Вы находитесь на странице: 1из 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit Jantung koroner (Coronery Heart Diesease) menduduki ranking


teratas di dunia sebagai penyebab kematian bukan hanya di negara maju tetapi
juga di negara berkembang. Berdasarkan laporan World health statistic 2008,
tercatat 17,1 juta orang meninggal dunia akibat penyakit jantung koroner dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 2030 menjadi 23,4 juta
kematian di dunia (World health statistic, 2008).

Organisasi kesehatan dunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia


(World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab
utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78 %
kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin
dan menengah. Diseluruh dunia , jumlah penderita penyakit ini terus bertambah
dikarenakan gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan seiring dengan
berubahnya pola hidup masyarakat (WHO, 2010).

Penyakit jantung koroner adalah pembunuh nomor satu di Indonesia. Hasil


survei yang dilakukan Departemen Kesehatan RI yang menyatakan prevalensi PJK
di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Hasil Rikesdas tahun 2007
menunjukkan PJK menempati peringkat ke 3 penyebab kematian setelah stroke
dan hipertensi. Angka kejadian penyakit jantung koroner berdasarkan data riset
kesehatan dasar (Rikesdas) Kementrian Kesehatan 2007, ada sebanyak 7,2%
( Riskesdas 2007 ).
Proses penyakit jantung koroner didahului oleh proses arteros
klerosis, berawal dari penumpukan kolestrol terutama Low Density
Lipoprotein (LDL) di dinding arteri (Kusmana, 2007). Hal tersebut
mengakibatkan pembuluh darah koroner menyempit, sehingga pasokan
oksigen dan darah berkurang yang mengakibatkan kinerja jantung
terganggu dan menimbulkan nyeri dada (Maulana, 2007).

Faktor risiko penyakit jantung koroner salah satunya adalah asupan


lemak yang tinggi. Semakin banyak konsumsi makanan berlemak semakin
besar peluangnya untuk menaikkan kadar kolestrol total dan menurunkan
kadar High Density Lipoprotein(HDL). Konsumsi makanan yang
mengandung lemak tak jenuh yang tinggi dapat mencegah penyakit jantung
koroner. Sementara konsumsi lemak jenuh yang tinggi dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan LDL.

Hasil penelitian Jayanti, 2011 menunjukan bahwa sampel yang


memiliki asupan lemak jenuh buruk mempunyai risiko sebesar 4,28 kali
untuk terkena penyakit jantung koroner dibandingkan sampel yang
memiliki asupan lemak jenuh baik (Jayanti, 2011). Hasil penelitian Septiani,
2012 menunjukan bahwa sampel yang memiliki asupan lemak trans yang
tinggi mempunyai resiko sebesar 3,28 kali untuk terkena penyakit jantung
koroner dibandingkan sampel yang memiliki asupan lemak trans rendah
(Septiani, 2012).

Di Kabupaten Majalengka prevalensi Penyakit Jantung Koroner pada


tahun 2015 sebesar 529 ( 1.1 %), terdiri dari 267 dengan jenis kelamin laki-
laki dan 262 dengan jenis kelamin perempuan, menempati posisi dua besar
penyakit tidak menular (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2015).
Di Rumah Sakit Umum Daerah Majalengka, jumlah kunjungan pasien
Poliklinik Penyakit Dalam dengan penyakit jantung koroner pada tahun 2014
sebanya 232 (0,99 %)pasien/tahun dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 333
(1,27%) pasien /tahun. Penyakit jantung koroner setiap tahun masuk 10 besar
kasusnya di RSUD Majalengka.

Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dikemukakan diatas,


landasan pikiran diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti pengaruh asupan
lemak terhadap penyakit jantung koroner pada pasien rawat inap di ruang rawat
inap penyakit dalam RSUD Majalengka.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka perumusan


masalah dalam penelitian ini Apakah ada hubunganya antara asupan lemak jenuh,
tak jenuh trans dan risiko penyakit jantung koroner pada pasien rawat jalan di
Poliklinik Penyakit dalam di RSUD Majalengka pada tahun 2016.

1.3. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara asupan lemak jenuh, tak jenuh, trans dan risiko
penyakit jantung koroner pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam
Penyakit dalam RSUD Majalengka tahun 2016.

1.3.2. Tujuan Khusus

Mengetahui karakteristik sampel meliputi (jenis kelamin, usia, pekerjaan,


pendidikan).

Mengetahui faktor resiko penyakit jantung koroner pada sampel meliputi


(kebiasaan merokok, olahraga, riwayat penyakit jantung koroner pada
keluarga dean status gizi).
Mengetahui asupan lemak jenuh sampel.

Mengetahui hubungan antara asupan lemak jenuh dan risiko penyakit


jantung koroner.

Mengetahui asupan lemak tak jenuh sampel.

Mengetahui hubungan antara asupan lemak tak jenuh dan risiko penyakit
jantung koroner.

Mengetahui asupan lemak trans sampel.

Mengetahui hubungan antara asupan lemak trans dan risiko penyakit


jantung koroner.

1.4. Pentingnya Penelitian

1. Bagi penulis sendiri, semoga proses serta hasil penelitian ini dapat
memberikan masukan dan pembelajaran yang sangat berharga terutama
untuk perkembangan keilmuan dan pengalaman belajar peneliti.

2. Bagi sampel untuk memberikan gambaran umum dan pemahaman tentang


hubungan asupan lemak dan risiko penyakit jantung koroner. Yang akan
memberikan kesadaran untuk mencegah dengan mengelola asupan lemak
yang bisa menyebabkan penyakit jantung koroner.

3. Bagi Universitas Al Ihya Program Studi Gizi dan instansi terkait diharapkan
agar hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam rangka untuk
mencegah dan mengurangi kematian akibat penyakit jantung koroner,
menambah perbendaharaan kepustakaan mengenai hubungan asupan
lemak dan resiko penyakit jantung koroner serta sebagai bahan acuan
ataupun perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Jantung Koroner

Jantung diumpamakan seperti kantong berbentuk kerucut kebulat-bulatan


yang terpotong bagian atasnya. Ukuran jantung sebesar kepalan tangan kanan.
Fungsi jantung untuk mengepam darah merah yang kaya dengan oksigen dan
nutrisi melalui arteri yang besar ke bagian badan lain. Setelah oksigen disalurkan
keseluruh badan oleh vena atau saluran darah biru balik ke jantung(Davidson,
2002).

Penyakit jantung koroner adalah kelainan sehingga arteri koroner yang


mengalirkan darah ke otot jantung menyempit. Penyempitan pada arteri koroner
menyebabkan aliran darah ke otot jantung berkurang atau terhenti sama sekali
(Laker, 2006).

2.2. Patofisiologi

Proses aterosklerosis diawali dengan metabolisme lipid yang abnormal atau


konsumsi kolesterol dan lemak jenuh yang berlebihan, terutama dengan adanya
predisposisi genetik. Tahap awal adalah pembentukan lapisan lemak, atau
akumulasi lipid subendotelial dan monosit terisi lipid (makrofag)(Tierney, dkk).

Dinding dalam arteri tersusun dari selapis sel yang disebut endotel. Selama
endotel tetap utuh dan tidak rusak, ia akan mencegah menumpuknya kolesterol
di dinding arteri dan karenanya mencegah terbentuknya gumpalan. Kadar
kolesterol yang tinggi (Low density Lipoprotein atau LDL), dapat merusak endotel
dan menyebabkan kolesterol menumpuk didinding arteri. Maka macrophages, sel
pembawa makanan dalam darah dan yang menjaga masuknya barang asing, akan
menyerap timbunan kolesterol dan membentuk macrophages yang dipenuhi oleh
lemak dan disebut sel busa (foam cells). Semakin banyaknya macrophages
membuang timbunan LDL, semakin banyak gelembung sel terbentuk di dinding
saluran, meregangkan endotel dan menyebabkannya menggelembung dan
mendesak arteri. Keadaan ini menimbulkan terbentuknya bercak perlemakan
(fatty streak). Apabila kolesterol darah semakin tinggi, sel busa akan terus
menambah deposit kolesterol-LDL dan dapat menyebabkan sel darah tersebut
pecah. Kandungan sel busa akan keluar dan memenuhi diding nadi dan
membentuk preatheroma. Apabila didiamkan akan terbentuk ateroma yang
matang. Ateroma akan mempersempit ukuran arteri koroner sehingga saluran
darah kejantung berkurang (Tandjung, 2000).

2.3. Faktor Resiko

Menurut AHA (American Heart Assoaciation) dan NCEP (National Cholesterol


Education Program), Faktor-faktor risiko penyakit jantung koroner adalah :

1. Faktor resiko lipida, yaitu kadar kolesterol dan trigliderida dalam darah.
Sifat-sifat subtansi ini dalam mendorong timbulnya plak di arteri koroner,
sehingga disebut faktor resiko utama atau fundamental.

2. Faktor resiko non lipida, yan terdiri dari hipertensi, diabetes melitus,
merokok, stres, kegemukan, atau kurang aktivitas.

3. Faktor resiko alami, terdiri dari keturunan, jenis kelamin, dan usia.

4. Berbagai macam faktor resiko yang ada bisa dikelompokan dam dua bagian,
yaitu :

a.Faktor-faktor yang dapat diperbaiki atau dimodifikasi, antara lain :


kolesterol, hipertensi, diabetes melitus, merokok, stres, kegemukan.

b.Faktor resiko alami, antara lain : keturunan, Jenis kelamin, umur, riwayat
kesehatan pribadi, pendidikan, kebiasaan olahraga.
2.3.4.1. Faktor resiko yang dapat diperbaiki atau dimodifikasi antara lain :

a. Kolesterol dan trigiserida

Kolesterol yang berkadar dalam makanan yang kita makan


meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Sejauh pemasukan ini masih
seimbang dengan kebutuhan, tubuh kita akan tetap sehat. Tetapi,
kebanyakan dari kita memasukkan kolesterol lebih dari apa yang
diperlukan, yaitu dengan makan makanan yang mengandung lemak yang
kaya akan kolesterol dalam jumlah berlebihan. Kelebihan tersebut bereaksi
dengan zat-zat lain dan mengendap di dalam pembuluh darah arteri, yang
menyebabkan penyempitan dan pengerasan yang dikenal sebagai
aterosklerosis (Soeharto, 2002).

Kolesterol dalam darah dapat digolongkan menjadi beberapa jenis


yaitu LDL, VLDL, dan HDL.

LDL (Low Density Lipo protein Cholesterol) adalah inti dari


permasalahan penyakit jantung koroner dan sering dinamakan kolesterol
jahat. LDL di dalam darah dapat mengendapkan di dinding arteri menjadi
padat yang terdiri dari campuran kalsium, fiber, dan zat-zat lain yang
kesemuanya disebut plak (plaque). Terbentuknya plak tersebut
menyebakan penyakit arterosklerosis. Sebetulnya jantung sendiri biasanya
sehat, tetapi saluran darah arterinya sering tersumbat oleh plak tersebut.
Ini disebut CHD (Coronary Heart Diseases). Makin besar kadar LDL dalam
darah, resiko PJK semakin tinggi (Soeharto, 2004).

VLDL (Very Low Density Lipoprotein Cholesterol) adalah salah satu


senyawa yang digunakan oleh hati untuk membuat LDL. Dengan kata lain,
semakin tinggi VLDL, makin banyak pula LDL yang diproduksi oleh hati
(Soeharto, 2004).

HDL (High Density Lipoprotein Cholesterol) dianggap sebagai senyawa


yang memiliki kemampuan untuk membuang kelebihan kolesterol dari
pembuluh darah arteri, dan karena itu disebut kolesterol baik. Makin tinggi
kadar HDL, makin terlindungi seseorang dari resiko PJK (Soeharto, 2004).
Kadar kolesterol total darah sebaiknya adalah < 200mg/dl, bila > 200
mg/dl berarti untuk terjadinya PJK meningkat.

TABEL KADAR KOLESTEROL TOTAL

Normal Sedang Tinggi

< 200 mg/dl 200-239 mg/dl >240 mg/dl

Sumber : NCEP (National Cholesterol Education Program) ATP III, tahun 2001.

Penelitian membuktikan bahwa kenaikan kolesterol plasma


merupakan faktor resiko penting untuk berkembangnya PJK. Kadar
kolesterol total > 6,5 mmol/L melipatgandakan resiko PJK yang mematikan
dan jika > 7,8 mmol/L meningkatkan resiko sampai empat kali lipat.
Penurunan kadar kolesterol total sebesar 20% akan menurunkan resiko
koroner sebesar 10%.

b. Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah melebihi dari


normal. Hipertensi merupakan faktor resiko utama dari perkembangan dan
penyebab penyakit jantung koroner, stroke, dan ginjal (Gunawan, 2001).

Hipertensi merupakan salah satu faktor dari resiko penyaki jantung


koroner. Komplikasi besar dari hipertensi seperti stroke, serangan jantung
dan kegagalan ginjal. Tekanan darah yang tinggi secara terus menerus
menyebabkan kerusakan sistem pembuluh darah arteri dengan perlahan-
lahan. Arteri tersebut mengalami suatu proses pengerasan. Pengerasan
pembuluh tersebut dapat juga disebabkan oleh endapan lemak pada
dinding. Proses ini menyempitkan lumen (rongga atau ruang) yang terdapat
dalam pembuluh darah sehingga aliran darah menjadi terhalang (Soeharto,
2004).
TABEL BATASAN TEKANAN DARAH

Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik Klasifikasi

(mmHg) (mmHg)

<140 <90 Normal

140-159 91-94 Perbatasan

>160 >95 Hipertensi

Sumber : WHO, 1992

c. Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah hiperglikemia yang disebabkan oleh


kurangnya pembentukan insulin atau resistensi jaringan ferifer terhadap
insulin (Graber dkk, 2008).

Diabetes menyebabkan faktor resiko terhadap PJK yaitu bila kadar


glukosa darah naik, terutama bila berlangsung dalam waktu cukup lama
karena gula darah (glukosa) tersebut dapat menjadi racun terhadap tubuh
termasuk dalam sistem kardiovaskuler. Diabetes tidak terkontrol dengan
kadar glukosa yang tinggi didalam darah cenderung berperan menaikkan
kadar kolesterol dan trigliserida (Soehart0, 2002).

Bila kadar gula selalu tinggi, kerusakan dapat terjadi pada pembuluh
darah yang kecil yang membawa oksigen kejaringan tubuh. Arteri kecil atau
juga disebut artherioles akan menjadi penuh dengan plak (plque) yang
terdiri dari kolesterol. Kerusakan tersebut dapat terjadi diberbagai bagian
tubuh, sehingga bagian tersebut tidak menerima oksigen secara penuh.
Kekurangan oksigen secara kronis dapat menyebabkan kerusakan otot-otot
jantung secara gradual sampai terlambat untuk di deteksi.
d. Merokok

Keadaan jantung dan paru-paru seorang perokok tidak akan dapat


bekerja secara efisien. Hal tersebut menjadi faktor resiko yang tinggi
terhadap penyakit jantung koroner, stroke, bahkan kanker. Asap rokok
mengandung nikotin yang mampu memacu pengeluaran zat-zat seperti
adrenalin. Zat ini merangsang denyut jantung dan tekanan darah. Asap
rokok mengandung karbin monoksida (CO) yang memiliki kemampuan jauh
lebih kuat daripada sel darah merah (haemoglobin) dalam menarik atau
menyerap oksigen, sehingga menurunkan kapasitas darah merah tersebut
untuk membawa oksigen ke jaringan-jaringan termasuk jantung. Hal ini
perlu diperhatikan terutama bagi penderita PJK, karena daerah arteri yang
sudah ada plak, aliran darahnya sudah berkurang dari seharusnya
(Soeharto, 2002).

Zat nikotin yang terkandung dalam rokok menyebabkan elastisitas


pembuluh darah berkurang sehingga meningkatkan pengerasan pembuluh
darah arteri dan faktor pembekuan darah. Semakin banyak seseorang
merokok maka semakin tinggi resiko terkena serangan jantung (Soeharto,
2004).

Telah ditemukan 4000 jenis bahan kimia dalam rokok dan 40 jenis
diantaranya bersifat karsinofenik (dapat menyebabkan kanker), dimana
bahan racun ini lebih banyak didapatkan pada asam sampingan (asap
tembakau yang disebarkan ke udara bebas yang akan dihirup oleh perokok
pasif), seperti karbon monoksida (CO) 5 kali lipat lebih banyak ditemukan
pada asap sampingan dari pada asap utama, benzopiren 3 kali, dan
amoniak 50 kali. Bahan-bahan inui dapat bertahan beberapa jam lamanya
dalam ruang setelah rokok terhenti. Oleh karena itu perokok pasif juga
berpeluang besar untuk terkena penyakit jantung sebagai dampak dari asap
rokok (Tandar, 2003).

Sekitar 24 % kematian PJK pada laki-laki dan 11% pada perempuan


disebabkan kebiasaan merokok. Resiko terjadinya PJK akibat merokok
berkaitan dengan dosis dimana orang yang merokok 20 batang rokok atau
lebih dalam sehari memiliki resiko sebesar dua kali hingga tiga kali lebih
tinggi untuk mengalami kejadian PJK (Gray, 2005).

e. Stres

Salah satu faktor resiko dalam arterosklerosis adalah faktor resiko


yang bersifat psikis yaitu emosional stres dan type personality. Stres adalah
suatu kekuatan yang memaksa seseorang untuk berubah, bertumbuh,
beradaptasi atau mendapatkan keuntungan. Stres akan menimbulkan
masalah apabila stres tersebut berlebihan. Kelainan-kelainan yang
berkaitan dengan stres adalah penyakit jantung, tukak lambung, alergi,
asma,ruam kulit, hipertensi. Menurut beberapa ahli ada hubungan antara
penyakit jantungkoroner dengan stres dari kehidupan seseorang, prilaku
dan status sosial ekonomi. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi faktor
resiko yang sudah ada. Misalnya orang saat stres mulai merokok atau lebih
sering merokok daripada biasanya.

Stres dapat memicu pengeluaran hormon adrenalin dan


katekolamin yang tinggi yang dapat berakibat mempercepat kekejangan
(spasm) arteri koroner, sehingga suplai darah ke otot jantung terganggu
(Soeharto).

Tingkat stres seseorang berkaitan dengan pekerjaan, sosial, kultur,


herediter dan stressor fisik. Respon tubuh terhadap stresv adalah keluarnya
hormon-hormon nuerotransmitter, diantaranya yang paling dominan
adalah pengeluaran adrenalin dan non adrenalin. Apabila hormon ini
meningkat didalam tubuh maka denyut jantung akan bertambah cepat dan
kuat, pembuluh darah mengadakan vasokontriksi, kolesterol darah akan
meningkat, gula darah meningkat dan sel-sel darah cenderungbergumpal.
Maka stres memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit jantung
koroner.
f. Kegemukan

Obesitas atau kegemukan adalah penumpukan lemak tubuh yang


melebihi batas normal. Berat badan dikatakan normal bila berat badan
untuk tinggi badan tertentu secara statistik dianggap paling baik untuk
menjamin kesehatan dan umur panjang (Soeharto, 2004). Obesitas dapat
meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL koles terol. Resiko penyakit
jantung koroner akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20% dari BB
ideal (Anwar, 2004).

Rumus yang digunakan untuk menentukan Indeks Masa Tubuh (IMT)


seseorang adalah :

IMT = Berat Badan (Kg)

Tinggi Badan (m)

Kebutuhan Energi = AMB x faktor aktivitas X faktor stres

Menghitung Kebutuhan AMB dengan Rumus Mifflin:

Laki-laki = 10BB + 6,25TB 5U + 5

Perempuan = 10BB + 6,25TB 5U -161

TABEL FAKTOR AKTIVITAS FISIK

Aktivitas Laki-laki Perempuan


Sangat Ringan*) 1,30 1,30
Ringan**) 1,65 1,55
Sedang**) 1,76 1,70
Berat**) 2,1 2,00
Sumber: *)Mahan, L.K dan M.T. Arlin, 2000, Krause Food, Nutrition & Diet
terapy.

**) Muhilal, Fasli Jalal dan Hardinsyah, 1998, Angka Kecukupan


Gizi yang Dianjurkan. Widya Karya Pangan dan Gizi.
TABEL FAKTOR STRES

No Jenis stress/Trauma Faktor


1 Tidak ada stress, pasien dalam keadaan gizi baik 1,3
2 Stres Ringan : Peradangan saluran cerna, kanker, 1,4
bedah elektif, trauma kerangka moderat.
3 Stres sedang : sepsis, bedah tulang, luka bakar, trauma 1,5
kerangka mayor.
4 Stres berat: trauma multiple, sepsis, dan bedah 1,6
multisystem.
5 Stres sangat berat : luka kepala berat, sindrom 1.7
penyakit pernafasan akut, luka bakar, sepsis.
6 Luka bakar sangat besar 2,1
Sumber : A Practical Guide to Nutritional Suport in Adult and Children.

Nutritional Support service, University Malaka, kuala Lumpur, 2000.

Adanya kelebihan lemak dalam tubuh juga akan menjadi penghalang


gerakan tubuh. Tekanan darah tinggi tidak jarang terjadi pada penderita
obesitas. Apabila penderita berhasil menurunkan berat badannya, tekanan
darahnya akan turun. Kelebihan berat badan memaksa jantung lebih keras.
Adanya beban ekstra bagi jantung itu, ditambah dengan adanya
kecenderungan terjadinya pengerasan pembuluh darah arteri koroner,
cenderung mendorong terjadinya kegagalan jantung (Soeharto, 2002).
KLASIFIKASI INDEKS MASA TUBUH BERDASARKAN DEPKES RI

IMT(kg/m) Kategori Keadaan Gizi

<17 Kekurangan berat badan Kurus sekali

17,0-18,4 Kekurangan berat badan tingkat ringan Kurus

18,5-25,0 Normal Normal

25,1-27,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan Gemuk

>27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat Gemuk sekali

Sumber: Depkes RI 1994 dalam Supariasa, 2001.

2.3.4.2. Faktor resiko alami dan resiko gabungan

a. Keturunan

Keturunan mengambil peranan penting dalam menentukan resiko


alamiah dari PJK. Penelitian menunjukan bahwa keluarga yang mempunyai
anggota keluarga menderita PJK dibawah umur 55 tahun menunjukkan
bahwa ada anggota lain dari keluarga tersebut yang mempunyai penyakit
jantung yang bersifat prematur (Soeharto, 2002).

b. Jenis Kelamin

Penyakit jantung koroner banyak dijumpai pada laki-laki daripada


perempuan. Pada laki-laki pertengahan tahun manula kenaikan kadar
kolesterol dalam darah mempunyai resiko yang tinggi khususnya LDL untuk
pembentukan penyakit jantung koroner. Perempuan mempunyai
perlindungan alami dari penyakit jantung koroner, yaitu hormon estrogen
yang sangat bisa membantu dalam mengendalikan kolesterol. Namun jika
perempuan sudah mencapai menopause, pelindung alami tersebut sudah
tidak berproduksi kembali, dan itu yang kemudian akan menjadikan
perempuan juga rentan terkena penyakit jantung koroner apabila tidak
berpola hidup yang sehat (Maulana, 2007).

Penyakit jantung koroner dua kali lebih besar dibandingkan pada


perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki
daripada perempuan (Gray dkk, 2005).

c. Umur

Umur merupakan faktor yang amat berpengaruh terhadap PJK,


terutama terhadap terjadinya pengendapan arterosklerosis pada arteri
koroner. Saluran arteri koroner ini dapat dibandingkan dengan pipa ledeng,
yaitu semakin tua umurnya makin besar kwemungkinan timbulnya kerak di
dindingnya yang menyebabkan terganggunya aliran air di dalam pipa. Bila
satu atau lebih keluarga anda memiliki PJK sebelum umur 55 tahun, anda
harus memberi perhatian yang serius terhadap kemungkinan terjadinya PJK
(Soeharto, 2002).

e. Pendidikan

Tingkat pendidikan diduga mempengaruhi pemilihan jenis bahan


makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Semakin tinggi tinggkat pendidikan
seseorang, maka semakin banyak pengetahuan yang diperoleh untuk
mencapai perubahan tingkah laku yang baik dan diharapkan perilaku hidup
sehat semakin baik (Notoatmojo, 2003).Namun, semakin tinggi pendidikan
seseorang biasanya disertai oleh taraf hidup yang lebih baik pula sehingga
makanan yang dikonsumsi menjadi tidak sehat, yaitu tinggi kalori, lemak
jenuh, kolesterol, dan rendah serat (Tangka, 2004).
f. Kebiasaan Olahraga

Aktivitas seperti berolahraga dapat meningkatkan kadar HDL,


kolesterol dan memperbaiki kolateral koroner sehingga resiko penyakit
jantung koroner dapat dikurangi (Anwar, 2004).Kebiasaan olahraga
mempengaruhi kerja jantung. Apabila seseorang kurang aktif bergerak
maka orang tersebut mempunyai resiko dua kali sampai tiga kali lebih besar
untuk menderita serangan jantung dibanding orang yang aktif dan
melakukan olahraga secara teratur. Hal tersebut dikarenakan latihan secara
teratur dapat memperkuat otot jantung, memperbaiki sistem peredaran
darah, dan mengurangi kemungkinan terjadinya kegemukan (Masino,
2006).

2.4. Lemak

Lemak adalah substansi yang tampak seperti lilin dan tidak larut
dalam air. Lemak terdiri dari gabungan tiga gugus asam lemak dan gliserol
dan dikenal sebagai trigliserida. Lemak dalam makanan dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu lemak jenuh, lemak tak jenuh tunggal, lemak tak jenuh
ganda atau majemuk dan dalam hubungannya dengan kesehatan jantung
dan pembuluh darah (Soeharto, 2002).

Lemak merupakan salah satu komponen makanan multifungsi yang


sangat penting dalam kehidupan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain
sebagai sumber energi, bagian dari membran sel, mediator aktivitas
biologis antar sel, isolator dalam menjaga keseimbangan tubuh, pelindung
organ-organ tubuh serta pelarut Vitamin A,D, E, dan K. Div dalam tubuh,
lemak menghasilkan energi dua kali lebih banyak dibandingkan dengan
protein dan karbohidrat, yaitu 9 kkal/gram lemak yang dikonsumsi (Sartika,
2007).
Fungsi utama lemak yaitu mensuplai sejumlah energi dengan volume
relatif lebih sedikit, membantu absorbsi vitamin-vitaminyang larut lemak,
sumber asam-asam lemak esensial yang tidak dapat disintesa oleh tubuh
(Piliang & Al Haj, 2006).

WHO (1990) dalam Almatsier (2003) menganjurkan konsumsi lemak


berkisar 15-30 persen dari total kebutuhan energi. Jumlah tersebut
dianggap memenuhi kebutuhan asam lemak esensial dan membantu
penyerapan vitamin larut dalam lemak. Dari kebutuhan tersebut paling
banyak 10% dari lemak jenuh dan 3-7 persen lemak tidak jenuh dan
konsumsi kolesterol dianjurkan kurang dari 300 mg sehari.

Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak


kelapa, minyak sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan lain-
lain),mentega, margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam).
Sumber lemak lainnya yaitu kacang-kacangan, biji-bijian, krim, susu, keju,
dan kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak
(Almatsier, 2003).

Lemak jenuh cenderung menaikan kadar kolesterol dan trigliserida


darah. Bahan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh diantaranya
lemak hewan, lemak susu, mentega, keju, santan, minyak ikan.

2.5. Asam Lemak

Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang


diperoleh dari hirolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Asam
lemak pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C
(karbon), ada atau tidaknya ikatan rangkap. Berdasarkan struktur kimianya,
asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh (saturated fatty acid)
yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Sedangkan asam
lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh
(unsaturated fatty acid), dibedakan menjadi Monounsaturated fatty acid
(MUFA) memiliki satu ikatan rangkap, dan Poly Unsaturated Fatty Acid
(PUFA) dengan satu atau lebih ikatan rangkap (Sartika, 2007).

Panjang rantai atom karbon dan tingkat kejenuhan asam trigliserida


akan menentukan perbedaan tekstur, bentuk, dan sifat-sifat lain asam
lemak. Lemak yang berasal dari pangan hewani umumnya mengandung
asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat, dan juga
mengandung asam lemak tunggal tidak jenuh, misalnya asam oleat dan
sedikit mengandung asam lemak ganda tidak jenuh. Sebaliknya, pangan
nabati selain minyak kelapa mengandung sejumlah besar asam lemak tidak
jenuh berantai panjang seperti asam oleat dan asam linoleat yang
mengandung asam lemak jenuh dengan jumlah lebih sedikit (Piliang & Al
Haj, 2006).

2.6. Asam Lemak Jenuh

Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak memiliki ikatan
rangkap pada atom karbon. Asam lemak jenuh tidak peka terhadap oksidasi
dan radikal bebas. Efek dominan asam lemak jenuh adalah peningkatan
kadar kolesterol total dan K-LDL (Kolesterol LDL). Secara umum makanan
yang berasal dari hewani (daging berlemak, keju, mentega, dan krim susu),
selain mengandung asam lemak jenuh juga mengandung kolesterol
(Sartika, 2007).

2.6.1. Pengaruh Asam Lemak Jenuh

Mengurangi asupan makanan produk hewani akan memberi


keuntungan lebih, yaitu pembatasan asupan kolesterol. Setiap 4 ons daging
sapi atau daging ayam mengandung 100mg kolesterol. Kolesterol pada
lemak hewani dan asam lemak jenuh dpat meningkatkan kadar K-LDL
(Kolesterol LDL). Konsumsi lemak jenuh yang dianjurkan < 10% dari energi
total. Rata-rata asupan lemak jenuh untuk menurunkan kadar kolesterol
LDL adalah < 10% dari total energi.Konsumsi tinggi lemak jenuh akan
mengakibatkan hati memproduksi kolesterol LDL dalam jumlah besar
(peningkatan dihubungkan dengan kejadian penyakit jantung koroner) dan
meningkatkan kadar kolesterol dalam darah sehingga dapat menyebabkan
trombosis. Namun hal tersebut tergantung dari jenis pangannya. Meskipun
minyak kelapa dan kelapa sawit banyak mengandung asam lemak jenuh
(palmitat), jenis minyak ini tidak menyebabkan peningkatan kadar
kolesterol darah. Hasil penelitian menyebutkan bahwa asupan lemak jenuh
rantai panjang (LCFA) menyebabkan peningkatan kadar kolesterol darah
yang berbeda dibandingkan dengan asam lemak jenuh rantai medium
(MCFA)(Santika, 2007).

Seseorang yang mengkonsumsi makanan yang tinggi kolesterol atau


lemak jenuh cenderung untuk memiliki resiko yang lebih besar untuk
terkena arterosklerosis, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner.
Lemak jenuh biasanya ditemukan pada pangan hewani seperti daging-
dagingan, produk susu, produk olahan daging, dan cooking fats (Sulviana,
2008).

Menurut American Heart Assoation, lemak jenuh yang baik adalah <
7% dari kebutuhan lemak total sehari (American Heart Assoation, 2006).

2.7. Asam Lemak Tak Jenuh

Asam lemak tak jenuh (unsaturated Fatty acid), didatangkan dari luar
tubuh, merupakan lemak cair, umumnya tidak dapat disintesis sendiri oleh
tubuh. Unsaturated fatty acid digolongkan ke dalam dua golongan yaitu
monounsaturated fatty acid (asam lemak tak jenuh) dan pollyunsaturated
fatty acid (asam lemak tak jenuh ganda)(Kartasapoerta, 2005).

Asupan lemak takjenuh yang baik adalah > 10% dari kebutuhan lemak
total dalam sehari (American Heart Association dalam Almatsier, 2011).

Asam lemak tak jenuh tunggal merupakan jenis asam lemak yang
memiliki satu ikatan pada rantai karbonnya. Asam lemak ini tergolong
dalam asam lemak rantai panjang (LCPA), yang kebanyakan ditemukan
dalam minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak biji
kapas, dan canola. Secara umum, lemak tak jenuh tunggal memiliki efek
yang menguntungkan terhadap kadar kolesterol darah (Sartika, 2007).

Asam lemak tak jenuh jamak (Poly unsaturated fatty acid/PUFA)


adalah asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap,
bersifat cair pada suhu kamar bhkan tetap cair oada suhu dingin, karena
titik lelehnya lebih rendah dibandingkan MUFA atau SAFA. Asam lemak ini
banyak ditemukan pada minyak ikan dan nabati seperti sun flower, jagung,
dan biji matahari. Sumber alami PUFA yang penting bagi kesehatan adalah
kacang-kacangan dan biji-bijian. Contoh PUFA adalah asam linoleat (omega
6), omega 3, tergolong dalam asam lemak rantai panjang (LCPA) banyak
ditemukan pada minyaknabati/sayur dan minyak ikan (Santika, 2007).

2.7.1. Pengaruh Asam Lemak Tak Jenuh

Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) lebih efektif dalam penurunan
kadar kolesterol darah dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh jamak
(PUFA). PUFA dapat menurunkan kadar kolesterol LDL tetapi menurunkan
pula kadar kolesterol HDL. Sedangkan MUFA dapat menurunkan K-LDL dan
meningkatkan K-HDL. Penurunan rasio K-LDL/K-HDL akan menghambat
terjadinya arterosklerosis. Asam lemak omega 3 dapat membersihkan
plasma dari lipoprotein kilomikron dan menurunkan produksi trigliserida
dan apoli protein di dalam hati. Selain peranannya dalam pencegahan
penyakit jantung koroner, asam lemak omega 3 dianggap penting untuk
berfungsinya otak dan retina dengan baik (Sartika, 2007).

Pemberian sekitar 1,0 gram PUFA n-3 perhari sudah cukup untuk
menurunkan kadar triasilgliserol plasma. Dalam Los Angeles Veterans
Administration Study, diet eksperimental yaitu menggantikan minyak
nabati tak jenuh ganda (PUFA n-6) lebih kurang dua per tiga dari lemak
hewani dalam periode lanjutan selama 8 tahun, kolesterol pada kelompok
eksperimental menurun sebesar 13% (Gibney, 2009). Dalam the Gissi-
Prevenzione Study, yang menyelidiki efek suplementasi asam lemak n-3
dengan rantai sangat panjang dalam minyak ikan pada subjek penelitian
yang pernah mengalami infark miokard, berkaitan dengan penurunan 15-
20% yang signifikan secara statistik (Gibney, 2009).

Asam lemak omega 3 dapat membersihkan plasma dari lipoprotein


kilomikron dan kemungkinan juga dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein).
Asam lemak omega 3 diduga menurunkan produksi trigliserida didalam
hati, bagian utama lipida dan protein dalam VLDL. Asam lemak omega 3
dihubungkan dengan pencegahan penyakit jantung koroner dengan artritis
(Almatsir, 2004).

2.8. Asam Lemak Trans

Isomer geometris asam lemak tidak jenuh sering disebut isomer


cis/trans, terbentuk ketika asam lemak tidak jenuh dengan konfigurasi cis
(struktur bengkok) terisomerasi (perubahan bentuk struktur kimia/isomer)
menjadi konfigurasi trans (struktur linier) yang lebih menyerupai asam
lemak tak jenuh.

Asam lemak trans merupakan bentuk struktur kimia asam lemak


dengan posisi trans (bersebrangan), diperoleh dari hasil perlakuan
hidrogenase (pemberian atom hidrogen) pada asam lemak tidak jenuh
(linoleat, linolenat, arakidonat, oleat). Proses menggoreng dengan cara
deepfrying menyebabkan pembentukan asam lemak jenuh rantai panjang
(LCFA), juga menimbulkan polimerisasi termal dan reaksi oksidasi yang
membentuk asam lemak trans (Sartika, 2007).

Menurut American Heart Assosiation, lemak trans yang baik adalah <
1% dari kebutuhan lemak total sehari (american Heart Assosiation, 2006).

Sumber utama lemak trans adalah produk-produk pangan dari


minyak nabati yang dihidrogenasi seperti margarin, shortening, HVO
(hydrogenated vegetable oil), dan produk lain yang diolah menggunakan
munyak yang terhidrogenasi, seperti chips, sereal, biskuit.Hidrogenasi
adalah untuk mengurangi derajat ketidakjenuhan asam lemak sehingga
mengurangi kecepatan reaksi oksidasi, produk yang dihasilkan lebih
jenuh/padat, memiliki daya oles prima serta tahan lama/stabil terhadap
pengaruh oksidasi. Dalam jumlah kecil asam lemak trans terdapat secara
alami pada hewan ruminansia. Oleh sebab itu, asam lemak ini terdapat
pada mentega, susu full cream, keju, telur dan daging (Sartika, 2007).

Asam lemak trans dalam jumlah tinggi dapat menghambat kerja


enzim LCTA dalam proses pengeluaran kolesterol dari jaringan dan
lipoprotein sehingga pembentukan HDL terhambat dan kolesterol berlebih
tidak dapat diangkut kembali ke hati. Konsumsi asam lemak trans
menimbulkan pengaruh negatif karena menaikan kadar LDL, sama seperti
pengaruh asam lemak jenuh. Akan tetapi, disamping menaikan LDL, asam
lemak trans juga menurunkan HDL sedangkan asam lemak jenuh tidak akan
mempengaruhi kadar HDL. Maka efek negatif asam lemak trans menjadi
dua kali lipat (Shilalahi, 2006).

2.8.1. Pengaruh Asam Lemak Trans

Konsumsi asam lemak trans menimbulkan pengaruh negatif karena


menaikkan kadar LDL, sama seperti pengaruh asam lemak jenuh. Akan
tetapi, disamping menaikkan LDL, asam lemak trans juga akan menurunkan
HDL, sedangkan asam lemak jenuh tidak akan mempengaruhi kadar HDL.
Maka efek negatif asam lemak trans menjadi dua kali lipat (Shilalahi, 2006).

Setiap peningkatan asupan asam lemak trans sebesar 1% energi total


akan meningkatkan kadar K_LDL sebesar 0,04 mmol/liter dan menurunkan
kadar K-HDL sebanyak 0,013 mmol/liter. Asam lemak trans dalam jumlah
tinggi dapat menghambat enzim LCTA dalam proses pengeluaran kolesterol
dari jaringan dan lipoprotein sehingga pembentukan HDL terhambat dan
kolesterol berlebih tidak dapat diangkut kembali menuju hati. Lemak trans
bersifat aterogenik (memicu penyempitan, penebalan, dan pengerasan
dinding pembuluh darah) serta menginhibisi aktifitas enzim pada
metabolisme lipid (fatty acid desaturase engolase dan lechitin Cholesterol
Acyl Transferase/LCAT)(Santika, 2008).
2.9. Survey Konsumsi Pangan

Survey konsumsi pangan adalah salah satu metode yang digunakan


dalam penentuan status gizi perorangan dan kelompok. Secara umum,
tujuan dari survey konsumsi makanan adalah untuk mengetahui kebiasaan
makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada
tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap konsumsi tersebut (Gibson, 2005).

Salah satu survey konsumsi makanan pada tingkat individu adalah


metode Semiquantitative food frequency questionare (SFFQ). SFFQ
menggambarkan frekwensi konsumsi makan dalam ukuran/ satuan/ berat
yang sudah ditentukan dalam satu periode tertyentu (hari/ minggu/ bulan/
tahun).

Kelebihan dan kekurangan metode SFFQ adalah sebagai berikut :

1. Kelebihan SFFQ :

a. relatif lebih murah

b. Lebih menggambarkan kebiasan konsumsi makanan dibandingkan dengan


diet record atau recall

c. Dapat dilakukan pada sampel yang besar

d. Dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara diet atau


konsumsi makanan dengan kejadian penyakit

2. Kekurangan SFFQ :

a. Tidak dapat menggambarkan secara spesifik jenis makanan atau porsi


makanan yang dikonsumsi sampel

b. Tergantung sampel dalam menginteprestasikan data diet atau konsumsi


makanan
c. Apabila bahan makanan terlalu banyak dalam formulir/ tabel food
frequency quesioner semi quantitative, dapat membuat sampel bosan.
(supariasa, 2002).
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP

Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit yang menjadi


penyebab kematian nomor satu di dunia. Faktor resiko yang mengakibatkan
terjadinya penyakit jantung koroner diantaranya adalah mengkonsumsi lemak
jenuh dan lemak trans yang tinggi serta lemak tak jenuh yang rendah. Asupan
lemak yang berlebihan di dalam tubuh mengakibatkan timbunan plak pada arteri
koronaria sehingga mempersempit pembuluh darah koroner yang dapat
menyebabkan serangan jantung.

Asupan
Lemak
Jenuh

Asupan Penyakit
Lemak Tak Jantung
Jenuh Koroner

Asupan
Lemak
Trans

KERANGKA KONSEP HUBUNGAN ASUPAN LEMAK DAN RESIKO PENYAKIT


JANTUNG KORONER
Keterangan:

Variabel bebas : Asupan lemak jenuh, tak jenuh dan trans.

Variabel terikat : Penyakit jantung koroner.

3.2. Hipotesis

3.2.1. Ada hubungan antara asupan lemak jenuh buruk dan resiko penyakit
jantung koroner

3.2.2. Ada hubungan antara asupan lemak tak jenuh buruk dan resiko penyakit
jantung koroner

3.2.3. Ada hubungan antara asupan lemak trans buruk dan resiko penyakit
jantung koroner

3.3. DEFINISI OPERASIONAL

3.3.1. Asupan Lemak

Asupan asam lemak yang terdiri dari asupan lemak jenuh, lemak tak jenuh, dan
lemak trans adalah jumlah rata-rata asupan lemak sehari dari konsumsi bahan
makanan sampel selama satu bulan terakhir dalam satuan gram, diperoleh
dengan menggunakan semiquantitative food frequency quetionaire (SQFF)

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : semiquantitative food frequency questionaire (SQFF)

a. Asupan lemak jenuh

Buruk, jika rata-rata konsumsi lemak jenuh sehari tinggi (> 7% kebutuhan
lemak total dalam sehari)
Baik, jika rata-rata konsumsi lemak jenuh sehari rendah (< 7% kebutuhan
lemak total dalam sehari).

(American Heart Assoation, 2006)

b. Asupan lemak tak jenuh

Baik, jika rata-rata konsumsi lemak tak jenuh sehari tinggi (> 10% kebutuhan
lemak total dalam sehari).

Buruk, jika rata-rata konsumsi lemak jenuh sehari rendah ( < 10% kebutuhan
lemak total sehari).

c. Asupan Lemak Trans

Buruk, jika rata-rata konsumsi lemak trans sehari tinggi (> 1% kebutuhan
lemak total sehari).

Baik, jika rata-rata konsumsi lemak trans sehari rendah (< 1% kebutuhan lemak
total sehari).

(American Heart Assoation, 2006).

Skala : Ordinal

3.3.2. Penyakit Jantung Koroner adalah penyakit jantung yang didiagnosa dokter
dalam jangka waktu maksimal sebulan terakhir ASHD/Angina pectoris/ CAD

Cara ukur : Pencatatan

Alat Ukur : Rekam Medis

Hasil ukur : Ya, jika dokter mendiagnosa penyakit jantung koroner sampai
dengan satu bulan terakhir

Tidak, jika dokter mendiagnosa bukan penyakit jantung koroner


sampai dengan satu bulan terakhir

Skala : Nominal
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus kontrol yaitu
untuk memperoleh Odds Ratio (OR) yang menggambarkan seberapa besar
hubungan asupan asam lemak dan resiko penyakit jantung koroner.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam di RSUD Majalengka.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang datang ke Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD Majalengka.

Pengambilan sampel secara purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut :

Kasus :

1. Berusia 30 tahun

2. Didiagnosa PJK (ASHD/ Angina Pektoris/ IMA/ CAD) oleh dokter sampai
dengan 1 bulan terakhir

3. Bersedia menjadi responden

Kontrol :

1. Berusia 30 tahun

2. Tidak menderita PJK sampai 1 Bulan terakhir

3. Bersedia menjadi responden


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus kontrol yaitu
untuk memperoleh Analisa korelasi yang menggambarkan seberapa besar
hubungan asupan asam lemak dan resiko penyakit jantung koroner.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Penyakit Dalam di RSUD Majalengka.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang datang ke Poliklinik
Penyakit Dalam RSUD Majalengka.

Pengambilan sampel secara purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut :

Kasus :

1. Berusia 30 tahun
2. Didiagnosa PJK (ASHD/ Angina Pektoris/ IMA/ CAD) oleh dokter sampai
dengan 1 bulan terakhir

3. Bersedia menjadi responden

Kontrol :

1. Berusia 30 tahun

2. Tidak menderita PJK sampai 1 Bulan terakhir

3. Bersedia menjadi responden


Jumlah sampel diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

n = (Z2PQ + ZPQ + PQ)

(P - P)

Keterangan :

n : besar sampel tiap kelompok

Z : tingkat kepercayaan 95 % (1,65)

Z : kekuatan uji 80 % ( 0,84 )

P : (P - P)

Q :1P

P : proporsi terpanjang pada kelompok kontrol = 15,49 %

Q : 1 P

P1 : PR/[ 1 + P (R-1)]

Q1: 1 P1

R : Perkiraan Odds Ratio = 4,28 (Jayanti, 2011)

n : 31

(Sastroasmoro, 2010)

Dari hasil perhitungan menggunakan rumus tersebut, maka diperoleh


sampel minimal adalah 23 orang. Perbandingan antara kelompok kasus dan
kelompok kontrol adalah 1 : 1, sehingga jumlah sampel kasus adalah 23 dan
jumlah kelompok kontrol adalah 23 total sampel penelitian menjadi 46 orang.
4.4. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

4.4.1. Data Primer

a. Karakteristik responden meliputi : umur, jenis kelamin, pekerjaan,


pendidikan, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga yang diperoleh dengan
cara wawancara menggunakan kuesioner.

b. Data tinggi badan dikumpulkan dengan cara mengukur menggunakan


microtoise ukuran 200 cm dengan tingkat ketelitian 0,1 cm.

c. Data berat badan dikumpulkan dengan cara menimbang menggunakan


timbangan injak berkapasitas 120 kg, dengan ketelitian 1 kg.

d. Data overweight dikumpulkan dengan memperhitungkan nilai IMT yang


didapat dari data tinggi badan dan berat badan.

e. Data asupan makanan yang mengandung asam lemak jenuh, lemak tak
jenuh tunggal, lemak tak jenuh ganda dan lemak trans yang diperoleh
melalui wawancara dengan menggunakan form Semiquantitative Food
Frequency Questionaire (SFFQ).

f. Data kebutuhan energi dikumpulkan dengan memperhitungkan data berat


badan, tinggi badan, faktor aktivitas, dan faktor sakit (faktor stress).

4.4.2. Data Sekunder

a. Data PJK yang didiagnosa oleh dokter dalam satu bulan terakhir diperoleh
dari data rekam medik.

b. Gambaran umum RSUD Majalengka yang diperoleh dari profil RSUD


Majalengka.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1. Pengolahan Data

Seluruh data sebelum dientry dilakukan editing, cleaning, dan


selanjutnya data diolah sebagai berikut :

Data karakteristik responden yang diperoleh dari pengisian kuesioner


meliputi :

a. Jenis kelamin dikategorikan yaitu laki-laki dan perempuan

b. Umur responden dibagi menjadi dua golongan yaitu < 45 tahun dan 45
tahun.

c. Pekerjaan responden dikategorikan yaitu tidak bekerja (pensiunan dan ibu


rumah tangga) dan bekerja (pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta,
dan lain-lain).

d. Pendidikan responden dikategorikan kedalam 3 kategori, yaitu pendidikan


dasar (tamat SD, tamat SMP), menengah (tamat SMA/SMK) dan tinggi
(tamat Perguruan Tinggi).

e. Status gizi diperoleh dari perhitungan IMT berdasarkan data tinggi badan
dan berat badan dikategorikan ke dalam 3 kategori, yaitu under weight
(IMT<18), normal(IMT24) dan overweight(IMT>25).

f. Kebiasaan olahraga dikategorikan menjadi 2, yaitu kurang baik (<3X


seminggu < 30 menit) dan baik (3X seminggu 30 menit), kemudian
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frelwensi (Perkeni, 2006).

g. Kebiasaan merokok diolah dalam 2 kategori yaitu biasa (ya/pernah) dan


tidak merokok.

h. Data kebutuhan energi dikumpulkan dengan memperhitungkan data berat


badan, tinggi badan dengan menggunakan rumus miflin lalu dikalikan
dengan faktor aktifitas dan faktor stres.
i. Data Asupan Lemak hasil wawancara dengan metode Semiquqntitative
Food Frekwency Questionare (SFFQ).

Hasil asupan lemak dikategorikan :

i.1.Asupan lemak jenuh

Buruk, jika rata-rata konsumsi lemak jenuh sehari tinggi ( 7% kebutuhan


lemak total dalam sehari).

Baik, jika rata-rata konsumsi lemak jenuh sehari rendah ( 7% kebutuhan


lemak total dalam sehari).

(American Heart Association, 2006).

i.2.Asupan lemak tak jenuh

Baik, jika rata-rata konsumsi lemak tak jenuh sehari tinggi ( 10%
kebutuhan lemak total dalam sehari).

Buruk, jika rata-rata konsumsi lemak tak jenuh sehari rendah ( 10%
kebutuhan lemak total dalam sehari).

(American Heart Association, 2006).

i.3 Asupan lemak trans

Buruk, jika rata-rata konsumsi lemak trans sehari tinggi ( 1% kebutuhan


lemak total dalam sehari).

Baik, jika rata-rata konsumsi lemak trans sehari rendah ( 1% kebutuhan


lemak total dalam sehari).

(American Heart Association, 2006).


4.5.2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Data yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,


kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga,status gizi, data asupan asam
lemak jenuh, tak jenuh dan trans setelah dikategorikan akan disajikan
dalam tabel distribusi frekwensi dan analisis secara deskriptif.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara


variabel independen yaitu asam lemak jenuh, tak jenuh, trans dan variabel
dependen yaitu penyakit jantung koroner. Data yang diolah kemudian
dianalisis menggunakan odds ratio digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel-variabel yang diteliti. Cara menghitung odds ratio dapat
dilihat pada tabel berikut :
4.5.2. Analisis Data

b. Analisis Univariat

Data yang meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan,


kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga,status gizi, data asupan asam
lemak jenuh, tak jenuh dan trans setelah dikategorikan akan disajikan
dalam tabel distribusi frekwensi dan analisis secara deskriptif.

c. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara


variabel independen yaitu asam lemak jenuh, tak jenuh, trans dan variabel
dependen yaitu penyakit jantung koroner. Data yang diolah kemudian
dianalisis menggunakan Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui
hubungan antara variabel-variabel yang diteliti. Cara menghitung Analis
Korelasi dapat dilihat sebagai berikut :

Analisa Korelasi :

r xy= n (xy) (x).(y)

n (x) - (x). n (x) - (x)

r xy = koefisien korelasi antara variable X dan variable y

n = jumlah subjek penelitian

xy = jumlah hasil perkalian tiap-tiap skor asli dari x dan y

x = jumlah skor asli variable x

y = jumlah skor asli variable y

Koefesien Determinasi :

Perhitungan ini dimanfaatkan untuk mengetahui kontribusi variable X


terhadap variable y.

KD = r x 100 %
TABEL 4.1

MENGHITUNG ODDS RATIO

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN LEMAK JENUH DAN RESIKO PENYAKIT


JANTUNG KORONER

Asupan Lemak Kasus Kontrol Jumlah

Buruk a b a+b

Baik c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Keterangan :

a. Sampel yang didiagnosa PJK dan memiliki asupan lemak jenuh yang tinggi.

b. Sampel yang tidak didiagnosa PJK dan memiliki lemak jenuh yang tinggi.

c. Sampel yang didiagnosa PJK dan memiliki asupan lemak jenuh yang rendah.

d. Sampel yang tidak didiagnosa PJK dan memiliki lemak jenuh yang rendah.
OR_PJK = a : c = a

(a+c) (a+c) c

OR_ tidak PJK = b : d = b

(b+d) (b+d) d

OR = a : b = a

b c bc

Interpretasi :

OR = 1 : artinya tidak ada hubungan antara asupan asam lemak jenuh dan
resiko PJK.

OR > 1 : artinya asupan asam lemak jenuh yang buruk merupakan etiologi
resiko PJK.

OR < 1 : artinya asupan asam lemak jenuh yang buruk merupakan


pelindung resiko PJK.
TABEL 4.2

MENGHITUNG ODDS RATIO

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN LEMAK TAK JENUH DAN RESIKO PENYAKIT


JANTUNG KORONER

Asupan Lemak Kasus Kontrol Jumlah

Buruk a b a+b

Baik c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Keterangan :

a. Sampel yang didiagnosa PJK dan memiliki asupan lemak tak jenuh yang
rendah.

b. Sampel yang tidak didiagnosa PJK dan memiliki lemak tak jenuh yang
rendah.

c. Sampel yang didiagnosa PJK dan memiliki asupan lemak tak jenuh yang
tinggi.

d. Sampel yang tidak didiagnosa PJK dan memiliki lemak tak jenuh yang tinggi.
OR_PJK = a : c = a

(a+c) (a+c) c

OR_ tidak PJK = b : d = b

(b+d) (b+d) d

OR = a : b = a

b c bc

Interpretasi :

OR = 1 : artinya tidak ada hubungan antara asupan asam lemak tak jenuh dan
resiko PJK.

OR > 1 : artinya asupan asam lemak tak jenuh yang buruk merupakan etiologi
resiko PJK.

OR < 1 : artinya asupan asam lemak tak jenuh yang buruk merupakan pelindung
resiko PJK.
TABEL 4.3

MENGHITUNG ODDS RATIO

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN LEMAK TRANS DAN RESIKO PENYAKIT JANTUNG


KORONER

Asupan Lemak Kasus Kontrol Jumlah

Buruk a b a+b

Baik c d c+d

Jumlah a+c b+d a+b+c+d

Keterangan :

a. Sampel yang didiagnosa PJK dan memiliki asupan lemak trans yang tinggi.

b. Sampel yang tidak didiagnosa PJK dan memiliki lemak trans yang tinggi.

c. Sampel yang didiagnosa PJK dan memiliki asupan lemak trans yang rendah.

d. Sampel yang tidak didiagnosa PJK dan memiliki lemak trans yang rendah.
OR_PJK = a : c = a

(a+c) (a+c) c

OR_ tidak PJK = b : d = b

(b+d) (b+d) d

OR = a : b = a

b c bc

Interpretasi :

OR = 1 : artinya tidak ada hubungan antara asupan asam lemak trans dan resiko
PJK.

OR > 1 : artinya asupan asam lemak trans yang buruk merupakan etiologi resiko
PJK.

OR < 1 : artinya asupan asam lemak trans yang buruk merupakan pelindung resiko
PJK.

Untuk melihat kemaknaan hubungan secara statistik dengan melihat tingkat


kepercayaan ( 95% CI) melalui nilai p. Apabila nilai 95% CI tidak melewati angka 1
dan nilai p < 0,05 berarti hubungan tersebut dikatakan bermakna secara statistik.

Вам также может понравиться