Вы находитесь на странице: 1из 54

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS

TUMOR SINONASAL

DI RUANG KEMUNING IV RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Tutor : 3 (tiga)
Ruangan : Kemuning IV

Disusun Oleh:

ERNA MARYAMA

220110130006

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang ditemukan, baik yang
jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, angka kejadian jenis yang
ganas hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di
kepala dan leher. Asal tumor primer juga sulit untuk ditentukan, apakah dari hidung atau
sinus karena biasanya pasien berobat dalam keadaan penyakit telah mencapai tahap lanjut
dan tumor sudah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus. Tumor sinonasal adalah
penyakit dimana terjadinya pertumbuhan sel (ganas) pada sinus paranasal dan rongga
hidung. Lokasi hidung dan sinus paranasal (sinonasal) merupakan rongga yang dibatasi
oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindungi, sehingga tumor yang
timbul di daerah tersebut sulit diketahui secara dini. Sekitar 60-70% dari keganasan
sinonasal terjadi pada sinus maksilaris dan 20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri.
Diperkirakan 10-15% terjadi pada sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa
neoplasma ditemukan di sinus frontal dan sphenoid.

Tumor sinonasal diperburuk oleh fakta bahwa manifestasi awal yang terjadi
(misalnya epistaksis unilateral, obstruksi nasi) mirip dengan kondisi awal yang umum
dikeluhkan tanpa adanya keluhan spesifik lainnya. Oleh karena itu, pasien dan dokter
sering mengabaikan atau meminimalkan presentasi awal dari tumor dan mengobati tahap
awal keganasan sebagai gangguan sinonasal jinak.

1.1 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menganalisa asuhan


keperawatan pada Tn. S dengan diagnosa medis Tumor Sinonasal di Ruang
Kemuning IV (10.1) RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian

Tumor merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang
tumbuh terus menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan disekitarnya
serta tidak berguna bagi tubuh. Tumor sinonasal adalah penyakit dimana terjadinya
pertumbuhan sel (ganas) pada sinus paranasal dan rongga hidung. Lokasi hidung dan
sinus paranasal (sinonasal) merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah
yang merupakan daerah yang terlindungi, sehingga tumor yang timbul di daerah
tersebut sulit diketahui secara dini. Kebanyakan tumor ini berkembang dari sinus
maksilaris dan tipe histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel
skuamosa.

2.2 Epidemiologi

Tumor sinonasal umumnya jarang terjadi. Umumnya ditemukan di Asia dan


Afrika daripada di Amerika Serikat. Di bagian Asia, keganasan adalah peringkat
kedua yang paling umum setelah karsinoma nasofaring. Tumor ini diperkirakan
sebesar 1% dari seluruh neoplasma ganas manusia dan 3% dari jumlah ini ditemukan
pada kepala dan leher. Insidensi tumor sinonasal rendah pada kebanyakan populasi
(<1,5/100.000 pada pria dan <0,1/100.000 pada wanita. Pria yang terkena 1, 5 kali
lebih sering dibandingkan wanita dan 80% dari tumor ini terjadi pada orang berusia
45-85 tahun. Sekitar 60-70% dari keganasan sinonasal terjadi pada sinus maksilaris
dan 20-30% terjadi pada rongga hidung sendiri. Diperkirakan 10-15% terjadi pada
sel-sel udara ethmoid (sinus), dengan minoritas sisa neoplasma ditemukan di sinus
frontal dan sphenoid

2.3 Etiologi Dan Faktor Resiko

Penyebab tumor sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga


beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan faktor penyebabnya. Perubahan
dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh banyak faktor dan berisfat
individual atau tidak sama pada setiap orang. Faktor resiko terjadinya tumor sinoasal
antara lain :

1. Penggunaan tembakau
Penggunaan tembakau (termasuk di dalamnya adalah rokok, cerutu, rokok pipa,
mengunyah tembakau, menghirup tembakau) adalah faktor resiko terbesar
penyebab kanker pada kepala dan leher.
2. Alkohol
Peminum alkohol berat dengan frekuensi rutin merupakan faktor resiko kanker
kepala dan leher.
3. Inhalan spesifik
Menghirup substansi tertentu, terutama pada lingkungan kerja, mungkin dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker kavum nasi dan sinus paranasal, termasuk
diantaranya adalah :
- Debu yang berasal dari industri kayu, tekstil, pengolahan kulit/kulit sintetis dan
tepung. Paparan yang terjadi pada pekerja industri, terutama debu kayu keras
seperti beech dan oak merupakan faktor resiko utama yang diketahui untuk
tumor sinonasal. Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma
dan tumor gnas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah
40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian
paparan.
- Debu logam berat : Kronium, asbes
- Uap isoprofil alkohol, pembuatan lem, formaldehyde, radium
- Uap pelarut yang digunakan dalam memproduksi forniture dan sepatu
4. Virus
Virus HPV dan virus epstein-barr
5. Usia
Penyakit keganasan lebih sering didapatkan pada usia antara 45-85 tahun.
6. Jenis kelamin
Keganasan pada kavum nasi dan sinus paranasalis ditemukan dua kali lebih sering
pada pria dibandingkan pada wanita.

2.4 Manifestasi Klinis


Tumor sinonasal dalam keadaan tertentu tidak memberikan gejala yang tetap.
Gejala yang dirasakan oleh pasien tergantung dari asal primer tumor serta arah dan
perluasannya.
1. Gejala nasal
Gejala nasal berupa obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Jika ada Sekret, sering
sekret yang timbul bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar
dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada
tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik. Perluasan ke
arah nasofaring dapat menimbulkan gejala sumbatan tuba eustachius, seperti nyeri
telinga dan gangguan pendengaran.
2. Gejala Orbital
Perluasan tumor kearah orbita menimbulkan gejala diplopia, proptosis atau
penonjolan bola mata, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora. Isi rongga orbita
dapat terdorong ke berbagai daerah akibat timbulnya proptosis dan enoftalmus.
Penonjolan dibelakang tepi infraorbital atau tepi supraorbital dapat teraba.
Sumbatan saluran lakrimalis dapat timbul. Trismus merupakan gejala yang
mengganggu dan merupakan pertanda perluasan penyakit ke arah daerah pterigoid.
3. Gejala Oral
Perluasan tumor ke rongga mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus di palatum
atau di prosesus alveolaris. Pasien mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi
geligi goyah. Seringkali pasien datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, tetapi
tidak sembuh meskipun gigi yang sakit telah dicabut.
4. Gejala Fasial
Perluasan tumor akan menyebabkan pembengkakan pada wajah sebelah atas
seperti sisi batang nasal dan daerah kantus medius, penonjolan pipi disertai nyeri,
anesthesia atau parestesia muka jika sudah mengenai nervus trigeminus.
5. Gejala Intrakanial
Perluasan tumor ke intrakranial dapat menyebabkan sakit kepala hebat,
oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak yang
keluar melalui hidung ini terjadi apabila tumor sudah menginvasi atau menembus
basis cranii. Jika perluasan sampai ke fossa kranii media maka saraf otak lainnya
bisa terkena. Jika tumor meluas ke belakang, terjadi trismus akibat terkenanya
muskulus pterigoideus disertai anestesia dan parestesia daerah yang dipersarafi
nervus maksilaris dan mandibularis
2.5 Patofisilogi
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh multifaktor
seperti yang sudah dipaparkan diatas dan bersifat individual. Faktor resiko
terjadinya tumor sinonasal semisal bahan karsinogen seperti bahan kimia inhalan,
debu industri, sinar ionisasi dan lainnya dapat menimbulkan kerusakan ataupun
mutasi pada gen yang mengatur pertumbuhan tubuh yaitu gen proliferasi dan
diferensiasi. Dalam proses diferensiasi ada dua kelompok gen yang memegang
peranan penting, yaitu gen yang memacu diferensiasi (proto-onkogen) dan yang
menghambat diferensiasi (anti-onkogen). Untuk terjadinya transformasi dari satu sel
normal menjadi sel kanker oleh karsinogen harus melalui beberapa fase yaitu fase
inisiasi dan fase promosi serta progresi. Pada fase inisiasi terjadi perubahan dalam
bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas akibat suatu onkogen,
sedangkan pada fase promosi sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas akibat terjadinya kerusakan gen. Sel yang tidak melewati tahap
inisiasi tidak akan terpengaruh promosi sehingga tidak berubah menjadi sel kanker.
Inisiasi dan promosi dapat dilakukan oleh karsinogen yang sama atau diperlukan
karsinogen yang berbeda.
Sejak terjadinya kontak dengan karsinogen hingga timbulnya sel kanker
memerlukan waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar 15-30 tahun. Pada fase
induksi ini belum timbul kanker namun telah terdapat perubahan pada sel seperti
displasia. Fase selanjutnya adalah fase in situ dimana pada fase ini kanker mulai
timbul namun pertumbuhannya masih terbatas jaringan tempat asalnya tumbuh dan
belum menembus membran basalis. Fase in situ ini berlangsung sekitar 5-10 tahun.
Sel kanker yang bertumbuh ini nantinya akan menembus membrane basalis dan
masuk ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut juga dengan
fase invasif yang berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase diseminasi (penyebaran)
sel-sel kanker menyebar ke organ lain seperti kelenjar limfe regional dan atau ke
organ-organ jauh dalam kurun waktu 1-5 tahun.
Sel-sel kanker ini akan tumbuh terus tanpa batas sehingga menimbulkan
kelainan dan gangguan. Sel kanker ini akan mendesak (ekspansi) ke sel-sel normal
sekitarnya, mengadakan infiltrasi, invasi, serta metastasis bila tidak didiagnosis
sejak dini dan di berikan terapi.
Pathway Tumor Sinonasal

Karsinogen Debu Gaya Hidup Virus

Poliferasi sel abnormal

Metastase sel

Tumor Sinonasal

Mendesak tulang hidung menekan nasofaring obstruksi hidung perluasan tumor ke intrakranial perluasan tumor ke rongga mulut

Hidung tersumbat Pernafasan melalui mulut epistaksis peningkatan TIK gigi goyah ulkus di palatum

Oksigen yang masuk perdarahan dan ingus Nyeri kepala perdarahan masa di palatum
berbau jaringan nekrotik
Sesak CO2 yang masuk ke dlm Nyeri tidak bisa mengunyah susah menelan
paru-paru Infeksi
Inflamasi intake makanan menurun intake cairan menurun
nafas cepat dan dangkal Gangguan pertukaran gas
merangsang hipotalamus ketidakseimbangan nutrisi kekurangan volume
kurang dari kebutuhan cairan
Ketiadakefektipan pola nafas Meningkatkan patok suhu (set point)
O2 yang masuk ke otak Meningkatkan suhu basal
Defisit perawatan diri
Penurunan kesadaran Hipertermi

gangguan perfusi serebral


2.6 Klasifikasi Tumor
2.6.1 Tumor Jinak
a. Papiloma Skuamosa
Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis
mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan tidak mengkilap.
Etiologinya mungkin disebabkan oleh virus, namun perubahan epitel pada
papiloma skuamosa dapat bervariasi dalam berbagai derajat diskeratosis. Lesi
seringkali diamati pada sambungan mukoutaneus hidung anterior, terutama
pada batas kaudal anterior dan septum. Untuk kepentingan diagnosis ataupun
pengobatan, eksisi lesi dilakukan dengan anestesi lokal dan di periksakan
untuk biopsi.
b. Papiloma Inversi
Papiloma inversi ini membalik ke dalam epitel permukaan. Jarang
ditemukan pada hidung dan sinus paranasalis, seringkali berasal dari dinding
lateral hidung dan secara makroskopis terlihat hanya seperti gambaran polip.
Tumor ini bersifat sangat invasif, dapat merusak jaringan sekitarnya. Lebih
sering dijumpai pada laki-laki usia tua. Terapi pada tumor ini adalah bedah
radikal misalnya rinotomi lateral atau maksilektomi media.
c. Displasia Fibrosa
Displasa fibrosa sering mengacu pada tumor fibro-oseus tak berkapsul
yang melibatkan tulang-tulang wajah dan sering mengenai sinus paranasalis.
Etiologinya tidak diketahui, tumor ini merupakan tumor yang tumbuh lambat,
jarang disertai nyeri dan cenderung timbul sekitar waktu pubertas dimana
pasien datang dengan alasan kosmetik akibat asimetri wajah. Karena
pertumbuhan tumor kembali melambat dengan bertambahnya usia, maka
kebutuhan akan pengobatan bergantung pada derajat deformitas atau ada
tidaknya nyeri.
d. Angiofibroma Nasofaring Juvenil
Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai
massa yang mengisi rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh rongga sinus
paranasal dan mendorong bola mata keanterior.
2.6.2 Tumor Ganas
a. Karsinoma Sel Skuamosa
Karsinoma sel skuamosa adalah jenis yang paling umum yang sering
ditemukan pada karsinoma sinonasal, sekitar 60% dari semua kasus.
Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal
dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe
keratinizing dan nonkeratinizing. Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama
ditemukan di dalam sinus maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi
(sekitar 10-15%) dan sinus sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%). Gejala
berupa rasa penuh atau hidung tersumbat, epistaksis, rinorea, nyeri, parastesia,
pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum, luka yang tidak kunjung
sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum nasi, pada kasus lanjut dapat
terjadi proptosis, diplopia atau lakrimasi.
- Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell carcinoma
Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari
lokasi mukosa lain pada daerah kepala dan leher. Tumor tersusun di dalam
sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel
individual. Invasi ditemukan tidak beraturan. Karsinoma ini dinilai dengan
diferensiansi baik, sedang atau buruk
- Mikroskopik Non-Keratinizing Karsinoma
Merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal, dapat menginvasi ke
dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini dinilai
dengan diferensiasi sedang ataupun buruk.
b. Undifferentiated carsinoma
Merupakan karsinoma yang jarang ditemukan, sangat agresif dan
histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma berupa massa yang
cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran sinonasal) dan
melampaui batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Sel-sel tumor berukuran
sedang hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan memiliki inti sel
pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma eosinofilik,
rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan gambaran
mitosis atipikal.
c. Rhabdomyosarkoma
Kejadian Rhabdomyosarcoma pada daerah kepala dan leher berkisar
antara 35-45% kasus, 10% terjadi pada traktus sinonasal. Rhabdomyosarcoma
yang terjadi pada traktus sinonasal atau tumor diluar parameningeal orbita
akan berkembang lebih agresif dibanding tumor yang berada dilokasi yang
lain. Metastase sistemik maupun regional sering terjadi. Penatalaksanaan yang
diperlukan melibatkan banyak modalitas terapi seperti kemoterapi, radioterapi,
dan pembedahan.
d. Chondrosarkoma
Merupakan tumor dengan pertumbuhan tumor lambat yang berasal dari
struktur kartilago. Angka kejadiannya berkisar antara 5-10% pada kepala dan
leher, terbanyak pada maxilla dan mandibula. Tumor ini berkembang dari
tingkat I ke tingkat III berdasarkan pada kecepatan mitosis, seluler, dan ukuran
sel. Pilihan terapi untuk Chondrosarcoma adalah pembedahan. Radiasi pasca
pembedahan dianjurkan utamanya jika ditemukan hasil grade tumor yang
tinggi setelah pemeriksaan histologi.
e. Limfoma Maligna Sinonasal
Limfoma pada sinonasal ditemukan sekitar 5.8-8% dari limfoma
ekstranodal pada kepala dan leher dan merupakan tumor ganas non epithelial
yang sering ditemukan pada keganasan hidung. Kebanyakan limfoma yang
timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural killer (NK).
f. Adenokarsinoma Sinonasal
Dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak menunjukkan gambaran
spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari keseluruhan tumor
ganas nasal dan sinus paranasal. Sering ditemukan pada laki-laki dengan usia
antara 40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari minor
dari traktus aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan pada sinus
maksilaris dan etmoid. Gejala utama berupa hidung tersumbat, nyeri, massa
pada wajah dengan deformasi dan atau proptosis dan epistaksis, bergantung
pada lokasinya. Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi dan merusak
jaringan lunak dan tulang di sekitarnya dan jarang bermetastasis. Terapi
pembedahan dan adjuvant radioterapi adalah pengobatan pilihan yang umum
digunakan untuk terapi pada adenokarsinoma. Prognosisnya jelek dan
biasanya penderita meninggal dunia disebabkan penyebaran lokal tanpa
adanya metastasis.
g. Olfactory Neuroblastoma
Adalah tumor ganas yang muncul dari epitel olfaktorius pada dinding
superior nasi. Merupakan 7-10% keganasan yang ditemukan di sinonasal pada
kisaran usia 10-20 dan 50-60 tahun baik pada wanita maupun laki-laki.
h. Mukosal Melanoma Maligna
Sekitar 1% kasus melanoma maligna ditemukan pada 20% kasus
melanoma maligna dengan origin kepala dan leher. Umumnya didapatkan
pada daerah kavum nasi kemudian pada sinus maxillaris dan kavum oral.
Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tumor ini menyebar melalui aliran
darah atau secara limfatik. Melanoma bisa terjadi sebagai sindrom autosomal
dominan familial sekitar 8% dari 12 % semua kasus. Terapi bedah yaitu
reseksi tumor dengan batas yang jelas adalah pilihan utama pengobatan
dilanjutkan dengan pemberian radioterapi lokoregional.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
2.7.1 Pemeriksaan Biopsi
Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan
dibawah mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk mengevaluasi sel, jaringan,
dan organ untuk mendiagnosa penyakit. Ini merupakan salah satu cara untuk
mengkonfirmasi diagnosis apakah tumor tersebut jinak atau ganas. Bila hasilnya
jinak, maka selesailah pengobatan tumor tersebut, namun bila ganas atau kanker,
maka ada tindakan pengobatan selanjutnya apakah berupa operasi kembali atau
diberikan kemoterapi atau radioterapi.
2.7.2 Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi menggunakan alat endoskop yaitu berupa pipa
fleksibel yang ramping dan memiliki penerangan pada ujungnya sehingga dapat
membantu untuk melihat area sinonasal yang tidak dapat terjangkau dan
terevaluasi dengan baik melalui pemeriksaan rhinoskopi. Pemeriksaan endoskopi
dapat merupakan pemeriksaan penunjang sekaligus dapat berfungsi sebagai
media biopsi dan juga terapi bedah pada tumor sinonasal yang jinak.
2.7.3 Pemeriksaan X-ray
Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan gambaran
seperti udara.. Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-ray sebaiknya
dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT scan.
2.7.4 CT-Scan
CT scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur tulang sinus
paranasal. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri
persisten yang berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal
dan dengan gejala persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya
dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras. CT
scan merupakan pemeriksaan superior untuk menilai batas tulang traktus
sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan kontras dilakukan untuk
menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan arteri karotis.
2.7.5 Pemeriksaan MRI
Dipergunakan untuk membedakan daerah sekitar tumor dengan jaringan
lunak, membedakan sekret di dalam nasal yang tersumbat yang menempati
rongga nasal, menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan temuan
imaging pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi
ionisasi.
2.7.6 Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)
PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan dalam tubuh.
Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh pasien. Zat ini diserap
terutama oleh organ dan jaringan yang menggunakan lebih banyak energi. Karena
kanker cenderung menggunakan energi secara aktif, sehingga menyerap lebih
banyak zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini untuk menghasilkan
gambar bagian dalam tubuh.
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Pembedahan
Terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini (T1-T2). Terkadang,
pembedahan dengan margin/batas yang luas tidak dapat dilakukan karena
dekatnya lokasi tumor dengan struktur-struktur penting pada daerah kepala, serta
batas tumor yang tidak jelas. Radiasi post operatif sangat dianjurkan untuk
mengurangi insiden kekambuhan lokal. Tumor yang berlokasi di kavum nasi
dapat dilakukan berbagai pendekatan bedah seperti reseksi endoskopi nasal,
transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau kombinasi dari
bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery). Tumor tahap lanjut mungkin
membutuhkan tindakan eksenterasi orbita, total ataupun parsial maksilektomi
ataupun reseksi anterior cranial base, dan kraniotomi.
Maksilektomi kadang-kadang direkomendasikan untuk tatalaksana kanker
sinus paranasal, dan umumnya dapat menyelamatkan organ vital seperti mata
yang berada dekat dengan kanker sedangkan reseksi kraniofasial atau skull base
surgery sering direkomendasikan untuk keganasan pada sinus paranasal. Terapi
ini mengharuskan untuk membebaskan beberapa jaringan tambahan disamping
dilakukannya maksilektomi.
Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah pasien dengan
gangguan nutrsi, adanya metastasis jauh, invasi tumor ganas ke fascia
prevertebral, ke sinus kavernosus, dan keterlibatan arteri karotis pada pasien-
pasien dengan resiko tinggi, serta adanya invasi bilateral tumor ke nervus optik
dan chiasma optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah endoskopik adalah
mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan lamanya
perawatan di rumah sakit lebih singkat.
Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis dapat menyebabkan
kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan berbicara dan kesulit an menelan.
Tujuan utama dari rehabilitasi post pembedahan adalah penyembuhan luka,
penyelamatan/preservasi dan rekonstruksi dari bentuk wajah, restorasi pemisahan
oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan berbicara, menelan, dan pemisahan
kavum nasi dan kavum cranii.
2.7.2 Radioterapi
Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang digunakan sendiri pada
stadium I dan II, atau dalam kombinasi dengan operasi dalam setiap tahap
penyakit sebagai adjuvant radioterapi (terapi radiasi yang diberikan setelah
dilakukannya terapi utama seperti pembedahan). Terapi radiasi juga digunakan
untuk terapi paliatif pada pasien dengan kanker tingkat lanjut. Jenis terapi radiasi
yang diberikan dapat berupa teleterapi (radiasi eksternal) maupun brachyterapi
(radiasi internal).
2.7.3 Kemoterapi
Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium lanjut. Selain
terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel kanker beredar dalam
tubuh adalah dengan menggunakan terapi sistemik (terapi yang mempengaruhi
seluruh tubuh) dalam bentuk suntikan atau obat oral. Tujuannya adalah sebagai
terapi tambahan (baik sebagai adjuvant maupun neoadjuvant), kombinasi dengan
radioterapi (concomitant), ataupun sebagai terapi paliatif. Kemoterapi dapat
mengurangi rasa nyeri akibat tumor, mengurangi obstruksi, ataupun untuk
debulking pada lesi-lesi masif eksternal. Pemberian kemoterapi dengan radiasi
diberikan pada pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien
dengan hasil PA margin tumor positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran
perineural, ataupun penyebaran ekstrakapsular pada metastasis regional.
2.8 Stadium
Menurut American Joint Committe on Cancer (AJCC) 2010 pembagian
stadium tumor sinonasal terbagi atas :
Sinus Maksilaris

Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak terdapat tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi
tulang.
T2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau
meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan fossa
pterigoid.
T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan
subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus
etmoidalis.
T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid, fossa
infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal.
T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa
kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus
trigeminal V2, nasofaring atau klivus.
Kavum Nasi dan Ethmoidal
Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan.

T0 Tidak terdapat tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang

T2 Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan
melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi tulang .
T3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris,
palatum atau fossa kribriformis.
T4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau
pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus
sfenoidalis atau frontal.
T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial
medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus.
Kelenjar Getah Bening Regional (N)

Nx Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar

N0 Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 Pembesaran kelenjar ipsilateral 3 cm

N2 Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar


ipsilateral <6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm
N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm

N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm

N2c Metastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm

Metastase Jauh (M)


Mx Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Stadium Tumor Sinonasal

0 Tis N0 MO

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0

T3 N1 M0
Iva T4a N0 M0

T4a N1 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N2 M0

Ivb T4b Semua N M0

Semua T N3 M0

Ivc Semua T Semua N M1


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Tgl. Pengkajian : 19 Desember 2016 No. Register :15679587


Jam Pengkajian : 10.00-10.20
Ruang/Kelas : Kemuning 4 (10.1)

I. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 70 tahun
J.K : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Gol. Darah :-
Alamat : Jln. Mungpulung Raya No. 09 Riung Bandung
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. E
Umur : 43 tahun
J.K : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Pasir Inpun, Bandung
Hubungan dengan Klien : Anak

II. Keluhan Utama


1. Keluhan Utama saat Masuk Rumah Sakit
Anak Tn. S mengatakan bahwa Tn. S masuk ke rumah sakit mengeluh nyeri kepala
terus menerus dan pernafasan terganggu sejak 2 bulan.
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Anak Tn. S mengatakan bahwa Tn. S mengeluh nyeri kepala, badan terasa demam,
sesak dan pernafasannya terganggu
III. DIAGNOSA MEDIS
TUMOR SINONASAL

IV. RIWAYAT KESEHATAN


1. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala, pingsan, badan terasa
lemas, tidak nafsu makan, hidungnya terasa tersumbat dan pernafasannya terganggu.
2. Riwayat Kesehatan terdahulu
Tn S mempunyai riwayat tumor sinonasal dan telah dilakukan operasi maksilektomi
pada awal tahun 2015.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak Tn. S mengatakan bahwa di keluarga Tn. S yaitu Ayah Tn. S mempunyai
riwayat tumor dan anaknya Tn. S mempunyai riwayat kanker payudara.
V. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN
1. Pola Aktivitas Sehari-hari (Activity Daily Living/ADL)
ADL Di Rumah Di Rumah Sakit

Pola pemenuhan Jumlah: 3x/hari Makan 3 kali/hari


kebutuhan nutrisi dan Jenis: (makanan dihaluskan
cairan (Makan dan dengan cara di jus, sehari
Nasi:
minum) bisa habis 1-2 cup)
Lauk: ayam, tahu, tempe
Jumlah Minum 1,2 liter perhari
Sayur : tidak terkaji
Jenis: Makan dan minum
Minum: 1,5 Lt/hari
dibantu
Nasi:
Lauk:
Sayur:
Minum:
Pola Eliminasi BAK BAK
BAK Frekuensi: 3-4 per hari, Frekuensi 2-3 kali/
Frekuensi: lancar hari
Warna: Warna: jernih, Warna : tidak terkaji
Bau: kekuningan Bau : tidak terkaji
Bau: tidak terkaji
BAB

Selama di rumah sakit


BAB
BAB klien BAB di pempres.
Frekuensi: >3/hari Frekuensi : tidak
Frekuensi:
Warna: Warna: khas feses terkaji
Tekstur: Tekstur: khas feses Tekstur : tidak terkaji
Bau: Bau: tidak terkaji Bau : tidak terkaji
Pola istirahat/Tidur Jumlah waktu tidur: 2x Frekuensi tidur klien
Jumlah waktu tidur (siang, malam) 4 jam per hari. Klien
Gangguan tidur Gangguan tidur: tidak tidur di waktu siang
Hal yang ada gangguan hari, pada malam hari
mempermudah tidur Hal yang tidur pasien terganggu
Hal yang mempermudah tidur: dikarenakan nyeri
mempermudah saat keadaan hening kepala yang dirasakan
bangun Hal yang klien sering kambuh.
mempermudah bangun:
jika ada suara bising
Pola kebersihan diri Frekuensi mandi: Frekuensi mandi: tiap
Frekuensi mandi 2x/hari hari, di seka
Frekuensi keramas Frekuensi keramas: Frekuensi keramas:
Frekuensi sikat gigi setiap hari, setiap Tiap hari, di seka
Frekensi gunting mandi Frekuensi sikat gigi:
kuku Frekuensi sikat gigi: tidak terkaji
setiap hari, setiap Frekuensi gunting
mandi kuku: tidak terkaji
Frekensi gunting kuku:
tidak terkaji
Aktivitas lain Selama di rumah Berbaring di kasur.
pasien sering
melakukan kegiatan
seragem atau terapi
batu giok, setiap
harinya ada banyak
pasien yang datang ke
rumah Tn. S, sekitar
jam untuk 1 pasien.
Dan pasien juga
mempunyai mesin
untuk pembuatan batu
giok

2. Riwayat Psikologis
a. Status Emosional
Tn. S mengatakan bahwa beliau memilki banyak pikiran. Klien ingin segera
dilakukan operasi dan ingin segera keluar dari rumah sakit. Istri klien mengatakan
bahwa Tn. S selalu mengigau. Klien terlihat gelisah dan cemas.
b. Gaya Komunikasi
Klien berkomunikasi kurang jelas dan ketika menjawab pertanyaan klien dibantu
oleh anaknya.
c. Dampak Rawat di Rumah Sakit
Istri klien mengatakan bahwa semenjak dibawa ke rumah sakit klien hanya
berbaring di kasur, sebelumnya klien aktif.
d. Kondisi Emosi/Perasaan Klien
Istri klien mengatakan bahwa selama di rumah sakit klien ingin segera cepat
pulang ke rumah karena khawatir pasiennya menunggu dirumah untuk dilakukan
terapi batu giok.
3. Riwayat Sosial
Ibu klien mengatakan orang yang dekat dan dipercaya oleh klien adalah keluarganya.
4. Riwayat Spiritual
a. Support keluarga: keluarga selalu mendukung setiap ada anggota keluarga yang
sakit untuk dilakukan tindakan pengobatan.
b. Kegiatan keagamaan : keluarga klien beragama islam, selalu berdoa untuk
kesembuhan Tn. S. Selama di rawat di rumah sakit Tn. S selalu shalat dengan
cara tayamum dan berbaring.
VI. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Pasien memiliki kesadaran composmentis, tampak lemah dan klien juga tampak
bersih.
3. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
TD : 140/100 mmHg Suhu : 37,8OC
Nadi: 66 x/mnt Respirasi: 22 x/mnt

3. Antropometri
BB : 60 Kg TB: 170 cm BMI: 20, 76
LLA : tidak terkaji LP: tidak terkaji

4. Pemeriksaan Wajah
a. Mata
Lengkap dan simetris (+)
Peradangan, benjolan (+)
Konjungtiva: anemis
Penonjolan mata bagian kiri
Sklera: ikterik
Warna iris: Hitam
Hidung
Perdarahan, Terdapat bekas luka post
pembengkakan (+) op maksilektomi
Kotoran (+)

c. Mulut
Warna bibir: pucat Gusi kemerahan
Mukosa bibir: kering Lidah kemerahan
Perdarahan (+) Refleks menelan (+)
d. Telinga Tidak ada serumen
Pendengaran normal
Bentuk telinga simetris
5. Pemeriksaan Kepala dan Leher
a. Kepala
Bentuk kepala bulat Nyeri tekan (tidak terkaji)
Simetris (+)

b. Leher
Simetris (+)
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Nyeri tekan (-)
6. Pemeriksaan Thoraks/Dada
a. Pemeriksaan Paru
Inspeksi: Bentuk thoraks: Palpasi: tidak terkaji
normal chest Perkusi: tidak terkaji
Bentuk dada simetris (+) Auskuliasi: Tidak terkaji
b. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi: Tidak terkaji Perkusi: Tidak terkaji
Palpasi: Tidak terkaji Auskultasi: Tidak terkaji

7. Pemeriksaan Abdomen
Bentuk abdomen simetris, tidak ada masa dan lesi
Palpasi : tidak terkaji
Auskultasi : tidak terkaji
7. Pemeriksaan Genitalia dan Rektal
Tidak terkaji.
8. Pemeriksaan Punggung dan Tulang Belakang
Tidak terkaji.

9. Pemeriksaan Ekstremitas/Muskuloskeletal
Ekstremitas Atas
Ekstremitas hangat Fraktur/Traksi (-)
Pergerakan terbatas Simetris (+)

Ektremitas Bawah

Ekstremitas hangat
Simetris (+)

10. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran, Penghidu, dan Tenggorokan

Tidak terkaji.
11. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Tidak terkaji.
12. Pemeriksaan Fungsi Neurologis
Tidak terkaji.
13. Pemeriksaan Kulit/Integumen
a. Kulit
Warna kulit cokelat, agak Turgor (tidak terkaji)
pucat dan kekuningan Nyeri tekan (tidak terkaji)
Tekstur halus, bersih
b. Rambut
Penyebaran merata Rontok (-)
Warna rambut : putih

c. Kuku
Warna kuku agak pucat
Kebersihan kuku :
bersih
CRT (tidak terkaji)
Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

a. Darah lengkap
Hb : 10,9 g/dL (13,5-17,5)
Ht : 31% (40-52)
Eritrosit : 3,83 juta/uL (4,5-6,5)
Leukosit : 29.000/mm3 (4.400-11.300)
Trombosit : 46.000/mm3 (150.000-450.000)
MCV : 80,2 fL (80-100)
MCH : 28, 5 pg (26-34)
MCHC : 35,5% (32-36)
b. Kimia darah

Kreatinin : 0,87 mg/dL (0,7-1,2)

Ureum : 78 mg/dL (15-50)

Natrium : 124 mEq/L (135-145)

Kalium : 5,1 mEq/L (3,6-5,5)

Kalsium : 4,24 mEq/L (4,7-5,2)

GDS : 308 mg/dL (<140)

GD puasa : 232 mg/dL (70-100)

c. Analisagas darah

Ph : 7,596 mmHg (7,34-7,44)

PCO2 : 22,9 mmHg ( 35-45)

HCO3 : 59,0 mEq/L ( 69- 116)

TCO2 : 41, 8mmol/L ( 22-29)

Base excess : 2,3 mEq/L (-2-(+3)

Saturasi O2 : 94,3% (95-98)

d. Pemeriksaan radiologi
Tidak terkaji
VII.TINDAKAN DAN TERAPI
a. Dexamethasone
b. Ranitidine
c. Paracetamol 500 mg
d. Metformin
e. Levofloxacin
f. Ceflazidime
g. Oksigenasi
h. Pemasangan NGT

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DATA MASALAH ETIOLOGI
1. DS: Nyeri (kepala) tumor sinonasal
Klien mengatakan
nyeri kepala, nyeri pertumbuhan sel
kepala dirasakan abnormal
meningkat ketika di
malam hari perluasan tumor ke
DO: intrakranial
RR :26 x/menit
N :60 x/menit volume intrakranial

T :37,8 0C
TD : 140/100 mmHg peningkatan TIK

nyeri (kepala)

2 DS: Ketidakefektifan tumor sinonasal


Anak klien pola nafas
mengatakan Tn. S pertumbuhan sel
mengalami abnormal
gangguan
pernafasan dan mendesak tulang hidung
mengalami sesak.
DS: hidung tersumbat
menggunakan
pernafasan lewat oksigen yang masuk
mulut.
terpasang O2 sesak
RR : 26x/menit
ketidakefektifan pola
nafas
3 DO : Gangguan tumor sinonasal
Anak klien pertukaran gas
mengatakan Tn. S pertumbuhan sel
mengalami abnormal
gangguan
pernafasan dan mendesak tulang hidung
mengalami sesak.
DO : hidung tersumbat
Pernafasan melalui
mulut. pernafasan melalui mulut
Ph: 7,596 mmHg
PCO2: 22,9 mmHg O2 yang masuk

HCO3: 59,0 mEq/L


TCO2: 41, 8mmol/L CO2 yanng masuk ke
dalam paru-paru
Base excess: 2,3
mEq/L
Gangguan pertukaran gas
Saturasi O2: 94,3%
4. DS :- Infeksi tumor sinonasal
DO :
Leukosit 49.000 pertumbuhan sel
T : 37,8 0C abnormal
Adanya perdarahan di
hidung dan mulut. mendesak tulang hidung
Adanya pus di daerah
lidah menekan nasofaring

perdarahan dan ingus


berbau jaringan nekrotik

Infeksi
5. DS : anak klien Tn. S Hipertermi tumor sinonasal
mengatakan bahwa
suaminya demam dan pertumbuhan sel
berkeringat. abnormal
DO :
37,8 0C mendesak tulang hidung
Tubuh klien
berkeringat menekan nasofaring
Suhu kulit hangat
Hb : 10,8 g/dL perdarahan dan ingus

Ht : 31% berbau jaringan nekrotik

inflamasi

merangsang hipotalamus
meningkatkan titik patok
suhu (set point)

meningkatkan suhu basal

hipertermi
6. DS : - Gangguan perfusi Ketidakefektipan pola
DO : serebral nafas
Penilaian status
mental GCS : O2 yang masuk ke otak
E:2
M:4 Penurunan kesadaran
V:2
Hb :10,9 g/dL Gangguan perfusi
serebral
7. DS : istri klien Ketidakseimbangan tumor sinonasal
mengatakan bahwa Tn. nutrisi kurang dari
S susah untuk makan kebutuhan. perluasan tumor ke
dan makanan tidak rongga mulut
masuk.
DO : gigi goyah
Klien mengalami
kesulitan untuk perdarahan
menelan makanan
disertai mulutnya tidak bisa mengunyah
infeksi tertekan massa
tumor. kemampuan menelan
Hb : 10,8 g/dL
Ht : 31% intake makanan menurun

ketidaksimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
8. DS : istri klien Kekurangan tumor sinonasal
mengatakan bahwa Tn. volume cairan
S susah untuk menelan perluasan tumor ke
sehingga minuman tidak rongga mulut
masuk
DO : ulkus di palatum
Klien mengalami
kesulitan untuk massa di palatum
menelan.
Membran mukosa susah menelan
kering.
Peningkatan suhu intake cairan menurun
tubuh : 37,8C
kekurangan volume
cairan
9. DS : - Defisit perawatan Ketidakefektipan pola
DO : diri nafas
Klien tidak
memungkinkan O2 yang masuk ke otak
untuk melakukan
personal hygine Penurunan kesadaran
sendiri.
Kebersihan kulit Defisit perawatan diri
klien kurang bersih.

Diagnosa Keperawatan :
a. Nyeri berhubungan dengan penekanan massa di intrakranial.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan pembesaran massa di rongga
tulang hidung.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi
d. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat.
e. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
f. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan kurangnya oksigen masuk ke
dalam otak.
g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan makanan.
h. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang menurun.
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia.
II. RENCANA KEPERAWATAN

No Dx. Tujuan Rencana keperawatan Implementasi Evaluasi


Keperawatan
1. Nyeri Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian -
berhubungan tindakan nyeri secara
dengan keperawatan komprehensif
penekanan diharapkan nyeri termasuk lokasi,
massa di yang dirasakan karakteristik, durasi,
intrakranial. pasien berkurang frekuensi, kualitas,
dengan kriteria dan faktor presipitasi
hasil: 2. Observasi reaksi
- Melaporkan nonverbal dan
bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang 3. Kontrol lingkungan
dengan yang dapat
menggunakan mempengaruhi nyeri
manajemen 4. Tingkatkan istirahat
nyeri 5. Ajarkan terknik
- Mampu relaksasi seperti napas
mengenali dalam
nyeri (skala, 6. Evaluasi keefektifan
intensitas, kontrol nyeri.
frekuensi) 7. Kolaborasi pemberian
- Menyatakan analgetik
rasa nyaman
setelah nyeri
berkurang

2. Ketidakefektifa Setelah dilakukan 1. Auskultasi suara 1. Auskultasi suara nafas, S : klien masih mengalami
n pola nafas tindakan nafas, catat adanya catat adanya suara gangguan pernafasan
berhubungan keperawatan suara tambahan tambahan O : frekuensi pernafasan
dengan diharapkan pola 2. Perhatikan gerakan Hasil : masih ada suara klien masih tinggi, RR:
pembesaran nafas klien efektif dada, adakah tambahan, bernafas melalui 28 x per menit
massa di dengan kriteria pengguanan otot mulut. A : masalah keperawatan
rongga tulang hasil: bantu serta retraksi 2. Perhatikan gerakan masih belum teratasi
hidung. - Menunjukan dinding dada dada, adakah P : intervensi dilanjutkan
pola nafas 3. monitoring TTV pengguanan otot bantu
efektif 4. Longgarkan pakaian serta retraksi dinding
- TTV dalam klien dada
batas normal 5. Kolaborasi pemberian Hasil: terdapat pengguaan
- Tidak ada O2 sesuai dengan otot bantu tambahan
suara nafas kebutuhan 3. monitoring TTV
tambahan Hasil : TTV
N:72 x permenit
RR : 28 x permenit
T : 36,6 C
4. Longgarkan pakaian
klien
5. Kolaborasi pemberian
O2 sesuai dengan
kebutuhan
Hasil : klien sudah
terpasang oksigen.
Dengan kebutuhan 5,7
L memakai simple
mask.
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi tanda-tanda 1. Monitoring TTV S : klien mengatakan sudah
pertukaran gas tindakan vital pasien. Hasil : TTV mulai bisa bergerak.
berhubungan keperawatan 2. Auskultasi suara nafas, N:72 x permenit O : klien nampak sudah bisa
dengan diharapkan catat adanya suara RR : 28 x permenit duduk di tempat tidurnya.
gangguan tambahan. T : 36,6 C A : masalah keperawatan
pertukaran gas 3. Monitor respirasi dan TD : 135/100 mmHg masih belum teratasi
klien sudah teratasi saturasi oksigen. 2. Catat pergerakan dada, P : intervensi dilanjutkan
kriteria hasil : 4. Atur intake untuk amati kesimetrisan dan
- Tanda-tanda cairan penggunaan otot
vital dalam mengoptimalkan tambahan.
rentang normal. keseimbangan. Hasil : pergerakan dada
- Nilai Ph, PCO2, 5. Catat pergerakan dada, cepat, dada simetris,
HCO3, TCO2 amati kesimetrisan dan adanya penggunaan otot
dalam rentang penggunaan otot tambahan.
normal. tambahan. 3. Monitor suara nafas..
- Bebas dari 6. Monitor suara nafas. Hasil : adanya suara
tanda-tanda nafas tambahan (ngorok).
distress
4. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Pertahankan teknik 1. Mempertahankan
berhubungan tindakan aseptif. teknik aseptif.
dengan keperawatan 2. Batasi pengunjung bila 2. Membatasi pengunjung
pertahanan diharapkan resiko perlu. bila perlu.
primer yang infeksi klien sudah 3. Cuci tangan sebelum 3. Mencuci tangan
tidak adekuat. teratasi dengan dan sesudah tindakan sebelum dan setelah
kriteria hasil : keperawatan. tindakan keperawatan.
- Klien bebas dari 4. Monitor tanda dan 4. Melakukan inspeksi
tanda dan gejala gejala infeksi sistemik kulit, membaran
infeksi. dan lokal. mukosa terhadap
- Jumlah leukosit 5. Inspeksi kulit, mukosa kemerahan, panas dan
dalam batas terhadap kemerahan, drainase.
normal. panas dan drainase. Membersihakan area
- Status imun, 6. Monitor adanya luka. wajah yang kotor dan
gastrointestinal. 7. Dorong masukan bercampur dengan
Genitourinaria cairan. darah.
dalam batas 8. Kaji suhu badan pada 5. Mengkaji suhu badan.
normal. pasien neutropenia Hasil :
setiap 4 jam. T : 39, 1C
9. Kolaborasi terapi T : 36,6 C
antibiotik. T : 36,6 C
T : 36, 4 C

5. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Monitor suhu sesering 1. Monitor suhu sesering


berhubungan tindakan mungkin mungkin.
dengan proses keperawatan 2. Monitor IWL Hasil :
inflamasi. diharapkan 3. Monitor warna dan T : 39, 1C
hipertermi teratasi suhu kulit. T : 36,6 C
dengan kriteria 4. Monitor tekanan T : 36,6 C
hasil : darah, HR dan RR. T : 36, 4 C
- Suhu dalam 5. Monitor penurunan 2. Warna kulit klien
rentang normal. tingkat kesadaran. sedikit kekuningan,
- HR dan RR 6. Monitor WBC, Hb, suhu kulit hangat.
dalam rentang Ht. 3. Klien mengalami
normal. 7. Kolaborasai penurunan kesadaran.
- Tidak ada pemberian obat E:2
perubahan antipiretik. M:2
warna kulit. V:2
4. Monitor tekanan darah,
HR dan RR.
Hasil :
HR:72 x permenit
RR : 28 x permenit
TD : 135/100 mmHg
5. Hasil lab :
Hb : 10,9 g/d
Ht : 31%
6. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor intake dan 1. Monitor suhu klien.
perfusi serebral tindakan output cairan klien Hasil :
berhubungan keperawatan 2. Monitor suhu klien T : 39, 1C
dengan diharapkan 3. Monitor tanda-tanda T : 36,6 C
kurangnya ganguan perfusi vital klien. T : 36,6 C
oksigen masuk serebral klien 4. Monitor status mental T : 36, 4 C
kedalam otak. sudah teratasi. klien (GCS). 2. Monitoring TTV
Hasil : TTV
N:72 x permenit
RR : 28 x permenit
T : 36,6 C
TD : 135/100 mmHg
3. Klien mengalami
penurunan kesadaran.
E:2
M:2
V:2
7. Ketidakseimba Setelah dilakukan 1. Monitor intake kalori 1. Kebutuhan kalori klien
ngan nutrisi tindakan klien. : 1522,5 kkal setiap
kurang dari keperawatan 2. Kaji kemampuan harinya.
kebutuhan diharapkan klien untuk Hasil :
berhubungan ketidakseimbangan mendapatkan nutrisi Klien tidak bisa makan
dengan nutrisi klien sudah yang dibutuhkan. melalui oral, dipasang
ketidakmampu teratasi, dengan 3. Monitor adanya NGT dengan makanan
an untuk kriteria : penurunan berat jenis bubur nasi 750
menelan Menunjukkan badan. ml.
makanan. peningkatan 4. Monitor kulit kering 2. Kulit klien berubah
fungsi dan perubahan warna menjadi
pengecapan dan pigmentasi. kekuningan.
menelan. 5. Monitor kekeringan, 3. Kadar Hb : 10,8 g/dL
Tidak terjadi rambut kusam dan Ht : 31%
penurunan berat mudah patah. Kadar Hb dan Ht
badan 6. Monitor kadar menurun.
Kebutuhan albumin, protein, Hb
kalori klien dan kadar Ht.
terpenuhi. 7. Monitor pucat,
kemerahan dan
kemerahan jaringan
konjungtiva.

8. Kekurangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan intake 1. Monitor status hidrasi


volume cairan tindakan dan output yang (kelembaban membran
berhubungan keperawatan akurat. mukosa).
dengan intake diharapkan 2. Monitor status hidrasi Hasil :
cairan yang kekurangan (kelembaban Mukosa klien kering
menurun. volume cairan membran mukosa) 2. Monitor TTV klien
tubuh klien sudah 3. Monitor TTV klien. Hasil :
teratasi, dengan 4. Monitor masukan N:72 x permenit
kriteria : makanan/ cairan dan RR : 28 x permenit
TTV dalam hitung intake kalori T : 36,6 C
batas normal. harian. TD : 135/100 mmHg
Tidak ada 5. Kolaborasi pemberian 3. Pemebrian cairan Iv
tanda-tanda cairan IV. NaCl 500 ml dan
dehidrasi. 6. Monitor tingkat Hb Ringer Laktat 500 ml.
Elastisitas dan Ht. 4. Kadar Hb : 10,8 g/dL
turgor kulit Ht : 31%
baik, membran Kadar Hb dan Ht
mukosa lembab. menurun.
Ht dalam batas
normal
9. Defisit Setelah dilakukan 1. Pantau kebersihan 1. Melakukan personal
perawatan diri tindakan badan klien. hygiene dengan cara
berhubungan keperawatan 2. Menjaga kebersihan mengelap pasien.
dengan diharapkan defisit badan klien. 2. Mengganti pakaian
kebutuhan perawatan diri 3. Memantau integritas klien dengan yang
dasar manusia. klien sudah kulit klien. bersih.
teratasi, dengan 4. Tempatkan posisi
kriteria : klien dalam posisi
Personal aman dan nyaman.
hygiene 5. Memonitor
terpenuhi. kemampuan klien
untuk menelan.
6. Memantau dan
menjaga kebersihan
pakaian klien.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddart Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,

Edisi 6, Vol.1. Jakarta: EGC.

Roezin A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal. dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorokan Kepala & Leher: edisi 6. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,

Restuti RD, editor. 2007. Jakarta

Agussalim, dr. Tumor Sinonasal. 2006. Universitas Sumatera Utara

Carrau RL, MD. Malignant Tumor of the Nasal Cavity and Sinuses.

Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction


FORMAT PENGUMPULAN DATA UMUM KEPERAWATAN

Tgl. Pengkajian : 19 Desember 2016 No. Register : 0001579542

Jam Pengkajian : 09.30 WIB Tgl. MRS : 12 Desember 2016

Ruang/Kelas : Kemuning 4(B) / 1

I. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Maset Maturbongs
Tanggal lahir : 11 Agustus 1953
Usia : 63 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Aga m a : Islam
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (Pensiunan Guru)
Gol. Darah :-
Alamat : Jl. Veteran RT 11, Kelurahan Kaimana Kota, Kecamatan
Kaimana, Papua Barat
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Husein Kelaminggo
Tanggal lahir : 28 November 1951
Usia : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SLTA
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Jl. Veteran RT 11, Kelurahan Kaimana Kota, Kecamatan
Kaimana, Papua Barat
II. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama Saat MRS
Klien mengeluh m nyeri hebat di perut bagian tengah
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Klien mengeluh nyeri post-operasi di perut bagian tengah, nyeri tersa seperti ditusuk-
tusuk, skala nyeri 6, waktu nyerinya sering

III. DIAGNOSA MEDIS

Diagnosa Pre-Op : Peritonitis difus ec perforasi gaster

Diagnosa Post-Op: Laparotomi eksplorasi

IV. RIWAYAT KESEHATAN


1. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien post operasi Laparotomi eksplorasi dengan riwayat Peritonitis difus ec perforasi
gaster
2. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Klien mempunyai riwayat hipertensi
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak terdapat riwayat keluarga dengan hipertensi

V. RIWAYAT KEPERAWATAN KLIEN


1. Pola Aktifitas Sehari-hari (ADL)
ADL Di Rumah Di Rumah Sakit

Pola pemenuhan Makan / Minum Makan / Minum


kebutuhan
Jumlah : 3 x sehari Jumlah :
nutrisi dan cairan
Jenis : Jenis :
(Makan dan
- Nasi : 1x sehari - Susu
Minum )
- Lauk : daging, telur, - TPN : Kabiven
ikan peripheral 1000 kcal
(amino acids, Glucose,
- Sayur : konsumsi jarang
Electrolytes, Soybean oil)
- Buah : konsumsi jarang 1440 ml

- Lain-lain: mie instan - Minum : 50-100 cc /


hari
- Minum : < 2 liter/hari
Pantangan : -
Pantangan : -
Kesulitan Makan /
Kesulitan Makan /
Minum : gangguan gaster,
Minum : -
mual, post-op
Usaha Mengatasi
Usaha Mengatasi
kesulitan : -
kesulitan : pasang NGT,
TPN

Pola Eliminasi Jumlah BAK: 500 cc/hari Jumlah BAK :500 cc/hari

BAK : Warna : Kuning Warna : Kuning

BAB : Bau : - BAB : 1-2 hari sekali

Masalah : BAB 3-5 hari Bau : -


sekali, keras
Masalah : -
Cara Mengatasi : -
Cara Mengatasi : -

Pola Istirahat Tidur Jumlah/Waktu: 7 jam/hari Jumlah/Waktu: 2-3


jam/hari
Gangguan Tidur : -
Gangguan Tidur : apabila
Upaya Mengatasi
merasa nyeri
gangguan
Upaya Mengatasi
Tidur : -
gangguan
Hal-hal yang
Tidur : lingkungan harus
mempermudah tidur :- tenang dan nyaman,
Hal-hal yang kolaborasi obat

mempermudah bangun: - Hal-hal yang

mempermudah tidur :
apabila nyeri berkurang
dan lingkungan tenang

Hal-hal yang

mempermudah bangun:
nyeri

Pola Kebersihan Diri - Frekuensi mandi : - Frekuensi mandi :


(PH) 2x/hari 1x/hari

- Frekuensi Mencuci - Frekuensi Mencuci


rambut : 2 hari sekali rambut :

- Frekuensi Gosok gigi : 2 hari sekali


2x/hari
- Frekuensi Gosok gigi :
- Keadaan kuku : pendek,
- Keadaan kuku : pendek,
bersih
bersih

Aktivitas Lain Aktivitas apa yang Aktivitas apa yang


dilakukan dilakukan

klien untuk mengisi klien untuk mengisi


waktu luang : membuat waktu luang :
kue istirahat/tidur

2. Riwayat Psikologis
a. Status emosi
Pasien tampak gelisah saat dilakukan pengkajian karena ada nyeri
b. Gaya komunikasi
Pola komunikasi klien lambat, pasien mau diajak berkomunikasi namun klien
terbatas dalam menjawab pertanyaan karena pasien mudah lelah dan menahan sakit
3. Riwayat Sosial
Klien sering berinteraksi dengan keluarga, aktif di lingkungan rumah dan organisasi
4. Riwayat Spriritual
Sudah ada keinginan dari pasien untuk melakukan ibadah, namun belum terlaksana
dikarenakan menurut pasien masih merasakan sakit dan sulit bergerak.

VI. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum
Pasien Composmentis, keadaan pasien secara umum tampak lemas dan menahan nyeri
BB : 55 Kg
TB : 160 cm
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 64 x / menit
Suhu : 36,8o C
RR : 32 x / menit
3. Pemeriksaan Wajah
a. Mata : mata simetris, tidak ada oedem pada kelopak mata, tidak ada luka,
tidak ada peradangan, tidak ada benjolan, bulu mata tidak rontok, konjungtiva
merah muda, warna iris hitam,
b. Hidung : bentuk hidung normal, tidak ada perdarahan, tidak ada kotoran, tidak
ada pembengkakan, tidak ada polip.
c. Mulut : bentuk bibir normal (tidak ada kelainan kongenital), warna bibir
sedikit pucat, tidak ada lesi, bibir agak kering.
d. Telinga : tidak ada peradangan, tidak ada perdarahan, tidak ada nyeri tekan.

4. Pemeriksaan Kelapa dan Leher


a. Kepala : bentuk kepala bulat dan simetris, tidak ada benjolan, tidak
perdarahan, tidak ada luka, tidak ada nyeri saat dipalpasi.
b. Leher : terdapat lesi (ukuran: 3cm, tidak nyeri, warna merah), bentuk leher
simetris, tidak ada peradangan, tidak ada masa, tidak ada perubahan warna,
tidak ada pembesaran kelenjar limfe saat di palpasi, tidak ada pembesaran
vena jugularis.

5. Pemeriksaan Thoraks/ Dada


a. Pemeriksaan Paru
1) Inspeksi
- Bentuk thorak normal
- Susunan ruas tulang belakang normal
- Bentuk dada simetris
- Keadaan kulit : tidak ada perdarahan, tidak ada luka, bersih, tidak
ada pembengkakan
- Pola napas cepat
- Retraksi otot bantu pernafasan normal
- Tidak ada sianosis
2) Palpasi : getaran antara kanan dan kiri sama
3) Perkusi : normal
4) Auskultasi : Suara nafas semua lapang paru bersih / normal, tidak ada
suara tambahan.
b. Pemeriksaan Jantung
1) Inspeksi : normal, tidak ada peleberan.
2) Palpasi : normal
3) Perkusi : normal
4) Auskultasi : normal

6. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi : terdapat luka post- Operasi tertutup di abdomen bagian tengah,
panjang jahitan 20 cm, jenis sayatan horizontal, terdapat drain di abdomen
kanan
b. Auskultasi : bising usus 6x / menit
c. Palpasi : saat diraba terasa lunak, permukaan tidak halus karena terdapat luka
bekas operasi, pasien mengatakan nyeri saat ditekan.
d. Perkusi : pasien mengeluh nyeri
7. Pemeriksaan Genetalia dan Rektal
Frekuensi BAK normal, tidak ada nyeri, tidak ada perdarahan
8. Pemeriksaan Punggung dan Tulang Belakang
Tidak ada luka, tidak ada bengkak, tidak ada benjolan, bentuk tulang belakang
normal.
9. Pemeriksaan Ekstremitas/ Muskuloskeletal
Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, tidak ada bengkak, tidak ada fraktur, tidak
ada oedema. Kaki kanan sedikit sakit untuk digerakan
10. Pemeriksaan Fungsi Pendengaran/ Penghidu/ tenggorokan
Fungsi pendengaran normal pasien mampu mendengar dan menjawab pertanyaan
dengan baik, ketajaman penciuman normal, tenggorokan tidak ada nyeri.
11. Pemeriksaan Fungsi Penglihatan
Ketajaman penglihatan normal, pemeriksaan lapang pandang normal, tidak ada
nyeri pada mata.
12. Pemeriksaan Fungsi Neurologis
a. Tingkat kesadaran dengan GCS
- Mata : 4 (pasien mampu membuka mata dengan spontan)
- Verbal : 5 (bisa berkomunikasi dengan baik)
- Motorik : 6 (pasien mampu menahan tekanan yang diberikan)
- Kesadaran : Compos Mentis
b. Pemeriksaan rangsangan otak
Tidak ada kejang, tidak ada penurunan tingkat kesadaran
c. Pemeriksaan nervus cranialis : normal
d. Pemeriksaan fungsi motorik : ukuran otot simetris
e. Pemeriksaan fungsi sensorik : normal
f. Pemeriksaan reflek kedalaman tendon : normal

13. Pemeriksaan Kulit/ Integumen


a. Integumen/kulit
Terdapat lesi di leher (merah, mengelupas, tidak sakit), warna kulit kuning
langsat, tekstur kulit halus, turgor baik, tidak ada nyeri tekan, struktur kulit
sedikit keriput.
b. Pemeriksaan rambut
Penyebaran merata, tidak ada rontok, warna rambut hitam terdapat sedikit
uban
c. Pemeriksaan kuku
Warna kuku bening, bentuk normal, bersih

14. Pemeriksaan Penunjang/ Diagostik Medik


a. Pemeriksaan Radiologi
Rontgen thoraks
b. Pemeriksaan Lab
Hb : 12,2 gr/dl (normal)
Ht : 38 gr/dl (normal)
Leukosit :13.200 L (tinggi)
Trombosit : 383.000 L (tinggi)
pH : 7,464 (basa)
Na : 132 mmol/l (normal)
Kalium : 3,8 mmol/l (normal)
Ureum : 90 mg/dl (tinggi)
Creatinin : 1,26 mg/dl (normal)
Alb : 3,4
Total protein : 6,2 mg/dl (turun)
SGOT : 10 (normal)
SGPT : 12 (normal)
c. Pemeriksaan mikrobiologi
Biakan mikro
Jenis sampel : cairan peritonium
Ditemukan kuman : Klebsiella pneumoniae
VII. TINDAKAN DAN TERAPI
a. Cairan Ringer Laktat melalui IV
b. Pasien sudah dilakukan operasi laparotomi eksplorasi
c. Pasien di pasang drain di perut kanan
d. Pasien menggunakan Total Prenteral Nutrition (Kabiven)
e. Terapi obat melaui IV
f. Pasien dipasang NGT

Analisis Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan

1. DS : Klien mengatakan Insisi bedah (laparotomi eksplorasi) Nyeri akut


nyeri, klien tidak bisa tidur
semalaman, tidur hanya 2-
3 jam/hari Perlukaan pada abdomen

DO :

Klien sering mengerang Terputusnya inkontinuitas jaringan

kesakitan, skala nyeri 6

TD = 140/90 Merangsang pengeluaran histamin

Klien terlihat kelelahan, dan prostagladin

RR=32x permenit

Nyeri akut

2. DS: Tindakan pembedahan Resiko tinggi infeksi

DO: Tampak ada luka

insisi di perut bagian Terputusnya kontinuitas jaringan

tengah, dengan panjang


20 cm Hilangnya fungsi kulit sebagai
proteksi

Memungkinkan masuk
mikroorganisme ke tubuh

Risiko infeksi

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya inkonuitas jaringan: luka post-operasi


2. Risiko tinggi infeksi berhubungan luka post operasi ditandai dengan: adanya luka
insisi alparotomi

NO DIAGNOSA PERENCANAAN
. KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Nyeri berhubungan Tujuan : -Kaji ulang nyeri


dengan terputusnya
nyeri berkurang/hilang -Posisikan klien -Gravitasi melokalisasi
inkonuitas jaringan: eksudat inflamasi
setelah dilakukan dengan semi fowler
luka post-operasi dalam abdomen bawah
tindakan keperawatan atau pelvis,
menghilangkan
Kriteria evaluasi hasil tegangan abdomen
: yang bertambah
dengan posisi telentang
-skala nyeri berkurang
<5
- Teknik nafas dalam
-TD normal -Lakukan teknik
menurunkan konsumsi
napas dalam abdomen akan O2,
-RR normal menurunkan frekuensi
pernafasan, frekuensi
jantung dan
ketegangan otot yang
menghentikan siklus
nyeri
-teknik distraksi dapat
mengalihkan perhatian
-Ajarkan teknik
distraksi klien dari rasa nyeri

-Lakukan teknik
masage
-
-kolaborasi obat
analgetik,

2. Risiko tinggi infeksi Tujuan: AAwasi tanda-tanda Dugaan adanya


berhubungan luka vital. infeksi/terjadinya
Tidak terjadi infeksi
post operasi ditandai sepsis, abses,
dengan kriteria:
dengan: peritonitis
- Meningkatkan
DS:
penyembuhan luka
DO: dengan benar Menurunkan risiko
2. Lakukan pencucian penurunan bakteri
- Tampak ada luka - Bebas dari tanda-
tangan yang baik
insisi di perut bagian tanda infeksi dan perawatan luka
tengah yang aseptik

3. Observasi keadaan Memberikan deteksi


luka dan insisi. dini terjadinya proses
infeksi dan
pengawasan
penyembuhan
peritonitis yang tidak
ada sebelumnya

Mungkin diberikan
secara profilaktik atau
Kolaborasi dengan menurunkan jumlah
pemberian antibiotik organisme dan untuk
sesuai indikasi menurunkan
penyebaran dan
penyembuhan pada
rongga abdomen.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddart Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,

Edisi 6, Vol.1. Jakarta: EGC.

Ganong, F. William. 1998.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta : EGC.

Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta : Mediaction

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6.

Jakarta : EGC.

Вам также может понравиться