Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Menulis itu pembuktian, itulah yang menjadi motto seorang ilmuwan baik
itu linguist, saintis ataupun lainnya. Ketika Indonesia yang telah tumbuh kembang
selama 70 tahun lamanya sejak diakui dunia sebagai sebuah negara. Harusnya
sudah bisa menunjukkan taringnya bukan ? menjadi pemimpin di Asia tenggara,
menjadi macan Asia dan diakui kegigihannya dimata dunia sebagai negara dengan
penduduknya yang banyak dan segudang prestasinya yang mengalahkan negara-
negara di dunia.
Indonesia yang mulai memasuki era the golden age ini mulai merangkak
naik dari keterpurukannya, banyak ilmuwan Indonesia mulai resah dengan gaya
hidup masyarakat Indonesia ini. Para ilmuwan tersebut mulai sedikit demi sedikit
mengingatkan bangsa ini. Salah satunya dimulai dari ilmuwan itu sendiri, dimana
sistemnya harus diubah dari konsumtif menjadi produktif.
Apa ada yang salah dengan sistem menulis Indonesia ? mari kita tengok
sejenak, dari mulai SD sampai SMA pun pengajaran tulis itu hanya diisi dengan
teori-teori bukan ? dari mulai mempelajari suku kata sampai majas hiperbola.
Pendidikan tulis menulis Indonesia memang masih kurang adanya. Dikala menulis
para guru tak menghiraukan prosesnya, padahal kemampuan menulis siswa
ditentukan oleh bagaimana sang guru telaten dalam mendidiknya.
Yang pasti diajarkan serentak di seluruh Indonesia itu hanya saat pertama
kali belajar menulis ketika SD. Setelah itu menulis hanya dijadikan sebagai
fasilitas sebagai penunjang ingatan ilmu. Harusnya menulis dijadikan kemampuan
untuk dikembangkan, karena menulis itu pembuktiannya.
Karena itu yang harus dibenahi adalah sistemnya, dimulai dari para dosen
lalu guru kemudian murid, agar diperhatikan lebih produktif dalam menulis.
Karena Indonesia membutuhkan penulis-penulisnya untuk membawa sang garuda
terbang ke angkasa, muncul di mata dunia.
Dengan keadaan bangsa yang sedang seperti ini mestinya banyak orang
sadar bahwa menulis itu sangatlah penting untuk semua kalangan. Namun untuk
menulis bukanlah suatu perkara yang mudah, bahkan Hyland dalam bukunya
Teaching and Researching Writing menyebutkan bahwa menulis itu hal yang
susah, edisi pertama bukunya saja sudah menghabiskan 7 tahun penilitian.
Menulis dibutuhkan kerja keras dan pantang menyerah. Karenanya untuk
mengawali menulis, diharuskan meniatkannya dengan sungguh-sungguh, karena
mulai menulis berarti siap berperang.
Dan untuk mewujudkan komunikasi yang utuh itu bukan hal sembarangan,
niat awal harus dibangun sebagai pilar utama dalam mulai menulis. Karena
menulis itu berperang dalam membangun keilmuan bangsa.
Untuk menuangkan hasil, tentu harus ada yang dituangkan bukan ? tak
semena-mena bahwa untuk menulis bahannya akan cling muncul dengan
sendirinya. Untuk menuangkan ide dan gagasan tentu kita harus membaca, karena
dengan membaca berarti mengisi gudang informasi. Sehingga ketika dituangkan
informasi yang akan dihasilkanpun tak kehabisan. Informasi tersebut akan terus
tertuang dalam deretan-deretan kata yang penulis rangkaikan.
Dalam hal ini membaca kritis berarti ikut berpartisipasi dalam bacaan,
bukan hanya membaca diam, lahirnya respon dalam otak kita dalam membaca
sudah termasuk membaca kritis. Karena ada pepatah berkata Pengalaman
adalah guru terbaik karena itu jika dalam membaca kita memberikan respon
berarti secara tidak langsung juga kita membuat pengalaman dalam membaca.
Membaca kritis pun menjadi tahapan (stages) awal dalam menulis, karena
dalam membaca kritis bisa membangkitkan informasi dan pengalaman si
penulis tersebut. Sehingga menghasilkan tulisan yang ada isinya. Disamping
itu membaca kritis pun menjadi stages awal dalam collaborative writing.
Karena dalam membaca kritis kita dapat memupuk informasi yang segar dan
berbobot sehingga ketika dikolaborasikan akan terasa sama-sama berbobot
tidak berat sebelah.
3. Goreskan Keamuan
Untuk menjadi seorang penulis, harus dimulai dari hati. Dimana semuanya
berawal dari menulis yang diminati. Seperti contoh menulis diary, dimana
kebanyakan orang menulis diary adalah keseharian dan memang sudah
familiar dengan kehidupan. Minat bisa menjadi bahan awal untuk menulis.
4. Menyapa Rasa
Memang benar tiap penulis akan bisa merasakan setiap tulisan temannya,
namun metode ini hanya disuguhkan untuk penulis yang memang sudah
memiliki bahan. Lalu apa yang harus dilakukan untuk menunjang metode
kolaborasi tersebut ?
Selain membaca kritis yang telah Pak Chaedar sebutkan, ada juga metode
yang bisa meningkatkan daya tulis seorang penulis. Provost menyebutkan
dalam bukunya 100 Ways to Improve Your Writing itu banyak sekali tips
untuk meningkatkan daya tulis bukan hanya dengan berkolaborasi. Provost
hanya berfokus pada individu dari penulisnya, untuk meningkatkan daya
tulisnya. Seperti contoh 9 cara meningkatkan menulis ketika tidak menulis,
disana tertera bahwa untuk meningkatnya adalah dengan get some refference,
Dalam hal ini kita sebagai penulis pemula bisa mengawinkan kedua
metode tersebut. Dimana untuk diri kita, agar dapat meningkat dengan
improve our-self juga bersamaan dengan metode kolaborasi agar tulisan bisa
menjadi lebih solid.
Namun dalam kolaborasi pun terdapat dua peran, jika sebelumnya sudah
dijelaskan peran penulis maka disini akan dijelaskan tentang sang eksekutor
atau biasa disebut kolaborator. Pak Chaedar dalam bukunya Pokoknya
Menulis menyebutkan ada 2 garis besar dalam menelaah tulisan teman
kolaborasi kita :
8. Jadilah Penulis