Вы находитесь на странице: 1из 12

Menyelami Keilmuan Menemui Keragaman

Oleh : Fikri Alamul Huda

Menulis itu pembuktian, itulah yang menjadi motto seorang ilmuwan baik
itu linguist, saintis ataupun lainnya. Ketika Indonesia yang telah tumbuh kembang
selama 70 tahun lamanya sejak diakui dunia sebagai sebuah negara. Harusnya
sudah bisa menunjukkan taringnya bukan ? menjadi pemimpin di Asia tenggara,
menjadi macan Asia dan diakui kegigihannya dimata dunia sebagai negara dengan
penduduknya yang banyak dan segudang prestasinya yang mengalahkan negara-
negara di dunia.

Dalam ilmu matematika dicetuskan bahwa semakin banyak persentasenya


maka semakin besar pula peluangnya. Mari kita hitung berapa miliar kepala yang
hidup dan diakui negara Indonesia, banyak bukan ? namun mengapa hanya secuil
yang memang bisa membawa nama bendera merah putih ini untuk dapat dilihat
mata dunia. Indonesia belum sepenuhnya melek prestasi.

Salah satu yang melemahkan Indonesia ialah penduduknya yang kurang


produktif, bahkan justru dimata dunia Indonesia dicap sebagai negara konsumtif.
Terbukti dengan mall yang menjamur dimana-mana, produk impor yang betah
berlalu-lalang di tengah masyarakat dan minimnya produktivitas oleh pribumi.
Bahkan masih banyak fenomena orang-orang dengan penghasilan kurang namun
dengan konsumsi keuangan yang melebihi kemampuan penghasilannya. Kredit
menjadi tren dan hutang menjadi keseharian.

Indonesia yang mulai memasuki era the golden age ini mulai merangkak
naik dari keterpurukannya, banyak ilmuwan Indonesia mulai resah dengan gaya
hidup masyarakat Indonesia ini. Para ilmuwan tersebut mulai sedikit demi sedikit
mengingatkan bangsa ini. Salah satunya dimulai dari ilmuwan itu sendiri, dimana
sistemnya harus diubah dari konsumtif menjadi produktif.

Ilmuwan haruslah menulis kata pak Chaedar dalam artikelnya yang


dimuat di koran Pikiran Rakyat pada 2005. Dalam pembenahan keilmuan

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 1


Indonesia memang seharusnya dimulai dari akarnya, yaitu para ilmuwan.
Perguruan tinggi yang menjadi tolak ukur pendidikan Indonesia maju saja masih
kurang produktif. Sebagai buktinya dosen-dosennya saja masih jarang yang
menghasilkan karya tulisnya. Padahal Indonesia sangat membutuhkan tulisan-
tulisan tersebut agar bisa menjadi benih untuk berkembang biaknya keilmuan di
Indonesia.

Apa ada yang salah dengan sistem menulis Indonesia ? mari kita tengok
sejenak, dari mulai SD sampai SMA pun pengajaran tulis itu hanya diisi dengan
teori-teori bukan ? dari mulai mempelajari suku kata sampai majas hiperbola.
Pendidikan tulis menulis Indonesia memang masih kurang adanya. Dikala menulis
para guru tak menghiraukan prosesnya, padahal kemampuan menulis siswa
ditentukan oleh bagaimana sang guru telaten dalam mendidiknya.

Yang pasti diajarkan serentak di seluruh Indonesia itu hanya saat pertama
kali belajar menulis ketika SD. Setelah itu menulis hanya dijadikan sebagai
fasilitas sebagai penunjang ingatan ilmu. Harusnya menulis dijadikan kemampuan
untuk dikembangkan, karena menulis itu pembuktiannya.

Apakah pendidikan menulis di Indonesia sudah benar ? apa yang anda


semua rasakan ? apakah dari SD sampai SMA diajarkan kemampuan menulis ?
apakah berguna mata kuliah bahasa Indonesia untuk bekal menulis ? Pertanyaan
yang seperti ini membuat kita bimbang. Bahwa akar masalahnya ialah pendidikan
itu sendiri.

Karena itu yang harus dibenahi adalah sistemnya, dimulai dari para dosen
lalu guru kemudian murid, agar diperhatikan lebih produktif dalam menulis.
Karena Indonesia membutuhkan penulis-penulisnya untuk membawa sang garuda
terbang ke angkasa, muncul di mata dunia.

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 2


1. Ukirkan Tekad

Dengan keadaan bangsa yang sedang seperti ini mestinya banyak orang
sadar bahwa menulis itu sangatlah penting untuk semua kalangan. Namun untuk
menulis bukanlah suatu perkara yang mudah, bahkan Hyland dalam bukunya
Teaching and Researching Writing menyebutkan bahwa menulis itu hal yang
susah, edisi pertama bukunya saja sudah menghabiskan 7 tahun penilitian.
Menulis dibutuhkan kerja keras dan pantang menyerah. Karenanya untuk
mengawali menulis, diharuskan meniatkannya dengan sungguh-sungguh, karena
mulai menulis berarti siap berperang.

Namun apakah menulis itu dibutuhkan kemampuan atau bakat ?


berbanggalah ! karena dalam menulis hanya dibutuhkan kerja keras dan pantang
menyerah. Walaupun kita tak diajarkan menulis yang semestinya dari SD sampai
SMA, jangan berkecil hati. Asal ada niat yang lurus, menulis akan terasa mulus.

Karena menulis itu mencurahkan segala gagasan dalam benak kita,


sembari menikahkannya dengan informasi yang kita pahami. Selain kedua hal
tersebut juga seorang penulis harus bisa merangkaikan kata-kata sehingga
pembaca bisa mengerti maksud dan arti tujuannya. Suzanna Alwasilah
menyebutkan dalam artikelnya bahwa Tulisan yang baik itu harus dapat
menyampaikan pesan penulis kepada pembaca, sehingga tidak memerlukan lagi
penjelasan lisan dari penulisnya (2002, Pikiran Rakyat).

Dari gagasan tersebut dapat dinalarkan bahwa menulis berarti komunikasi,


namun dengan kata-kata yang dirangkai dengan akal dan pikiran sehingga
komunikasi tersebut bisa sampai pada penerima (pembaca). Bayangkan jika
seorang penulis bisa menerbitkan buku yang dibaca milyaran orang, bisa
terbayangkan bukan ? hanya dengan satu karya, komunikasinya bisa terjalin
dengan milyaran orang banyaknya.

Dan untuk mewujudkan komunikasi yang utuh itu bukan hal sembarangan,
niat awal harus dibangun sebagai pilar utama dalam mulai menulis. Karena
menulis itu berperang dalam membangun keilmuan bangsa.

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 3


Menjadi penulis berarti belajar menjadi penulis, dalam menulis bukan
hanya masalah kita bisa atau tidak, juga apakah sudah ada atau belum bahan untuk
menulis. Tetapi dalam menulis lebih baiknya adalah untuk berkolaborasi. Menurut
Pak Chaedar dalam Pokoknya Menulis Kolaborasi adalah ajang bertegur sapa
dan bersilaturrahmi ilmu pengetahuan (2005, pg 25). Dalam hal ini kolaborasi
memiliki manfaat yang sangat besar, dimana ilmu kita baik itu pengetahuan
maupun gaya dalam menulis pun bisa saling bertegur sapa atau saling mawas diri.
Menurut Collins Furthermore, the effects of interactions in
collaborations are cumulative in that individuals who have taken part in successful
collaborative relationships develop a taste for more solidarity of the same sort,
and are motivated to repeat the experience. (2004, pg 149). Dalam perkataan
tersebut dapat disimpulkan bahwa kolaborasi itu dapat menumbuhkan rasa dalam
menulis juga ketika menengok tulisan orang lain akan terdapat pengalaman,
dimana kita dapat termotivasi untuk mengulang pengalaman tersebut dalam
tulisan kita. Sungguh ajaib bukan ?

2. Menghirup Udara Pengetahuan

Untuk menuangkan hasil, tentu harus ada yang dituangkan bukan ? tak
semena-mena bahwa untuk menulis bahannya akan cling muncul dengan
sendirinya. Untuk menuangkan ide dan gagasan tentu kita harus membaca, karena
dengan membaca berarti mengisi gudang informasi. Sehingga ketika dituangkan
informasi yang akan dihasilkanpun tak kehabisan. Informasi tersebut akan terus
tertuang dalam deretan-deretan kata yang penulis rangkaikan.

Membaca berarti menyerap, dan dalam penyerapan informasi tersebut


haruslah dengan kritis. Karena membaca kritis dapat membuat informasi yang ada
dalam bacaan akan terserap dengan baik. Informasi yang diketahuipun lengkap.
Untuk melakukan tehnik membaca kritis, menurut Pak Chaedar dalam bukunya
Pokoknya Menulis (2005, pg 16) pembaca haruslah melakukan hal-hal dibawah :

Baca cepat seluruh bacaan.

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 4


Baca sekali lagi dengan seksama.
Tandai bagian menarik, mengagetkan, meragukan atau membuat
penasaran.
Komentari bacaannya baik kritik, pujian atau decak kagum.
Di akhir berikan komentar terhadap respon dari bacaan.

Dalam hal ini membaca kritis berarti ikut berpartisipasi dalam bacaan,
bukan hanya membaca diam, lahirnya respon dalam otak kita dalam membaca
sudah termasuk membaca kritis. Karena ada pepatah berkata Pengalaman
adalah guru terbaik karena itu jika dalam membaca kita memberikan respon
berarti secara tidak langsung juga kita membuat pengalaman dalam membaca.

Membaca kritis pun menjadi tahapan (stages) awal dalam menulis, karena
dalam membaca kritis bisa membangkitkan informasi dan pengalaman si
penulis tersebut. Sehingga menghasilkan tulisan yang ada isinya. Disamping
itu membaca kritis pun menjadi stages awal dalam collaborative writing.
Karena dalam membaca kritis kita dapat memupuk informasi yang segar dan
berbobot sehingga ketika dikolaborasikan akan terasa sama-sama berbobot
tidak berat sebelah.

3. Goreskan Keamuan

Untuk menjadi seorang penulis, harus dimulai dari hati. Dimana semuanya
berawal dari menulis yang diminati. Seperti contoh menulis diary, dimana
kebanyakan orang menulis diary adalah keseharian dan memang sudah
familiar dengan kehidupan. Minat bisa menjadi bahan awal untuk menulis.

Selain minat menulis diary bisa juga diawali dengan respon-respon


terhadap teks-teks. Karena respon itu berdasarkan experience based dan bisa
dengan mudah kita capai karena sudah termasuk ada dalam diri kita. Menulis
bisa menyenangkan.

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 5


Sehingga dalam menulis kita tidak terasa terpaksa. Menulis itu
mencurahkan isi jiwa, dan karena itu memang datangnya dari hati. Menulis
puisi bisa juga menjadi pilihan sebagai karya awal menulis. Karena dengan
puisi, apa yang ada dalam akal pikiran juga rasa yang dicurahkan itu bisa
bangkit. Puisi itu bukan hanya bisa dilakukan oleh penyair saja, karena
siapapun bisa menjadi penyair. Masih banyak pilihan dalam mengawali dunia
tulis menulis. Yang penting awalilah menulis.

4. Menyapa Rasa

Tulisan seorang penulis profesional tak secara langsung menjadi bagus,


masih banyak tahapan yang harus dilewati hingga bisa diterbitkan. Kembali
direvisi lagi dan lagi oleh banyak orang. Bahkan tak ayal tulisan tersebut
dijadikan cetakan percobaan dahulu untuk disebarkan kepada orang-orang
tertentu. Dimana tujuannya untuk mengetahui apakah isi dari buku tersebut
menarik atau tidak.

Karena itu sangat baik dalam menulis menggunakan metode kolaborasi,


Pak Chaedar dalam bukunya Pokoknya Menulis Menerangkan bahwa Dalam
kolaborasi setiap orang dibiarkan mengembangkan potensi dan
kesenangannya, mungkin menulis puisi, fiksi atau artikel opini (2005, pg 25).
Pak Chaedar pun menggunakan metode kolaborasi karena memang sangat
baik, banyak research international yang menjadikan collaborative writing
seberapa baik efeknya untuk penulis.

Collins (2004) Sociological theory of interaction ritual chains linked


successful interaction rituals to outcomes like solidarity and emotional
energy dengan begitu maka kolaborasi itu juga meningkatkan interaksi
sehingga membuatnya menggabungkan solidaritas dan energi emosional,
dalam hal ini tulisan juga akan makin tertata karena sistem kolaborasi dimana
kolaborator juga menekan bagaimana rasa dari tulisan kita karena adanya
kesatuan emosional.

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 6


Maka apa yang Pak Chaedar bilang dalam buku Pokoknya Menulis bahwa
Kolaborasi justru membuat anda semakin mengenal potensi diri dan
membuat tulisan semakin bernas (2005, pg 25). Memang sangatlah tepat
sekali. Kolaborasi dapat membuat penikmatnya mendapat input dan output
sekaligus, dimana ia dapat merefleksikan atau merespon tulisan temannya juga
ia mendapatkan pengalaman dari rasa tulisan temannya, Menakjubkan bukan.

5. Bertukar Jika Memang Ada

Setelah menengok metode kolaborasi, para penulis pun mendapat


pencerahan. Tetapi apakah metode kolaborasi akan selalu berhasil untuk
penulis pemula ? jawabannya tidak. Seperti yang didengungkan biasanya
Metode itu tidak ada yang sempurna maka sama halnya dengan kolaborasi
pun tak menutup kemungkinan untuk gagal.

Sehebat apapun metode kolaborasi, tetapi tumpuan utamanya adalah pada


penulis. Bisa dibayangkan jika dua orang bertukar makanan di piringnya
namun salah satu piring tersebut kosong, lantas apa yang akan ditukar ? sama
halnya dengan metode kolaborasi.

Memang benar tiap penulis akan bisa merasakan setiap tulisan temannya,
namun metode ini hanya disuguhkan untuk penulis yang memang sudah
memiliki bahan. Lalu apa yang harus dilakukan untuk menunjang metode
kolaborasi tersebut ?

Selain membaca kritis yang telah Pak Chaedar sebutkan, ada juga metode
yang bisa meningkatkan daya tulis seorang penulis. Provost menyebutkan
dalam bukunya 100 Ways to Improve Your Writing itu banyak sekali tips
untuk meningkatkan daya tulis bukan hanya dengan berkolaborasi. Provost
hanya berfokus pada individu dari penulisnya, untuk meningkatkan daya
tulisnya. Seperti contoh 9 cara meningkatkan menulis ketika tidak menulis,
disana tertera bahwa untuk meningkatnya adalah dengan get some refference,

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 7


improve vocabulary, improve spelling, read, take a class, eavesdrop, research,
write in head, choose time and place.

Dalam hal ini kita sebagai penulis pemula bisa mengawinkan kedua
metode tersebut. Dimana untuk diri kita, agar dapat meningkat dengan
improve our-self juga bersamaan dengan metode kolaborasi agar tulisan bisa
menjadi lebih solid.

6. Benahi Luka Dalam Lembaran

Menulis berarti menjadikan dunianya sebagai goresan-goresan tinta,


membuat galaksi angan-angannya menjadi barang bukti dalam sebuah tulisan.
Namun disamping itu sudah disebutkan bahwa untuk meningkatkan power
untuk menulis, diperlukannya kolaborasi agar ada koneksi antar para penulis
dimana menyalurkan banyak pengalaman.

Namun dalam kolaborasi pun terdapat dua peran, jika sebelumnya sudah
dijelaskan peran penulis maka disini akan dijelaskan tentang sang eksekutor
atau biasa disebut kolaborator. Pak Chaedar dalam bukunya Pokoknya
Menulis menyebutkan ada 2 garis besar dalam menelaah tulisan teman
kolaborasi kita :

Mekanik tulisan mencakup kesalahan pengetikan, ejaan, tanda baca


dll
Isi kalimat dalam teksnya, seperti hubungan antar paragraf dan
argumen-argumen yang menggelitik
Atas dasar tersebut kolaborator pun harus jeli dalam menelaah isi tulisan
temannya, disamping itu Degrees of involvement dari seorang kolaborator
pun tak semestinya semena-mena. Kolaborator mempunyai bagian-bagian
yang memang tidak bisa disalahkan. Pada hakikatnya memang kolaborator
bisa mengusik perihal mekanik tulisan dan isi konten dari tulisan. Namun

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 8


disini kolaborator tidak bisa menetapkan argumen yang tertuang dalam tulisan
tersebut.
Karena argumen penulis semestinya memang hak penulis, kolaborator
hanya sampai mengoreksi bagian-bagian yang memang sudah menjadi haknya
saja. Dalam buku Pokoknya Menulis oleh Chaedar Alwasilah menuliskan
bahwa Komentar itu harus komunikatif sehingga tidak ada salah pengertian
dalam hal ini memang tujuan awalnya ialah untuk membangun satu sama lain,
sehingga dilakukannya kolaborasi. Karenanya bukan berarti ajang
berkomentar adalah ajang menjatuhkan. Tapi respon membangun yang bisa
bermanfaat untuk kemajuan penulis.

7. Untuk Sang Pemimpin

Ketika menggunakan metode kolaborasi memang sudah semestinya ada


pemimpin dimana menjadi acuan utama. Ia menjadi badan pengawas
sekaligus gerbang terakhir dalam kolaborasi. Namun sebagai seorang
pemimpin pun terdapat beberapa hal untuk diperhatikan.
Menjadi pemimpin berarti juga menjadi imam dalam kolaborasi. Namun
pemimpin juga harus mau untuk diingatkan dengan sopan. Dalam hal ini
pemimpin berarti dosen atau guru di kelas ketika kolaborasi.
Sebagai seorang pimpinan dalam kolaborasi, ia harus mengawasi tumbuh
kembang para penulis mudanya. Para penulis muda di awal memang
memupuk bahan menulisnya dari membaca buku, dimana seperti yang sudah
di instruksikan oleh dosen/guru untuk membaca kritis. Namun dalam menulis
disini sebagai text type yang akan diinput dalam tulisan itu yang pertama
adalah information based.
Karena di awal menulis para pemula ini tak memiliki pengalaman, namun
tak bisa dipastikan pun ada penulis pemula yang memang sudah bisa
menggunakan experience based. Karena dalam menulis pada dasarnya lebih
baik menggunakan pengalaman, dimana antara informasi yang sudah digali

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 9


dan dikumpulkan akan dipadukan dengan pengalaman yang terdapat dalam
schemata kita.
Pemimpin juga sebagai gerbang terakhir dimana hasil akhir para penulis
muda yang perlu diperhatikan. Dimana yang harus dinilai adalah prosesnya
atau hasil akhirnya (tulisan), Pak Chaedar dalam buku Pokoknya Menulis
menyebutkan bahwa dalam menulis lebih efektif menggunakan kolaborasi.
Dalam hal ini berarti secara tidak langsung beliau menggunakan formative
evaluation, karena jika beliau berbicara kolaborasi namun beliau
menggunakan summative, sangat kontras sekali. Kenapa beliau harus repot
menggunakan kolaborasi.
Dalam hal ini berarti dalam menulis yang harus diperhatikan oleh
dosen/guru adalah prosesnya, karena menulis bukan diukur dari hasil tulisan
namun bagaimana prosesnya dalam menulis. Karena jika untuk siswa
menggunakan summative evaluation maka siswa bisa jadi untuk terfokus pada
hasilnya saja bukan ? bisa saja ia menyalin tulisan yang memang sudah bagus.
Karenanya formative evaluation akan lebih baik karena bisa memupuk
kemampuan sang penulis awam ini.

8. Jadilah Penulis

Akhirnya sampailah diujung pintu gerbang, dimana akan terbuka ketika


kita benar-benar menjadi seorang penulis. Untuk memajukan bangsa,
menerbangkan sayap garuda hingga bisa dilihat patung abraham lincoln juga
sphinx piramida. Marilah lebih produktif !
Untuk menjadi seorang penulis dengan menggunakan collaborative
writing secara garis besar terdapat beberapa tahap diantaranya :
1. Niat
2. Membaca
3. Menulis
4. Kolaborasi
5. Revisi
6. Evaluasi

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 10


Atas keenam hal tersebut menulis akan menjadi acuan untuk membangun
daya tulis yang kuat dan menumbuhkan tulisan yang memang enak untuk dibaca.
Writing plays the inner against the outer, the subjective self against the objective
self, the ideal against the real (Van Manen, 1990, p.129)

Dalam menulis berarti berniat untuk menulis, lalu dipasangkan dengan


membaca sebagai awal mula sebelum menulis. Setelah itu dilanjutkan dengan
menulis dengan sungguh-sungguh. Untuk mengetahui tulisan tersebut sudah enak
atau belum, maka dilakukanlah kolaborasi, karena itu setelahnya ada tindakan
revisi sebagai respon dari kolaborasi tersebut dan dalam rangka meningkatkan
mutu menulis. Antar tahapan memang saling berkaitan karena saling
membutuhkan satu sama lain.

Menulis itu berjuang mengerahkan segala kemampuan yang ada,


mengawinkan informasi dan pengalaman menjadi rangkaian kata-kata yang bisa
membuat sebuah kertas kosong menjadi bermakna.

Menjadi penulis berarti membangun bangsa, menguatkan sistem


pendidikan juga menumbuhkan tunas-tunas bangsa yang baru. Dimana bisa
mendukung Indonesia untuk menjadi negara yang bisa menulis.

Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 11


Fikri Alamul Huda | 1st Chapter Review (2nd Revision) Page 12

Вам также может понравиться