Вы находитесь на странице: 1из 5

Perdarahan pada Trimester Pertama dan Dampak pada Kehamilan

Abstrak
Background: Hasil kehamilan pada ibu hamil yang mengalami perdarahan vagina sampai
saat ini masih diperdebatkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hasil perinatal dan
maternal pada ibu hamil yang mengalami perdarahan vagina pada trimester pertama.
Metode: Penelitian ini menggunakan teknik observasional prospektif dengan sampel
sebanyak 1007 ibu hamil dengan perdarahan vagina pada trimester pertama di rumah sakit
tersier Mumbai dalam jangka waktu satu tahun. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis
yang detail dan menggunakan USG. Semua ibu hamil akan dievaluasi dan dilihat hasil dari
kehamilannya, berupa terancam untuk abortus, abortus komplit/inkomplit/spontan, hematoma
subkorionik, gawat janin, missed abortus, perdarahan berlanjut pada trimester dua dan tiga,
IUGR, ketuban pecah dini dan kelahiran prematur.
Hasil: Dari 11835 populasi, didapatkan 1007 ibu hamil dengan perdarahan vagina yang
masuk kriteria inklusi. Kejadian paling banyak dialami oleh ibu hamil berusia 21-30 tahun
(52,3%). Sebanyak 63,9% dialami oleh ibu primigravida, sedangkan 36,1% ibu hamil dengan
perdarahan pervaginam adalah multigravida. Pasien dengan usia kehamilan <6 minggu lebih
banyak mengalami abortus (76,9%) dibandingkan pasien dengan usia kehamilan >10 minggu
(7%). Terdapat 163 pasien yang dapat melanjutkan kehamilannya, namun 1,8% diantaranya
mengalami abortus pada trimester dua dan tiga, persalinan preterm (15,3%), ketuban pecah
dini sebanyak (6,75%), dan 1,8% lainnya mengalami perdarahan antepartum.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa ibu hamil dengan
perdarahan pervaginam pada trimester satu banyak mengalami komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin. Selain itu, dokter memegang peranan penting dalam melanjutkan
kehamilan ibu dengan cara memberikan tatalaksana yang baik sehingga dapat menurunkan
komplikasi pada janin serta perlu direncanakan konsultasi pada psikolog.

Pendahuluan
Perdarahan pervaginam merupakan gejala yang sering ditemukan pada kehamilan,
dan menimbulkan komplikasi 16-25% pada semua kehamilan. Empat penyebab utamanya
adalah abortus, kehamilan ektopik, perdarahan pada tempat implantasi, dan gangguan serviks.
Hal ini menimbulkan kecemasan pada ibu, keluarga pasien, bahkan pada dokter.
Hasil/dampak kehamilan ini bergantung pada usia kehamilan, penyebab perdarahan, dan
keparahan perdarahan. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
pelvis, dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang berupa USG dan dapat ditegakkan
diagnosis serta tatalaksana yang tepat.
Lebih dari 50% kehamilan dengan perdarahan pervaginam berakhir dengan abortus.
Jika kehamilan dilanjutkan dengan keadaan ibu dan janin yang buruk, maka dapat terjadi
persalinan prematur, ketuban pecah dini, abrasi placenta, preeklampisa dan IUGR. Selain itu,
risiko abortus iminens meningkat pada ibu yang usia lanjut, ibu dengan diabetes melitus,
hipotiroid, trombofilia, berat badan rendah/lebih, kelainan pada struktur uterus, dan ibu yang
menjalani penanganan infertilitas. Perdarahan pada trimester pertama juga dapat disebabkan
oleh disfungsi plasenta, yang dapat meningkatkan risiko preeklampsia, persalinan prematur,
ketuban pecah dini, dan IUGR.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak perdarahan pervaginam trimester
satu pada ibu dan janin.

Metode
Penelitian ini menggunakan teknik observasional prospektif dengan sampel sebanyak
1007 pasien yang mengalami perdarahan pervaginam di rumah sakit tersier di Mumbai dari
January 2015-Desember 2015 dan telah diperiksa secara komplit (anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan ginekologi). Semua pasien dilakukan follow up secara regular di klinik untuk
pemeriksaan antenatal dan USG berkala. Pada pasien dengan hematoma subkorionik, USG
dilakukan setiap satu minggu sampai terjadi resolusi pada hematoma.
Kriteria inklusi lain adalah normal IMT, HPHT yang tepat, menstruasi yang teratur,
tidak ada kelainan pada serviks dan janin tunggal yang ditegakkan dengan USG. Jumlah
perdarahan selalu dicatat pada setiap pemeriksaan. Ibu hamil dengan hipertensi kronik,
diabetes melitus, sifilis, trombofilia, perokok, riwayat abortus berulang, memiliki anak
dengan malformasi kongenital, inkompetensi serviks, anomali uterus kongenital, fibroid uteri,
servikal polip, erosi polip dimasukkan dalam kriteria eksklusi.
Jika hanya didapatkan bercak perdarahan, maka perdarahan disebut perdarahan
ringan. Sedangkan, jika ditemukan perdarahan seperti menstruasi atau lebih makan disebut
perdarahan berat. Pada ibu hamil dengan perdarahan berat dan terdapat hasil konsepsi pada
perdarahan, disebut abortus inkomplit dan telah dilakukan pemeriksaan emergensi serta
kuretase. USG digunakan untuk mengetahui diagnosis, usia kehamilan, dan mendeteksi
hematoma subkorionik. Selain itu, USG juga dapat mengkonfirmasi adanya abortus komplit,
iminens, inkomplit, dan missed abortus. Pasien yang terancam abortus dianjurkan untuk tirah
baring selama 48 jam, pemberian asam folat, dan tablet progesteron micronized 200mg.

Hasil
Pada penelitian lain, ibu hamil dengan perdarahan pervaginam pada trimester satu sebanyak
8,5%. Pada penelitian ini, sebanyak 1007 ibu hamil dengan perdarahan pervaginam pada
trimester satu, 84% mengalami abortus dan 16% dapat melanjutkan kehamilannya.

Tabel 1. Insiden
Ibu hamil dengan perdarahan pada trimester 1007
satu
Semua ibu hamil 11835

Penelitian yang dilakukan oleh Amirkhani dkk, sebanyak 70% ibu hamil dengan perdarahan
pervaginam dapat melanjutkan kehamilannya. Pada penelitian lain, Snell dkk sebanyak 15-
25% dari ibu hamil mengalami perdarahan pervaginam, dan 50% diantaranya dapat
melanjutkan kehamilannya.
Tabel 2. Usia

Usia (tahun) Ibu hamil dengan Kehamilan yang Total %


abortus dapat dilanjutkan
<20 257 49 306 30,4
21-30 498 29 527 52,3
31-35 63 77 140 13,9
>35 26 8 34 3,4
Total 844 (83,9%) 163 (16,1%) 1007

Kelompok usia ibu hamil yang dapat mengalami dampak tertinggi perdarahan pervaginam
pada trimester satu adalah ibu dengan usia 21-30 tahun (52%). Dari 527 pasien, didapatkan
498 pasien mengalami abortus. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Amirkhani, 53%
pasien mengalami perdarahan pervaginam pada trimester satu terdapat pada kelompok usia
25-34 tahun.

Tabel 3. Paritas

Paritas Ibu hamil Kehamilan yang Total %


dengan abortus dapat dilanjutkan
Primigravida 574 69 643 63,9
Multigravida 270 94 364 36,1

Pada penelitian ini, didapatkan 64% sampel merupakan primigravida dan 36% lainnya adalah
multigravida. Penelitian ini juga serupa dengan penelitian Amirkhani, yaitu 56,7% pasien
dengan perdarahan pada trimester satu merupakan primigravida, dan 43,3% lainnya
merupakan multigravida.

Tabel 4. Usia Kehamilan

Usia Gestasi Ibu hamil Kehamilan yang Total %


dengan abortus dapat
dilanjutkan
<6 minggu 766 8 774 76,9
7-10 minggu 44 118 162 16,1
>10 minggu 34 37 71 7
Angka kejadian abortus terjadi paling tinggi pada ibu hamil dengan usia kehamilan <6
minggu (77%), sedangkan abortus pada ibu dengan usia kehamilan >10 minggu hanya sekitar
7%.

Tabel 5. Tipe Perdarahan

Tipe Perdarahan Ibu hamil Kehamilan yang dapat Total %


dengan abortus dilanjutkan
Ringan 681 157 838 83,2
Berat 163 6 169 16,8
Dari 1007 sampel, sebanyak 83,2% pasien mengalami perdarahan yang ringan dengan tingkat
abortus sebesar 81,2%. Sedangkan dari 16,8% pasien mengalami perdarahan berat dengan
tingkat abortus sebesar 96,4%. Pada penelitian Amirkhani dkk, 96,6% pasien mengalami
perdarahan sedang-berat, sedangkan 3,3% lainnya hanya mengalami perdarahan ringan.

Tabel 6. Ultrasound

USG Ibu hamil Kehamilan yang Total %


dengan abortus dapat
dilanjutkan
Missed Abortion 411 0 411 40,8
Hematoma 65 9 74 7,3
subkorionik
Abortus komplit 99 0 99 9,9
Abortus 238 0 238 23,6
inkomplit
IUFD 31 0 31 3,1
Normal outcome 0 154 154 15,3

Sebanyak 40% pasien didiagnosis missed abortion dan telah dilakukan kuretase. Hasil USG
menunjukkan 74 pasien mengalami hematoma subkorionik, dan 9 pasien dapat melanjurkan
kehamilannya dengan tatalaksana konservatif. Sebanyak 23% pasien mengalami abortus
inkomplit dan segera dilakukan kuretasi. Sedangkan 15,3% pasien dapat melanjutkan
kehamilannya serta melahirkan secara normal.

Tabel 7. Tatalaksana

Tatalaksana Jumlah
Kuretase uterus 745
Tatalaksana konservatif 163
Cervical cerclage 2
Tokolitik 75
Transfusi darah 24

Tabel 8. Dampak pada Kehamilan

Hasil Kehamilan Jumlah %


Abortus pada trimester 2 & 3 3 1,8
Persalinan prematur 25 15,3
Ketuban pecah dini 11 6,75
PIH 9 5,5
Perdarahan antepartum 3 1,8
FTVD/LSCS 87+25 68,7
Dampak pada Janin Jumlah
<2 kg 7
2-2,5 kg 12
>3 kg 141
APGAR <7 9
APGAR >7 151

Diskusi

Perdarahan pervaginam pada trimester pertama tidak hanya berhubungan dengan


abortus, tetapi juga meningkatkan komplikasi pada kehamilan. Perdarahan pervaginam pada
trimester pertama merupakan gejala abortus yang paling ditakutkan baik oleh keluarga pasien
maupun dokter. Jika pada pemeriksaan USG, ditemukan pembekuan darah disekitar kantong
fetus, maka dianjurkan pasien untuk tirah baring, walaupun tidak ada bukti yang mendukung
pengobatan konservatif ataupun medis. Injeksi HCG dan progesteron dipercaya dapat
berguna dalam mencegah terjadinya komplikasi kehamilan. Perdarahan pervaginam selama
trimester satu merupakan tanda bahaya untuk terjadi persalinan prematur. Akibat dari
kelainan implantasi dan invasif trofoblas, maka dapat terjadi abortus spontan, ketuban pecah
dini, ablasio plasenta dan preeklampia pada trimester berikutnya. Pemeriksaan USG
merupakan pemeriksaan penting untuk mendiagnosis penyebab dari perdarahan. Sedangkan
penelitian oleh Deutchman dkk dan Thorstensen dkk, menunjukkan bahwa pemeriksaan
diagnostik yang paling dibutuhkan pada perdarahan trimester satu adalah USG transvaginal
dan evaluasi peningkatan serum -HCG.

Вам также может понравиться