Вы находитесь на странице: 1из 27

DIARE AKUT

Disusun oleh :
dr. Isnada, SpA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
PENDAHULUAN .....................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................26

ii
PENDAHULUAN

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju. Diare akut merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas anak di negara berkembang. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Organisasi
kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan diare sebagai kejadian buang air besar dengan
konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi 3 kali atau lebih selama 1 hari atau lebih.6
Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal
setiap tahunnya, sekitar 20 % meninggal karena infeksi diare.1,2,3,4 Di Amerika Serikat, 20-35
juta kejadian diare terjadi setiap tahunnya. Di dunia sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya
karena diare, di mana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang.4 Meskipun
mortalitas dari diare dapat diturunkan dengan program rehidrasi/terapi cairan namun angka
kesakitannya masih tetap tinggi. Pada saat ini angka kematian yang disebabkan diare adalah 3,8
per 1000 per tahun.4
Diare merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi bakteri,
virus, parasit, protozoa, dan penularan nya secara fekal-oral. Berbagai penyakit lain juga dapat
menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare dapat mengenai semua
kelompok umur dan berbagai golongan sosial, baik di negara maju maupun di negara
berkembang, dan erat hubungannya dengan kemiskinan serta lingkungan yang tidak higienis.5
Virus merupakan penyebab diare tersering dan umumnya bersifat self-limiting. Sehingga hal
yang penting dalam terapi diare adalah mencegah komplikasi diare seperti dehidrasi. Penyebab
utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
Sebagai seorang dokter yang akan terjun di dalam masyarakat, pemahaman tentang
tatalaksana diare sangatlah penting agar dapat melakukan terapi maupun edukasi kepada
masyarakat mengenai pencegahan diare. Diharapkan dengan penulisan laporan kasus ini dapat
memberikan tambahan pengetahuan mengenai penyakit diare.

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.10 Menurut WHO tahun 1998, diare adalah buang
air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.6 Sedangkan menurut Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, definisi diare berbeda pada neonatus dan bayi > 1 bulan serta
anak. Neonatus dikatakan diare bila frekuensi BAB >4 kali, sedangkan bayi > 1 bulan
dan anak dikatakan diare bila frekuensi BAB > 3 kali.16

B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahunnya. Di dunia
sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare, di mana sebagian kematian
tersebut terjadi di negara berkembang. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliar
kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya.4
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2
episode per tahun. Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia tahun 2002-2003,
prevalensi diare pada anak anak dengan usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah :
laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi
pada usia 6-11 bulan(19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0).
Berdasarkan laporan WHO 2003, kematian akibat diare di negara berkembang
telah turun dari 4,6 juta tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada tahun 2003. Di
Indonesia angka kematian diare juga telah turun tajam dari 40% tahun 1972 menjadi 24,9
pada tahun 1980, 10% tahun 1985 hingga 7,4 % tahun 1996 dari semua kasus kematian.
Walaupun angka kematian karena diare telah turun, angka kesakitan karena diare tetap
tinggi baik di negara maju maupun di negara berkembang.

C. Etiologi

4
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu
infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi,
keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering ditemukan di
lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.10,13
Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-oral, dengan air dan
makanan yang merupakan penghantar untuk kerjadian terbanyak.6,7,8
Adapun beberapa penyebab diare pada anak yaitu :
1. Infeksi
A. Virus
Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain
Rotavirus (sebanyak 40-60%), Norwalk virus, Adenovirus. Norwalk virus dan
Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada anak besar dan dewasa,
sedangkan Rotavirus sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun terutama usia
dibawah 2 tahun.7,10

B. Bakteri
Ada beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak :
E.Coli
Ada 5 subtipe yang menimbulkan diare akut. E. Coli ini merupakan
penyebab kedua diare akut setelah Rotavirus dengan frekuensi 20-30%.
Subtipe E. Coli tersebut adalah :
Entero Pathogenic E. Coli (EPEC)
Entero Toxigenic E. Coli (ETEC)
Entero Invasive E. Coli (EIEC)
Entero Hemorrhagic E. Coli (EHEC)
Entero Aggregative E. Coli (EAEC)
Shigella
Campylobacter yeyuni
Salmonella sp.
Yersinia
Vibrio

5
C. Parasit
Entamoeba Histolytica.Insidensinya kurang dari 1%
Giardia Lamblia. Biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun.
Crytosporidium. Di negara berkembang frekuensinya antara 4-115. Sering
terjadi pada penderita AIDS.

2. Malabsorbsi
Karbohidrat
Disakarida :intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa
Monosakarida: intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa
Lemak
Protein

3. Alergi
Diantaranya yaitu :
Alergi susu
Alergi makanan
CMPSE (cows milk protein enteropathy).
4. Keracunan
5. Imunodefisiensi
6. Sebab Lain
Pemberian antibiotik, defek anatomis seperti malrotasi, Hisrchrsprungs disease dan
Shor Bowel Syndrome.

D. Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat.2,3,7
Penderita diare rotavirus dapat mengekskresi virus dalam jumlah besar, yang
dapat menyebar melalui tangan yang terkontaminasi. Rotavirus merupakan virus yang

6
tahan terhadap berbagai lingkungan, sehingga dapat ditularkan melalui berbagai benda
yang terkontaminasi, air, maupun makanan. Pada iklim tropis, rotavirus pada tinja dapat
bertahan hidup sampai 2 bulan.10
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain :
tidak memberikan ASI secara penuh 4 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan, kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan
makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal tersebut
beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare
antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus dan faktor genetik.7,8

E. Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu ganggan pada proses absorbsi atau sekresi.1,5,7
Terdapat beberapa pembagian diare :
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan ganggaun
sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare
Diare akut berlangsung kurang dari 14 hari
Diare kronik berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non infeksi
Diare persisten berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.

Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik,
sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus.
Diare osmotik
Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus
dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam lumen

7
usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap
tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg, Glukose,
sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon
sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang
sama.5,7,13
Diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan
bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi
lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus
bersama Cl-. Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas
NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler,
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel
mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabropsi seperti
reseksi ileum, penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.5,6,7,12
Diare karena gangguan motilitas usus
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat
mengakibatkan bakteri tumbuh yang menyebabkan diare. Perlambatan transit
obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas usus yang
berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu
dan malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare

8
dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi.
Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis,
malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga terjadi akibat adanya
gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi, post vagotomi, post
reseksi usus serta hipertiroid.5,7,13
Diare terkait imunologi
Diare terkait iunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III, dan IV.
Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.
Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV
terdapat pada coeliac disease dan protein loss enteropaties.5,7,13

Mekanisme terjadinya diare oleh infeksi rotavirus telah diketahui melalui


berbagai mekanisme yang berbeda. Mekanisme ini meliputi malabsorbsi akibat
kerusakan sel usus (enterosit), toksin, perangsangan saraf enterik serta adanya
iskemik pada vilus. Rotavirus yang tidak ternetralkan oleh asam lambung akan masuk
ke dalam bagian proksimal usus. Rotavirus kemudian akan masuk ke sel epitel
dengan masa inkubasi 18-36 jam, dimana pada saat ini virus akan menghasilkan
enterotoksin NSP-4. Enterotoksin ini akan menyebabkan kerusakan permukaan epitel
pada vili, menurunkan sekresi enzim pencernaan usus halus, menurunkan aktivitas
Na+ kotransporter serta menstimulasi syaraf enterik yang menyebabkan diare.7,8
Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi
mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik,
akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya
sehingga timbul diare.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga

9
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
dalam tinja yang disebut disentri.3,5,7

F. Manifestasi Klinis
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang
kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna tinja makin lama
berubah kehijauan, daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet karena sering defekasi
dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama diare. Gejala
muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena lambung
turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.2,7,8,10

Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai gejala
dehidrasi mulai tampak yaitu : BB turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
cekung (bayi), selaput lender bibir dan mulut, serta kulit kering. Bila keadaan ini terus
berlanjut, akan terjadi renjatan hypovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung
menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan daran turun, pasien tampak lemah
dan kesadaran menurun, karena kurang cairan, diuresis berkurang (oliguria-anuria). Bila
terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat, nafas cepat dan dalam (pernafasan
kusmaul).6,7,8

10
Gejala Khas diare akut oleh berbagai penyebab

Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual muntah Sering Jarang Sering + - Sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp


kramp kolik kramp

Nyeri kepala - + + - - -

Lamanya sakit >7 hari 1. 3-7


h hari 2-3 hari Variasi 3 hari
a
r
i
Sifat tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10 >10 Sering Sering Sering Terus


kali/hari kali/hari menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - Sering Kadang - + -

Bau Langu Busuk + Tidak Amis khas

Warna Kuning Merah-hija Kehijauan Tidak Merah-hijau Seperti air


hijau u berwarna cucian
beras

11
G. Komplikasi Diare
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :3,5,7,10,13
1. Kehilangan cairan (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena output air lebih banyak dari pada input air. Klasifikasi tingkat
dehidrasi anak dengan diare yaitu :

2. Gangguan keseimbangan asam-basa (metabolik asidosis)


Metabolik asidosis terjadi karena :
a. Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses
b. Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga
benda keton tertimbun dalam tubuh.
c. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan.
d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal.
e. Pemindahan ion Na dari cairan ekstraselular ke dalam cairan intraselular.
Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan,
pernapasan bersifat cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan kuszmaull.
Pernapasan ini merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk
mempertahankan pH darah.

12
3. Hipoglikemia
Pada anak-anak dengan gizi baik/cukup, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering
terjadi pada anak yang sebelumnya sudah menderita KEP. Hal ini terjadi karena :
a. Penyimpanan/persediaan glikogen dalam hati terganggu
b. Adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia dapat muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg%
pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut berupa: lemas,
apatis, peka rangsang, tremor, pucat, berkeringat, syok, kejang sampai koma.

4. Gangguan gizi
Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya
penurunan berat badan dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena :
a. Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare dan/atau muntahnya akan
bertambah berat.
b. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran.
c. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.

5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah
berupa rejatan (shock) hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi
hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kemudian dapat mengakibatkan perdarahan di
otak yang menimbulkan turunnya kesadaran (soporokomatusa) dan bila tidak segera
ditangani penderita dapat meninggal.

H. Menegakkan Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi,volume, konsitensi tinja,warna, bau ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah: volume dan frekuesnsinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak
kencing dalama 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang berikan selama diare.

13
Adakan panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk,pilek,otitis
media,campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare : member oralit, membawa
berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta
riwayat imunisasi.7,8,10

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : Berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi. Penilaian derajat dehidrasi dilakukan sesuai
kriteria berikut:2,6,10
Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5% berat badan)
Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan
Keadaan umum baik, sadar
Ubun-ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa
mulut dan bibir basah
Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat
Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)
Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda tambahan
Keadaan umum gelisah atau cengeng
Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,
mukosa mulut dan bibir sedikit kering
Turgor kurang, akral hangat
Dehidrasi berat (kehilangan cairan > 10% berat badan)
Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah dengan 2 atau lebih tanda
tambahan
Keadaan umum lemah, letargi, atau koma
Ubun-ubun sangat cekung, mata sangat cekung, air mata tidak ada, mukosa
mulut dan bibir sangat kering
Turgor sangat kurang dan akral dingin

14
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillary refill time dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungtkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak dikatahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja :
Makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.
histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC
terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, C. difficile, Y. enterocolitica, V.

15
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit
yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB
diare dan pada penderita immunocompromised.

I. Penatalaksanaan
Departemen kesehatan mulai melakukan sosialisasi panduan Tata Laksana
pengobatan Diare pada balita yang baru didukung baru didukung oleh ikatan Dokter
Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. 6,10 Memperbaiki kondisi usus dan
menghentikan diare juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen
kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanakan diare bagi semua kasus diare
yangdiderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah
sakit, yaitu:7,10

1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru


Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat
ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang
rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan
campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl),
dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk
mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun
air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam
elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam
tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang
terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.6,10
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan
untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.7,8 Berikan tatalaksana cairan
sesuai dengan derajat dehidrasi

16
- Diare tanpa dehidrasi10

17
- Diare akut dehidrasi ringan-sedang (Rencana terapi B)

18
- Diare akut dehidrasi berat (Rencana terapi C)

19
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc adalah suatu mikronutrien esensial yang merupakan elemen dari
banyak metallo-enzyme dan bekerja sebagai koenzim dari berbagai sistem enzim.
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.7,10
Peranan zinc pada diare merupakan pengaruh langsung pada sistem
gastrointestinal maupun peranannya pada sistem imun. Pemberian Zinc selama
diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi
frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.1 Zinc juga membantu
pertumbuhan anak dan meningkatkan nafsu makan.10 Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11
% dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat
hasil guna sebesar 67 %. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc
segera saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
- Umur < 6 bulan : tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti.
Pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu memperbaiki mucosa usus
yang rusak dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh secara keseluruhan.10
Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.

Pemberian Probiotik:
Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung bakteri atau
jamur yang tumbuh sebagai flora normal dalam saluran pencernaan manusia, yang

20
bila diberikan sesuai indikasi dan dalam jumlah adekuat diharapkan dapat
memberikan keuntungan bagi kesehatan dengan cara meningkatkan kolonisasi
bakteri probiotik didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa
usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus.
Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan
cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus
maupun mikroorganisme lain, speudomembran colitis maupun diare yang
disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional (antibiotik
asociated diarrhea ) dan travellerss diarrhea.

3. ASI dan makanan tetap diteruskan


Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak. agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih
sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.7,8,10

4. Antibiotik selektif
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera.7,8,10
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di
anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping
yang berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila
terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).

21
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:
Kolera : Tetrasiklin 12,5mg/kgBB/ dibagi 3 dosis (3 hari) atau Erytromycin 12,5
mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari
Shigella : Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari atau Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5 hari.
Amebiasis : Metronidasol 10mg/kg/ 3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus
berat), Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks
90mg)(im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)
Giardiasis : Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.

5. Nasihat kepada orang tua


Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu atau pengasuh tentang cara
pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa
anaknya ke petugas kesehatan jika anak:7,10
- Buang air besar cair lebih sering
- Muntah berulang-ulang
- Mengalami rasa haus yang nyata
- Makan atau minum sedikit
- Demam
- Tinjanya berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari

J. Pencegahan
Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat dilakukan
adalah :
Perilaku Sehat
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada
makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.7,10

22
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau
cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol
yang kotor. Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan
botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI
Eksklusif). Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6
bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan
makanan lain (proses menyapih). 7,8,10
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada
bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih
besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora
normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu
formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi
buruk.7,8
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping
ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan
pendamping ASI diberikan.7,8
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu:7,8,10
a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun,
berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan
pemberian ASI bila mungkin.
b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk
energi. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

23
c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.
d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan
panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Fecal-Oral kuman
tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau
benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau
tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.7
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak
mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare
yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi
mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.7,8
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Ambil air dari sumber air yang bersih
b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus
untuk mengambil air.
c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare ( Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).7,10
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare.

24
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus
buang air besar di jamban.7,8
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh
seluruh anggota keluarga.
b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak
benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang
tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.7,8

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Black, R.E., Morris, S.S., and Bryce, J. Where and why are 10 million children dying every
year? Lancet . 2003, 361: 2226-2234.
2. Kosek, M., Bern, C., and Guerrant, R.L. The global burden of diarrhoeal disease, as
estimated from studies published between 1992 and 2000. Bull World Health Organ. 2003,
81: 197-204.
3. LEE Jong-wook, Director-General, World Health Organization. Water, sanitation and
hygiene links to health. Facts and figures updated November 2004
4. Parashar, U.D., Hummelman, E.G., Bresee, J.S., Miller, M.A., and Glass, R.I. (2003)
Global illness and deaths caused by rotavirus disease in children. Emerg Infect Dis 9:
565-572.
5. Gerald T. Keusch, Olivier Fontaine, Alok Bhargava. dkk. Diarrheal Diseases. di unduh dari
Disease Control Priorities Project. http://www.dcp2.org/pubs/DCP/19/, 15 Desember 2009
6. UNICEF-WHO. Diarhoea: Why children are still dying and what can be done. 2009
7. Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan Kemenkes RI. Pengendalian
Diare di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
8. Agtini, MD. Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indonesia Tahun 2000-2007.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
9. Ditjen.PP & PL. Departeman Kesehatan RI. Dit.Sepim Kesma. Buku data 2006
10. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2011.
11. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2000.
12. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007.
13. Garna H, Melinda H. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-3.
Bandung: Bag. Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD RS Dr. Hasan Sadikin. 2005.
14. Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.Survei
Kesehatan Rumah tangga 2001. Laporan Studi mortalitas 2001: Pola Penyebab Kematian
di Indonesia. 2002.

26
15. Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.Survei
Kesehatan Rumah tangga 2001. Laporan SKRT 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas
2002.
16. Badan penelitian dan pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI.Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) . 2007.

27

Вам также может понравиться