Вы находитесь на странице: 1из 6

Beramal Perlu Ilmu!

Kategori : Manhaj
Diakses : 81

Berapa umur kita sekarang? Barapa usia kita ketika mulai terkena beban syariat?
Mungkin sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun kita mengenal islam dan
melaksanakan ajarannya. Tapi pernahkah kita berpikir, apakah ibadah kita ini sudah
benar sesuai dengan contoh nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Apakah cara kita
berislam sudah sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya? Sudahkah kita berislam
dengan tata cara dan urutan yang benar?

Apa yang kita tahu tentang Islam? Terkadang, di antara kaum muslimin, ketika
ditanya apa itu Islam mereka kebingungan menjawab. Ya Islam ya kayak itu lah.
Islam itu agama yang paling benar, agama yang paling diridhai Allah, dibawa oleh
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,
dan jawaban-jawaban lainnya. Ada juga yang menyebutkan mengenai rukun Islam
ketika ditanya apa itu Islam. Ya, mereka tidak sepenuhnya salah, tapi yang
dimaksud si penanya dengan Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan tauhid,
tunduk kepada-Nya dengan segala ketaatan/kepatuhan, serta melepaskan diri dari
segala bentuk syirik dan para pelaku syirik. Ketika diberi tahu mengenai hal ini
malah yang ditanya kebingungan, kok dia tidak pernah dengar mengenai hal ini.

Ada juga, ketika salah seorang muslim sujud di dalam shalatnya dengan
menghamparkan tanggannya ke lantai (tangan sampai siku menempel di lantai), ia
ditegur temannya dan memberi tahu bahwa hal itu tidak boleh; dia malah
kebingungan. Bahkan tidak percaya, karena selama shalat puluhan tahun baru
sekarang ini ada yang menegur dan mangatakan perbuatan itu dilarang.

Banyak contoh yang dapat dikemukakan, tapi kita mencukupkan itu saja. Sebagian
kaum muslimin di dalam beribadah terkadang tidak membekali dirinya dengan ilmu
mengenai ibadah tersebut terlebih dahulu. Selain merasa tidak penting, mereka juga
bernaggapan bahwa belajar hanya akan membuang waktu dan tenaga. Ngapain
belajar segala, kalau mau sholat, lihat saja orang yang sedang sholat, kemudian kita
contoh. Beres, selesai, simple kan? Tidak usah belajar. Makan waktu, tenaga, dan
biaya.

Hal ini sangat memprihatinkan. Terkadang, kita tahu ilmu tentang sesuatu sampai
sedetil-detilnya, tapi untuk permasalahan agama yang hubungannya dengan akhirat
kita tidak tahu sama sekali, walaupun hal itu kita lakukan setiap hari!! Kita ambil
contoh, ada seorang bisa mempelajari masalah mesin sampai sedetil-detilnya, tapi
dia tidak tahu bagaimana cara wudhu yang benar. Padahal setiap sholat harus
berwudhu, lalu bagaimana dengan sholat-nya?

Ilmu sebelum beramal sangat penting. Kita harus mengilmui apa yang akan kita
amalkan. Karena kalau tidak, salah-salah kita akan terjerumus kepada bidah
ataupun kesyirikan. Bidah lebih disenangi syetan ketimbang maksiat, karena orang
yang berbuat maksiat merasa dirinya berbuat maksiat dan ada harapan untuk
bertobat, sedanglan pelaku bidah merasa bahwa dirinya sedang beribadah kepada
Allah, jadi harapan untuk bertaubat dari bidahnya sangat kecil sebab ia tidak
merasa berbuat salah. Adapaun syirik merupakan dosa besar yang paling besar yang
pelakunya tidak akan diampuni kalau mati dengan membawa dosa syirik tersebut
(pelakunya mati sebelum bertobat). Dan dia akan kekal di dalam neraka.
Naudzubillah.
Saking pentingnya mengenai ilmu ini, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
memerintahkan kepada kita untuk menuntut ilmu:
Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim. (HR.Bukhari)

Imam Ahmad rahimahullah- pernah mengungkapkan:


Manusia amat membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makanan
dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dalam sehari satu
atau dua kali, sedang ilmu dibutuhkan setiap saat.

Imam Bukhari rahimahullah- dalam kitab shahihnya menulis: Bab Ilmu sebelum
ucapan dan perbuatan. Dalilnya adalah firman Allah (yang artinya):
Maka ketahuilah bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan
mohonlah ampun atas dosamu. (Muhammad:19)

Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin rahimahullah- menjelaskan bahwa: Imam


Bukhari berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan wajibnya mempunyai ilmu
sebelum ucapan dan perbuatan. Ini dalil yang tepat menunjukkan bahwa manusia
hendaknya mengetahui terlebih dahulu, baru kemudian mengamalkannya. Ada juga
dalil aqli yang menunjukkan hal serupa, yaitu bahwasanya amal dan ucapan tidak
akan benar dan diterima sehingga sesuai dengan syariat. Seseorang tidak akan tahu
apakah amalnya sesuai dengan syariat atau tidak kecuali dengan ilmu. Tetapi ada
beberapa hal yang manusia bisa mengetahuinya secara fithrah, seperti pengetahuan
bahwa Allah adalah satu-satunya sesembahan, sebab yang demikian ini sudah
menjadi fithrah manusia, karena itulah tidak perlu bersusah payah untuk
mempelajari bahwa Allah itu Esa. Adapun masalah-masalah juziyah yang beragam
perlu untuk dipelajari dan memerlukan usaha keras.

Secara akal sehat, pernyataan Imam Bukhari tersebut memang benar dan logis. Kita
ambil contoh, misalnya dalam ilmu dunia, bagaimana ia dapat menulis kalau belum
pernah belajar menulis. Demikian juga untuk permasalahan akhirat, bagaimana
mungkin seorang bisa menegakkan sholat dengan benar padahal ia belum belajar
bagaimana tata cara sholat yang benar. Bagaimana bisa berwudhu dengan benar
sedang dia tidak pernah mau belajar berwudhu yang benar. Bukankah orang yang
mau belajar pasti lebih tahu dan lebih benar tata caranya daripada orang yang tidak
pernah belajar?

Keutamaan Ilmu:
Keutamaan menuntut ilmu sangat banyak sekali, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam
Buah Ilmu menyampaikan kepada kita samapi 129 sisi keutamaan ilmu!! Tentunya
sangat tidak mungkin kalau ditulis semuanya di sini. Di antara keutamaan menuntut
ilmu adalah:

v Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang


tidak mengetahui? (Az-Zumar:9)
v Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. (Al-Mujadilah:11)
v Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka
Allahmudahkan jalan menuju jannah. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan
sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari
hadits yang panjang riwayat Muslim)
v Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada
dalam sabilillah hingga kembali. (HR. Tirmidzi, hasan)
v Barangsiap menempuh jalam untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya
jalan menuju surga. (HR.Muslim)
v Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan
dia adalam (masalah) dien (agama). (HR.Bukhari)

Ilmu yang dipelajari


Apakah yang dimaksud dengan ilmu pada hadits-hadits di atas? Apakah seluruh
ilmu? Yang dimaksud ilmu di situ adalah ilmu nafi, yaitu ilmu yang bermanfaat, yang
akan mewariskan kebaikan dan barakah kepada penuntutnya baik di dunia ataupun
di akhirat. Karenanya ilu yang patut dituntut dan diusahakan untuk meraih adalah
ilmu syarI yang dengannya amal akan menjadi baik dan benar.
Ilmu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam, dan ijma sahabat.

Apakah kita harus mempelajari semua ilmu yang ada? Tentunya tidak. Semua orang
dilahirkan dengan kemudahan yang berbeda-beda. Kalau semuanya akan dituntut,
sampai akhir hayatpun tidak semuanya dapat dipelajari,karena ilmu adalah
samudera yang maha luas.

Apa yang mesti kita pelajari terlebih dahulu?


Pertama, Kitabullah
Ilmu yang pertama serta utama yang sekaligus sebagai dasar, sumber dan pedoman
yang agung bagi ilmu-ilmu yang lainadalah Al-Quran. Marilah Al-Quran kita baca,
kta pelajari isinya dan kita amalkan apa yang terkandung di dalamnya.

Kedua, Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam


Yaitu setiap apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam apakah itu
ucapan, perbuatan, atau persetujuan beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Kita
pelajari dan kita laksanakan perintah-perintahnya dan kita tinggalkan larangan-
larangannya. Kita juga berkewajiban untuk mencontoh Nabi, karena beliau adalah
suri teladan yang baik bagi kita.
Terkadang ayat-ayat al-Quran belum dapat dipahami secara langsung, dan hanya
bisa dipahamai dan diamalakan dengan petunjuk dari sunnah nabi Shallallahu 'Alaihi
wa Sallam. Misalnya perintah sholat, di Al-Quran tidak ada penjelasan bagaimana
tata cara sholat, dengan mempelajari sunnahnya kita dapat mengetahui tata cara
sholat yang diperintahkan.

Ketiga, Aqidah atau Ilmu tauhid


Ilmu ini memiliki kedudukan yang tinggi. Kebutuhan kita yang paling mendesak saat
ini adalah mempelajari aqidah islamiyah. Jadikanlah mempelajari aqidah sebagai
prioritas utama. Karena sekarang ini syirik merajalela, di mana-mana, hampir tidak
pernah sunyi dari kesyirikan dengan berbagai macam bentuknya. Pelajarilah dengan
sebenar-benarnya, agar diri kita tidak terkena noda syirik. Bukankah syarat pertama
diterimanya amal adalah bertauhid kepada Allah, tidak melakukan kesyirikan?

Keempat, ilmu tafsir


Dengan ilmu tafsir, kita dapat memahami ayat-ayat yang sulit, yang belum dapat
kita pahami langsung dari Al-Quran. Dalam kitab tafsir dijelaskan tafsir ayat dengan
ayat, tafsir ayat dengan hadits. Namun perlu diperhatikan, pelajarilah kitab tafsir
yang penulisnya memiliki aqidah yang shahihah dan komitmen terhadap hadits-
jadits yang shahih.

Kelima, ilmu fiqh


Ilmu ini berhubungan erat dengan pelaksanaan ibadah, syarat-syarat dan rukun-
rukunnya. Sungguh-sungguhlah menuntut ilmu ini, karena apabila tidak dipelajari
secara benar, maka ibadah yang kita lakukan bisa sia-sia. Dengan ilmu ini kita bisa
mengetahui tata cara peribadatan. Tentunya tidak harus semunya kita tahu, bagi
kita, minimal mengetahui apa-apa yang selalu kita kerjakan sehari-hari, seperti
thaharah, shalat, puasa, dan yang lainnya.

Pelajarilah ilmu-lmu tersebut sesuai dengan kemampuan kita. Prioritaskanlah yang


harus diprioritaskan. Dahulukanlah mana yang harus didahulukan. Pelajarilah hal-hal
yang merupakan wajib ain bagi kita.

Metode menuntut ilmu:


Menuntut ilmu dapat dengan berbagai metode, asal saja hal tersebut tidak dilarang
oleh syariat. Di antara metode yang dapat digunakan adalah:

(a) Hadir dalam majelis-majelis taklim


Tentunya kita harus memperhatikan apa yang dikaji dan siapa pematerinya (yang
memberi kajian) karena mungkin yang diajarkannya hal yang tidak berguna bagi
kita, bahkan dapat merusak diri dan dien (agama) kita. Apakah yang diajarkannya
memang diperlukan oleh kita dan bersumber dari al-Quran dan hadits yang shahih.
Siapa pengajarnya? Apakah orang tersebut sudah terkenal konsisten dengan agama
yang benar bersumber dari Al-Quran dan sunah yang shahih berdasar pemahaman
salafush shalih. Jangan sampai kita belajar kepada ahli bidah. Karena bukan ilmu
yang akan kita dapat, namun kebinasaan yang akan kita peroleh.

(b) Membaca kitab-kitab/buku yang bermanfaat


Apabila kita bisa berbahasa arab, maka kita baca kitab-kitab para ulama. Namun
apabila tidak, kita dapat membaca buku terjemahan yang bagus. Namun jangan
semua buku dibaca, kita juga harus selektif. Siapa penulisnya dan bagaimana
keadaan penerjemahnya, apakah ia amanah dalam menerjemahkan atau tidak.
Jangan semua buku kita baca, hanya buku yang shahih saja yang kita konsumsi.

(c) Mendengarkan kaset-kaset ceramah


Alhamdulillah, telah beredar di kalangan kita kaset-kaset yang berisi pelajaran-
pelajaran yang bermanfaat. Kita dapat mengambil ilmu dengan mendengarkan kaset
kaset tersebut. Tentu saja kita harus selektif juga dalam memilih kaset yang akan
kita dengarkan.
(d) Meminta fatwa
Kita dapat meminta fatwa kepada ulama atau ustadz yang terpercaya mengenai
permasalahan yang kita hadapi. Bisa lewat telpon, email, atau datang langsung.
(e) Dan metode-metode lain yang tidak bertentangan dengan syariat.

Prinsip-prinsip dalam pengambilan ilmu:


Dalam mengambil ilmu kita perlu memperhatikan kaidah-kaidah pengambilan ilmu,
diantaranya (sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Nashr Abdul Karim Al-Aql)
1. Sumber ilmu adalah kitab Allah (Al Quran), sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam yang shahih dan ijma para salaf yang shaleh.
2. Setiap sunnah shahih yang berasal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
wajib diterima, sekalipun tidak mutawatir atau ahad (hadits yang diriwayatkan oleh
seorang periwayat atau lebih, tetapi periwayatannya bukan dalam jumlah yang
terhitung).
3. Yang menjadi rujukan dalam memahami Kitab dan Sunnah adalah nash-nash
(teks Al Quran atau hadits) yang menjelaskannya, pemahaman para salaf yang
shaleh dan para imam yang mengikuti jejak mereka serta dilihat arti yang benar dari
bahasa Arab. Namun jika hal tersebut sudah benar maka tidak dipertentangkan lagi
dengan hal-hal yang hanya berupa kemungkinan sifatnya menurut bahasa.
4. Prinsip-prinsip utama dalam agama (ushuluddin) semua telah dijelaskan oleh Nabi
Shallallahu Alaihi Wasallam. Siapapun tidak berhak mengadakan hal yang baru,
yang tidak ada sebelumnya, apalagi sampai mengatakan hal tersebut termasuk
bagian dari agama.
5. Berserah diri dan patuh hanya kepada Allah dan RasulNya lahir dan batin. Tidak
menolak sesuatu dari Kitab atau Sunnah yang shahih, baik dengan analogi,
perasaan, kasyf (illuminasi, atau penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib),
ucapan seorang syeikh ataupun imam-imam, dan alin-lainnya.
6. Dalil akli yang benar akan sesuai dengan dalil nakli (nash) yang shahih. Sesuatu
yang qathi (pasti) dari kedua dalil itu tidak akan bertentangan. Apabila sepertinya
ada pertentangan di antara kedua dalil itu, maka dalil nakli harus didahulukan.
7. Wajib untuk senantiasa menggunakan bahasa agama dalam aqidah dan menjauhi
bahasa bidah (yang bertentangan dengan sunnah). Bahasa umum yang
mengandung pengertian yang salah dan yang benar perlu dipertanyakan lebih lanjut
mengenai pengertian yang dimaksud. Apabila yang dimaksud adalah pengertian
yang benar maka perlu disebutkan dengan menggunakan bahasa agama (syari).
Tetapi bila yang dimaksud adalah pengertian yang salah maka harus ditolak.
8. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam adalah mashum (dipelihara Allah dari
kesalahan), dan umat Islam secara keseluruhan dijauhkan Allah dari kesepakatan
atas kesesatan. Namun secara individu, tidak ada seorangpun dari kita yang
mashum. Jika ada perbedaan pendapat diantara para imam atau yang selain mereka
maka perkara tersebut dikembalikan kepada Kitab dan Sunnah, dengan memaafkan
orang yang keliru dan berprasangka baik bahwa dia adalah orang yang berijtihad.
Ada di antara umat kita yang memperoleh bisikan dan ilham dari Allah, ruya
(mimpi) yang baik. Ini benar dan termasuk salah satu bagian dari kenabian. Firasat
yang baik adalah benar, dan itu semua adalah karamah (suatu kelebihan dan
keluarbiasaan yang dikaruniakan Allah asal kepada seorang wali) Ciri karamah
adalah orang yang mendapatkannya senantiasa istiqomah, berjalan di atas tuntunan
Al Quran dan Sunnah.
9. serta tanda baik dari Allah, asal dengan syarat tidak bertentangan dengan syariat
dan tidak menjadi sumber aqidah maupun hukum.
10. Berdebat untuk menimbulkan keraguan dalam agama adalah perbuatan tercela.
Tetapi berdebat dengan cara yang baik untuk mencari kebenaran disyariatkan.
Perkara yang dilarang oleh nash untuk mendalaminya wajib diterima dan wajib
menahan diri untuk mendalami sesuatu yang tidak dapat diketahui oleh seorang
muslim. Seorang muslim harus menyerahkan pengetahuan tersebut kepada Yang
Maha Mengetahui, yakni Allah Subhanahu Wataala.
11. Kaum muslimin wajib senantiasa mengikuti manhaj (metode) Al Quran dan
Sunnah dalam menyampaikan sanggahan, dalam aqidah dan dalam menjelaskan
suatu masalah. Karena itu bidah tidak boleh dibalas dengan bidah lagi, kekurangan
dilawan dengan berlebih-lebihan, atau sebaliknya.
12. Setiap perkara baru yang tidak ada sebelumnya dalam agama adalah bidah.
Setiap bidah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan dalam neraka.

Penutup
Marilah kita mulai sekarang untuk memperbaharui cara kita beragama,
memperbaharui amalan-amalan kita dengan mengilmui dahulu baru kemudian
mengamalkan. Tidak asal dalam beribadah, karena nantinya hanya capek dan lelah
yang akan kita dapatkan. Beribadah adalah ada caranya, ada tuntunannya, dan itu
hanya bisa kita ketahui dengan berilmu dahulu. Janagn sampai kita terkena hadits
(yang artinya): Barangsiapa yang mangada-adakan dalam urusan kami yang bukan
darinya maka tertolak. Dalam riwayat yang lain: Brangsiapa mengamalkan suatu
amalan yang tidak ada padanya urusan kami maka tertolak. Marilah kita jadikan
ilmu sebelum berucap dan beramal sebagai slogan kita.
Semoga bermanfaat. Allahu Alam.

--------------------------------------------------------------------------------
Referensi: Sumber bacaan dan pengambilan: Buah Ilmu, Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah. Penerjemah: Fadhli Bhri, Lc. Penerbit: Pustaka Azzam, Jakarta. Pesan
Untuk Muslimah Bagi Penuntu Ilmu SyarI, Ummu Hasan. Penerjemah: Razif
Abdullah. Penerbit: Pustaka Amanah, Solo. Penjelasan Kitab Tiga Landasan Utama,
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Penerjemah: Zainal Abidin Syansuddin,
Lc, Ainul Haris Arifin, Lc. Penerbit: Darul Haq, Jakarta Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus
Sunnah wal Jamaah, Dr. Nashir ibn Abdul Karim Al Aql, Penerjemah: Muhammad
Yusuf Harun MA. Penerbit: Gema Insani Press, Jakarta

[Kontributor: Abah Utik, 09 Agustus 2004 ]

Вам также может понравиться