 2 detik
3. Mengidentifikasikan klien perlu pemasangan jalan Kesadaran coma, GCS 3
napas buatan TTV
4. Melakukan pemasangan Orofharingeal tube (OPA) TD : tidak terdengar
untuk membuka jalan napas N : 31 x / menit
5. Melakukan suction RR :46x/ menit
6. Memonitor status respirasi dan SPO2 pada BSM yang S : 36 C
sudah terpasang
Oxygen therapi A : Masalah tidak teratasi
7. Mempertahankan jalan napas yang paten
8. Memonitor aliran oksigen P : hentikan intervensi pasien meninggal
Kolaborasi
43

- Melakukan pemasangan endotrakeal tube (ETT) dunia pukul 11.15 wib


bersama dr.Y
- Memberian oksigen menggunakan Ambu bag 15 liter
per menit
44

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn.H
Ruang Rawat : IGD

Tanda tangan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Nama Perawat
29 08 - 2017 Diagnosa 2 S:-

1) Melakukan evaluasi adanya nyeri dada O:


2) Mencatat adanya disritmia jantung
3) Mencatat tanda gejala penurunan cardiac Nyeri hebat skala 8
output Nadi lemah 31 kali per menit (bradikardia)
4) Memonitor status pernapasan yang Akral dingn
menandakan gagal jantung Pasien tampak pucat
5) Memonitor adanya cushing triad (tekanan nadi Tekanan darah tidak terdengar
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) SPO2 : 67%
Vital sign monitoring CRT > 2 detik
a. Memonitor TD, N , RR, S Pupil unisokor
b. Mencatat adanya fluktuasi tekanan darah
A : masalah tidak teratasi

P : hentikan intervensi pasien meninggal dunia


pukul 11.15 wib
45

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn.H
Ruang Rawat : IGD

Tanda tangan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Nama Perawat
15-08-2017 1. Melakukan pengkajian nyeri secara S : -
komprehensif
2. Mengobservasi reaksi non verbal dari O :
ketidaknyamanan
3. Melakukan kontrol ruangan yang dapat Nyeri sangat berat skala nyeri 10
mempengaruhi nyeri seperti suhu Ekspresi klien datang
ruangan, pencahayaan, kebisingan Tekanan darah tidak terdengar
4. Mengajarkan tentang tekhnik non Nadi lemah, 31 kali per menit (bradikardi)
farmakologi: napas dalam, relaksasi,
distraksi A : masalah tidak teratasi
P : hentikan intervensi paisen meninggal dunia
pukul 11.15 wib
46

Вам также может понравиться