Вы находитесь на странице: 1из 14

Perkembangan Kognitif Anak

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga,
maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik dalam
pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam
perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik merupakan objek yang berkaitan
langsung dengan proses pembelajaran, sehingga perkembangan kognitif sangat menentukan
keberhasilan peserta didik dalam sekolah.
Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang
bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan kognitif peserta
didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang perkembangan kognitif pada
anak didiknya.
Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan dan
pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan orang tua
belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik perkembangan
kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah perkembangan kognitif anak.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi peserta didik,
diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik pengertian maupun tahap-tahap
karakteristik perkembangan kognitif peserta didik.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang perkembangan kognitif peserta didik, dapat kita ambil masalah-
masalah yang mendasar terhadap perkembangan kognitif, antara lain:
1. Apa pengertian perkembangan kognitif ?
2. Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik ?
3. Apa saja karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-tahapnya?
4. Masalah apa yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik dan bagaimana
solusinya ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah perkembangan kognitif peserta didik, tujuan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian perkembangan kognitif peserta didik.
2. Mengetahui proses perkembangan kognitif peserta didik.
3. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-tahapnya.
4. Mengetahui masalah seputar karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan solusinya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Kognitif


Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak
juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, kemampuan kognitif
dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif
ini akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga
anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan
lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya, sesuai buku karangan.
Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan kognitif seorang anak
terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan
pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak
bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara
bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah.
Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda dengan
piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan
interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran
tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi
saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun
tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami bahwa kognitif
atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua
aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan informasi
yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu
mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya.

B. Proses Perkembangan Kognitif


Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada dua alternative proses
perkembangan kognitif yaitu pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan
oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi pemprosesan
informasi.
1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi sampai dia
dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru di
lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu
:
a. Tahap Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun)
Tahap ini seperti Bayi bergerak dari tindakan reflex instinktif pada saat lahir sampai
permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.

b. Tahap Pra-Operasional (usia 2-7 tahun)


Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dari berbagai
gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis
dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik.
c. Tahap Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun)
Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret
dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Tetapi dalam
tahapan konkret-operasional masih mempunyai kekurangan yaitu, anak mampu untuk
melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain,
bila anak dihadapkan dengan suatu masalah secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang
konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
d. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa)
Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik.

C. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik


Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Masa kanak-kanak awal
a. Pengertian perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal
Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2 sampai 7 tahun,
sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk terlibat dalam operasi atau
manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis. Karakteristik perkembangan dalam
tahap kedua adalah perluasan penggunaan pemikiran simbolis, atau kemampuan
representional, yang pertama kali muncul pada akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori
( Hurlock, 1978) anak usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam periode sensitif
atau masa peka, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang, diarahkan
sehingga tidak terhambat perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah anak yang
sedang berada dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6 tahun secara formal
dapat ditempuh di taman kanak-kanak.
b. Kemampuan yang mampu dikuasai anak
Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional. Dikatakan
praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami. Fase praoperasional dapat dibagi
ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan
subfase berpikir secara intuitif. Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan
kognitif anak. Pada fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu
proses berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang
memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya.
Fase ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam
menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak pada fase ini belum stabil dan tidak
terorganisasi secara baik.
Fase praoperasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan yaitu:
1. Berpikir Simbolik
Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa walaupun
objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) di hadapan anak. Subfase fungsi
simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa ini, anak telah memiliki kemampuan untuk
menggarnbarkan suatu objek yang secara fisik tidak hadir. Contoh kemampuan ini membuat
anak dapat rnenggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun
puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar manusia secara
sederhana. Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang
benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan
tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Anak tidak harus berada
dalam kondisi kontak sensorimotorik dengan objek, orang, atau peristiwa untuk memikirkan
hal tersebut. Anak dapat membanyangkan objek atau orang tersebut memiliki sifat yang
berbeda dengan yang sebenarnya.
2. Berpikir Egosentris
Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak benar, setuju
atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh sebab itu, anak belum dapat
meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas
bersifat egosentris, anak pada tahap ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya
tampak dari perspektif orang lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4
tahun. Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk memahami
perspektif atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi bahwa orang lain berpikir, menerima
dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan.
3. Berpikir lntuitif
Fase berpikir secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu, seperti
menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan untuk
melakukannya. Subfase berpikir secata intuitif tenadi pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut
subfase berpikir secara intuitif karena pada saat ini anak kelihatannya mengerti dan
mengetahui sesuatu.
Kemampuan memori yang berkembang pada masa kanak-kanak awal. Model pemprosesan
informasi mendeskripsikan tiga tahap dalam mengingat yaitu:
1. Encoding: proses di mana informasi dipersiapkan untuk penyimpanan jangka panjang dan
pemanggilan kembali di kemudian hari.
2. Storage: penyimpanan ingatan untuk penggunaan di masa depan.
3. Retrieval: proses di mana informasi diakses atau dipanggil kembali dari penyimpanan ingatan.
Pada semua usia, mengenal dapat dilakukan lebih baik dari mengingat, akan tetapi kedua
kemampuan tersebut meningkat pada masa anak-anak awal.

2. Masa Kanak-kanak Akhir


Menurut teori Piaget, pemikiran anak anak usia sekolah dasar disebut pemikiran
Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan
pada objek objek peristiwa nyata atau konkrit. Masa ini berlangsung pada masa kanak-kanak
akhir. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi terlalu mengandalkan
informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai mempunyai kemampuan untuk
membedakan apa yang tampak oleh mata dengan kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan
normal, pada periode ini pikiran anak berkembang secara berangsur angsur. Jika pada periode
sebelumnya, daya pikir anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini
daya pikir anak sudah berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya
ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.
Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan
operasi operasi, yaitu :
a) Negosiasi, yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami hubungan-hubungan antara
benda atau keadaan yag satu dengan benda atau keadaan yang lain.
b) Hubungan Timbal Balik, yaitu anak telah mengetahui hubungan sebab-akibat dalam suatu
keadaan.
c) Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui suatu
perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi, pada tahap ini anak telah
memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya dapat berfikir untuk melakukan suatu
tindakan, tanpa ia sendiri bertindak secara nyata.
KEMAJUAN KOGNITIF
1. Pemikiran spasial
Contoh : Dani dapat menggunakan peta atau model untuk membantunya mencari objek
tersembunyi dan dapat memberikan arah untuk menemukan benda tersebut kepada orang lain.
Dia dapat menemukan jalan ke sekolah dan pulang ke rumah, dapat memperkirakan jarak,
dapat menilai berapa waktu yang dibutuhkan untuk pergi dari satu tempat ke tempat yang lain.
2. Sebab akibat
Contoh : Doni mengetahui atribut fisik objek mana yang akan memengaruhi hasil (misalnya,
jumlah objek berpengaruh sedangkan jumlah warna tidak). Tetapi dia belum mengetahui faktor
spesial mana seperti posisi dan penempatan objek, yang membuat perbedaan.
3. Klasifikasi
Kemampuan mengategorisasi membantu anak untuk berpikir secara logis. Contoh : elena dapat
memilah objek ke dalam beberapa kategori, seperti bentuk, warna, atau keduanya. Dia
mengetahui bahwa subkelas (mawar) memiliki anggota yang lebih sedikit dibandingkan
dengan kelas yang menjadi induknya (bunga).
4. Seriasi dan kesimpulan transitif
Kemampuan untuk mengenali hubungan antara dua objek dengan mengetahui hubungan antara
masing-masing objek tersebut dan objek ketiga. Contoh : nina dapat mengatur kumpulan
tongkat sesuai urutan, dari yang paling pendek ke yang paling panjang, dan dapat memasukkan
tongkat berukuran menengah ke tempat yang tepat. Dia mengetahui apabila satu tongkat lebih
panjang dibandingkan tongkat kedua, dan tongkat kedua lebih panjang dari tongkat ketiga,
maka tongkat pertama lebih panjang dari tongkat ketiga.
5. Penalaran induktif dan deduktif
Penalaran induktif merupakan tipe penalaran logis yang bergerak dari yang observasi khusus
terhadap anggota kelas hingga mencapai kesimpulan tentang kelas tersebut. Dan penalaran
deduktif merupakan tipe penalaran logis yang bergeneral dari premis umum tentang sebuah
kelas kepada sebuah kesimpulan tentang anggota tertentu atau beberapa anggota dari kelas
tersebut. Contoh : Dara dapat memecahkan masalah induktif maupun deduktif dan mengetahui
bahwa kesimpulan induktif (yang didasarkan pada beberapa premis tertentu) memiliki tingkat
kepastian yang lebih rendah dibandingkan dengan kesimpulan deduktif (didasarkan kepada
premis umum).
POKOK BAHASAN KOGNITIF
1. Perkembangan Memori
Cara otak menyimpan informasi dipercaya bersifat universal, walaupun efisiensi dari sistem
tersebut bervariasi dari orang ke orang (Siegler, 1998). Model pemrosesan informasi
menggambarkan otak memiliki tiga gudang, yaitu:
a) Memori sensoris (sensory memory) adalah sistem penyimpanan awal tangki penampungan
sementara bagi informasi sensoris yang masuk. Ingatan sensoris menunjukkan sedikit
perubahan berkaitan dengan usia; sebagaimana yang telah kita saksikan, bayi pun memilii
ingatan sensoris.
b) Memori kerja (working memory) adalah sebuah gudang jangka pendek bagi informasi yang
sedang dikerjakan oleh seseorang pada saat ini; dan informasi tersebut adalah informasi yang
berusaha untuk dipahami, diingat, atau dipikirkan.
c) Memori jangka panjang (long-term memory) adalah sebuah gudang dengan kapasitas
penyimpanan yang tidak terbatas, yang menyimpan informasi dalam jangka waktu yang lama.
2. Perkembangan Pemikiran Kritis
Perkembangan pemikiran kritis yaitu pemahaman atau refleksi terhadap permasalahan
secara mendalam, mempertahankan pikiran agar tetap terbuka, tidak mempercayai begitu saja
informasi-informasi yang datang dari berbagai sumber serta mampu befikir secara reflektif dan
evaluatif.
3. Perkembangan Kreativitas
Dalam tahap ini, anak-anak mempunyai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang
baru. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan sekolah.
4. Perkembangan Bahasa
Selama masa anak-anak awal, perkembangan bahasa terus berlanjut. Perkembangan
bahasa pada usia sekolah yaitu antara lain:
a) Aspek pada penggunaan bahasa adalah narasi dan percakapan.
Umumnya pada usia ini, tugas komunikasi menjadi kompleks dan sulit, sehingga anak-
anak usia ini mengalami kesulitan untuk memahami perasann orang lain, lalu anak usia 5-6
tahun cenderung kurang mampu mengkomunikasikan informasi dari anak yang lebih tua, jadi
informasi yang abstrak belum mampu dikomuikasikan pada anak-anak.
b) Meningkatnya jumlah pembendaharaan dan spesifikasi definisi.
Dalam masa pertumbuhan pemahaman kata dan hubungannya berlangsung terus menerus,
sehingga mereka dapat memperkaya perbendaharaan katanya lebih banyak melalui bacaan-
bacaan yang sifatnya konstekstual, peningkatan tersebut mungkin setelah kelas empat SD.
Namun walaupun terjadi peningkatan perbendaharaan kata tidak selalu anak dapat memahami
makna suatu kata atau kalimat. Karena, dapat terjadi bila anak tidak menguasai perbendaharaan
dari semua kata di dalam kalimat, tapi anak itu dapat memahami makna kata atau kalimat secara
tepat. Sebaliknya, anak yang menguasai arti dari seluruh kata dalam suatu kalimat tertentu tidak
dapat memahami makna kata atau suatu kalimat. Untuk itu dalam memaknai suatu kata ataupun
kalimat diperlukan lebih banyak kemampuan menjustifikasi suatu kata atau kalimat daripada
sekedar mengetahui arti kata.
3. Masa Remaja
a) Pengertian Perkembangan Kognitif Remaja
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan
kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal
(period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir
sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan
berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat
membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau
hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka
mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan
pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan
sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan.
Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan
lingkungan sekitar mereka.
Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang memungkinkan
remaja berpikir secara abstrak dan komplek, sehingga remaja mampu mengambil keputusan
untuk dirinya. Selama masa remaja, kemampuan untuk mengerti masalah-masalah kompleks
berkembang secara bertahap. Masa remaja adalah awal dari tahap pikiran formal operasional,
yang mungkin dapat dicirikan sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau
deduksi. Tahap ini terjadi di semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman
mereka. Namun, bukti riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa
kemampuan remaja untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar
dan pendidikan yang terkumpul.
Unsur yang terpenting dalam mengembangkan pemikiran seseorang adalah latihan dan
pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta mengambil
kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan pemikirannya ataupun
intelegensinya. Piaget membedakan dua macam pengalaman, yaitu :
1. Pengalaman fisis: terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang di hadapi untuk
mengabstraksi sifat-sifatnya.
2. Pengalaman matematis-logis: terdiri dari tindakan terhadap objek untuk mempelajari akibat
tindakan-tindakan terhadap objek itu.
Kemampuan yang dimiliki pada tahap operasional formal ini adalah:
a) Abstrak
Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang
benar-benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan hipotesis atau dalil-
dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak.
b) Fleksibel dan kompleks
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu
hal. Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri, orang lain, dan dunia, serta
membandingkan diri mereka dengan orang lain dan standard-standard ideal ini. Berbeda
dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu
memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara
hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau
suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan
pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang
remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan
yang dapat membahayakan dirinya. Di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia),
masih banyak sekali remaja yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki
pola pikir yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di Indonesia banyak
menggunakan metode belajar mengajar satu arah atau ceramah, sehingga daya kritis belajar
seorang anak kurang terasah. Bisa juga pola asuh orang tua yang cenderung masih
memperlakukan remaja seperti anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan dalam
memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usianya. Seharusnya seorang remaja harus
sudah mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah
menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari
solusi terbaik.
c) Logis
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu
membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik akan jalan keluar suatu masalah,
menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan-
pemecahan masalah secara sistematis. Misal : Dalam pengambilan keputusan oleh remaja
mulai dari pemikiran, keputusan sampai pada konsekuensinya, bagaimana lingkungannya yang
menunjukkan peran lingkungan dalam membantu pengambilan keputusan pada remaja.
D. Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik
a. Masa kanak-kanak awal
Permasalahan membaca pada masa ini masih dengan cara dieja, pemahamannya hanya satu
kata dan terkadang anak sulit diajak belajar membaca.

Solusi: Membaca diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk membaca.
b. Masa kanak-kanak akhir
Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya menggunakan sistem
klasikal yang menempatkan kecepatan memahami isi bacaan berdasarkan kecepatan rata-rata
memahami isi buku atau siswa merasa bahwa pembelajaran membaca pemahaman yang
dilakukan oleh guru terlalu cepat.

Solusi: Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan mengelompokkan


siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan dan sharing.
c. Masa Remaja
Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang memahami isi
bacaan.
Solusi: Seharusnya dengan membaca pemahaman secara serius.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang cukup
penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak merupakan
kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan
pemecahan masalah yang termasuk dalam proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana
individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui proses perkembangan
kognitif tersebut. Selain itu karakteristik perkembangan kognitif peserta didik juga harus dapat
dipahami semua pihak. Dengan pemahaman pada karakteristik perkembangan peserta didik,
pengajar dan orang tua dapat mengetahui sebatas apa perkembangan yang dimiliki anak
didiknya sesuai dengan usia mereka masing-masing, sehingga pengajar dan orang tua dapat
menerapkan ilmu yang sesuai dengan kemampuan kognitif masing-masing anak didik.
Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya kita
sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang perkembangan
kognitif dan tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif agar kita mampu mengetahui
perkembangan kemampuan kognitif masing-masing anak.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik). Bandung: CV
Pustaka Setia.
Arya. 2010. Perkembangan kognitif pada anak. (online).
(http://ilmupsikologi.wordpress.com/2010/03/31/perkembangan-kognitif-pada-anak/, diakses
2 November 2010).
Wiriana, 2008. Perkembangan kognitif pada anak. (online).
(http://www.doctoc.com/docs/20992333/perkembangankognitif-padaanak, diakses 4
November 2010)
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Intelek Kognitif

Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek individu ini terjadi


perbedaan pendapat diantara para penganut psikologi. Kelompok psikometrika radikal
berpendapat bahwa perkembangan intelektual individu sekitar 90% ditentukan oleh
faktor hereditas dan pengaruh lingkungan, termasuk didalamnya pendidikan, hanya
memberikan kontribusi sekitar 10% saja. Kelompok ini memberikan bukti bahwa
individu yang memiliki hereditas intelektual unggul, pengembangannya sangat mudah
meskipun dengan intervensi lingkungan yang tidak maksimal. Adapun individu yang
memiliki hereditas intelektual rendah seringkali intervensi lingkungan sulit dilakukan
meskipun sudah secara maksimal. Sebaliknya, kelompok penganut pedagogis radikal
amat yakin bahwa intervensi lingkungan, termasuk pendidikan, justru memiliki andil
sekitar 80-85%, sedangkan hereditas hanya memberikan kontribusi 15-20% terhadap
perkembangan intelektual individu. Syaratnya adalah memberikan kesempatan
rentang waktu yang cukup bagi individu untuk mengembangkan intelektualnya secara
maksimal.

Pertumbuhan Intelek / Kognitif Remaja Jean Piaget, seorang ahli psikologi kognitif,
membagi perkembangan intelek/ kognitif menjadi empat tahap : Tahap sensori-
motoris (0-2 tahun). Pada tahap ini segala perbuatan merupakan perwujudan dari
proses pematangan aspek motorik. Melalui pematangan motoriknya, anak
mengembangkan kemampuan mempersepsi, sentuhan-sentuhan, gerakan-gerakan
dan belajar mengkoordinasikan tindakannya. Tahap praoperasional (2-7 tahun).
Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan
kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif, dalam arti semua perbuatan
rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tapi oleh unsur perasaan, kecenderungan
alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan
sekitarnya. Tahap operasional konkret (7-11 tahun). Pada tahap ini anak mulai
menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan sudah mulai berkembang rasa ingin
tahunya. Anak sudah dapat mengamati, menimbang, mengevaluasi, dan menjelaskan
pikiran-pikiran orang lain dalam cara-cara yang kurang egosentris dan lebih objektif,
sudah mulai memahami hubungan fungsional karena mereka sudah menguji coba
suatu permasalahan, tetapi masih harus dengan bantuan benda konkret dan belum
mampu melakukan abstraksi. Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Pada
tahap ini sudah mampu melakukan abstraksi, memaknai arti kiasa dan simbolik, dan
memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis Remaja, seharusnya sudah
berada pada tahap operasional formal dan sudah mampu berpikir abstrak, logis,
rasional serta mampu memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat hipotesis.
Oleh karena itu, setiap keputusan perlakuan terhadap remaja sebaiknya dilandasi oleh
dasar pemikiran yang masuk akal sehingga dapat diterima oleh mereka. Tanpa
mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, perkembangan intelektual
sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu hereditas dan lingkungan.
Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya tidak terpisah secara sendiri-sendiri
melainkan seringkali merupakan resultan dari interaksi keduanya. Pengaruh faktor
hereditas dan lingkungan terhadap perkembangan intelektual itu dapat dijelaskan
berikut ini. 1. Faktor Hereditas Semenjak dalam kandungan, remaja telah memiliki
sifat-sifat yang menentukan daya kerja intelektualnya. Secara potensial anak telah
membawa kemungkinan apakah akan menjadi kemampuan berfikir setara normal, di
atas normal atau di bawah normal. Namun, potensi ini tidak akan berkembang atau
terwujud secara optimal apabila lingkungan tidak memberi kesempatan untuk
berkembang. Oleh karena itu, peranan lingkungan sangat menentukan
perkembangan intelektual anak. 2. Faktor Lingkungan Ada dua unsur lingkungan yang
sangat penting peranannya dalam memengaruhi perkembangan intelek remaja, yaitu
keluarga dan sekolah. a) Keluarga Intervensi yang paling penting dilakukan oleh
keluarga atau orang tua adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam
berbagai bidang kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang
merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Cara-cara yang digunakan, misalnya
memberi kesempatan kepada anak untuk merealisasikan ide-idenya, menghargai ide-
ide tersebut, memuaskan dorongan keingintahuan anak dengan jalan seperti
menyediakan bacaan, alat-alat keterampilan, dan alat-alat yang dapat
mengembangkan daya kreativitas anak. Memberi kesempatan atau pengalaman
tersebut akan menuntut perhatian orang tua. b) Sekolah Sekolah adalah lembaga
formal yang diberi tanggungjawab untuk meningkatkan perkembangan anak tersebut
perkembangan berpikir anak. Dalam hal ini, guru hendaknya menyadari bahwa
perkembangan intelektual remaja terletak di tangannya. Beberapa cara diantaranya
adalah sebagai berikut : Menciptakan interaksi atau hubungan yang akrab dengan
remaja/peserta didik. Dengan hubungan yang akrab tersebut, secara psikologis
peserta didik akan merasa aman sehingga segala masalah yang dialaminya secara
bebas dapat dikonsultasikan dengan guru mereka. Memberi kesempatan kepada para
remaja/peserta didik untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan pengalaman
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan
intelektual anak. Membawa para peserta didik ke objek-objek tertentu, seperti objek
budaya dan ilmu pengetahuan, sangat menunjang perkembangan intelektual peserta
didik. Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik remaja, baik melalui kegiatan
olahraga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan
berpikir peserta didik. Sebab jika peserta didik terganggu secara fisik, perkembangan
intelektualnya juga akan terganggu Meningkatkan kemampuan berbahasa remaja,
baik melalui media cetak maupun dengan menyediakan situasi yang memungkinkan
untuk berpendapat atau mengemukakan ide.

Source: http://www.eurekapendidikan.com/2014/11/faktor-faktor-yang-
mempengaruhi.html
Disalin dan Dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan

Вам также может понравиться