Вы находитесь на странице: 1из 9

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

TANGERANG SELATAN

KARYA TULIS

IMPLEMENTASI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL PEMERINTAH

Diajukan Oleh:

AHMAD SAIFULLAH KAMALUDIN

NPM: 144060006286

Kelas 7/STAR-A, No. Absen 03

Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah

Seminar Manajemen Kekayaan Negara Program Diploma IV Keuangan

Spesialisasi Akuntansi STAR BPKP Semester VIII T.A 2014/2015


IMPLEMENTASI AKUNTANSI BERBASIS AKRUAL PEMERINTAH

Ahmad Saifullah Kamaludin

DIV STAN Kelas 8A-STAR/03, Tangerang Selatan, Indonesia,


ipung.kamaludin@gmail.com

Abstrak

Tahun 2015 menjadi awal penerapan akuntansi pemerintah berbasis


akrual menggantikan kebijakan sebelumnya yang berbasis kas menuju akrual.
Implementasi ini menjadi tantangan besar sehingga perlu benar-benar
dipersiapkan dengan baik. Tulisan ini menguraikan tinjauan filosofis yang
mendasarinya sehingga dalam implementasinya tidak melenceng dari tujuan
tersebut. Penulis juga mengulas pengaruh penerapan akuntansi akrual terhadap
aset tetap karena nilainya yang cukup signifikan dalam laporan keuangan.

Kata kunci: akrual, SAP, aset

PENDAHULUAN

Penggalian sejarah kapan praktik akuntansi mulai diterapkan masih belum


menemukan titik terang. Penasbihan Luca Pacioli sebagai bapak akuntansi pun
tidak pernah dianggap sebagai awal mula penerapan akuntansi. Dalam catatan
yang dituliskannya, Geometria, Proportioni Et Proportionalita, sebenarnya
merupakan protret pelaksanaan akuntansi yang dilaksanakan pada masa itu.
Artinya, pelaksanaan akuntansi telah dilakukan sebelum masa Pacioli. Pacioli
hanya meramu konsep double entry bookiping yang dianggap sebagai tonggak
periode akuntansi modern. Dari konsep inilah akuntansi semakin berkembang.

Perkembangan akuntansi toh tidak hanya dirasakan oleh organisasi bisnis,


melainkan merangsek ke semua jenis organisasi, baik privat, organisasi non profit,
LSM, hingga organisasi pemerintah. Di tingkat pemerintah, perkembangan ini
ditandai dengan terbitnya standar akuntansi pemerintah pertama di Indonesia
melalui PP nomor 24 tahun 2004 tentang SAP. Sejak saat itu, paradigma yang
ingin dibangun adalah akuntansi pemerintah tidak semata-mata dibangun atas
dasar akuntansi dana (fund accounting) melainkan praktik-prakti yang

1
mengedepankan keandalan laporan keuangan. Kini, standar akuntansi
pemerintah pun telah mengalami perubahan dengan diterapkannya basis akrual
menggantikan basis kas menuju akrual sebelumnya. Perubahan ini semata-mata
untuk meningkatkan keandalan laporan keuangan pemerintah.

TINJAUAN PUSTAKA

Basis Akuntansi Laporan Keuangan Pemerintah

Dalam kerangka konseptual SAP berbasis akrual dinyatakan bahwa basis


akuntansi yang digunakan pemerintah adalah basis akrual, untuk pengakuan
pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban, dan ekuitas. Basis akrual untuk LO
berarti mengakui pendapatan pada saat hak untuk memperoleh pendapatan telah
terpenuhi meskipun kas belum diterima. Basis akrual untuk neraca berari bahwa
aset, kewajiban, dan ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi atau
kondisi lain tanpa memperhatikan telah terjadi penerimaan kas atau belum.
Sementara dalam hal penyusunan LRA masih berdasarkan basis kas, karena
anggaran pemerintah berdasarkan basis kas.

Manfaat penerapan basis akrual

International Public Sector Accounting Standards (IPSAS) Board (IFAC,


2003: halaman 7) memberikan kesimpulan tentang beberapa keuntungan dari
penerapan basis akrual dalam akuntansi dan penyusunan laporan keuangan di
sektor publik, yaitu:

1. Basis akrual dapat menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai


kegiatannya dan memenuhi kebutuhan kasnya
2. Basis akrual memungkinkan pembaca laporan keuangan mengevaluasi
kemampuan pemerintah untuk membiayai aktivitas-aktivitasnya dan untuk
memenuhi kewajiban dan komitmen-komitmennya
3. Akuntansi berbasis akrual menunjukkan posisi keuangan/kekayaan
pemerintah dan perubahan atas posisi keuangan tersebut
4. Memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menunjukkan
keberhasilan mengelola sumber daya yang dimiliki

2
Berguna dalam melakukan evaluasi atas kinerja pemerintah
melalui service cost, efisiensi, dan pencapaian kinerja.

METODOLOGI

Dalam makalah ini penulis menggunakan metodologi analisis kualitatif.


Penulis fokus pada kajian kepustakaan untuk menilai dan membandingkan teori-
teori yang relevan untuk membahas implementasi basis akrual di Indonesia.
Berdasarkan teori-teori tersebut, penulis mengkaji aspek filosofis, konsep, dan sisi
praktikal dari kebijakan akuntansi berbasis akrual di Indonesia.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Fundamentals mindsetting dari penerapan sistem akrual

a. Perlunya kajian cost and benefit

Pendekatan yang dianut dalam SAP akrual adalah pendekatan sistemis.


PP nomor 71 tahun 2010 tentang SAP pasal 6 menyatakan bahwa pemerintah
menyusun sistem akuntansi pemerintah yang mengacu pada SAP. Sementara
definisi dari sistem akuntansi pemerintah dijelaskan dalam pasal 1 angka 11
bahwa sistem akuntansi pemerintah merupakan rangkaian sistematik dari
prosedur, penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi
akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di
lingkungan organisasi pemerintah.

Merujuk dari aturan tersebut, maka akan menjadi tantangan besar bagi
pemerintah, baik level pemerintah vertikal (dalam hal ini Kementerian/Lembaga)
maupun pemerintah daerah untuk mempersiapkan sistem yang komprehensif.
Hingga saat ini, penulis pun belum menemukan kajian yang menganalisis
kebutuhan biaya untuk membangun sistem yang komprehensif tersebut (meliputi
biaya pengembangan sistem apikasi, pengediaan hardware, membangun sistem
jaringan, menyiapkan tenaga operasi, biaya pemeliharaan, dll) sekaligus analisis
atas manfaatnya.

Analisis cost and benefit lazim dilakukan oleh perusahaan privat untuk
menganalisis kelayanan proyek. Secara sederhana, proyek akan dianggap cukup

3
layak untuk diterima apabila analisis manfaatnya lebih besar daripada biaya
investasi yang dikeluarkan. Dalam perkembangannya, terdapat beberapa cara
menghitung analisis biaya dan manfaat ini antara lain analisis NPV, IRR, dsb.

Budi Mulyana, menyatakan analisis biaya manfaat ini sulit diterapkan


dalam menganalisis proyek pemerintah, dengan beberapa alasan. Pertama,
karakteristik pemerintah merupakan organisasi not for profit yang tidak
mementingkan profit dalam pengambilan keputusan. Kedua, benefit (manfaat)
yang diperoleh dari proyek pemerintah sulit untuk diukur karena tak jarang manfaat
tersebut berupa immaterial benefit maupun indirect benefit. Dalam implementasi
basis akrual misalnya, immaterial benefit seperti keandalan laporan keuangan
pemerintah tidak bisa diukur secara pasti. Begitupun manfaan indirect proyek-
proyek infrastruktur yang secara tidak langsung meningkatkan perekonomian
tidak bisa begitu saja diklaim sebagai manfaat langsung.

Meski demikian, analisis cost and benefit mengalami perkembangan yang


cukup baik untuk diterapkan dalam pemerintah. Beberapa negara semisal
Australia, mengembangkan life cycle costing yang diimplementasikan dalam
manajemen aset mereka -total assets management (TAM). Hal menarik dari
proses adaptasi di lefel pemerintah adalah, jika pemerintah tidak mampu
mengukur seberapa besar manfaat yang akan didapat, maka pemerintah masih
dapat mengukur seberapa efisien biaya cost yang diperlukannya. Life cycle costing
mempertimbangkan seluruh biaya yang dikeluarkan pemerintah dari perencanaan,
pelaksanaan, pemeliharaan, hingga pelepasan aset dan mempertimbangkan NPV
(net present value) dari keseluruhan biaya tersebut. Proyek dengan NPV yang
lebih kecil, lebih layak diterima karena bisa dikatakan lebih efisien.

Menjadi permasalahan ketika pemerintah tidak pernah mempertimbangkan


analisis cost and benefit dalam implementasi basis akrual ini. Pelaksanaan basis
akrual hanya didasarkan pada alasan mandatory oleh perundang-undangan. Kita
akan bisa bayangkan betapa besar biayanya jika pemerintah memiliki setidaknya
lebih dari 100 kementerian/lembaga/departemen/non kementerian/non
lembaga/non departemen dan lebih dari 500 pemerintah daerah.

b. Pendekatan sistem bukan pendekatan output base

4
Tak hanya resources, sistem akuntansi di maksud di atas juga melibatkan
keteraturan dalam proses dan prosedur transaksi, pengukuran, pencatatan,
hingga pelaporannya. Hal ini akan menjadi tantangan besar ketika beberapa
pemerintah daerah masih menggunakan akuntansi manual/konvensional. Dalam
hal pencatatan misalnya, akuntansi menerapkan prinsip full disclosure yang
mengharuskan setiap kejadian/transaksi wajib dicatat dan dilaporkan. Tentu,
dengan banyaknya transaksi dan kompleksitas sistem akrual, hal tersebut akan
sangat mustahil dilakukan secara manual. Secara tidak langsung, kebijakan
sistem akuntansi mengharuskan penggunaan teknologi informasi. Sementara kita
tahu bahwa, dalam praktik penyusunan laporan keuangan, khususnya di
pemerintah daerah, lebih sering menggunakan prinsip output based (yang penting
laporan keuangan jadi), mengesampingkan proses bagaimana laporan tersebut
tersusun. Budi Mulyana, mengkritisi praktik tersebut. Menurutnya, praktik
mencongak seperti itu bukan karakteristik dari akuntansi.

Praktik output base tersebut sebenarnya lazim digunakan oleh para


pemeriksa dalam menganalisis kebenaran perhitungan. Dalam pemeriksaan
dikenal pengujian atas saldo untuk menguji kebenaran atas saldo yang ada di
neraca. Teknik dokumentasi juga sering digunakan untuk memeriksa kebenaran
perhitungan baik menggunakan teknik vouching, tracing, maupun rekonsiliasi
untuk mendapatkan nilai perhitungan yang tepat. Tetapi perlu dicatat bahwa,
meskipun bisa saja hasil out put laporan keuangan akan menghasilkan angka yang
tepat, tetapi teknik audit sangat berbeda dengan akuntansi. Akuntansi lebih
mementingkan proses, kelengkapan pencatatan, bukan semata-mata hasil akhir.
Teknik audit memang digunakan karena ada keterbatasan audit terutama masalah
waktu yang sangat terbatas. Maka apabila akuntansi menggunakan teknik audit
untuk menyajikan laporan keuangan, hal itu sebenarnya sudah keluar dari koridor
akuntansi. Meski teknik audit dapat pula digunakan untuk menguji hasil akuntansi,
tetapi tidak lantas ia bisa menggantikan prosedur yang ada.

c. Pendekatan menyeluruh (holistic approach)

Salah satu kunci keberhasilan dari sistem informasi adalah pendekatan


yang dilakukan secara menyeluruh (enabling a holistic approach). Kita tahu bakwa
salah satu kunci keberhasilan PT KAI dalam melaksanakan proyek commuterline

5
adalah pendekatan yang dilakukan dalam mengganti sistem teknologi dilakukan
secara menyeluruh. PT KAI tidak hanya mengganti sistem teknologi melainkan
juga mengganti semua elemen pendukung seperti pagar, sistem tiket, menerapkan
budaya disiplin bagi petugas, dan semua hal remeh temeh yang mampu memaksa
para penumpang untuk tidak jualan makanan di dalam kereta, menghentikan
praktik calo, lalu menggantinya dengan kenyamanan penumpang yang tertib.

Konsep ini diperkenalkan dalam Control Objectives for Information and


Related Technology (COBIT). Konsep ini juga harus diadaptasi dalam menunjang
implementasi sistem informasi akuntansi berbasis akrual. Dalam pendekatan yang
menyeluruh, pemerintah tidak hanya perlu mempersiapkan sistem teknologi
informasi, melainka semua hal untuk mendukung sistem teknologi informasi
tersebut. Selain hardware, jaringan, sistem keamanan, hal yang tak kalah penting
adalah kemampuan SDM, integritas, dan mengganti budaya organisasi berbasis
teknologi informasi.

d. Perlunya menyiapkan sistem yang terintegrasi

Salah satu kendala dari pengembangan tekologi adalah pengembangan


yang dilakukan secara parsial. Dalam menyiapkan teknologi informasi di
pemerintahan pun demikian. Beberapa aplikasi dikembangkan, sistem
pengelolaan aset, sistem pengelolaan penggajian, sistem pengelolaan
persediaan, dan lain-lain, sering kali dibangun secara parsial. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri dalam mengembangkan sistem informasi akuntansi.
Memang, pada dasarnya sistem akuntansi pun bisa dikembangkan secara parsial,
tetapi alangkah lebih baik dan efektif apabila sistem-sistem tersebut terintegrasi
dalam sebuah sistem yang komprehensif. Karena pada dasarnya kesemua sistem
tersebut saling berhubungan.

Praktik yang dilakukan oleh BPKP juga demikian. BPKP mengembangkan


berbagai sistem informasi untuk membantu pemerintah daerah meningkatkan
manajemen pengelolaan informasi. BPKP mengembangkan SIMDA keuangan,
SIMDA BMD, SIMDA gaji, SIMDA pendapatan, dll. yang kesemuanya masih
dikembangkan secara parsial. Praktik membangun framework yang utuh
sebenarnya sudah direncanakan meskipun masih dalam proses pengembangan.
Tentu perwujudan ke arah sana akan menjadi tantangan yang sangat besar.

6
Perubahan paradigma tentang aset tetap

Terdapat perbedaan pengertian penyusutan aset tetap berdasarkan Pernyataan


Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) berbasis akrual dan menurut PSAP
berbasis Kas Menuju Akrual.

- Menurut PSAP berbasis akrual, penyusutan dipandang sebagai alokasi yang


sistematis atas nilai suatu aset tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets)
selama masa manfaat aset yang bersangkutan. - Sementara itu berdasarkan
PSAP berbasis Kas Menuju Akrual penyusutan dipandang sebagai penyesuaian
nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset.

apa dampaknya?

1. dalam SAP akrual, penyusutan menjadi sebuah keharusan, karena


mengalokasikan biaya selama masa manfaat aset sejalan dengan teori aset
adalah bagian dari pembebanan biaya. Aset merupakan jenis biaya yang dapat
ditangguhkan pembebanannya karena nilai manfaatnya melebihi periode
akuntansi. Oleh karena itu, pembebanan atas biaya tersebut harus dialokasikan
secara proporsional dan sistematis.

2. Dalam SAP CTA, penyusutan dianggap sebagai sebuah opsi. Opsi ini timbul
manakala institusi menyadari adanya penurunan nilai selama aset digunakan.
Prosedur ini muncul demi meningkatkan keandalah atas pengukuran aset. Meski
demikian, opsi ini bukan merupakan keharusan karena dapat dipengaruhi oleh
judgement masing-masing.

Apa dampak dengan adanya "kewajiban" penyusutan yang dianut dalam SAP
akrual?

1. nilai buku aset (net aset) yang diakui dalam neraca akan turun drastis. Nilai ini
sebagai konsekuensi kemunculan akumulasi depresiasi yang akan mengurangi

7
nilai aset. Beberapa aset akan memiliki nilai buku nol tetapi tidak mungkin
memiliki saldo negatif. Aset tetap yang memiliki nilai buku nol tetap disajikan
dalam neraca sebesar nilai perolehan di akun aset dan akun akumulasi
penyusutan sebagai contra postnya.

2.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari uraian di atas, sedikitnya bisa dirangkum menjadi simpulan

Saran

Dengan ditemukannya kelemahan tersebut, perlu dilakukan perbaikan


terhadap sistem perpajakan dengan cara:

Demikian makalah yang dapat kami tuliskan, semoga mampu menambah


kazanah keilmuan tentang kebijakan penerimaan pemerintah khususnya dalam
hal pajak, serta mampu dipergunakan untuk memperbaikin sistem perpajakan
yang ada, yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

Advianto, L.Y. H. Sih (2014). Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan.


Diakses pada 5 Maret 2015 dari
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12682-
pemotongan-dan-pemungutan-pajak-penghasilan

Вам также может понравиться