Вы находитесь на странице: 1из 14

MAKALAH PKN

MENGEVALUASI KEBEBASAN PERS DAN DAMPAK


PENYALAHGUNAAN KEBEBASAN MEDIA MASA DALAM
MASYARAKAT DEMOKRASI DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD HASBY ASSHIDDIQY

KELAS : XII IPA 3

GURU PEMBIMBING :

RENI ARDIYANA S,PD

TAHUN PELAJARAN 2016/2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis berusaha semaksimal mungkin agar penyajian makalah ini dapat bermanfaat mengenai
pengetahuan tentang Mengevaluasi Kebebasan Pers Dan Dampak Penyalahgunaan
Kebebasan Media Masa Dalam Masyarakat Demokrasi Di Indonesia, baik bagi penulis
sendiri maupun bagi para pembaca
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun, sehingga kesalahan
yang sekarang dapat dijadikan tolak ukur pembelajaran. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu hingga terbentuknya makalah ini.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menjadi penunjang kegiatan belajar. Amiin
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Kebebbasan Pers Indonesia ...................................................................... 2
2.2. Pers, Masyarakat, dan Pemerintah ........................................................... 3
2.3. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Media Massa ................................ 6
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Peranan pers dalam masyarakat demokrasi memiliki andil yang cukup besar. Segala Kritik
tentunya bisa di muat dan dibaca oleh semua orang tanpa kecuali.Kebebasan bersuara dan
mengeluarkan pendapat yang telah diatur undang undang tentunya akan menjadi suatu koreksi
dalam kepemimpinan demokrasi. Tentu saja peranan pers seperti inilah yang akan menjadi suatu
tombak raksasa yang bisa menghantam siapa saja atau sebaliknya.
Istilah pers berasal dari kata persen bahasa Belanda atau press bahasa Inggris, yang berarti
menekan yang merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk
menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata
pers berarti: 1) alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar, 2) alat untuk menjepit atau
memadatkan, 3) surat kabar dan majalah yang berisi berita, 4) orang yang bekerja di bidang
persurat kabaran.
Menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia

1.2.Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebebasan pers di indonesia?
2. Apa dampak penyalahgunaan kebebasan media massa?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Kebebasan Pers Indonesia


Kebebasan pers adalah kebebasan mengemukakan pendapat, baik secara tulisan maupun
lisan, melalui media pers, seperti harian, majalah, dan buletin. Kebebasan pers dituntut tanggung
jawabnya untuk menegakkan keadilan, ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, bukan untuk
merusakkannya. Kebebasan harus disertai tanggung jawab, sebab kekuasaan yang besar dan
bebas yang dimiliki manusia mudah sekali disalahgunakan dan dibuat semena-mena. Demikian
juga pers harus mempertimbangkan apakah berita yang disebarkan dapat menguntungkan
masyarakat luas atau memberi dampak positif pada masyarakat dan bangsa. Inilah segi tanggung
jawab dari pers. Jadi, pers diberi kebebasan dengan disertai tanggung jawab sosial.
Selanjutnya, Komisi Kemerdekaan Pers menggariskan lima hal yang menjadi tuntutan
masyarakat modern terhadap pers, yang merupakan ukuran pelaksanaan kegiatan pers, yaitu
sebagai berikut :

1. Pers dituntut untuk menyajikan laporan tentang kejadian sehari-hari secara jujur,
mendalam dan cerdas. Ini merupakan tuntutan kepada pers untuk menulis secara akurat
dan tidak berbohong.
2. Pers dituntut untuk menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik, yang berarti
pers diminta untuk menjadi wadah diskusi di kalangan masyarakat, walaupun berbeda
pendapat dengan pengelola pers itu sendiri.
3. Pers hendaknya menonjolkan sebuah gambaran yang representative kelompok-kelompok
dalam masyarakat. Hal ini mengacu pada segelintir kelompok minoritas dalam
masyarakat yang juga memiliki hak yang sama dalam masyarakat untuk didengarkan.
4. Pers hendaknya bertanggung jawab dalam penyajian dan penguraian tujuan dan nilai-nilai
dalam masyarakat.
5. Pers hendaknya menyajikan kesempatan kepada masyarakat untuk memperoleh berita
sehari-hari. Ini berkaitan dengan kebebasan informasi yang diminta masyarakat.
Adapun landasan hukum kebebasan pers Indonesia termaktub dalam :

1. Undang-undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka


Umum
2. Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
3. Undang-undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

2.2.Pers, Masyarakat dan Pemerintah


Hal terpenting yang harus diperhatikan berkaitan antara pers, masyarakat dan pemerintah
adalah sebagai berikut :

1. Interaksi harus dikembangkan sekreatif mungkin untuk tercapainya tujuan pembangunan,


yaitu kesejahteraan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Interaksi positif antara
ketiga komponen tidak bisa lain berlangsung dalam perangkat dan pranata Pancasila,
norma dan etika dasar bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara Republik
Indonesia. Karena itu, sebelum menjabarkan lebih lanjut, bagaimana interaksi positif
antara ketiga komponen itu bisa dikembangkan secara maksimal, perlu lebih dulu
dipahami hakekat Pancasila bagi kehidupan nasional Indonesia.
2. Negara-negara demokrasi Liberal Barat mendasarkan kehidupan dan dinamiknya pada
individu dan kompetisi secara antagonis, sedangkan negara-negara komunis berdasarkan
kepada pertentangan kelasya ng bersifat dialektis materiil. Adapunnegara Indonesia yang
berdasarkan Pancasila, berpaham pada keseluruhan dan keseimbangan, baik antara
individu dan masyarakat maupun antara berbagai kelompok sosialnya. Dinamika
dikembangkan bukan dari pertarungan menurut paham singa gede menang kerahe
(singa besar pasti menang bertarung), melainkan atas paham hidup menghidupi, simbiosis
mutualis. Pola dasar dan sistem nilai yang demikian itu juga menjadi dasar dan semangat
dari hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat. Hubungan itu tidak disemangati
oleh sikapapriori atau saling curiga, apalagi saling memusuhi. Hubungan itu adalah
hubungan perkerabatan yang fungsional.
3. Antara pemerintah, pers dan masyarakat, harus dikembangkan hubungan fungsional
sedemikian rupa, sehingga semakin menunjang tujuan bersama yaitu terwujudnya
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dimungkinkan adanya perbedaan pendapat dalam proses hubungan tersebut.
Namun perbedaan pendapat tidak harus ditafsirkan sebagai konflik melainkan sebagai
proses kreatif dan dinamis dalam usaha mencapai harmoni dan keseimbangan yang setiap
kali semakin maju, kuantitatif dan kualitatif.
4. Hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat, sesungguhnya merupakan pengejawa-
ntahan dari nilai-nilai Pancasila. Itulah sebabnya, salah satu pendekatan kultural terhadap
segala persoalan, lebih cocok dengan identitas Indonesia, lagipula pendekatan kultural ini
telah dibuktikan kharisma dan daya mampunya dalam periode perjuangan kemerdekaan
nasional, sehingga mampu membangkitkan semangat patriotisme, pengorbanan tanpa
pamrih dan dedikasi total terhadap kepentingan rakyat banyak. Pendekatan kultural juga
dapat memperlancar proses kembar, yaitu kontinuitas dan perubahan yang menjadi ciri-
ciri kehidupan setiap bangsa, apalagi bangsa yang sedang membangun. Pembangunan
berarti perubahan yang terarah seca bertahap tapi konsisten. Sedangkan perubahan itu
agar kokoh, harus berakar dan akar itu adalah kontinuitas. Kontinuitas dari nilai
kebudayaan bangsa yang paling mulia, termasuk di antaranya warisan nilai-nilai empat
puluh lima.
5. Baik untuk menjamin tercapainya sasaran maupun karena sesuai dengan asas demokrasi
Pancasila, maka dalam hubungan fungsional antara pemerintah, pers dan masyarakat,
perludikembangkan kultur politik dan mekanisme yang memungkinkan berfungsinya
sistem kontrol sosial dan kritik secara efektif dan terbuka. Tetapi kontrol sosial itu pun
substansi dan caranya tidak terlepas dari asas keselarasan dan keseimbangan, kekerabatan
dan hidup menghidupi.
6. Pembangunan masyarakat bisa berlangsung dalam pola evolusi, reformasi dan revolusi.
Jika kita menempatkan pembangunan nasional Indonesia ke dalam salah satu dari ketiga
kategori itu, maka yang paling tepat ialah pada pola reformasi. Pembangunan dalam pola
reformasi berarti perobahan terarah yang fundamental sesuai dengan konsep masyarakat
Pancasila, namun dilaksanakan secara bertahap dan menurut asas prioritas.
7. Seluruh bidang kehidupan masyarakat hendak dibangun, tetapi pelaksanaannya bertahap
dan selektif, semakin hari semakin maju dan menyeluruh sehingga akhirnya seluruh
bidang kehidupan masyarakat bangsa dan negara dijamahnya, ditransformir menjadi
masyarakat Pancasila. Pendekatan bertahap, berprioritas, berencana merupakan
pendekatan yang tepat, mengingat serta keterbatasan yang ada pada kita, tetapi seluruh
prosesnya perlu dipercepat (diakselarasi), karena sebagai bangsa dihadapkan dengan
faktor waktu yang semakin mengejar. Pemerintah, pers dan masyarakat harus mampu
membangun diririnya sendiri agar menjadi lembaga yang lebih baik dan lebih ampuh
untuk melaksanakan pembangunan.
8. Adanya kekurangan merupakan gejala umum yang harus kita terima bersama. Bukan agar
kita menyerah dan menjadi dalih dari berbagai kemungkinan penyalahgunaan, melainkan
agar kita mampu melihat segala sesuatunya dengan proporsi yang tepat dan konstruktif.
Agar dalam melakukan koreksi, kita tidak menimbulkan apatisme dan antipati melainkan
justru menggairahkan usaha-usaha perbaikan dan pembangunan itu sendiri. Di samping
menunjukkan kekurangan-kekurangan, pers harus bisa juga menunjukkkan hal-hal
positif. Berlaku kembali di sini asas keselarasan dan keseimbanganyang merupakan tipe
ideal masyarakat kita, sekali pun merupakan nilai dalam proses pendekatan. Interaksi
berarti proses pengaruh- mempengaruhi sebagai dasar dari konsensus bersama yang
merupakan hasil komunikasi dua arah timbal balik.
9. Hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat merupakan hubungan kekerabatan dan
fungsional yang terus menerus dikembangkan dalam mekanisme dialog. Di samping
mekanisme dialog, juga perlu dikembangkan mekanisme lain, yaitu diselenggarakan
seminar sebagai kegiatan rutin yang kreatif dalam usaha mengembangkan konsepsi, nilai-
nilai dan mekanisme. Dalam usaha memelihara kontinuitas yang kreatif, juga dipandang
bermanfaat untuk menerbitkan buku-buku dalam bidang pers, sehingga menjadi bahan
bacaan bagi para wartawan, pejabat pemerintah maupun perguruan tinggi. Perlu diketahui
bahwa kini telah diterbitkan tiga buku hasil panitia Dewan Pers, yaitu Sejarah Pers
Indonesia, Pornografi dan Pers Indonesia dan Naskah Pengetahuan Dasar bagi Wartawan
Indonesia.
10. Dalam hubungan antara pemerintah, pers dan masyarakat,otonomi masing-masing
lembaga sesuai dengan asas Demokrasi Pancasila, dihormati dan perlu dikembangkan.
Salah satu karya otonomi ialah apa yang dengan baik bisa dilakukan sendiri oleh lembaga
masyarakat, tidak perlu pemerintah mencampurinya. Dalam konteks ini, misalnya perlu
dikembangkan adanya mekanisme efektif oleh masyarakat pers sendiri untuk mengatur
perilaku kehidupannya. Pelaksanaan kode etik dan sanksi atas pelanggaran, misalnya
perlu ditingkatkan. Disarankan agar dipelajari kemungkinan dibentuknya suatu Dewan
Kehormatan, yang terdiri dari tiga pihak; pers, masyarakat, pemerintah. Dewan
kehormatan yang demikian itu agar dibentuk di pusat maupun di daerah sesuai dengan
kebutuhannya.
11. Jadi, bila dibahas lebih spesifik lagi, pers memang lahir di tengah-tengah masyarakat,
sehingga pers dan masyarakat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Pers lahir untuk memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh informasi
yang aktual dengan terus-menerus mengenai peristiwa- peristiwa besar maupun kecil.
Pers sebagai lembaga kemasyarakatan tidak dapat hidup sendiri, akan tetapi pers
dipengaruhi dan mempengaruhi lembaga kemasyarakatan yang lain.
12. Menurut Wilbur Schramm, pers bagi masyarakat adalah Watcher, forum and teacher
(pengamat, forum dan guru). Maksud pernyataan di atas adalah, bahwa setiap hari pers
memberikan laporan dan ulasan mengenai berbagai macam kejadian dalam dan luar
negeri, menyediakan tempat (forum) bagi masyarakat untuk mengeluarkan pendapat
secara tertulis dan turut mewariskan nilai-nilai kemasyarakatan dari generasi ke generasi.

2.3.Dampak penyalahgunaan kebebasan media Massa


Kebebasan yang telah dibuka oleh pemerintah bagi insan pers memberi peluang kepadanya
untuk memperoleh informasi seluas-luasnya secara tepat dan cepat. Tetapi di balik itu ada oknum
yang menyalahgunakan kebebasan pers, antara lain :
1. Digunakan sebagai alat poitik bagi oknum tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, berarti pers
tidak lagi lagi mampu menjadi alat kontrol yang baik,
2. Melalui opini / pendapat yang bersumber dari SMS, orang dapat menyampaikan pendapatnya
secara lugas, dimana dapat merugikan pihak-pihak tertentu,
3. Media elektronik / TV, sering menayangkan acara yang jauh dari nilai-nilai pendidikan, bahkan
bertabrakan dengan norma-norma masyarakat,
4. Pejabat atau orang kaya yang diduga melakukan KKN, memperalat media massa untuk tidak
mengekspos / memberitakan dengan imbalan tertentu.
Dampak negatif dari penyalahgunaan kebebasan media massa dapat dibedakan secara intern
dan ekstern, yaitu:

1. Secara intern
a. Pers tidak obyektif, menyampaikan berita bohong, lambat atau cepat akan ditinggal
pembacanya,
b. Ketidaksiapan masyarakat untuk menggunakan hak jawab akan menimbulkan kejengkelan
pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers, akan melakukakan tindakan yang
anarkhis dengan merusak kantor, bahkan tindakan fisik terhadap wartawan yang memberitakan.
2. Secara ekstern
a. Mempercepat kerusakan akhlak dan moral bangsa,
b. Menimbulkan ketegangan dalam masyarakat,
c. Menimbulkan sikap antipati dan kejengkelan terhadap pers,
d. Menimbulkan sikap saling curiga dan perpecahan dalam masyarakat,
e. Mempersulit diadakannya islah / merukunkan kembali kelompok masyarakat yang sedang
konflik.
Dalam kaintannya dengan kebebasan Pers, perlu disimak apa yang dikemukakan oleh jurnalis
dan ahli sejarah Amerika serikat Paul Johnson. Ia mensinyalir adanya praktik menyimpang
dalam kebebasan pers yang disebut Tujuh Dosa Yang mematikan (Seven Deadly Sins), yaitu :

1. Distorsi Informasi
Lazim dilakukan dengan menambah atau mengurangi informasi, baik yang menyangkut opini
maupun ilustrasi faktual yang tidak sesuai dengan sumber aslinya. Akibatnya makna menjadi
berubah.
2. Dramatisasi Fakta Palsu
Dipraktekkan denngan memberikan ilustrasi verbal, auditif atau visual yang berlebihan tentang
suatu obyek. Dalam media cetak cara ini dapat dilakukan secara naratif (dalam bentuk kata-kata)
atau melalui penyajian foto/gambar tertentu dengan tujuan membangun suatu citra negatif dan
stereotip.
3. Menganggu Privacy
Dilakukan peliputan kehidupan kalangan selebritis dan kaum elite, terutama yang diduga terlibat
dalam suatu skandal. Cara yang dilakukan antara lain melalui penyadapan telepon, penggunaan
kamera dengan telelens, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, memaksa
atau menjebak.

4. Pembunuhan Karakter
Praktik ini umumnya dialami secara individu, kelompok atau organisasi / perusahaan, yang
diduga terlibat dalam perbuatan kejahatan. Biasanya dilakukan dengan mengekspolitasi,
menggambarkan dan menonjolkan sisi buruk mereka saja. Padahal sebenarnya mereka
memiliki segi baiknya.
5. Eksploitasi Seks
Praktik eksploitasi seks tidak hanya menjadi monopoli dunia periklanan. Praktek tersebut juga
dilakukan dalam pemberitaan dengan cara menempatkan di halaman depan surat kabar, tulisan
yang bermuatan seks.
6. Meracuni Benak / Pikiran Anak
Praktik ini dilakukan dengan cara menempatklan figur anak-anak. Akhir-akhir ini, praktik serupa
semakin meningkat denngan penonjolan figur anak-anak sebagai sasaran atau pelaku dalam
memasarkan berbagai macam produk.
7. Penyalahgunaan Kekuasaan
Penyalahgunaan kekuasaan tidak saja dapat terjadi di lingkungan pejabat pemerintahan, tetapi
juga di kalangan pemegang kontrol kebijakan editorial / pemberitaan media massa.
Ketujuh Dosa jurnalistik itu menurut ahli komunikasi dari Universitas Indonesia, Sasa
Djuarsa Senjaya, terjadi juga di Indonesia, terutama dilakukan media massa yang baru terbit.
Beliau menyebutnya sebagai Praktik Jurnalistik yang Menyimpang, yaitu :
1. Eksploitasi Judul
Judul tidak sesuai dengan isi beritanya. Biasanya judul tersebut bernada agitatif, emosional, dan
tidak jarang seronok. Tujuannya untuk menarik perhatian pembaca dan untuk meningkatkan
sirkulasi.
2. Sumber Berita Konon Kabarnya
Tidak jarang pula sumber berita konon kabarnya atau menurut sumber berita yang tidak mau
disebut namanya dipraktikkan. Padahal salah satu implikasi dari prinsip obyektifitas adalah
adanya kejelasan identitas dari berbagai sumber berita yang dirujuk.
3. Dominasi Opini Elite dan Kelompok Mayoritas
Pada umumnya media massa di Indonesia masih cenderung mengutamakan pemuatan opini,
pendapat atau pernyataan kalangan elite dan mayoritas saja, misalnya para pakar, tokoh politik,
kalangan selebritis, pejabat pemerintah, tokoh agama atau pengusaha.Aspirasi masyyarakat
bawah atau minorotas kurang mendapatkan perhatian.
4. Penyajian Informasi yang Tidak Investigatif
Penyajian informasi kurang bersifat investigatif, hanya menjual issue, tetapi kurang
melengkapinya dengan pemberian makna dan interpretasi yang obyektif, komprehensif, dan
mendalam.

Dampak positif kebebasan pers/ beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya kebebasan pers
yaitu:
1. Pers menjadi penyalur aspirasi rakyat;

2. Pers bebas mencari/mendapatkan kebenaran, sehingga dapat mewujudkan keadilan;

3. Pers menjadi kontrol sosial yang bebas memberikan kritik, saran dan pengawasan;

4. Pers menjadi penyebar informasi yang dapat memenuhi hak masyarakat;

5. Pers menjadi wahana komunikasi massa;

6. Pers menjadi penghubung antar sesama manusia;

7. Pers menjadi pendidik karena bebas menyebarkan IPTEK;

8. Pers menjadi pemberi hiburan kepada masyarakat.


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dampak kebebasan pers dapat ditinjau dari
berbagai kepentingan, antara lain :
1. Bagi Kepentingan Pribadi
Jasa Pers dapat meningkatkan citra positif seseorang. Sebaliknya karena pers, reputasi seseorang
hancur. Padahal kenyataan dapat sebaliknya. Jadi, nama baik seseorang dapat dirugikan apabila
terjadi penyalahgunaan kebebasan berpendapat dan penyampaian informasi.
2. Bagi Kepentingan masyarakat
Dengan bantuan media massa, fakta dapat dikamuflase dengan tulisan lain yang berkesan
membenarkan. Masyarakat dapat tertipu karena mendapat informasi yang tidak benar. Misalnya
kebijakan seorang tokoh tidak tepat bila dikaji secara ilmiah. Namun karena informasi yang
diberikan berulang-ulang dan diekspos secara besar-besaran, masyarakat jadi terpengaruh.
3. Bagi kepentingan Negara
Penyalahgunaan kebebasan pers dapat merugikan kepentingan negara, karena tulisan-tulisan
yang kurang mempeertimbangkan kepentingan nasional. Hal semacam itu akan menimbulkan
dampak antara lain :
a. Tingkat kepercayaan masyarakat menjadi berkurang. Masyarakat menjadi apatis terhadap
program pemerintah.
b. Kepercayaan luar negeri menjadi luntur. Akibatnya minat kerjasama, terutama kerjasama
ekonomi, penanaman investasi, pemberian bantuan, pemberian pinjaman akan menurun.
c. Timbulnya pergesekan hubungan antara pers dengan institusi tertentu, yang menyebabkan
renggangnya hubungan karena pemberitaan yang tidak seimbang. Misalnya, TNI saat
melakukan operasi militer menumpas GAM di Aceh.
DAFTAR PUSTAKA

http://pknsman3purworejo.blogspot.com/2013/05/mengevaluasi-kebebasan-pers-dan-
dampak.html
http://www.slideshare.net/fadhlisyar/makalah-pkn-2#btnNext
https://sites.google.com/site/smankarangrayung/materi-pkn/mutiara-hikmah
http://alexreihan.blogspot.com/2012/06/peranan-pers-dalam-masyarakat-demokrasi.html
http://www.anneahira.com/peranan-pers-dalam-masyarakat-demokrasi.htm

Вам также может понравиться