Вы находитесь на странице: 1из 10

KAJIAN LEMBAGA EKONOMI DAN KEUANGAN INTERNASIONAL

CRITICAL REVIEW
THE UNFAIR CONDITIONALITY OF WORLD BANK AND IMF

(World Bank and IMF Conditionality: A Development Injustice by Eurodad Report)

Disusun oleh :

1. Noviarin Cerahwati (D/20120510086)

2. Eldi Darmawan (D/20130510074)

Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


CRITICAL REVIEW

THE UNFAIR CONDITIONALITY OF WORLD BANK AND


IMF
(World Bank and IMF Conditionality: A Development Injustice by Eurodad Report)

i. TENTANG

Laporan ini mengusut kondisi-kondisi yang melekat pada pinjaman pembangunan


yang diberikan kepada negara miskin di dunia oleh International Monetary Fund (IMF)
dan World Bank. Hal ini berdasarkan studi pustaka (yang dilakukan oleh Eurodad)
mengenai isi dari kontrak pendanaan pembangunan oleh IMF dan World Bank sejak yang
dahulu hingga terkini (Februari 2006) dengan 20 negara miskin terpilih di seluruh dunia.
Laporan ini ditulis dan dikaji oleh Hetty Kovach dan Yasmina Lansman, sebagian lagi
didanai dari bantuan Oxfam International.

Kenapa harus mempelajari kondisi-kondisi dari World Bank dan IMF ? Karena
peran dan pengaruh dari kondisi-kondisi bawaan dari bantuan World Bank dan IMF
semakin besar, baik dalam bentuk dana; melalui International Development Association
(IDA), mengalirkan US$ 33 Miliar untuk negara miskin; IMF menyediakan US$ 18.7
Miliar untuk negara miskin melalui fasilitas peminjaman bagi negara-negara dengan
pendapatan yang rendah; Fasilitas itu disebut dengan The Poverty Reduction and Growth
Facility (PRGF).

Meskipun penurunan selalu diadakan dalam jumlah pinjamannya setiap tahun,


namun dana bantuan ini tetap memainkan peran yang signifikan dalam menentukan
kemampuan negara miskin untuk memperoleh akses pendanaan pembangunan dari baik
donor maupun kreditor lainnya. Hal ini disebabkan karena hampir seluruh kreditor
pembangunan (baik bank atau kerjasamana multilateral) sudah berpegang pada program
World Bank dan IMF.

ii. SUMMARY

Laporan ini membuktikan bahwa negara-negara berkembang masih menghadapi


kesulitan dalam melakukan pinjaman dana kepada IMF dan World Bank dikarenakan
tidak mampunya menghadapi tinggi dan naiknya beberapa persyaratan yang diajukan
oleh IMF dan World Bank. Rata-rata negara miskin menghadapi 67 persyaratan yang
diajukan oleh World Bank untuk mengajukan pinjaman dana. Akan tetapi masih banyak
negara yang menghadapi beratnya persyaratan yang diajukan. Uganda contohnya dimana
23% dari populasi anak-anak di Uganda, anak-anak dibawah usia 5 tahun mengalami
kekurangan nutrisi. Uganda masih menghadapi kenyataan yang mengejutkan dimana 197
persyaratan diajukan oleh World Bank untuk persyaratan dana hibah.

Tambahan pemaksaan beban administratif telah membentang pada negara-negara


berkembang, penyebaran persyaratan yang diajukan oleh IMF dan World Bank seringkali
memaksa tingginya kebijakan ekonomi yang kontroversial yang menginginkan perbaikan
di negara-negara miskin. Seperti perdagangan bebas dan privatisasi BUMN. Perbaikan ini
sering melanggar keinginan negara berkembang, ketidaktahuan prasyarat yang diajukan
menjadi penghambat kesuksesan pembangunan. Mereka bisa menjadi dampak yang
merugikan bagi masyrakat miskin, meningkatkan tingkat kemiskinan bukan
menurunkannya, seperti melarang mereka menggunakan jasa-jasa pelayanan publik.
Dampak merugikan ini diketahui oleh pemerintah Inggris dan Norwegia, mereka secara
formal menolak privatisasi jasa kesehatan dan persyaratan perdagangan bebas. Pemimpin
G8 tahun lalu juga menampilkan pentingnya kedaulatan hak suatu negara untuk
menentukan kebijakan ekonomi mereka untuk mengungkapkan ketidakpantasan untuk
mengikat perbaikan dana pengembangan.

Penelitian ini menemukan 18 dari 20 negara yang ini nilai, ada privatisasi terkait
syarat yang terlampir untuk dana pengembangan keuangan mereka, bersumber dari IMF
dan World Bank dan jumlah keseluruhan privatisasi terkait syarat yang diajukan oleh
IMF dan World Bank memaksa negara-negara berkembang naik jumlahnya dari tahun
2002 sampai dengan 2006. Untuk banyak negara privatisasi terkait kondisi yang harus
dibuat untuk mendapatkan pinjaman dana dari IMF maupun World Bank. Sebagai contoh
pinjaman yang diberikan kepada negara Bangladesh , 1/3 persyaratan yang harus
dipenuhi untuk mendapatkan pinjaman dana dari World Bank pada tahun 2005 dari 53
perusahaan milik negara 18 perusahaan sudah diprivatisasi untuk kepentingan World
Bank. 50% penduduk Bangladesh masih hidup dibawah garis kemiskinan menghadapi
langsung kondisi privatisasi lembaga perbankan, perusahaan listrik negara, sektor
komunikasi, tambahan pebaikan pada perusahaan gas dan minyak bumi yang juga
diprivatisasi.

Penelitian ini juga menemukan bahwa IMF dan World Bank sering memaksa
beberapa pengajuan syarat privatisasi kepada suatu negara. Seperempat (5 dari 20) dari
negara yang laporan ini nilai memiliki kondisi privatisasi termasuk bank dan lembaga
keuangan. Seperti kondisi yang berlainan, tekanan yang berat bagi negara berkembang
untuk mengaplikasikan perbaikan kebijakan kondisi ekonomi, negara beresiko
kehilangan sumber pendapatan keuangannya. Laporan ini juga mengungkapkan
kecemasan dalam ketidakmampuan pembagian kerja dan tanggung jawab dalam 2
institusi ini.

iii. CRITICAL REVIEW

Seakan telah menjadi rahasia umum bahwa IMF dan World Bank telah menjebak
negara-negara miskin untuk terus terjerat dalam belenggu hutang dan kemerosotan
ekonomi, laporan ini telah membelalakkan mata pembacanya untuk melihat perangkap
yang diciptakan IMF dan World Bank dunia melalui data-data yang diperoleh dalam
meneliti kondisi dan prasyarat yang melekat pada pinjaman pembangunan dari IMF dan
World Bank. Kita dapat melihat melalui laporan tersebut berbagai penjelasan kenapa kita
harus mempelajari prasyarat dan kondisi dari IMF dan World Bank, bagaimana kriteria
negara dan yang mana saja yang telah dikaji oleh Eurodad, tipe pinjaman apakah yang
telah Eurodad amati, serta kondisi dan prasyarat manakah yang dikaji oleh Eurodad.
Laporan ini memaparkan satu-persatu sifat-sifat dari prasyarat dan kondisi baik
yang melekat dari pinjaman IMF maupun World Bank. Menurut laporan ini kondisi yang
diajukan World Bank bersifat:

1. Terlalu banyak
2. Meningkat
3. Tidak pantas (Micro-management bertindak melampaui batas)
4. Controversial
5. Privatisasi BUMN yang menjebak
6. Memaksakan liberalisasi perdagangan pada negara miskin (dzalim)
7. Reformasi sektor public
8. Cacat, karena semakin miskin negara (dengan potensi pembangunan yang besar),
syarat semakin banyak.

Sedangkan menurut Eurodad, prasyarat dari IMF bersifat:

1. Angka kondisi structural yang terlampau tinggi


2. dan meningkat
3. Mengikat, hampir separuh dari kondisi yang melekat dalam pinjaman.
4. Memaksakan kondisi kebijakan ekonomi yang controversial

Hal ini merupakan kenyataan pahit yang seharusnya diperhatikan oleh seluruh
dunia, jika kita mengambil salah satu sifatnya untuk dievaluasi, seperti privatisasi, dan
mengingat kembali ada tiga pilar utama kebijakan pemerintah yang ditawarkan oleh
Letter of Intent (LoI) IMF, yaitu:

1. Kerangka makroekonomi yang kuat untk mencapai penyesuaian untuk


mencapai external current account serta menggabungkan penyesuaian fiskal
dengan kebijakan moneter dan nilai tukar,
2. Strategi komprehensif dalam merestrukturisasi sektor finansial,
3. Tindakan reformasi struktural yang berjangkauan luas untuk meningkatkan,
termasuk di dalamnya untuk mengenai investasi, perdagangan internasional,
deregulasi dan privatisasi, lingkungan dan jaring pengamanan sosial 1.

Terlihat jelas bahwa IMF tidak memahami perekonomian mikro negara debitur,
tapi hanya melihat secara makro saja. Karena itulah kebijakan-kebijakan IMF seringkali
tidak sesuai dengan keadaan lapangan dan malah membuat negara debitur semakin
tergantung dengan bantuan IMF. Contohnya saja kebijakan privatisasi, negara harus
menjual aset perusahaan negara kepada swasta untuk megurangi subsidi, namun yang
terjadi justru akses fasilitas kebutuhan kesehatan dan transportasi menjadi mahal dan
tidak terjangkau bagi rakyat kurang mampu yang volumenya masih sangat banyak di
Negara Dunia Ketiga. Sementara negara telah mengurangi subsidinya hingga batas
minimum di saat rakyat masih sangat membutuhkan semakin memperbesar jumlah
rakyat miskin.

Eurodad mengkaji kedua belah pihak dan menemukan kondisi mematikan yang
sama dan saling terkait dalam pelaksanaannya, yakni privatisasi. Berdasarkan evaluasi
kami selain deregulasi dan liberalisasi, IMF juga menyarankan negara miskin agar
melakukan privatisasi. Pada contohnya, privatisasi yang diterapkan di Indonesia atas
dorongan IMF malah membuat perusahaan-perusahaan milik pemerintah dikuasai oleh
orang-orang asing karena daya belinya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
orang-orang Indonesia. Hal ini semakin membuat Indonesia dicabik-cabik oleh IMF.

Dari sisi ekonomi politik, resep yang paling berbahaya bagi stabilitas ekonomi
dan politik adalah pengetatan fiskal dan pengurangan anggaran. Pada saat krisis, dimana
daya beli masyarakat turun drastis, IMF malah menganjurkan pengurangan subsisdi BBM
dan TDL. Dalam sudut pandang ekonomi murni hal ini dapat dibenarkan, tetapi tidak
dalam sudut pandang ekonomi politik. Hal ini karena waktu pengimplementasiannya
kurang tepat, mana mungkin masyarakat yang daya belinya sedang turun dan seharusnya
di bantu oleh subsidi dari pemerintah malah dicabut. Penarikan subsidi terbukti membuat

1
Syamsul Hadi dkk, Strategi Pembangunan Indonesia Pasca IMF (Jakarta: Granit, 2004), hlm. 116.
kerusuhan dan masyarakat marah sehingga pada pertengahan 1998 terjadi kerusuhan
besar di Indonesia terutama Jakarta.

Eurodad telah membongkar sebagian besar bukti kebobrokan, kecacatan yang


fundamental, pemaksaan, ketidakpantasan dan kekejaman dari kondisi-kondisi dan
prasyarat dari IMF dan World Bank, hutang menjadi senjata utama untuk memeras
negara yang sudah tertindas sejak awal. Kalau kita telaah lebih mendalam ada beberapa
hal yang menjadikan utang Luar negeri menjadi bathil2. Pertama Utang luar negeri tidak
dapat dilepaskan dari bunga (riba). Padahal Islam dengan tegas telah mengharamkan riba
itu. Riba adalah dosa besar yang wajib dijauhi oleh kaum muslimin dengan sejauh-
jauhnya.

Allah SWT berfirman :

Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba (Qs. al-
Baqarah: 275).

Rasulullah Saw bersabda:

Riba itu mempunyai 73 macam dosa. Sedangkan (dosa) yang paling ringan (dari
macam-macam riba tersebut) adalah seperti seseorang yang menikahi (menzinai) ibu
kandungnya sendiri (HR. Ibnu Majah dan al-Hakim, dari Ibnu Mas'ud).

Kedua, terdapat unsur Riba Qaradl, yaitu adanya pinjam meminjam uang dari
seseorang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau keuntungan yang harus
diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman Riba semacam ini dilarang di dalam
Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini;

2
Bathil = Setiap perbuatan yang dilarang oleh syariah, yang bernilai buruk itu masuk dalam
kategori batil
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia
berkata, Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah
bin Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: Sesungguhnya engkau berada di suatu
tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan
pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput kering,
gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut
adalah riba. (HR. Imam Bukhari)

Juga, Imam Bukhari dalam Kitab Tarikhnya, meriwayatkan sebuah Hadits dari
Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, Bila ada yang memberikan pinjaman
(uang maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang
meminjamkannya).(HR. Imam Bukhari)

Ketiga utang luar negeri menjadi sarana (wasilah) timbulnya berbagai


kemudharatan3, seperti terus berlangsungnya kemiskinan, bertambahnya harga-harga
kebutuhan pokok dan BBM, dan sebagainya. Semua jenis sarana atau perantaraan yang
dapat membawa kemudharatan padahal keberadaannya telah diharamkan adalah haram.
Kaidah syara menetapkan:

Segala perantaraan yang membawa kepada yang haram, maka ia diharamkan

Keempat, bantuan luar negeri telah membuat negara-negara kapitalis yang kafir
dapat mendominasi, mengeksploitasi, dan menguasai kaum muslimin. Ini haram dan
tidak boleh terjadi.

Allah SWT berfirman:

3
Kemudharatan = Keburukan
Dan sekali-kali Allah tidak akan menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk
menguasai kaum mu`minin. (Qs. an-Nisaa: 141).

Selama ini, salah satu penghambat besar untuk keluar dari jerat utang adalah
pemahaman yang salah tentang utang luar negeri. Utang luar negeri dianggap sebagai
sumber pendapatan, dan oleh karenanya dimasukkan dalam pos pendapatan Negara.
Kucuran utang dianggap sebagai bentuk kepercayaan luar negeri terhadap pemerintah.
Sehingga, semakin banyak utang yang dikucurkan, semakin besar pula kepercayaan luar
negeri terhadap pemerintahan di sini.

Demikian juga pemahaman bahwa pembangunan tidak bisa dilakukan kecuali


harus dengan utang luar negeri. Kedua, keinginan dan tekad kuat untuk mandiri harus
ditancapkan sehingga memunculkan ide-ide kreatif yang dapat menyelesaikan berbagai
problem kehidupan, termasuk problem ekonomi. Sebaliknya mentalitas ketergantungan
pada luar negeri harus dikikis habis. sejumlah program yang dicanangkan negara donor
berpotensi menambah jumlah kaum miskin.

Lalu bagaimana Eurodad menanggapi ketidak adilan yang ada di dalam tubuh
prasyarat dan kondisi dari IMF dan World Bank? Eurodad menyampai berikut sebagai
cara untuk menghapus ketidak adilan tersebut :

The World Bank and IMF must:4


Radically cut the number of binding and non-binding conditions attached to their
lending;
Immediately stop imposing controversial economic policy conditions which push
privatization and trade liberalization related reforms;
Redefine criticality to ensure that it focuses on fundamental fiduciary concerns
which enhance developing countries citizens ability to hold their governments to
account, rather than developing countries accountability to the Bank and Fund
Ensure that the concept of criticality is applied to all types of conditions;
Stop all forms of duplicate World Bank and IMF conditionality.

4
World Bank and IMF conditionality: a development injustice, Eurodad, June 2006
Utang luar negeri memang dibutuhkan oleh negara-negara ketiga atau negara
berkembang untuk memajukan pembangunan, dan itu tidak dapat dipungkiri utang luar
negeri menjadi salah satu pendapat suatu negara. Di Indonesia sendiri utang luar negeri
sudah menjadi tradisi turun menurun dari presiden pertama sampai sekarang dan tidak
dapat dicegah, walaupun utang Indonesia sempat mengalami penurunan pada masa Gus
Dur, dan Megawati Soekarnoputri, namun mengalami penaikkan kembali saat Susilo
Bambang Yudhoyono.

Di dalam Islam sendiri utang suatu negara itu diperbolehkan apabila memang
dalam keadaan yang sangat urgent dan negara sudah tidak mempunya persediaan
cadangan kas sama sekali. Alangkah lebih bijak dan arif bilamana kita dapat
memanfaatkan semua sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia untuk menghidupi
negara ini bukan mengandalkan dari utang luar negeri yang notabene adalah akal-akalan
kaum barat untuk menghancurkan negara ini, dan apabila kita bisa memanfaatkan dengan
maksimal segala sumber daya alam yang ada Insya Allah negara kita menjadi negara
maju, makmur, dan sejahtera tanpa utang dari luar negeri. 5

iv. REFERENSI

Masithoh, Nidia, Studi Kasus : Rezim Moneter


http://nidia-masithoh-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-106219-
Rezim%20Internasional-studi%20Kasus:%20Rezim%20Moneter.html
(tulisan merupakan kutipan dari http://www.imf.org/external/about/govstruct.htm)
Robbani, J, Muhammad, Utang Luar Negeri di Pandang dari Sudut Islam
https://www.academia.edu/3249168/Utang_Luar_Negeri_di_Pandang_Dari_Sudut_Islam
Arifin, Sjamsul, Dkk. 2004, IMF dan Stabilitas Keuangan Internasional, Jakarta,
Elex Media Komputindo.
Buana, Galih. 2013. IMF : Ketergantungan Negara Dunia Ketiga terhadap
Bantuan Dana IMF.

5
M. J. Robbani, UTANG LUAR NEGERI DI PANDANG DARI SUDUT ISLAM, hlm 12.

Вам также может понравиться