Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Konsep bahwa Islam sebagai agama wahyu yang mempunyai doktrin-doktrin ajaran
tertentu yang harus diimani, juga tidak melepaskan perhatiannya terhadap kondisi masyarakat
tertentu. Kearifan lokal (hukum) Islam tersebut ditunjukkan dengan beberapa ketentuan
hukum dalam al-Quran yang merupakan pelestarian terhadap tradisi masyarakat pra-Islam.
Sehingga sangatlah penting bagi umat muslim untuk mengetahui serta mengamalkan
salah satu metode Ushl Fiqh untuk meng-Istimbath setiap permasalahan dalam kehidupan ini.
PENGERTIAN
Secara bahasa Al-adatu terambil dari kata al-audu dan al-
muaawadatuyang berarti pengulangan, Oleh karena itu, secara bahasa al-adah berarti
perbuatan atau ucapan serta lainnya yang dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk
dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan.
Menurut jumhur ulama, batasan minimal sesuatu itu bisa dikatakan sebagai
sebuah adah adalah kalau dilakukan selama tiga kali secara berurutan. Jadi arti kaidah ini
secara bahasa adalah sebuah adat kebiasaan itu bisa dijadikan sandaran untuk memutuskan
perkara perselisisihan antar manusia.
Meskipun arti kedua kata ini agak berbeda namun kalau kita lihat dengan jeli,
sebenarnya keduanya adalah dua kalimat yang apabila bergabung akan berbeda arti namun
bila berpisah maka artinya sama.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa makna kaidah ini menurut istilah
para ulama adalah bahwa sebuah adat kebiasaan dan urf itu bisa dijadikan sebuah sandaran
untuk menetapkan hukum syari apabila tidak terdapat nash syari ataulafadh shorih (tegas)
yang bertentangan dengannya.
Urf Adah
Adat memiliki makna yang lebih sempit Adat memiliki cakupan makna yang lebih
luas
Terdiri dari urf shahih dan fasid Adat tanpa melihat apakah baik atau buruk
Urf merupakan kebiasaan orang banyak Adat mencakup kebiasaan pribadi
Adat juga muncul dari sebab alami
Adat juga bisa muncul dari hawa nafsu dan
kerusakan akhlak
DALIL KAIDAH
Lafadl al-adah tidak terdapat dalam al-Quran dan as-Sunnah, namun yang terdapat
pada keduanya adalah lafadh al-urf dan al-maruf. Ayat dan hadits inilah yang dijadikan
dasar oleh para ulama kita untuk kaidah ini. Diantaranya ialah:
Dan beberapa ayat lain yang menyebut lafadh urf atau maruf yang mencapai 37
ayat. Maksud dan maruf di semua ayat ini adalah dengan cara baik yang diterima oleh akal
sehat dan kebiasaan manusia yang berlaku.
Dalil dari as-Sunnah:
Dalam salah satu Hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abdullah ibn Masud
disebutkan, Apa yang dipandang baik oleh umat Islam, maka di sisi Allah pun baik. Hadis
tersebut oleh para ahli ushul fiqh dipahami (dijadikan dasar) bahwa tradisi masyarakat yang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat Islam dapat dijadikan dasar pertimbangan
dalam menetapkan hukum Islam (fiqh).
Dengan kaidah tersebut, hukum Islam dapat dikembangkan dan diterapkan sesuai
dengan tradisi (adat) yang sudah berjalan. Sifat al-Quran dan al-Sunnah yang hanya
memberikan prinsip-prinsip dasar dan karakter keuniversalan hukum Islam (sebagaimana
contoh ayat di atas) dapat dijabarkan kaidah ini dengan melihat kondisi lokal dengan masing-
masing daerah. Lebih jauh, dengan kaidah tersebut, dalam bidang perdagangan
(perekonomian), qaidah fiqhiyah memberikan keluasaan untuk menciptakan berbagai
macam bentuk transaksi atau kerja sama, yaitu dengan kaidah:
Sesuatu yang sudah terkenal (menjadi tradisi) di kalangan pedagang, seperti syarat
yang berlaku diantara mereka
KLASIFIKASI
Klasifikasi Urf ditinjau berdasarkan ruang lingkupnya, yaitu:
1. Urf am (umum). Yaitu urf yang berlaku di seluruh negeri muslim, sejak zaman dahulu
sampai saat ini. Para ulama sepakat bawa urf umum ini bisa dijadikan sandaran hukum.
1. Urf khosh (khusus). Yaitu sebuah urf yang hanya berlaku di sebuah daerah dan tidak
berlaku pada daerah lainnya. Urf ini diperselisihkan oleh para ulama apakah boleh dijadikan
sandaran hukum ataukah tidak.
Misalnya:
a. Ada seseorang berkata: Demi Alloh, saya hari ini tidak akan makan
daging. Ternyata kemudian dia maka ikan, maka orang tersebut tidak dianggap
melanggar sumpah, karena kata daging dalam kebiasaan masyarakat kita tidak
dimaksudkan kecuali untuk daging binatang darat seperti kambing, sapi, dan
lainnya.
b. Ada seorang penjual berkata: Saya jual kitab ini seharga lima puluh
ribu. Maka yang dimaksud adalah lima puluh ribu rupiah, bukan dolar ataupun
riyal.
1. Urf Amali (perbuatan). Yaitu Sebuah penbuatan yang sudah menjadi urf dan kebiasaan
masyanakat tertentu. Ini juga bisa dijadikan sandaran hukum meskipun tidak sekuat urf
lafzhy.
Misalnya:
a. Dalam masyarakat tertentu ada urf orang bekerja dalam sepekan mendapat libur
satu hari, pada hari Jumat. Lalu kalau seorang yang melamar pekerjaan menjadi
tukang jaga toko dan kesepakatan dibayar setiap bulan sebesar Rp.500.000, maka
pekerja tersebut berhak berlibur setiap hari Jumat dan tetap mendapatkan gaji
tersebut.
Misalnya:
a. Seperti mengadakan pertunangan sebelum melangsungkan akad nikah, dipandang
baik, telah menjadi kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan
syara.
1. Urf bathil ialah urf yang tidak baik dan tidak dapat diterima, karena bertentangan dengan
syara.
Misalnya:
a. Seperti kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau suatu tempat
yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima, karena berlawanan dengan
ajaran tauhid yang diajarkan agama Islam.
SYARAT-SYARAT URF
Tidak semua urf bisa dijadikan sandaran hukum. Akan tetapi, harus memenuhi
beberapa syarat, yaitu:
1. Urf itu berlaku umum. Artinya, urf itu dipahami oleh semua lapisan masyarakat, baik di
semua daerah maupun pada daerah tertentu. Oleh karena itu, kalau hanya
merupakan urf orang-orang tententu saja, tidak bisa dijadikan sebagai sebuah sandaran
hukum.
2. Tidak bertentangan dengan nash syari. Yaitu Urf yang selaras dengan nash syari. Urf ini
harus dikerjakan, namun bukan karena dia itu urf, akan tetapi karena dalil tersebut.
Misalnya:
Urf di masyarakat bahwa seorang suami harus memberikan tempat tinggal untuk
istrinya. Urf semacam ini berlaku dan harus dikerjakan, karena Alloh Azza wa
Jalla berfirman:
(QS. athTholaq [65]:6). tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka
(isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui
kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya .
1. Urf itu sudah berlaku sejak lama, bukan sebuah urf baru yang barusan terjadi.
Misalnya:
Maknanya kalau ada seseorang yang mengatakan demi Allah, saya tidak akan
makan daging selamanya. Dan saat dia mengucapkan kata tersebut yang dimaksud
dengan daging adalah daging kambing dan sapi; lalu lima tahun
kemudian urf masyarakat berubah bahwa maksud daging adalah semua daging
termasuk daging ikan. Lalu orang tersebut makan daging ikan, maka orang tersebut
tidak dihukumi melanggar sumpahnya karena sebuah lafadh tidak didasarkan
pada urf yang muncul belakangan.
1. Tidak berbenturan dengan tashrih. Jika sebuah urf berbenturan dengan tashrih (ketegasan
seseorang dalam sebuah masalah), maka urf itu tidak berlaku.
Misalnya:
Kalau seseorang bekerja di sebuah kantor dengan gaji bulanan Rp. 500.000,-
tapi pemilik kantor tersebut mengatakan bahwa gaji ini kalau masuk setiap hari
termasuk hari Ahad dan hari libur, maka wajib bagi pekerja tersebut untuk masuk
Setiap hari maskipun urf masyarakat memberlakukan hari Ahad libur.
Ijma Urf
Dasarnya adalah kesepakatan para mujtahid Tindakan mayoritas individu baik awam
atas suatu hukum syari setelah Nabi SAW maupun ulama dan tidak harus dalam
wafat bentuk kesepakatan
Harus berdasarkan dalil Syara Tidak harus berdasarkan dalil Syara
Ijma ada yang sampai kepada kita dan ada Relatif sama dengan sejarah
yang tidak
Merupakan hujjah yang mesti dilakukan Tidak menjadi hujjah yang harus dilakukan
karena urf ada yang shahihdan ada
yang bathil
PANDANGAN ULAMA
a. Dalam akad jual beli. Seperti standar harga, jual beli rumah yang meliputi bangunanya
c. Bolehnya mengolah lahan pertanian orang lain tanpa izin jika di daerah tersebut ada
kebiasaan bahwa lehan pertanian digarap oleh orang lain, maka pemiliknya bisa meminta
bagian.
d. Bolehnya mudharib mengelola harta shahibul maal dalam segala hal menjadi kebiasaan
para pedagang.
1. Fiqh Maliki
b. Pembagian nisbah antara mudharib dan sahibul maal berdasarkan urf jika terjadi
perselisihan
1. Fiqh Syafii
a. Batasan penyimpanan barang yang dianggap pencurian yang wajib potong tangan
b. Akad sewa atas alat transportasi
d. Akad istishna
1. Fiqh Hanbali
Para ulama sepakat bahwa urf shahih dapat dijadikan dasar hujjah. Ulama Malikiyah terkenal
dengan pernyataan mereka bahwa amal ulama Madinah dapat dijadikan hujjah, demikian pula ulama
Hanafiyah menyatakan bahwa pendapat ulama Kufah dapat dijadikan dasar hujjah.
Para ulama telah sepakat bahwa seorang mujtahid dan seorang hakim harus memelihara urf
shahih yang ada di masyarakat dan menetapkannya sebagai hukum. Para ulama juga menyepakati
bahwa urf fasid harus dijauhkan dari kaidah-kaidah pengambilan dan penetapan hukum. Urf
fasid dalam keadaan darurat pada lapangan muamalah tidaklah otomatis membolehkannya. Keadaan
darurat tersebut dapat ditoleransi hanya apabila benar-benar darurat dan dalam keadaan sangat
dibutuhkan.
Imam Syafii terkenal dengan qaul qadim dan qaul jadidnya. Ada suatu kejadian tetapi beliau
menetapkan hukum yang berbeda pada waktu beliau masih berada di Mekkah (qaul qadim) dengan
setelah beliau berada di Mesir (qaul jadid). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga madzhab itu berhujjah
dengan urf. Tentu saja urf fasid tidak mereka jadikan sebagai dasar hujjah.
Abdul Wahab Khalaf berpandangan bahwa suatu hukum yang bersandar pada Urf akan
fleksibel terhadap waktu dan tempat, karena Islam memberikan prinsip sebagai berikut:
Suatu ketetapan hukum (fatwa) dapat berubah disebabkan berubahnya waktu, tempat, dan
siatuasi (kondisi).
Dengan demikian, memperhatikan waktu dan tempat masyarakat yang akan diberi beban
hukum sangat penting. Prinsip yang sama dikemukakan dalam kaidah sebagai berikut:
Dari prinsip ini, seseorang dapat menetapkan hukum atau melakukan perubahan sesuai
dengan perubahan waktu (zaman). Ibnu Qayyim mengemukakan bahwa suatu ketentuan hukum yang
ditetapkan oleh seorang mujtahid mungkin saja mengalami perubahan karena perubahan waktu,
Jumhur ulama tidak membolehkan Urf Khosh. Sedangkan sebagian ulama Hanafiyyah dan
Syafiiyyah membolehkannya, dan inilah pendapat yang shohih karena kalau dalam sebuah negeri
terdapat urf tertentu maka akad dan muamalah yang terjadi padanya akan mengikuti urf tersebut.
Berikut adalah akad-akad saat ini yang dapat diterima dengan Urf, yaitu
3. Dalam sewa menyewa rumah. Biaya kerusakan yang kecil-kecil yang seharusnya
Karakteristik hukum Islam adalah syumul (universal) dan waqiyah(kontekstual) karena dalam
tempat masyarakat sebagai objek (khitab), dan sekaligus subjek (pelaku, pelaksana) hukum.
Perjalanan selanjutnya, para Imam Mujtahid dalam menerapkan atau menetapkan suatu ketentuan
hukum (fiqh) juga tidak mengesampingkan perhatiannya terhadap tradisi, kondisi, dan kultural
setempat.
Tradisi, kondisi (kultur sosial), dan tempat merupakan faktor-faktor yang tidak dapat
dipisahkan dari manusia (masyarakat). Oleh karenanya, perhatian dan respon terhadap tiga unsur
Tujuan utama syariat Islam (termasuk didalamnya aspek hukum) untuk kemaslahatan
manusia sebagaimana di kemukakan as-Syatibi akan teralisir dengan konsep tersebut. Pada
gilirannya syariat (hukum) Islam dapat akrab, membumi, dan diterima di tengah-tengah kehidupan
Sehingga dengan metode al-urf ini, sangat diharapkan berbagai macam problematika
kehidupan dapat dipecahkan dengan metode ushl fiqh salah satunya al-urf, yang mana urf dapat
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ajam, Rafiq. 1983. Ushul Islamiyah Manhajuha wa Abaduha. Beirut: Dar al-Ilmi.
Al-Bugha, Musthafa Dib. Atsar al-Adillah al-Mukhtalafah fiha fi al-Fiqh al-Islamy. Damaskus: Dar el-
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa. TT. Tafsir al-Maraghi, Juz I. Beirut: Dar al-Fikr.
Al-Qarrafi, Syaihabuddin Ahmad ibd Idris. TT. al-Furuq fi Anwail Buruq. Beirut: Alam al-Kutb.
Al-Zarqa, Ahmad bin Muhammad. 1988. Syarh al-Qawaid al-Fiqhiyah. Beirut: al-Qalam.
Al-Zuhaily, Wahbah. Ushul Fiqh al-Islamy. Beirut: Dar el- Fikr al-Muashir, 1424 H/2004 M, vol. 2, cet.
II
Fatah, Syekh Abdul. 1990. Tarikh al-Tasyri al-Islam. Kairo: Dar al-Ittihad alArabi.
Haidar, Ali. TT. Darru al-Hukkam Syarhu Majallah al-Ahkam. Beirut: Maktabah al-Nahdhah.
http://www.cybermq.com/index.php?pustaka/detail/8/1/pustaka-129.html
Husaini, S. Waqar Ahmad. 1983. Sistem Pembinaan Masyarakat Islam (Terj.). Bandung: Pustaka.
Ibnu Nujaim, Zainal Abidin bin Ibrahim bin Nujaim. 1985. al-Asybah wa al-Naqzair. Beirut: Dar al
Kutb al-Alamiah.
Khalaf, Abdul Wahab. Ilm Ushul Fiqh. Damaskus: Dar el-Qalam, 1398 H/1978 M, cet. XII
Paramadina.
Muhsin, Abdullah bin Abdul. 1980. Ushul al-Madzahib al-Imam Ahmad. TTP: TP.
Ridla, Muhammad Rasyid. TT. Tafsir al-Manar, Juz I. Bairut: Dar al-Fikr.
Sabiq, Ahmad bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Majalah Al Furqon Edisi Khusus, Romadhon/Syawal 1427
(Okt/Nov 06)
Yamanni, Ahmad Zaki. 1388 H. Islamic Law and Contemporary Issues. Jeddah: The Saudi Publishing
House.