Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
1. Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah penonjolan sebesar 3 mm, yang
timbul di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati,
bagian kaudal menjadi kandung empedu. Dari tonjolan berongga yang
bagian padatnya kelak menjadi sel hati, tumbuh saluran empedu yang
bercabang-cabang seperti pohon di antara sel hati tersebut. (Sjamsuhidajat R,
De Jong W, 2005 )
2. Anatomi
Lapisan peritoneum yang sama yang meliputi hati meliputi fundus dan
permukaan inferior kantong empedu. Kadang-kadang, kandung empedu
memiliki penutup peritoneal lengkap dan ditangguhkan dalam mesenterium
dari permukaan rendah hati, dan jarang, itu tertanam jauh di dalam parenkim
hati (sebuah kantung empedu intrahepatik).
Kantong empedu dilapisi oleh satu, sangat dilipat, epitel kolumnar tinggi
yang mengandung kolesterol dan lemak gelembung-gelembung. Lendir
disekresikan ke kandung empedu berasal dari kelenjar tubuloalveolar
ditemukan di mukosa yang melapisi infundibulum dan leher kandung
empedu, tetapi absen dari tubuh dan fundus. Lapisan epitel kandung empedu
didukung oleh lamina propria. Lapisan otot memiliki serat longitudinal dan
melingkar miring, tapi tanpa lapisan berkembang dengan baik. Subserosa
perimuskular mengandung jaringan ikat, saraf, pembuluh, limfatik, dan
adiposit. Hal ini ditutupi oleh serosa kecuali kantong empedu tertanam dalam
hati. Kantong empedu berbeda histologis dari saluran pencernaan dalam hal
ini tidak memiliki mukosa muskularis dan submukosa.
Empedu di sekresi oleh sel hepar ke dalam ductulus biliaris yang bersatu
menjadi ductulus biliaris interlobularis yang bergabung untuk membentuk
ductus hepaticus dexter dan ductus hepaticus sinister. Ductus hepaticus
dexter menyalurkan empedu dari lobus hepatis dexter, dan ductus hepaticus
sinister menyalurkan empedu dari lobus hepatis sinister, termasuk lobus
caudatus dan hampir seluruh lobus quadratus. Setelah melewati porta
hepatis, kedua ductus hepaticus bersatu untuk membentuk ductus hepaticus
communis. Dari sebelah kanan ductus cysticus bersatu dengan ductus
hepaticus communis untuk membentuk ductus choledochus (biliaris) yang
membawa empedu ke dalam duodenum. (Moore KL, 2002)
Ductus choledochus berawal di sisi bebas omentum minus dari persatuan
ductus cysticus dan ductus hepaticus communis. Ductus choledochus
melintas ke kaudal di sebelah dorsal pars superior duodenum dan menempati
alur pada permukaan dorsal caput pancreatic. Disebelah kiri bagian
duodenum yang menurun, ductus choledochus bersentuhan dengan ductus
pancreaticus. Kedua ductus ini melintas miring melalui dinding bagian kedua
duodenum, lalu bersatu membentuk ampulla hepatopancreatica. Ujung distal
5
B. Fisiologi
CGK telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu.
Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90 120 menit setelah
konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organic,
dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik
adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid. (Sjamsuhidajat R, De Jong
W, 2005 )
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus, disuling oleh hati dan
dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi
enterohepatik. Seluruh garam empedu didalam tubuh mengalami sirkulasi
sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam
empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri
memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur
pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar
5 % dari asam empedu yang di sekresi ke dalam feces. (Sjamsuhidajat R, De
Jong W, 2005 )
8
C. Definisi Kolelithiasis
1. Batu kolesterol
2. Batu pigmen
disebabkan oleh stasis empedu. Endapan kalsium bilirubinate dan badan sel
bakteri membentuk bagian utama dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresikan -glucuronidase
yang enzimatik membelah bilirubin glukuronida untuk menghasilkan larut
bilirubin tak terkonjugasi. Hal endapan dengan kalsium, dan bersama dengan
badan sel bakteri mati, membentuk coklat yang lembut batu di saluran
empedu.
Batu coklat biasanya ditemukan di saluran empedu dari populasi
Asia dan berhubungan dengan stasis sekunder untuk parasit infeksi. Dalam
populasi Barat, batu coklat terjadi sebagai empedu utama batu saluran pada
pasien dengan penyempitan empedu atau batu empedu saluran lain yang
menyebabkan stasis dan kontaminasi bakteri.
3. Batu campuran
D. Epidemiologi
Penyakit batu empedu merupakan salah satu masalah yang paling umum
yang mempengaruhi saluran pencernaan. Laporan otopsi menunjukkan
prevalensi batu empedu dari 11% menjadi 36 %. Prevalensi batu empedu
berhubungan dengan banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, dan latar
belakang etnis. Kondisi tertentu predisposisi yang pengembangan batu empedu.
Obesitas, kehamilan, faktor makanan, penyakit Crohn, reseksi ileum terminal,
operasi lambung, sferositosis herediter, penyakit sel sabit, dan talasemia yang
semua yang berhubungan dengan peningkatan risiko mengembangkan batu
empedu.
Wanita tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan batu empedu
dibandingkan laki-laki, dan kerabat tingkat pertama pasien dengan batu empedu
memiliki prevalensi dua kali lipat lebih besar. (Lesmana L, 2000 )
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.
Sekitar 5,5 juta penderita batu empedu ada di Inggris dan 50.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Kasus batu empedu sering ditemukan
di Amerika, yaitu pada 10 sampai 20% penduduk dewasa. Setiap tahun beberapa
ratus ribu penderita ini menjalani pembedahan.6 Dua per tiga dari batu empedu
adalah asimptomatis dimana pasien tidak mempunyai keluhan dan yang
berkembang menjadi nyeri kolik tahunan hanya 1-4%. Sementara pasien dengan
gejala simtomatik batu empedu mengalami komplikasi 12% dan 50% mengalami
nyeri kolik pada episode selanjutnya. Risiko penyandang batu empedu untuk
mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu
empedu menimbulkan masalah serangan nyeri kolik yang spesifik maka resiko
untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. . (Lesmana L,
2000 )
13
Di negara Barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai
batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat
terbentuk primer di dalam saluran empedu intra-atau ekstra-hepatik tanpa
melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara
Barat. . (Lesmana L, 2000 )
E. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan
0,3% bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna
namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3
Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol yang
biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi jenuh karena
kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan membentuk endapan di
luar empedu.
F. Manifestasi Klinis
G. Patofisiologi
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari
awal percabangan duktus hepatikus dextra dan sinistra meskipun percabangan
tersebut mungkin terdapat diluar parenkrim hati. Batu tersebut umumnya berupa
batu pigmen yang berwarna coklat, lunak, bentuk seperti lumpur dan rapuh.
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens atau kolangitis
oriental yang sering sulit penanganannya.
H. Faktor Resiko
Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu :
1. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis di bandingkan dengan usia yang lebih muda. Di Amerika serikat
20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat
usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh:
a. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
b. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia.
c. Empedu semakin itogenik bila usia semakin bertambah.
2. Jenis Kelamin
Wanita memiliki resiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria, hal ini disebabkan karena pada wanita
dipengaruhi oleh hormon estrogen, yang berpengaruh terhadap peningkatan
eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga decade ke-6, 20 % pada
wanita dan 10 % pada pria menderita batu empedu dan prevalensinya
16
I. Diagnosis
serangan khas nyeri bilier tidak memiliki bukti batu pada ultrasonografi.
Kadang-kadang hanya lumpur di kantong empedu ditunjukkan pada
ultrasonografi. Jika pasien memiliki serangan nyeri bilier yang khas dan lumpur
terdeteksi pada dua atau tiga kali, kolesistektomi dibenarkan. Selain sludge dan
batu, cholesterolosis dan adenomyomatosis dari kantong empedu dapat
menyebabkan gejala empedu yang khas dan dapat dideteksi pada ultrasonografi.
Cholesterolosis disebabkan oleh akumulasi kolesterol dalam makrofag di
mukosa kandung empedu, baik secara lokal atau polip. Ini menghasilkan
penampilan makroskopik klasik dari "strawberry kandung empedu."
Adenomyomatosis atau kolesistitis glandularis proliferans adalah
dikarakterisasikan pada mikroskop oleh hipertrofi bundel otot polos dan dengan
ingrowths dari kelenjar mukosa ke dalam lapisan otot (pembentukan sinus
epitel). Polip granulomatosa berkembang di lumen di fundus, dan dinding
kandung empedu menebal dan septae atau striktur dapat dilihat di kantong
empedu. Pada pasien simptomatik, kolesistektomi adalah pengobatan pilihan
untuk pasien dengan kondisi ini.
J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar
fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. (Sjamsuhidajat R, De Jong W,
2005 )
18
2. Pemeriksaan Radiologis
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan
lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica. (Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2005 )
kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan
oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
(Sjamsuhidajat R, De Jong W, 2005 )
Terlihat kontur, besar dan batas yang normal, dinding tidak menebal. Terletak diantara
parenkim hati lobus kanan pada fossa vesika felea. Ekocairan homogen
20
4. Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena
relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan
gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih
bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. (Sjamsuhidajat R, De
Jong W, 2005 )
K. Komplikasi
1. Kolesistitis Akut
Hampir semua kolesititis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus
oleh batu yang terjebak di dalam kantung Hartmann, komplikasi ini terjadi
pada penderita kolelittiasis 5%.
Gambaran klinis, keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan
atas, yang kadang-kadang menjalar ke belakang di daerah scapula. Pada
kolesistitis, nyeri menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa
nyeri tekan, lepas, dan defans muscular otot dinding perut. Kandung empedu
yang membesar dan dapat diraba. Pada separuh penderita dapat disertai mual
dan muntah.
2. Kolesititis Kronik
Gambar 10. USG Kolesistitis kronik, terlihat dinding yang menebal, kandung
empedu mengkisut dan batu yang disertai bayangan akuistik.
23
3. Keganasan
Gambar 11. Keganasan : Terlihat massa padat di dalam kandung empedu dengan
batas ireguler,tidak menimbulkan bayangan akustik, kandung empedu
membesar,sehingga batasnya dengan parenkim hepar tidak tegas.
Terlihat area anekoik sekeliling kandung empedu (perikolesistitis)
4. Kolangitis
L. Penatalaksanaan
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-
90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil
resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal)
dengan mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli
bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan
insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
27
M. Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG
diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa
menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena
resiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran batu > 2cm). Karena
resiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut.
28
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Coopeland III EM, MD Kirby I, Bland MD. Sabiston Buku Ajar Bedah. Jakarta;
1995.
Brunicardi, CF. Andersen, D.K, Billiar RT, Dunn LD, dkk. Schwartzs Principles of
Moore KL, Anne MR. Anatomi klinis dasar. Jakarta : Hipokrates. 2002 ; Hal 122
123.
Lesmana L. Batu empedu. Dalam : Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Balai
Robbins, dkk. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit Buku KEdokteran
EGC. Jakarta ; 2007.
Putz RV, Pabst R. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA Batang Badan. Panggul dan
Ekstremitas Bawah Jilid I. Edisi 21. Editor: Suyono YJ. Jakarta; 2000. Hal
142-150.