Вы находитесь на странице: 1из 29

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat


ditemukan di dalam kandung empedu atau didalam ductus choleaductus, atau
pada keduanya. Sebagian besar batu empedu terutama batu kolesterol,
terbentuk di dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). Batu kandung
empedu berpindah ke dalam saluran empedu ekstrahepatik disebut batu
saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis (Sjamsuhidajat R, De Jong
W, 2005 )

Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung


empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu
ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer dari saluran empedu, harus
memenuhi kriteria sebagai berikut : ada masa asimptomatik setelah
kolesistektomi, morfologik cocok dengan batu empedu primer, tidak ada sisa
duktus sistikus yang panjang. (Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2005 )

Sekitar 16 juta orang di AS menderita batu empedu, yang


mengharuskan dilakukakannya sekitar 500.000 kolesistektomi setahun. Batu
empedu bertanggung jawab secara langsung bagi sekitar 10.000 kematian
setahun. Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis
kelamin. Wanita dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan
perbandingan 4 : 1. Wanita yang minum estrogen mempunyai peningkatan
resiko, yang melibatkan lebih lanjut dasar hormon. Batu empedu tidak biasa
ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun (1 %), lebih sering
pada usia 40-60 tahun (11 %) dan ditemukan sekitar 30 % pada orang yang
berusia diatas 80 tahun. ( Coopeland III EM, 1995 )
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi
1. Embriologi

Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm, yang
timbul di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati,
bagian kaudal menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang
bagian padatnya kelak menjadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang
bercabang-cabang seperti pohon di antara sel hati tersebut. (Sjamsuhidajat R,
De Jong W, 2005 )

2. Anatomi

Kandung empedu adalah kantung berbentuk buah pir, panjang sekitar 7


sampai 10 cm, dengan kapasitas rata-rata 30 sampai 50 ml. Ketika obstruksi,
kandung empedu dapat distensi dan berisi hingga 300 ml.
Kandung empedu terletak di fossa pada permukaan inferior hati. Sebuah
garis dari fossa ini ke vena cava inferior membagi hati menjadi lobus hati
kanan dan kiri. Kantong empedu dibagi menjadi empat bidang anatomi:
fundus, corpus (tubuh), infundibulum, dan leher. Fundus adalah bulat,
akhirnya yang biasanya meluas 1 sampai 2 cm di atas margin hati. Berisi
sebagian besar otot polos organ, berbeda dengan corpus, yang merupakan
tempat penyimpanan utama dan berisi sebagian besar jaringan elastis. Tubuh
memanjang dari fundus dan mengecil ke leher, daerah berbentuk corong
yang menghubungkan dengan duktus sistikus. Leher biasanya mengikuti
kurva lembut, konveksitas yang dapat diperbesar untuk membentuk
infundibulum atau kantong Hartmann. Leher terletak di bagian terdalam dari
fossa kandung empedu dan meluas ke bagian bebas dari ligamen
hepatoduodenal.
3

Lapisan peritoneum yang sama yang meliputi hati meliputi fundus dan
permukaan inferior kantong empedu. Kadang-kadang, kandung empedu
memiliki penutup peritoneal lengkap dan ditangguhkan dalam mesenterium
dari permukaan rendah hati, dan jarang, itu tertanam jauh di dalam parenkim
hati (sebuah kantung empedu intrahepatik).

Kantong empedu dilapisi oleh satu, sangat dilipat, epitel kolumnar tinggi
yang mengandung kolesterol dan lemak gelembung-gelembung. Lendir
disekresikan ke kandung empedu berasal dari kelenjar tubuloalveolar
ditemukan di mukosa yang melapisi infundibulum dan leher kandung
empedu, tetapi absen dari tubuh dan fundus. Lapisan epitel kandung empedu
didukung oleh lamina propria. Lapisan otot memiliki serat longitudinal dan
melingkar miring, tapi tanpa lapisan berkembang dengan baik. Subserosa
perimuskular mengandung jaringan ikat, saraf, pembuluh, limfatik, dan
adiposit. Hal ini ditutupi oleh serosa kecuali kantong empedu tertanam dalam
hati. Kantong empedu berbeda histologis dari saluran pencernaan dalam hal
ini tidak memiliki mukosa muskularis dan submukosa.

Gambar 1. Anatomi Hepar 8


4

Gambar 2. Anatomi Hepar dan Kandung Empedu

Empedu di sekresi oleh sel hepar ke dalam ductulus biliaris yang bersatu
menjadi ductulus biliaris interlobularis yang bergabung untuk membentuk
ductus hepaticus dexter dan ductus hepaticus sinister. Ductus hepaticus
dexter menyalurkan empedu dari lobus hepatis dexter, dan ductus hepaticus
sinister menyalurkan empedu dari lobus hepatis sinister, termasuk lobus
caudatus dan hampir seluruh lobus quadratus. Setelah melewati porta
hepatis, kedua ductus hepaticus bersatu untuk membentuk ductus hepaticus
communis. Dari sebelah kanan ductus cysticus bersatu dengan ductus
hepaticus communis untuk membentuk ductus choledochus (biliaris) yang
membawa empedu ke dalam duodenum. (Moore KL, 2002)
Ductus choledochus berawal di sisi bebas omentum minus dari persatuan
ductus cysticus dan ductus hepaticus communis. Ductus choledochus
melintas ke kaudal di sebelah dorsal pars superior duodenum dan menempati
alur pada permukaan dorsal caput pancreatic. Disebelah kiri bagian
duodenum yang menurun, ductus choledochus bersentuhan dengan ductus
pancreaticus. Kedua ductus ini melintas miring melalui dinding bagian kedua
duodenum, lalu bersatu membentuk ampulla hepatopancreatica. Ujung distal
5

ampulla hepatopancreatica bermuara ke dalam duodenum melalui papilla


duodeni major. Otot yang terdapat pada ujung distal ductus choledochus
menebal untuk membentuk musculus sphinter ductus choledochi. Jika
musculus sphinter ductus choledochi mengkerut, empedu tidak dapat
memasuki ampula hepatopancreatica dan atau duodenum, maka empedu
terbentdung dan memasuki ductus cysticus ke dalam vesica biliaris untuk
dipekatkan dan disimpan. (Moore KL, 2002)

Gambar 3. Anatomi Kandung Empedu, Vesica biliaris (fellea), saluran


empedu.
6

B. Fisiologi

Fungsi kandung empedu, yaitu :

1. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang


ada di dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan
empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
2. Garam empedu menyebabkan meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak
dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya
dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah
diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke
dalam empedu (Price S, Lorraine M, 2006)

Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu


makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati
tidak dapat segera masuk ke duodenum, akan tetapi setelah memasuki ductus
hepaticus, empedu masuk ke duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam
kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorpsi air dari
garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira
lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.

Empedu disimpan didalam kandung empedu selama periode interdigestif


dan diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan. Pengaliran cairan
empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu :

1. Sekresi empedu oleh sel hati


2. Kontraksi kandung empedu
3. Tahanan sfingter koledokus

Dalam keadaaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke dalam


kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter
relaksasi dan empedu mengalir ke duodenum.

Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormone duodenum, yaitu


kolesistokinin (CGK), yang merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor
7

CGK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu.
Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90 120 menit setelah
konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organic,
dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik
adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. (Sjamsuhidajat R, De Jong
W, 2005 )

Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung


empedu dan hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di
dalam duodenum memicu serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf
sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai akibatnya, empedu
mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan


lemak, berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama
hemoglobin yang berasal dari penghacuran sel darah merah dan kelebihan
kolesterol, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk
membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)
dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang
dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya dibuang dari empedu dan
selanjutnya dibuang dari tubuh.

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu didalam tubuh mengalami sirkulasi
sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam
empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri
memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur
pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar
5 % dari asam empedu yang di sekresi ke dalam feces. (Sjamsuhidajat R, De
Jong W, 2005 )
8

C. Definisi Kolelithiasis

Istilah kolelithiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang dapat


ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada
keduanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di
dalam kandung empedu (kolesistolitiasis). kalau batu kandung empedu ini
berpindah ke dalam daluran empedu ekstrahepatik disebut batu saluran empedu
sekunder atau koledokolithiasis sekunder.

Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones,


biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di
dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu.

Gambar 4. Batu dalam kandung empedu

Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol, pigmen


empedu,kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu
pada anak-anak adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan
sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui.
9

Batu empedu dapat bervariasi ukurannya dari sebesar pasir hingga


sebesar bola golf Jumlah yang terbentuk juga bisa mencapai beberapa ribu.
Bentuknya juga berbeda-beda tergantung dari jenis:

Kandungannya Secara garis besar batu empedu dapat dibedakan menjadi


3 jenis, yaitu :

1. Batu kolesterol

Batu kolesterol murni jarang terjadi dan memperhitungkan <10% dari


semua batu. Mereka biasanya terjadi sebagai batu-batu besar tunggal dengan
permukaan yang halus. Sebagian besar batu kolesterol lainnya mengandung
jumlah variabel pigmen empedu dan kalsium, tapi selalu > 70% kolesterol.
Batu-batu ini biasanya banyak, dengan ukuran variabel, dan mungkin sulit
dan faceted atau tidak beraturan irreguller berbentuk seperti murbei, dan
lembut. Warna berkisar dari keputihan kuning dan hijau menjadi hitam.

Kebanyakan batu kolesterol yang radiolusen; <10% yang radiopak.


Apakah murni atau alam campuran, acara utama umum dalam pembentukan
batu kolesterol jenuh empedu dengan kolesterol. Oleh karena itu, kadar
kolesterol empedu dan batu empedu kolesterol tinggi dianggap sebagai salah
satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan tidak larut dalam air dan
empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif dari
kolesterol, garam empedu, dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu).
Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh kolesterol hipersekresi bukan
oleh sekresi berkurang dari fosfolipid atau garam empedu.

Jenis kolesterol ini merupakan 80% dari keseluruhan batu empedu.


Penampakannya biasanya berwarna hijau namun dapat juga putih atau
kuning. Batu kolesterol dapat terbentuk jika empedu mengandung terlalu
banyak kolesterol dibadingkan dengan garam empedu. Selain itu 2 faktor
yang: berperan dalam pembentukan batu kolesterol adalah seberapa baik
kantung empedu kita berkontraksi untuk mengeluarkan empedu dan adanya
10

protein dalam hati yang berperan untuk menghambat masuknyaolesterol


kedalam batu empedu.

Kenaikan hormon estrogen kehamilan mendapat terapi hormone dan


KB dapat meningkatkan kandungan kolesterol dalam empedu dan
mengurangi kontraksinya sehingga mempermudah pembentukan batu
empedu.

2. Batu pigmen

Batu pigmen mengandung < 20% kolesterol dan berwarna gelap


karena kandungan kalsium bilirubinate. Jika tidak, batu pigmen berwarna
hitam dan coklat memiliki sedikit dan harus dianggap sebagai entitas yang
terpisah.
Batu pigmen hitam biasanya ukuran kecil, rapuh, hitam, dan
kadang-kadang spiculated. Mereka dibentuk oleh jenuh kalsium bilirubinate,
karbonat, dan fosfat, paling sering sekunder untuk gangguan hemolitik
seperti sferositosis herediter dan penyakit anemia sel sabit, dan pada
penyakit sirosis. Seperti batu kolesterol, mereka hampir selalu terbentuk di
kandung empedu. Bilirubin tak terkonjugasi jauh lebih larut dari terkonjugasi
bilirubin dalam empedu. Deconjugation bilirubin terjadi biasanya dalam
empedu pada tingkat yang lambat. Tingkat berlebihan bilirubin terkonjugasi,
seperti di negara-negara hemolitik, menyebabkan peningkatan laju produksi
bilirubin tak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan peningkatan sekresi
bilirubin tak terkonjugasi. Ketika kondisi berubah menyebabkan peningkatan
kadar bilirubin dalam empedu deconjugated, curah hujan dengan kalsium
terjadi. Di negara-negara Asia seperti Jepang, akun batu hitam untuk
persentase yang jauh lebih tinggi dari batu empedu dibandingkan di belahan
bumi Barat.
Batu coklat biasanya dengan ukuran < 1 cm, berwarna kuning
kecoklatan, lunak, dan sering lunak. Dapat membentuk di dalam kantong
empedu atau di saluran empedu, biasanya sekunder terhadap infeksi yang
11

disebabkan oleh stasis empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan sel
bakteri membentuk bagian utama dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan -glucuronidase
yang enzimatik membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut
bilirubin tak terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama dengan
badan sel bakteri mati, membentuk coklat yang lembut batu di saluran
empedu.
Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu dari populasi
Asia dan berhubungan dengan stasis sekunder untuk parasit infeksi. Dalam
populasi Barat, batu coklat terjadi sebagai empedu utama batu saluran pada
pasien dengan penyempitan empedu atau batu empedu saluran lain yang
menyebabkan stasis dan kontaminasi bakteri.

3. Batu campuran

Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-


50% kolesterol.

Gambar 5. Klasifikasi batu dalam kandung empedu


12

D. Epidemiologi

Penyakit batu empedu merupakan salah satu masalah yang paling umum
yang mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi menunjukkan
prevalensi batu empedu dari 11% menjadi 36 %. Prevalensi batu empedu
berhubungan dengan banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, dan latar
belakang etnis. Kondisi tertentu predisposisi yang pengembangan batu empedu.
Obesitas, kehamilan, faktor makanan, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal,
operasi lambung, sferositosis herediter, penyakit sel sabit, dan talasemia yang
semua yang berhubungan dengan peningkatan risiko mengembangkan batu
empedu.
Wanita tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan batu empedu
dibandingkan laki-laki, dan kerabat tingkat pertama pasien dengan batu empedu
memiliki prevalensi dua kali lipat lebih besar. (Lesmana L, 2000 )
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.

Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan
di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa
ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan.6 Dua per tiga dari batu empedu
adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang
berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan
gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami
nyeri kolik pada episode selanjutnya. Risiko penyandang batu empedu untuk
mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu
empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko
untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. . (Lesmana L,
2000 )
13

Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai
batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa
melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara
Barat. . (Lesmana L, 2000 )

E. Etiologi

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan
0,3% bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna
namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di
luar empedu.

F. Manifestasi Klinis

Pada anamnesis, didapatkan setengah sampai dua pertiga penderita batu


kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul berupa
dyspepsia yang kadang disertai intoleransi terhadap makanan berlemak.

Pada asimptomatik, keluhan berupa nyeri didaerah epigastrium, kuadran


kanan atau precordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin
berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga
kasus timbul secara tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian
tengah, scapula, atau puncak bahu, disertai mual dan muntah.
14

Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang


setelah makan antacid. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung empedu
tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien menarik nafas, yang merupakan
tanda rangsangan peritoneum setempat (Murphy sign). (Sjamsuhidajat R, De
Jong W, 2005 )

Gejala empedu simtomatik utama yang terkait dengan batu adalah


nyeri. Rasa sakit adalah konstan dan peningkatan keparahan selama setengah
jam pertama atau lebih dan tipikal berlangsung selama 1 sampai 5 jam. Hal
ini terletak di epigastrium atau kuadran kanan atas dan sering menyebar ke
punggung bagian atas kanan atau antara skapula. Rasa sakit parah dan datang
pada tiba-tiba, biasanya pada malam hari atau setelah makan lemak. Hal ini
sering dikaitkan dengan mual dan muntah kadang-kadang. Rasa sakit adalah
episodik. Pasien menderita serangan diskrit nyeri, antara yang mereka
merasa baik. Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan ringan kuadran kanan
atas nyeri selama episode nyeri. Jika pasien sakit gratis, pemeriksaan fisik
biasanya kategorinya sekutu biasa-biasa saja. Nilai laboratorium, seperti
jumlah dan fungsi hati WBC tes, biasanya normal pada pasien dengan batu
empedu dipersulit.

G. Patofisiologi

Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari
awal percabangan duktus hepatikus dextra dan sinistra meskipun percabangan
tersebut mungkin terdapat diluar parenkrim hati. Batu tersebut umumnya berupa
batu pigmen yang berwarna coklat, lunak, bentuk seperti lumpur dan rapuh.
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau kolangitis
oriental yang sering sulit penanganannya.

Batu kandung empedu dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui


duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut
dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet
15

sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Pasase batu empedu berulang


melalui duktus sistikus yang sempit dan dapat menimbulkan iritasi dan
perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus dan
striktur. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu
besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada di sana sebagai batu
duktus sistikus.

Kolelitiasis asimptomatik biasanya diketahui secara kebetulan, sewaktu


pemeriksaan ultrasonografi, pembuatan foto polos abdomen, atau perabaan
sewaktu operasi. Pada pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak ditemukan
kelainan.

H. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu :
1. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis di bandingkan dengan usia yang lebih muda. Di Amerika serikat
20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat
usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh:
a. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
b. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia.
c. Empedu semakin itogenik bila usia semakin bertambah.
2. Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria, hal ini disebabkan karena pada wanita
dipengaruhi oleh hormon estrogen, yang berpengaruh terhadap peningkatan
eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga decade ke-6, 20 % pada
wanita dan 10 % pada pria menderita batu empedu dan prevalensinya
16

meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada


wanita.
3. Berat Badan (BMI)
Pada orang yang memiliki Body Mass Indeks (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis, hal ini dikarenakan
dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol di dalam kandung empedu
tinggi dan mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi /
pengosongan kandung empedu.
4. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani
beresiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari
lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi
batas normal, maka cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan
menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
5. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih
sedikit berkontraksi.

I. Diagnosis

Diagnosis batu empedu simtomatik atau kolesistitis kronis tergantung pada


kehadiran gejala-gejala yang khas dan demonstrasi batu pada pencitraan
diagnostik. USG abdomen adalah tes diagnostik standar untuk batu empedu.
Batu empedu kadang-kadang diidentifikasi pada radiografi abdomen atau CT
scan. Dalam kasus ini, jika pasien memiliki gejala yang khas, USG kantong
empedu dan saluran bilier harus ditambahkan sebelum intervensi bedah. Batu
dapat di diagnosis kebetulan pada pasien tanpa gejala harus dibiarkan di tempat
seperti yang dibahas sebelumnya di anamnesa. Kadang-kadang, pasien dengan
17

serangan khas nyeri bilier tidak memiliki bukti batu pada ultrasonografi.
Kadang-kadang hanya lumpur di kantong empedu ditunjukkan pada
ultrasonografi. Jika pasien memiliki serangan nyeri bilier yang khas dan lumpur
terdeteksi pada dua atau tiga kali, kolesistektomi dibenarkan. Selain sludge dan
batu, cholesterolosis dan adenomyomatosis dari kantong empedu dapat
menyebabkan gejala empedu yang khas dan dapat dideteksi pada ultrasonografi.
Cholesterolosis disebabkan oleh akumulasi kolesterol dalam makrofag di
mukosa kandung empedu, baik secara lokal atau polip. Ini menghasilkan
penampilan makroskopik klasik dari "strawberry kandung empedu."
Adenomyomatosis atau kolesistitis glandularis proliferans adalah
dikarakterisasikan pada mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan dengan
ingrowths dari kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot (pembentukan sinus
epitel). Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus, dan dinding
kandung empedu menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di kantong
empedu. Pada pasien simptomatik, kolesistektomi adalah pengobatan pilihan
untuk pasien dengan kondisi ini.

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. (Sjamsuhidajat R, De Jong W,
2005 )
18

2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica. (Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2005 )

Gambar 6. Foto rongent pada kolelitiasis

3. Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)


USG akan menunjukkan batu di kandung empedu dengan
sensitivitas dan spesifisitas > 90 %. Terdapat batu dengan bayangan akustik
dan mencerminkan gelombang ultrasound kembali ke transduser ultrasonik.
Karena batu memblokir bagian dari gelombang suara ke daerah belakang dan
menghasilkan bayangan akustik.
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding
19

kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan
oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
(Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2005 )

Gambar 7. USG Kandung Empedu Normal

Terlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara
parenkim hati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen
20

Gambar 8. Kolelitiasis terlihat hiperekoik dengan bayangan akuistik di bawahnya

4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan
gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. (Sjamsuhidajat R, De
Jong W, 2005 )

K. Komplikasi

Komplikasi Kolelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat


menimbulkan perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, icterus obstruktif,
kolangitis, kolangiolitis piogenik, fisitel bilienterik, ileus batu empedu,
ankreatitis dan perubahan keganasan.

Batu empedu dari ductus koledokus dapat masuk ke dalam duodenum


melalui papila Vater dan menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa,
peradangan, udem, dan striktur papilla vater.
21

1. Kolesistitis Akut
Hampir semua kolesititis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus
oleh batu yang terjebak di dalam kantung Hartmann, komplikasi ini terjadi
pada penderita kolelittiasis 5%.

Gambaran klinis, keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan
atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah scapula. Pada
kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa
nyeri tekan, lepas, dan defans muscular otot dinding perut. Kandung empedu
yang membesar dan dapat diraba. Pada separuh penderita dapat disertai mual
dan muntah.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah leukosir meningkat


atau dalam batas normal.

Pada pemeriksaan USG kolesistisis akut ialah sering ditemukan batu,


penebalan dinding kandung empedu, hidrops dan kadang-kdang terlihat eko
cairan di sekelilingnya yang menandakan adanya perikolesisitisis atau
perforasi. Sering diikuti rasa nyeri pada penekanan dengan transduser yang
dikenal sebagai Morgan sign positif atau positive transducer sign. 9
22

Gambar 9. Kolesistitis akut, ditandai dengan penebalan dinding

Dan adanya ekocairan disekelilingnya (cirri khas) sebagai reaksi perikolesistisis

2. Kolesititis Kronik

Kolesititis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang paling


umum ditemukan. Penyebabnya adlah hampir selalu batu empedu. Diagnosis
Kolesititis kronik adalah kolik bilier, dyspepsia dan ditemukan batu kandung
empedu pada pemeriksaan ultrasonografi. Nyeri kolik bilier yang khas dapat
dicetuskan oleh makanan berlemak dan khas kolik bilier dirasakan di perut
kanan atas, dan nyeri alih ke titik boas.

Kandung empedu sering tidak/sukar terlihat. Dinding menjadi sangat


tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik. Sering terdapat pada
kolesistisis kronik lanjut dimana kandung empedu sudah mengisut
(contracted gallbladder). Kadang-kandang hanya eko batunya saja yang
terlihat pada fossa vesika felea. (Iljas, Mohammad. 2008)

Gambar 10. USG Kolesistitis kronik, terlihat dinding yang menebal, kandung
empedu mengkisut dan batu yang disertai bayangan akuistik.
23

3. Keganasan

Insidens tumor ganas primer saluran empedu pada penderita dengan


kolelitiasis dan tanpa kolelitiasis, pada perempuan dan laki-laki tidak
berbeda. Umur kejadian rata-rata pada 60 tahun, jarang pada usia muda.
Jenis tumor kebanyakan adenokarsinoma pada duktus hepatikus atau duktus
koledokus. Gambaran histologik tumor dapat murni sebagai
adenokarsinoma, yang juga disebut kolangiokarsinoma.

Keganasan kandung empedu jarang ditemukan dan biasanya terdapat


pada usia lanjut. Kebanyakan berhubungan dengan batu empedu. Resiko
timbul keganasan sesuai dengan lamanya menderita batu kandung empedu.
Tumor gans primer kandung empedu adalah jenis adenokarsinoma dengan
penyebaran invasive langsung ke dalam hati dan porta hati.

Gambaran klinis, keluhan biasanya ditentukan oleh kolesistolitiasis.


Sering ditemukan nyeri menetap di perut uadran kanan atas, mirip kolik
bilier. Apabila tejadi obstruksi duktus sstikus, akan timbul kolesistitis akut.
Diagnosis, pada pemeriksaan fisik didapatkan teraba massa di daerah
kandung empedu. Massa ini tidak akan disangka tumor apabila disertai tanda
kolesistitis akut.

Pada pemeriksaan ultrasonografi terlihat sebagai massa dengan batas


tidak rata dan melebar sampai ke parenkim hati. (Iljas, Mohammad. 2008 )
24

Gambar 11. Keganasan : Terlihat massa padat di dalam kandung empedu dengan
batas ireguler,tidak menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu
membesar,sehingga batasnya dengan parenkim hepar tidak tegas.
Terlihat area anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)

4. Kolangitis

Kolangitis yang umumnya disertai dengan obstruksi, akan ditemukan


gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis akut
yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bacterial non piogenik yang
ditandai dengan Trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri di daerah
25

hati dan ikterus. Apabila tejadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis


piogenik intrahepatic, akan timbul lima gejala pentade Reynold, berupa
tiga gejala trias Charcoat, ditambah syok, kekacauan mentau atau penurunan
kesadaran sampai koma.

L. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan batu empedu simtomatik harus disarankan


untuk memiliki elektif kolesistektomi laparoskopi. Sambil menunggu operasi,
atau jika operasi harus ditunda, pasien harus disarankan untuk menghindari
lemak makanan dan makanan besar. Pasien diabetes dengan batu empedu
simtomatik harus memiliki cholecystectomy segera, karena lebih rentan untuk
mengembangkan cholesistitis akut yang sering parah. Wanita hamil dengan batu
empedu simtomatik yang tidak dapat dikelola harap dengan diet modifikasi
dapat dengan aman menjalani kolesistektomi laparoskopi selama trimester
kedua. Kolesistektomi laparoskopi aman dan efektif pada anak-anak dan dewasa,
kolesistektomi, laparoskopi terbuka, untuk pasien dengan batu empedu yang
simptomatik. Sekitar 90 % dari pasien dengan gejala khas empedu dan batu
tersebut diberikan bebas dari gejala setelah kolesistektomi. Untuk pasien dengan
gejala atypikal atau dispepsia (kembung, bersendawa, kembung, dan intoleransi
lemak dari makanan), hasilnya tidak seperti yang menguntungkan.
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak. (Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2005 ) Jika batu
kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah
dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung
empedu tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak
perlu dilakukan pembatasan makanan. (Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2005 )
26

Pilihan penatalaksanaan antara lain :


1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka
mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi
yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut.

2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-
90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil
resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal)
dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
27

Gambar 12. Kolesistektomi laparaskopi

M. Prognosis

Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena
resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran batu > 2cm). Karena
resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.
28

BAB III
KESIMPULAN

Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. dimaksudkan


untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu
merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu
yang terbentuk di dalam kandung empedu

Penyebab Kolelitiasis adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh


perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Sementara
itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap
berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka
kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di luar empedu. Batu
empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah Usia
lanjut, Kegemukan (obesitas), Diet tinggi lemak, dan Faktor keturunan.

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti


kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu,
empiema kandung empedu, atau pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri
tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda
Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan
pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya


menghindari makanan berkolesterol tinggi yang pada umumnya berasal dari lemak
hewani. Namun harus diperhatikan pula, apabila batu kandung empedu
menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola
makan, maka dianjurkan untuk menjalani pengangkatan kandung empedu
(kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu tidak menyebabkan kekurangan
zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan makanan.
29

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta ; 2005. Hal 570-579.

Coopeland III EM, MD Kirby I, Bland MD. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta;

1995.

Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD, dkk. Schwartzs Principles of

Surgery. Tenth Edition. Book 2. Page 1309 1334.

Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates. 2002 ; Hal 122

123.

Price S, Lorraine M. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume


1. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 2006.

Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2000. 380-384.

Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku KEdokteran
EGC. Jakarta ; 2007.

Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Batang Badan. Panggul dan
Ekstremitas Bawah Jilid I. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta; 2000. Hal
142-150.

Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik edisi ke


2. Jakarta: balai penerbit FKUI

Вам также может понравиться