Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRACT
The low production rate of shallot (Allium ascalonicum L.) in Indonesia could be caused by rarely excellent cultivars.
Colchicine was one of the mutation agents frequently used in plant breeding in order to get polyploidy of cultivars. The
aim of this research was to find out the differentiation of morphometric evidences and ploidy of shallot chromosomes
induced by colchicines 1%. Preparation was made by squash method and stained by acetocarmine. The results
indicated that the amount, length and shape of chromosomes altered by the application of the agent. The polyploids
produced could be grouped into tetraploids, pentaploids, hexaploids, octaploids, and nonaploids.
Asam asetat glasial 45 ml dan 55 ml akuades disquash hingga merata (Soesanti dan
diaduk hingga larut lalu disimpan dalam botol Setyawan, 2000; Anggarwulan dkk., 1999).
tertutup pada suhu kamar. Asam Klorida 1 N. Pengamatan. Pengamatan dilakukan
Asam klorida Pekat 1 bagian ditambah 11 dengan mikroskop cahaya terhadap 10 akar
bagian akuades digojog hingga larut dan bawang merah yang berasal dari 10 individu,
disimpan dalam botol tertutup pada suhu dimana masing-masing akar diambil sekurang-
kamar (Soesanti dan Setyawan, 2000). kurangnya 1 sel yang sedang mengalami
Asetokarmin 2%. Sebanyak 45 ml asam pembelahan tahap metafase (prometafase)
asetat glasial dipanaskan perlahan-lahan dari berbagai tingkat ploidi. Untuk memper-
hingga hampir mendidih (90-100C) baiki daya pisah digunakan minyak imersi
ditambahkan 0,5 g karmin sedikit demi sedikit dengan perbesaran kuat. Preparat yang baik
lalu dididihkan selama 10 menit sambil dan mewakili tipe-tipe ploidi yang ditemukan
diaduk. Dinginkan pada suhu kamar lalu dipotret dengan kamera mikrofotografi.
ditambah 55 ml akuades dan digojog hingga
larut. Disaring dan disimpan pada suhu kamar
dalam botol berwarna gelap. Setiap tiga hari HASIL DAN PEMBAHASAN
penyimpanan biasanya terdapat endapan
untuk itu sebelum digunakan sebaiknya Dari penelitian yang dilakukan terhadap
digojog dan disaring lagi (Wheat Genetics ujung akar A. ascalonicum dengan perlakuan
Resource Center, 1997 dengan perubahan). kolkisin 1%, diketahui terjadi perubahan
Pembuatan Preparat. Ujung akar dipotong jumlah (penambahan dan pengurangan),
3-5 mm, dimasukkan dalam botol flakon berisi ukuran dan bentuk kromosom (sifat-sifat
2-3 ml kolkisin 0,2% dan disimpan dalam morfometri). Variasi tingkat ploidi, dan data
lemari es bersuhu 5C selama 2-4 jam, lalu morfometri kromosom yang meliputi rata-rata
dicuci dengan akuades tiga kali, kemudian luas sel, modus ukuran panjang kromosom
difiksasi dengan asam asetat 45% dan dan modus bentuk kromosom disajikan pada
disimpan dalam lemari es bersuhu 5C selama Tabel 1 dan Gambar1.
15 menit, lalu dicuci dengan akuades tiga kali.
Dilanjutkan hidrolisis dengan asam klorida 1N Perlakuan kolkisin
dalam oven bersuhu 60C selama 3 menit, Induksi kolkisin merupakan mekanisme yang
tegantung besarnya ujung akar, lalu dicuci sering digunakan untuk mendorong terjadinya
dengan akuades tiga kali. Diwarnai dengan mutasi, sehingga terjadi perubahan bentuk,
asetokarmin selama 1-3 jam tergantung ukuran dan jumlah kromosom (pengurangan
ukuran bahan dan kesegaran pewarna pada dan penambahan). Dalam penelitian ini
suhu kamar. Diambil 1-2 ujung akar dengan perubahan yang terjadi ditandai secara visual
kuas diletakkan di atas gelas benda dan dengan membesarnya ujung akar (Jw:
dipotong hingga tersisa 1-2 mm lalu ditetesi jendulan). Kolkisin dengan kadar 1%
gliserin, ditutup dengan gelas penutup dan merupakan ambang batas tertinggi yang
Tabel 1. Variasi ploidi dan ukuran sel pada A. ascalonicum dengan perlakuan kolkisin 1%.
A B
C D
E F
G H
Gambar 1. Variasi ploidi pada A. ascalonicum dengan perlakuan kolkisin 1%. A. monoploid (1n),
B. diploid (2n), C. tetraploid (4n), D. pentaploid (5n), E. heksaploid (6n), F. septaploid (7n), G.
oktaploid (8), dan H. nonaploid (9n). Tipe triploid (3n) belum dapat ditemukan. Garis = 1 m.
178 B IOD I VER SI TA S Vol. 3, No. 1, Januari 2002, hal. 174-180
diperkenankan oleh Eigsti dan Dustin (1957) Bentuk kromosom A. ascalonicum relatif
untuk menginduksi terjadinya mutasi. Kolkisin seragam (Tabel 1.). Pada level ploidi
dengan konsentrasi yang demikian tinggi ini monoploid (1n) hingga oktaploid (8n),
diberikan dengan harapan daya kerjanya kromosom yang paling sering dijumpai
maksimal. berbentuk metasentris, sedangkan pada
Menurut Eigsti dan Dustin (1957) kolkisin individu nonaploid (9n), kromosom yang paling
dapat bekerja secara efektif pada konsentrasi sering dijumpai berbentuk sub-metasentris.
0,001-1%, dengan lama perendaman 6-72 Seringnya ditemukan kromosom berbentuk
jam. Namun pada dasarnya setiap tumbuhan metasentris merupakan hal yang wajar,
mempunyai respon yang berbeda-beda, mengingat kelompok tumbuhan umunya
tergantung jenis dan organ yang diberi memiliki kromosom dengan bentuk demikian.
perlakuan. Menurut Setyawan (2001, Menurut Setyawan (2001, komunikasi pribadi)
komunikasi pribadi) konsentrasi kolkisin 1% kebanyakan tanaman bawang budidaya
belum menyebabkan keracunan/kematian bersifat diploid dengan jumlah kromosom
akar pada kebanyakan tanaman bawang dasar delapan (x=8), sehingga 2n = 16,
budidaya (genus Allium), dan belum dimana panjang kromosom berkisar 2 m, dan
menggumpalkan materi DNA kromosom, kebanyakan berbentuk metasentris.
sehingga dapat digunakan untuk menelusuri
Tingkat ploidi
adanya mutasi dengan hasil memuaskan.
Pengaruh kolkisin dalam menginduksi
Sifat morfometri mutasi bersifat acak, sehingga dalam
Dalam penelitian ini didapatkan ukuran penelitian ini dapat ditemukan individu sel
kromosom A. ascalonicum relatif pendek yang tetap bersifat diploid (2n), sebagaimana
dengan posisi yang tumpang tindih. Posisi umumnya sel normal. Serta sel-sel yang
demikian tetap terjadi meskipun pada saat mengalami pengurangan jumlah kromosom,
pembelahan mitosis dinding inti hilang dan yakni bersifat monoploid/haploid (1n) dan sel-
ruang sebar kromosom dalam sel meluas. sel mengalami penambahan jumlah kromosom
Penumpukan ini mempersulit pengamatan, atau poliploid yang meliputi: tetraploid (4n),
sehingga bentuk, ukuran dan jumlah pentaploid (5n), heksaploid (6n), septaploid
kromosom ditentukan secara garis besar, (7n), oktaploid (8n) dan nonaploid (9n) (Tabel
dimana bentuk dan ukuran kromosom hanya 1.). Tipe triploid (3n) belum dapat ditemukan
dihitung sebagai modus, didasarkan pada meskipun secara hipotesis sangat mungkin
kromosom/sel dengan frekuensi tertinggi, terbentuk. Hal ini dimungkinkan karena sel
sedangkan jumlah kromosom dihitung sebagai dengan jumlah kromosom tersebut tidak
pendekatan terhadap jumlah dasarnya (x). terambil pada pengambilan sampel.
Penelitian ini masih merupakan penelitian Dalam penelitian ini ditemukan adanya sel-
awal untuk menelaah sifat morfometri dan sel normal yang tidak mengalami perubahan
poliploidi A. ascalonicum akibat pemberian jumlah kromosom, bersifat diploid (2n) serta
kolkisin 1%. berbagai perubahan jumlah kromosom secara
Dalam penelitian ini didapatkan modus euploid yang melahirkan individu poliploid dan
ukuran panjang kromosom A. ascalonicum perubahan jumlah kromosom secara
berkisar antara 0,3-1 m (Tabel 1.). Ukuran aneuploid yang menyebabkan jumlah
panjang kromosom menurun sejalan dengan kromosom berkurang atau sedikit berbeda
bertambahnya jumlah kromosom atau dengan jumlah kelipatan dasarnya (aberasi;
bertambahnya tingkat ploidi kromosom, dari anomali). Salah satu bentuk aberasi kromo-
monoploid (1n) ke nonaploid (9n). Hal ini juga som yang ditemukan adalah berkurangnya
diikuti dengan bertambahnya rata-rata ukuran jumlah kromosom karena hilangnya segmen-
luas sel, namun bertambahnya kapasitas sel segmen kromosom (delesi). Hal ini terlihat
tidak sebanding dengan bertambahnya jumlah dengan adanya kromosom monoploid
kromosom, sehingga ukuran kromosom (haploid), yang merupakan delesi dari
mengecil agar semuanya dapat dikemas kromosom normal diploid (2n). Selain itu
dalam sel. Dengan demikia semakin tinggi ditemukan pula adanya pertambahan materi
tingkat ploidi, maka ukuran luas sel semakin genetik pada suatu kromosom (duplikasi).
besar dan ukuran panjang kromosom semakin Banyaknya sel dengan jumlah kromosom
kecil. poliploid yang tidak tepat sebagai kelipatan
SUMINAH dkk. Induksi Poliploid Allium ascalonicum 179
jumlah dasarnya, kemungkinan merupakan diinduksi oleh pengaruh kimia dan fisik dengan
akibat delesi dan duplikasi kromosom. mematahkan kromosom atau mengubah
Dalam penelitian ini ditemukan pula perilakuannya selama pembelahan meiosis
penambahan jumlah kromosom secara atau mitosis (Crowder, 1986).
euploid yang menyebabkan terbentuknya sel- Keanekaragaman ini memungkinkan untuk
sel poliploid. Berbeda dengan prosedur mengetahui banyak karakter gen, sehingga
transgenik yang lebih terarah, induksi bahan aberasi dan poliploidi mempunyai nilai tinggi
kimia atau radiasi bersifat acak dan tidak dalam penemuan kultivar unggul. Tanaman
teratur, sehingga memberikan efek yang tidak poliploid biasanya lebih kuat dari pada
seragam pada masing-masing sel dalam suatu tanaman diploid, ukuran daun, batang, bunga,
individu. Tipe-tipe poliploid yang ditemukan buah, dan inti sel lebih besar, kandungan
adalah tetraploid (4n), pentaploid (5n), vitamin dan protein bertambah, tekanan
heksaploid (6n), septaploid (7n), oktaploid (8n) osmotik berkurang, serta pembelahan sel
dan nonaploid (9n). Tipe triploid (3n) belum melambat, sehingga umur vegetatif lebih lama
dapat ditemukan. (Suryo, 1995).
Perubahan jumlah kromosom ini disebab-
kan pemberian kolkisin dengan konsentrasi
yang kritis dapat mencegah terbentuknya
benang-benang mikrotubuli dari gelendong inti KESIMPULAN
(benang-benang spindel) sehingga pemisahan
kromosom yang menandai perpindahan dari Dalam penelitian ini dapat disimpulkan
tahap metafase ke anafase tidak berlangsung bahwa telah terjadi variasi bentuk, ukuran, dan
dan menyebabkan penggandaan kromosom jumlah kromosom Allium ascalonicum L.
tanpa penggandaan dinding sel. Oleh karena akibat pemberian kolkisin 1%. Poliploidi yang
tidak terbentuk benang spindel maka terbentuk dapat dikelompokkan menjadi
kromosom tetap dalam sitoplasma. Namun tetraploid, pentaploid, heksaploid, oktaploid,
kromosom dapat memisah dari sentromernya dan nonaploid akibat pemberian kolkisin 1%.
dan dimulai tahap c-anafase yang dilanjutkan
dengan pembentukan dinding inti. Sehingga
terjadi restitusi inti dan mengandung jumlah
kromosom berlipat dua. Apabila konsentrasi DAFTAR PUSTAKA
kritis ini dibiarkan terus berlanjut maka
pertambahan genom akan mengikuti deret Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Yogyakarta:
ukur (Suryo, 1995). Gadjah Mada University Press.
Dalam penelitian ini penghitungan jumlah Eigsti, O.J. dan Dustin, P. 1957. Colchicine in
kromosom dilakukan secara pembulatan, Agriculture, Medicine, Biology and Chemistry. Ames-
mengingat mutasi sering terjadi secara Iowa: The Iowa State College Press.
euploid, dimana perubahan jumlah kromosom Anggarwulan, E., N. Etikawati, dan A.D. Setyawan.
sering kali merupakan kelipatan jumlah 1999. Karyotipe kromosom pada tanaman bawang
kromosom dasarnya. Sehingga mayoritas sel budidaya (Genus Allium; Familia Amaryllidaceae).
akan memiliki kromosom dalam jumlah BioSMART 1 (2): 13-19.
kelipatan dasarnya. Apabila jumlah kromosom Muhlizah, F. dan S. Hening-S. 2000. Sayur dan Bumbu
yang terhitung berada di atas atau di bawah Dapur Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya.
kelipatan jumlah kromosom dasar, maka dapat Soesanti, N. dan A.D. Setyawan. 2000. Petunjuk
diduga telah terjadi delesi atau duplikasi pada, Praktikum Mikroteknik Hewan dan Tumbuhan.
namun hal ini juga dapat merupakan akibat Surakarta: Jurusan Biologi FMIPA UNS.
kesalahan teknis penghitungan, oleh karena Pai, A.C. 1992. Dasar-dasar Genetika. edisi kedua
itu dipilih pembulatan. (Penerjemah: M. Apandi). Jakarta: Penerbit
Dalam dunia pertanian, peningkatan Erlangga.
keanekaragaman genetik akibat mutasi, Rukmana, R. 1994. Bawang Merah, Budidaya dan
rekombinasi serta separasi dan segregasi Pengolahan Pascapanen. Yogyakarta: Penerbit
selama meiosis merupakan sumber plasma Kanisius.
nutfah untuk pemuliaan tanaman. Wibowo, S. 1991. Budidaya Bawang Putih, Bawang
Keanekaragaman ini dapat terjadi secara Merah dan Bawang Bombay Edisi Keempat. Jakarta:
spontan dengan laju yang rendah atau dapat Penerbit Swadaya.
180 B IOD I VER SI TA S Vol. 3, No. 1, Januari 2002, hal. 174-180
Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta: Gadjah Mada Wheat Genetics Resource Center. 1997. Acetocarmine
University Press. Staining. http://www.ksu.edu/wgrc/Protocols/
Cytogenetics/acetocarmine.html