Вы находитесь на странице: 1из 30

1.

MM Fraktur Basis Cranii


DEFINISI
Fraktur berarti bahwa telah ada kerusakan baik
satu atau lebih tulang pada tengkorak. Meskipun dalam
hal ini sangat menyakitkan, ancaman yang lebih besar
adalah bahwa membran, pembuluh darah, dan bahkan
otak, yang berada di dalam tengkorak dapat terlindungi.
Fragmen kecil dari tengkorak juga bisa pecah dan
menyebabkan kerusakan tambahan pada otak. Selain itu,
energi yang dipakai dalam benturan tengkorak bisa
melukai jaringan otak.
Fraktur tulang tengkorak dapat diklasifikasikan Basis Craniii memiliki bentuk yang tidak rata sehingga
dalam salah satu dari dua cara, baik dengan jenis cedera dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
yang diderita atau lokasi dari cederanya. Sebuah fraktur proses akselerasi dan deselerasi.
tengkorak basilar terjadi di dasar tengkorak. Ini adalah Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa yaitu : fossa
cedera yang sangat jarang terjadi hanya dalam 4% dari Cranii anterior, fossa Cranii media dan fossa Cranii
semua kasus fraktur. Fraktur ini pada dasarnya adalah posterior
fraktur linear, atau retak garis lurus di dasar tengkorak.
Patah tulang tengkorak basilar bisa sangat berbahaya
karena batang otak dapat terluka, yang antara lain
mengirimkan pesan dari otak ke sumsum tulang
belakang. Jika otak atau batang otak terluka maka
kematian seringkali sangat mungkin terjadi.
Fraktur basis Cranii terjadi karena adanya trauma
tumpul yang menyebabkan kerusakan pada tulang dasar
tengkorak. Ini sering dikaitkan dengan perdarahan di
sekitar mata (raccoon eyes) atau di belakang telinga
(Battle sign). Garis fraktur dapat meluas ke sinus wajah
yang memungkinkan bakteri dari hidung dan mulut untuk
masuk keadalam dan kontak dengan otak, menyebabkan
infeksi yang potensial. Sekitar 70% fraktur basis Cranii berada pada daerah
anterior, meskipun kalvaria tengah adalah bagian terlemah
Anatomi dari basis Cranii namun hanya 20% fraktur yang ditemukan
dan sekitar 5% fraktur pada daerah posterior.
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis Fossa crania anterior : Melindungi lobus frontal cerebri,
Craniii. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang dibatasi di anterior oleh permukaan dalam os frontale,
yaitu: Os frontal, Os Ethmoidal, Os sphenoidal, Os batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis. Dasar
occipital dan Os temporal, pada regio temporal fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral
strukturnya lebih tipis, namun pada bagian ini dilindungi dan oleh lamina cribiformis os etmoidalis di media.
oleh otot-otot temporalis. Permukaan atas lamina cribiformis menyokong bulbus
olfaktorius, dan lubang-lubang halus pada lamini cribrosa
dilalui oleh nervus olfaktorius.
Pada fraktur fossa Cranii anterior, lamina cribrosa os Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar
etmoidalis dapat cedera. Keadaan ini dapat fossa dan dilalui oleh medulla oblongata dengan
menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n.
mukoperiostium. Pasien dapat mengalami epistaksis dan accessories dan kedua a.vertebralis.
terjadi rhinnore atau kebocoran CSF yang merembes ke Pada fraktur fossa Cranii posterior darah dapat
dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita os merembes ke tengkuk di bawah otot-otot
frontal mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah
(raccoon eyes atau periorbital ekimosis) yang merupakan ditemukan dan muncul di otot otot trigonu posterior,
salah satu tanda klinis dari fraktur basis cranii fossa dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap
anterior nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada
Fossa Cranii media : Terdiri dari bagian medial yang fraktur yang mengenai foramen jugularis n.IX, X dan XI
dibentuk oleh corpus os sphenoidalis dan bagian lateral dapat cedera.
yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang
menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior PATOFISIOLOGI
dibatasi oleh ala minor os sphenoidalis dan terdapat Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan
canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan langsung pada daerah-daerah dasar tulang tengkorak
a.oftalmica, sementara bagian posterior dibatasi oleh (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energy yang
batas atas pars petrosa os temporal. Dilateral terdapat berasal dari benturan pada wajah atau mandibula, atau
pars squamous pars os temporal. efek remote dari benturan pada kepala (gelombang
Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara tekanan yang dipropagasi dari titik benturan atau
ala mayor dan minor os sphenoidalis dilalui oleh perubahan bentuk tengkorak).
n.lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n.occulomotorius Tipe dari fraktur basis cranii yang parah adalah jenis ring
dan n.abducens. fracture, karena area ini mengelilingi foramen magnum,
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, apertura di dasar tengkorak di mana spinal cord lewat.
karena daerah ini merupakan tempat yang paling lemah Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal
dari basis Cranii. Secara anatomi kelemahan ini akibat cedera batang otak. Ring fracture in komplit lebih
disebabkan oleh banyaknya foramen dan canalis di sering dijumpai (Hooper et al. 1994). Kematian biasanya
daerah ini. Cavum timpani dan sinus sphenoidalis terjadi seketika karena cedera batang otak disertai
merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. dengan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar
Bocornya CSF dan keluarnya darah dari canalis acusticus pada dasar tengkorak.
externus sering terjadi (otorrhea). N. craniais VII dan VIII Fraktur basis Cranii telah dikaitkan dengan berbagai
dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars perrosus mekanisme termasuk benturan dari arah mandibula atau
os temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila wajah dan kubah tengkorak, atau akibat beban inersia
dinding lateral sinus cavernosus robek. pada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash).
Fossa Cranii posterior melindungi otak otak belakang, Terjadinya beban inersia, misalnya, ketika dada
yaitu cerebellum, pons dan medulla oblongata. Di pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak
anterior fossa di batasi oleh pinggir superior pars petrosa akibat mengalami benturan dengan sebuah objek
os temporal dan di posterior dibatasi oleh permukaan misalnya pagar. Kepala kemudian secara tiba tiba
dalam pars squamosa os occipital. Dasar fossa Cranii mengalami percepatan gerakan namun pada area
posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen
squamosa os occipital dan pars mastoiddeus os magnum, beban inersia tersebut kemudian meyebabkan
temporal. ring fracture. Ring fracture juga dapat terjadi akibat ruda
paksa pada benturan tipe vertikal, arah benturan dari lengkungan ke lateral, atau cedera rotasi pada ligamentum
inferior diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda alar. Fraktur jenis ini dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan
paksa dari arah superior kemudian diteruskan ke arah mekanisme cedera yang terjadi. Cara lain membagi fraktur
occiput atau mandibula. ini menjadi fraktur bergeser dan fraktur stabil misalnya
Trauma dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dengan atau tanpa cedera ligamentum yakni :
yang diklasifikasikan menjadi :
fraktur sederhana (simple) suatu fraktur linear pada a. Fraktur tipe I, adalah fraktur sekunder akibat kompresi
tulang tengkorak axial yang mengakibatkan fraktur kominutif condylus
fraktur depresi (depressed) apabila fragmen tulang occipital. Fraktur ini adalah suatu fraktur yang stabil.
tertekan ke bagian lebih dalam dari tulang tengkorak b. Fraktur tipe II merupakan akibat dari benturan langsung.
fraktur campuran (compound) bila terdapat hubungan Meskipun akan meluas menjadi fraktur basioccipital,
langsung dengan lingkungan luar. Ini dapat disebabkan fraktur tipe II dikelompokkan sebagai fraktur stabil karena
oleh laserasi pada fraktur atau suatu fraktur basis cranii masih utuhnya ligamentum alae dan membran tectorial.
yang biasanya melalui sinus-sinus. c. Fraktur tipe III adalah suatu fraktur akibat cedera avulsi
Pada dasarnya, suatu fraktur basiler adalah suatu fraktur sebagai akibat rotasi yang dipaksakan dan lekukan lateral.
linear pada basis cranii. Biasanya disertai dengan Ini berpotensi menjadi suatu fraktur yang tidak stabil.
robekan pada duramater dan terjadi pada pada daerah- Fraktur clivus digambarkan sebagai akibat dari benturan
daerah tertentu dari basis cranii. bertenaga besar yang biasanya disebabkan oleh
Fraktur Temporal terjadi pada 75% dari seluruh kasus kecelakaan kendaraan bermotor. Sumber literatur
fraktur basis cranii. Tiga subtipe dari fraktur temporal mengelompokkannya menjadi tipe longitudinal,
yaitu : tipe longitudinal, transversal, dan tipe campuran transversal, dan oblique. Fraktur tipe longitudinal memiliki
(mixed). prognosis paling buruk, terutama bila mengenai sistem
vertebrobasilar. Biasanya fraktur tipe ini disertai dengan
a. Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal defisit n.VI dan n.VII.
dan melibatkan pars skuamosa os temporal, atap dari
canalis auditorius eksterna, dan tegmen timpani. Fraktur- JENIS FRAKTUR
fraktur ini dapat berjalan ke anterior dan ke posterior Fraktur Temporal, dijumpai pada 75% dari semua fraktur
hingga cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir di fossa basis Cranii. Terdapat 3 suptipe dari fraktur temporal
media dekat foramen spinosum atau pada tulang mastoid berupa longitudinal, transversal dan mixed. Tipe
secara berurut. transversal dari fraktur temporal dan type longitudinal
b. Fraktur transversal mulai dari foramen magnum dan fraktur temporal ditunjukkan di bawah ini.
meluas ke cochlea dan labyrinth, berakhir di fossa media. (A)Transverse temporal bone fracture and (B)Longitudinal
c. Fraktur campuran merupakan gabungan dari fraktur temporal bone fracture (courtesy of Adam Flanders, MD,
longitudinal dan fraktur transversal. Masih ada sistem Thomas Jefferson University, Philadelphia, Pennsylvania)
pengelompokan lain untuk fraktur os temporal yang
sedang diusulkan. Fraktur temporal dibagi menjadi fraktur
petrous dan nonpetrous; dimana fraktur nonpetrous
termasuk didalamnya fraktur yang melibatkan tulang
mastoid. Fraktur-fraktur ini tidak dikaitkan dengan defisit
dari nervus cranialis.
Fraktur condylus occipital adalah akibat dari trauma
tumpul bertenaga besar dengan kompresi ke arah aksial,
cells. Fraktur tersebut tidak disertai dengan deficit nervus
cranialis.
Fraktur condylar occipital (Posterior), adalah hasil dari
trauma tumpul energi tinggi dengan kompresi aksial,
lateral bending, atau cedera rotational pada pada
ligamentum Alar. Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis
berdasarkan morfologi dan mekanisme cedera. Klasifikasi
alternative membagi fraktur ini menjadi displaced dan
stable, yaitu, dengan dan tanpa cedera ligamen. Tipe I
fraktur sekunder akibat kompresi aksial yang
mengakibatkan kombinasi dari kondilus oksipital. Ini
merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang
dihasilkan dari pukulan langsung meskipun fraktur
basioccipital lebih luas, fraktur tipe II diklasifikasikan
sebagai fraktur yang stabil karena ligament alar dan
membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III
adalah cedera avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral
bending. Hal ini berpotensi menjadi fraktur tidak stabil.

MANIFESTASI KLINIS
Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai
dengan otorrhea dan memar pada mastoids (battle sign).
Presentasi dengan fraktur basis Cranii fossa anterior adalah
dengan rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon
A B
eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale
Fraktur longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan
dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis
melibatkan bagian squamousa pada os temporal, dinding
intrakranial.
superior dari canalis acusticus externus dan tegmen
Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada
timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu
terganggunya tulang pendengaran dan ketulian konduktif
bagian anterior atau posterior menuju cochlea dan
yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung lebih dari 6-7
labyrinthine capsule, berakhir pada fossa Cranii media
minggu. tuli sementara yang akan baik kembali dalam
dekat foramen spinosum atau pada mastoid air cells.
waktu kurang dari 3 minggu disebabkan karena
Fraktur longitudinal merupakan yang paling umum dari tiga
hemotympanum dan edema mukosa di fossa tympany.
suptipe (70-90%). Fraktur transversal dimulai dari foramen
Facial palsy, nystagmus, dan facial numbness adalah akibat
magnum dan memperpanjang melalui cochlea dan
sekunder dari keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII.
labyrinth, berakhir pada fossa cranial media (5-30%).
Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis
Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari kedua fraktur
VIII dan labirin, sehingga menyebabkan nystagmus, ataksia,
longitudinal dan transversal.
dan kehilangan pendengaran permanen (permanent neural
Namun sistem lain untuk klasifikasi fraktur os temporal
hearing loss).
telah diusulkan. Sistem ini membagi fraktur os temporal
Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat
kedalam petrous fraktur dan nonpetrous fraktur, yang
langka dan serius12. Sebagian besar pasien dengan fraktur
terakhir termasuk fraktur yang melibatkan mastoid air
condylar os oksipital, terutama dengan tipe III, berada
dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang otak melalui telinga menunjukan terjadi fraktur
servikalis. Pasien ini juga memperlihatkan cedera lower pada petrous pyramid yang merusak kanal
cranial nerve dan hemiplegia atau guadriplegia. auditory eksternal dan merobek membrane
Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah timpani mengakibatkan bocornya cairan otak atau
keterlibatan nervus cranialis IX, X, dan XI akibat fraktur. darah terkumpul disamping membrane timpani
Pasien tampak dengan kesulitan fungsi fonasi dan aspirasi tidak robek tanda ini ditemukan jika frakturnya
dan paralysis ipsilateral dari pita suara, palatum mole pada bagian basis Craniii fossa media.
(curtain sign), superior pharyngeal constrictor, Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi/gangguan nervus
sternocleidomastoid, dan trapezius. Collet-Sicard sindrom Craniialis VII dan VIII (parase otot wajah dan kehilangan
adalah fraktur condylar os oksipital dengan keterlibatan pendengaran), yang dapat timbul segera atau beberapa
nervus cranial IX, X, XI, dan XII. hari setelah trauma.
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis
Craniii. Khusus di regio temporal, kalvaria tipis tetapi DIAGNOSIS
dilapisi oleh otot temporalis. Basis Craniii berbentuk tidak Diagnosa cedera kepala dibuat melalui suatu pemeriksaan
rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat fisis dan pemeriksaan diagnostik. Selama pemeriksaan, bisa
bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Lantai didapatkan riwayat medis yang lengkap dan mekanisme
dasar rongga tengkorak dibagi atas 3 fossa yaitu: fossa trauma. Trauma pada kepala dapat menyebabkan
anterior tempat lobus frontalis, fossa media tempat lobus gangguan neurologis dan mungkin memerlukan tindak
temporalis dan fossa posterior adalah ruang untuk bagian lanjut medis yang lebih jauh. Alasan kecurigaan adanya
bawah batang otak dan otak kecil (serebelum). suatu fraktur cranium atau cedera penetrasi antara lain :
Fraktur basis Craniii adalah suatu fraktur linier yang terjadi
pada dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali disertai Keluar cairan jernih (CSF) dari hidung
dengan robekan pada durameter yang merekat erat pada Keluar darah atau cairan jernih dari telinga
dasar tengkorak. Fraktur basis Craniii berdasarkan letak Adanya luka memar di sekeliling mata tanpa adanya
anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa trauma pada mata (panda eyes)
media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada Adanya luka memar di belakang telinga (Battles sign)
perbedaan struktur di daerah basis Craniii dan tulang Adanya ketulian unilateral yang baru terjadi
kalvaria. Durameter daerah basis Cranii lebih tipis Luka yang signifikan pada kulit kepala atau tulang
dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis tengkorak.
melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah
kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis dapat PEMERIKSAAN PENUNJANG
menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat a. Pemeriksaan Laboratorium
menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang Sebagai tambahan pada suatu pemeriksaan neurologis
menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak lengkap, pemeriksaan darah rutin, dan pemberian tetanus
(meningitis). Tanda/gejala klinis fraktur tulang tengkorak toxoid (yang sesuai seperti pada fraktur terbuka tulang
antara lain: tengkorak), pemeriksaan yang paling menunjang untuk
1. Ekimosis periorbital (raccoon eyes sign) ditemukan diagnosa satu fraktur adalah pemeriksaan radiologi.
jika frakturnya pada bagian basis Craniii fossa b. Pemeriksaan Radiologi
anterior. Foto Rontgen: Sejak ditemukannya CT-scan, maka
2. Ekimosis retroaurikuler (Battle sign), kebocoran penggunaan foto Rontgen cranium dianggap kurang
cairan serebro spinal (CSS) dari hidung (rhinorrhea) optimal. Dengan pengecualian untuk kasus-kasus tertentu
dan telinga (otorrhea) dimana keluarnya cairan seperti fraktur pada vertex yang mungkin lolos dari CT-can
dan dapat dideteksi dengan foto polos maka CT-scan b. CT-scan dengan teknik bone window untuk
dianggap lebih menguntungkan daripada foto Rontgen memperjelas garis frakturnya.
kepala. c. MRI (Magnetic Resonance Angiography)
Di daerah pedalaman dimana CT-scan tidak tersedia, maka d. Pemeriksaan arteriografi
foto polos x-ray dapat memberikan informasi yang
bermanfaat. Diperlukan foto posisi AP, lateral, Townes DIAGNOSIS BANDING
view dan tangensial terhadap bagian yang mengalami Echimosis periorbita (racoon eyes) dapat disebabkan oleh
benturan untuk menunjukkan suatu fraktur depresi. Foto trauma langsung seperti kontusio fasial atau blow-out
polos cranium dapat menunjukkan adanya fraktur, lesi fracture dimana terjadi fraktur pada tulang-tulang yang
osteolitik atau osteoblastik, atau pneumosefal. Foto polos membentuk dasar orbita (arcus os zygomaticus, fraktur Le
tulang belakang digunakan untuk menilai adanya fraktur, Fort tipe II atau III, dan fraktur dinding medial atau
pembengkakan jaringan lunak, deformitas tulang belakang, sekeliling orbital).
dan proses-proses osteolitik atau osteoblastik. Rhinorrhea dan otorrhea selain akibat fraktur basis cranii
CT scan : CT scan adalah kriteria modalitas standar untuk juga bisa diakibatkan oleh :
menunjang diagnosa fraktur pada cranium. Potongan slice Kongenital
tipis pada bone windows hingga ketebalan 1-1,5 mm, Ablasi tumor atau hidrosefalus
dengan rekonstruksi sagital berguna dalam menilai cedera Penyakit-penyakit kronis atau infeksi
yang terjadi. CT scan Helical sangat membantu untuk Tindakan bedah
penilaian fraktur condylar occipital, tetapi biasanya
rekonstruksi tiga dimensi tidak diperlukan. TERAPI
MRI (Magnetic Resonance Angiography) : bernilai sebagai A. Penananganan Khusus
pemeriksaan penunjang tambahan terutama untuk Penanganan khusus dari fraktur basis Cranii terutama
kecurigaan adanya cedera ligamentum dan vaskular. untuk mengatasi komplikasi yang timbul, meliputi : fistula
Cedera pada tulang jauh lebih baik diperiksa dengan cairan serebrospinal, infeksi, dan pneumocephalus dengan
menggunakan CT scan. MRI memberikan pencitraan fistula.
jaringan lunak yang lebih baik dibanding CT scan. a) Fistula cairan serebrospinal:
c. Pemeriksaan Penunjang Lain Mengakibatkan kebocoran cairan dari ruang subarachnoid
Perdarahan melalui telinga dan hidung pada kasus-kasus ke ruang extraarachnoid, duramater, atau jaringan
yang dicurigai adanya kebocoran CSF, bila di dab dengan epitel.Yang terlihat sebagai rinore dan otore.Sebagian
menggunakan kertas tissu akan menunjukkan adanya besar rinore dan otore baru terlihat satu minggu setelah
suatu cincin jernih pada tissu yang telah basah diluar dari terjadinya trauma.Kebocoran cairan ini membaik satu
noda darah yang kemudian disebut suatu halo atau minggu setelah dilakukan terapi konservatif.
ring sign. Suatu kebocoran CSF juga dapat diketahui Penatalaksanaan secara konservatif dapat dilakukan
dengan menganalisa kadar glukosa dan mengukur tau- secara bed rest dengan posisi kepala lebih tinggi. Hindari
transferrin, suatu polipeptida yang berperan dalam batuk, bersin, dan melakukan aktivitas berat. Dapat
transport ion Fe. diberikan obat-obatan seperti laxantia, diuretic dan
Adapun pemeriksaan penunjamg untuk fraktur basis Craniii steroid.
antara lain: Rinore
1. Pemeriksaan laboratorium Terjadi pada sekitar 25 persen pasien dengan fraktura
Pemeriksaan darah rutin, fungsi basis anterior. CSS mungkin bocor melalui sinus frontal
2. Pemeriksaan radiologi (melalui pelat kribrosa atau pelat orbital dari tulang
a. Foto rontgen frontal), melalui sinus sfenoid, dan agak jarang melalui
klivus. Kadang-kadang pada fraktura bagian petrosa tulang yang abnormal. Disamping itu sulit menangani fistel pada
temporal, CSS mungkin memasuki tuba Eustachian dan sinus frontal dan sfenoid.
bila membran timpani intak, mengalir dari hidung. Pendekatan bedah Sinus
Pengaliran dimulai dalam 48 jam sejak cedera pada hampir endoskopi merupakan tehnik operasi yang lebih disukai
80 persen kasus dengan angka keberhasilan yang tinggi (83% - 94%) dan
Penatalaksanaan secara konservatif dapat dilakukan angka kematian yang rendah. Pada fistel yang kecil (<3mm)
secara bed rest dengan posisi kepala lebih tinggi. Hindari dapat diperbaiki dengan free graftmukoperikondrial yang
batuk, bersin, meniup hidung dan melakukan aktivitas diletakkan diatas fistel. Pada fistel yang besar (>3mm)
berat. Dapat diberikan obat-obatan seperti laxantia, digunakan graft dari tulang rawan dan tulang yang
diureticdan steroid. Dilakukan punksi lumbal secara serial diletakkan dibawah fistel dan dilapisi dengan flap local
dan pemasangan kateter sub-rachnoid secara atau free graft. Keuntungan teknik ini adalah lapangan
berkelanjutan. Disamping itu diberikan antibiotik untuk pandang yang jelas sehingga memberikan lokasi
mencegah infeksi. kebocoran yang tepat. Mukosa dapat dibersihkan dari
Pendekatan pembedahan dapat secara intraCraniial, kerusakan tulang tanpa memperbesar ukuran dan
ekstraCraniial dan secara bedah sinus endoskopi. kerusakan dari tulang. Disamping itu graft dapat
Pendekatan intraCraniial yaitu dengan melakukan ditempatkan lebih akurat pada kerusakannya.(1)
Craniiotomi melalui daerah frontal (frontal anterior fossa Otore
craniotomi), daerah temporal (temporal media fossa Terjadi bila tulang petrosa mengalami fraktura,
craniotomi) atau daerah oksipital (ocsipital posterior fossa duramater dibawahnya serta arakhnoid robek, serta
craniotomi) tergantung dari lokasi kebocoran. Keuntungan membran timpanik perforasi. Fraktura tulang petrosa
teknik ini dapat melihat langsung robekan dari dura dan diklasifi- kasikan menjadi longitudinal dan transversal,
jaringan sekitarnya. Bila dilakukan tampon pada berdasar hubungannya terhadap aksis memanjang dari
kebocoran akan berhasil baik dan berguna bagi pasien piramid petrosa; namun kebanyakan fraktura adalah
yang tidak dapat diketahui lokasi kebocoran atau fistel campuran. Pasien dengan fraktura longitudinal tampil
yang abnormal. Kerugian teknik ini adalah angka kematian dengan kehilangan pendengaran konduktif, otore, dan
yang tinggi, terjadi retraksi dari otak seperti edema, perdarahan dari telinga luar. Pasien dengan fraktura
hematoma dan perdarahan. Disamping itu dapat terjadi transversal umumnya memiliki membran timpanik normal
anosmia yang permanen. Sering terjadi kebutaan terutama dan memperlihatkan kehilangan pendengaran
pada pembedahan didaerah fossa Craniii anterior. sensorineural akibat kerusakan labirin, kokhlea, atau saraf
Kerugian lain adalah waktu operasi dan perawatan yang kedelapan didalam kanal auditori. Paresis fasial tampil
lama. hingga pada 50 persen pasien. Fraktura longitudinal empat
Pendekatan EkstraCraniial dilakukan dengan cara hingga enam kali lebih sering dibanding yang transversal,
eksternal sinus dan bedah sinus endoskopi. Pendekatan namun kurang umum menyebabkan cedera saraf fasial.
eksternal sinus yaitu melakukan flap osteoplasti anterior Otore CSS berhenti spontan pada kebanyakan pasien
dengan sayatan pada koronal dan alis mata. Disamping itu dalam seminggu. Insidens meningitis pasien dengan otore
dapat juga dengan pendekatan eksternal etmoidektomi, mungkin sekitar 4 persen, dibanding 17 persen pada rinore
trans-etmoidal sfenoidotomi, trans-septal sfenoidotomi CSS. Pada kejadian jarang, dimana ia tidak berhenti,
atau trans antral, tergantung dari lokasi kebocoran. diperlukan pengaliran lumbar dan bahkan operasi.(2)
Keuntungan teknik ini adalah memiliki lapangan pandang Infeksi
yang baik, angka kematian yang rendah, tidak terdapat Meningitis merupakan infeksi tersering pada fraktur basis
anosmia dan angka keberhasilan 80%. Kerugian teknik ini Cranii.Penyebab paling sering dari meningitis pada fraktur
adalah cacat pada wajah dan tidak dapat mengatasi fistel basis Cranii adalah S. Pneumoniae.Profilaksis meningitis
harus segera diberikan, mengingat tingginya angka lebih dari 50% dan meningkat dengan tingkat hematokrit di
morbiditas dan mortalitas walaupun terapi antibiotic telah bawah 30.
digunakan.Pemberian antibiotic tidak perlu menunggu tes 4. Obat obatan
diagnostic.Karena pemberian antinbiotik yang terlambat Pemberian rutin obat sedasi, analgesik dan agen yang
berkaitan erat dengan tingkat morbiditas dan mortalitas memblokir neuromuscular. Propofol telah menjadi obat
yang tinggi.Profilaksis antibiotic yang diberikan berupa sedative pilihan. Fentanil dan morfin sering diberikan
kombinasi vancomycin dan ceftriaxone.Antiobiotik untuk membatasi nyeri , memfasilitasi ventilasi mekanis
golongan ini digunakan mengingat tingginya angka dan mempotensiasi efek sedasi. Obat yang memblokir
resistensi antibiotic golongan penicillin, cloramfenikol, neuromuscular mencegah peningkatan TIK yang dihasilkan
maupun meropenem.(3) oleh batuk dan penegangan pada endotrachealtube.
Pnemocephalus: 5. Pengaturan suhu
Adanya udara pada cranial cavity setelah trauma yang Demam dapat memperberat defisit neurologis yang ada
melalui menings.Meningkatnya tekanan di nasofaring dan dapat memperburuk kondisi pasien. Metabolisme otak
menyebabkan udara masuk melalui cranial cavity melalui akan oksigen meningkat sebesar 6-9 % untuk setiap
defek pada duramater dan menjadi terperangkap.Tik yang kenaikan derajat Celcius. Tiap fase akut cedera kepala ,
meningkat dapat memperbesar defek yang ada dan hipertermia harus diterapi karena akan memperburuk
menekan otak dan udara yang terperangkap. Terapi dapat iskemik otak.
berupa kombinasi dari: operasi untuk membebaskan udara 6. mengontrol bangkitan
intracranial,serta memperbaiki defek yang ada, dan Bangkitan terjadi terutama di mereka yang telah
tredelenburg position.(2) menderita hematoma , menembus cedera, termasuk patah
Adapun penangannan umum dari trauma kepala sendiri, tulang tengkorak dengan penetrasi dural , adanya tanda
meliputi: fokal neurologis dan sepsis. Antikonvulsan harus diberikan
Penatalaksanaan : apabila terjadi bangkitan.
1. Pengendalian Tekanan IntraCraniial 7. Kontrol cairan
Manitol efektif untuk mengurangi edem serebral dan TIK. NaCl 0,9% , dengan osmolaritas 308 mosm / l, telah
Selain karena efek osmotik , manitol juga dapat menjadi kristaloid pilihan dalam manajemen dari cedera
mengurangi TIK dengan meningkatkan arus otak. Resusitasi dengan 0,9 % saline membutuhkan 4 kali
microcirculatory otak dan pengiriman oksigen. Efek volume darah yang hilang untuk memulihkan parameter
pemberian bolus manitol tampaknya sama selama rentang hemodinamik .
0,25 sampai 1,0 g / kg 8. posisi kepala
2. Mengontrol tekanan perfusi otak Menaikkan posisi kepala dengan sudut 15-300 dapat
Tekanan perfusi otak harus dipertahankan antara 60 dan menurunkan TIK dan meningkatkan venous return ke
70 mmHg , baik dengan mengurangi TIK atau dengan jantung.
meninggikan MAP . Rehidrasi secara adekuat dan 9. merujuk ke dokter bedah saraf
mendukung kardiovaskular dengan vasopressors dan Rujukan ke seorang ahli bedah saraf:
inotropik untuk meningkatkan MAP dan mempertahankan GCS kurang dari atau sama dengan setelah
tekanan perfusi otak > 70 mmHg. resusitasi awal
3. Mengontrol hematokrit Disorientasi yang berlangsung lebih 4 jam
Aliran darah otak dipengaruhi oleh hematokrit. Viskositas penurunan skor GCS terutama respon motoric
darah meningkat sebanding dengan semakin tanda-tanda neurologis fokal progresif
meningkatnya hematokrit dan tingkat optimal sekitar 35%. kejang tanpa pemulihan penuh
Aliran darah otak berkurang jika hematokrit meningkat cedera penetrasi
kebocoran cairan serebrospinal(4) lebih dari 3 bulan apabila membran timpani tidak dapat
A Airway Pembersihan jalan nafas, pengawasan vertebra sembuh sendiri. Indikasi lain adalah kebocoran CSF
servikal hingga diyakini tidak ada cedera persisten setelah mengalami fraktur basis cranii. Hal ini
B Breathing Penilaian ventilasi dan gerakan dada, gas darah memerlukan deteksi yang tepat mengenai lokasi
arteri kebocoran sebelum dilakukan tindakan operasi.
C Circulation Penilaian kemungkinan kehilangan darah,
pengawasan secara rutin tekanan darah pulsasi nadi, 2. MM Perdarahan Intrakranial (Trauma & nonTrauma)
pemasangan IV line DEFINISI
D Dysfunction of CNS Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale) Perdarahan intracranial mengacu pada perdarahan
secara rutin yang terjadi didalam kepala atau tengkorak namun belum
E Exposure Identifikasi seluruh cedera, dari ujung kepala tentu didalam otak (intraserebral).
hingga ujung kaki, dari depan dan belakang. Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang
Setelah menyelesaikan resusitasi cardiovaskuler awal, tiba-tiba dalam jaringan otak merupakan bentuk yang
menghancurkan pada stroke hemmorage dan dapat terjadi
dilakukan pemeriksaan fisis menyeluruh pada pasien. Alat
pada semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti
monitor tambahan dapat dipasang dan dilakukan
kapitis, tumor otak,dll.
pemeriksaan laboratorium. Nasogastric tube dapat
dipasang kecuali pada pasien dengan kecurigaan cedera
EPIDURAL HEMATOMA
nasal dan basis cranii, sehingga lebih aman jika digunakan a. Definisi
orogastric tube. Evaluasi untuk cedera cranium dan otak
adalah langkah berikut yang paling penting. Cedera kulit
kepala yang atau trauma kapitis yang sudah jelas
memerlukan pemeriksaan dan tindakan dari bagian bedah
saraf. Tingkat kesadaran dinilai berdasarkan Glasgow Coma
Scale (GCS), fungsi pupil, dan kelemahan ekstremitas.
Fraktur basis cranii sering terjadi pada pasien-pasien
dengan trauma kapitis. Fraktur ini menunjukkan adanya
benturan yang kuat dan bisa tampak pada CT scan. Jika
tidak bergejala maka tidak diperlukan penanganan. Gejala
dari fraktur basis cranii seperti defisit neurologis (anosmia,
paralisis fasialis) dan kebocoran CSF (rhinorhea, otorrhea).
Seringkali kebocoran CSF akan pulih dengan elevasi kepala
terhadap tempat tidur selama beberapa hari walaupun
kadang memerlukan drain lumbal atau tindakan bedah
repair langsung. Belum ada bukti efektifitas antibiotik
mencegah meningitis pada pasien-pasien dengan Hematom epidural merupakan pengumpulan darah
kebocoran CSF. Neuropati cranial traumatik umumnya diantara tengkorak dengan duramater ( dikenal dengan
ditindaki secara konservatif. Steroid dapat membantu pada istilah hematom ekstradural ). Hematom jenis ini biasanya
paralisis nervus fasialis. berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier
Tindakan bedah tertunda dilakukan pada kasus frakur yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-
dengan inkongruensitas tulang-tulang pendengaran akibat arteri meningens ( a. Meningea media ). Fraktur tengkorak
fraktur basis cranii longitudinal tulang temporal. Mungkin yang menyertai dijumpai pada 8% - 95% kasus, sedangkan
diperlukan ossiculoplasty jika terjadi hilang pendengaran sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri
tanpa ada fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana 3. Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7
deformitas yang terjadi hanya sementara). Hematom
epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang c. Patofisiologi
terjadi. Hematom epidural terjadi karena cedera kepala
Merupakan kumpulan massa darah akibat robeknya benda tumpul dan dalam waktu yang lambat, seperti jatuh
middle meningeal arteri antara skull dan duramater di atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu berhubungan
regio temporal, yang sangat kuat hubungannya dengan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien,
fraktur linear. Dapat juga terjadi akibat robeknya vena & perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena
tipikalnya, terjadi di region posterior fosa atau dekat atau keduanya. Pembuluh darah meningeal tengah cedera
daerah occipital lobe. ketikaterjadi garis fraktur melewati lekukan meningeal
pada squama temporal.
Gambaran pada CT Scan :
Tampak sebagai bentuk BI CONVEX dan adanya d. Gejala klinis
pemisahan jaringan otak dengan tengkorak. Gejala klinis hematom epidural terdiri dari tria gejala;
Akut > Hyperdens, Sub Akut > Isodens, Kronis > Hyperdens 1. Interval lusid (interval bebas)
Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid
a. Etiologi yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada
Kausa yang menyebabkan terjadinya hematom epidural kesadaran dan hemisphere contralateral. Lebih dari 50%
meliputi : pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan
ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera.
1. Trauma kepala Sakit kepala yang sangat sakit biasa terjadi, karena
2. Sobekan a/v meningea mediana terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium, dan
3. Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum biasanya progresif bila terdapat interval lucid.
4. Ruptur v diplorica Interval lucid dapat terjadi pada kerusakan parenkimal
yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang lalu
Hematom jenis ini biasanya berasal dari antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena
perdarahan arterial akibat adanya fraktur linier yang trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic
menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval lucid
meningea mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang
dijumpai 85-95 % kasus, sedang sisanya ( 9 % ) disebabkan dimungkinkan berasal dari arteri.
oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada fraktur 2. Hemiparesis
terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang Gangguan neurologis biasanya collateral hemipareis,
terjadi hanya sementara. tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah
Hematom jenis ini yang berasal dari perdarahan corticispinal. Ipsilateral hemiparesis sampai penjendalan
vena lebih jarang terjadi, umumnya disebabkan oleh dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral
laserasi sinus duramatris oleh fraktur oksipital, parietal kontralateral peduncle pada permukaan tentorial.
atau tulang sfenoid. 3. Anisokor pupil
Yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya,
b. Klasifikasi pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi
Berdasarkan kronologisnya hematom epidural cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi
diklasifikasikan menjadi : negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
1. Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran menurun sampai
setelah trauma koma yang dalam, pupil kontralateral juga mengalami
2. Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam 7 hari
pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan Perdarahan subdural ialah perdarahan yang terjadi
reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. diantara duramater dan araknoid. Perdarahan subdural
dapat berasal dari:
e. Terapi 1. Ruptur vena jembatan ( "Bridging vein") yaitu vena yang
Hematom epidural adalah tindakan pembedahan berjalan dari ruangan subaraknoid atau korteks serebri
untuk evakuasi secepat mungkin, dekompresi jaringan otak melintasi ruangan subdural dan bermuara di dalam sinus
di bawahnya dan mengatasi sumber perdarahan. venosus dura mater.
Biasanya pasca operasi dipasang drainase selama 2 x 24 2. Robekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid, atau
jam untuk menghindari terjadinya pengumpulan darah araknoid
yamg baru. Merupakan kumpulan perdarahan vena yang
- Trepanasi kraniotomi, evakuasi hematom berlokasi antara duramater & arachnoid membrane (
- Kraniotomi-evakuasi hematom subdural space). Biasanya terjadi akibat kepala
berbenturan dengan bentuk tak bergerak yang
f. Komplikasi menyebabkan robeknya vena antara cerebral cortex &
Hematom epidural dapat memberikan komplikasi : vena dura.
1. Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, Gambaran pada CT Scan :
radiologis, maupun tampilan ntra-operatif dimana Tampak sebagai bentuk BULAN SABIT mengikuti kontur
keadaan ini mempunyai peranan yang sangat dari cranium bagian dalam.
bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift)
Perdarahan akut > hyperdens, sub akut > isodens, kronis >
dan peningkatan tekanan intracranial
hypodens.
2. Kompresi batang otak meninggal

b. Etiologi
1. Trauma kepala.
Sedangkan outcome pada hematom epidural yaitu :
2. Malformasi arteriovenosa.
1. Mortalitas 20% -30%
3. Diskrasia darah
2. Sembuh dengan defisit neurologik 5% - 10%
4. Terapi antikoagulan
3. Sembuh tanpa defisit neurologik
4. Hidup dalam kondisi status vegetatif
c. Klasifikasi
SUBDURAL HEMATOMA
1. Perdarahan akut
a. Definisi
Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam
setelah trauma.Biasanya terjadi pada cedera kepala yang
cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih
lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu
kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang
dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran
skening tomografinya, didapatkan lesi hiperdens.
2. Perdarahan sub akut
Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar
2 - 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini
didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah .
Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada
pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran
skening tomografinya didapatkan lesi isodens atau e. Gejala klinis
hipodens.Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis Gejala klinisnya sangat bervariasi dari tingkat yang
dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin. ringan (sakit kepala) sampai penutunan kesadaran.
3. Perdarahan kronik Kebanyakan kesadaran hematom subdural tidak begitu
Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma hebat deperti kasus cedera neuronal primer, kecuali bila
bahkan bisa lebih.Perdarahan kronik subdural, gejalanya ada effek massa atau lesi lainnya.
bisa muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun Gejala yang timbul tidak khas dan meruoakan manisfestasi
bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak dari peninggian tekanan intrakranial seperti : sakit kepala,
jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mual, muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat
mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga kelumpuhan n. III, epilepsi, anisokor pupil, dan defisit
mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan neurologis lainnya.kadang kala yang riwayat traumanya
darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati tidak jelas, sering diduga tumor otak.
hati karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi
membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan a. Terapi
penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati Tindakan terapi pada kasus kasus ini adalah
kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma , kraniotomi evakuasi hematom secepatnya dengan irigasi
pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau via burr-hole. Khusus pada penderita hematom subdural
tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula melekat kronis usia tua dimana biasanya mempunyai kapsul
pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. hematom yang tebal dan jaringan otaknya sudah
Kapsula ini mengandung pembuluh darah yang tipis mengalami atrofi, biasanya lebih dianjurkan untuk
dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding melakukan operasi kraniotomi (diandingkan dengan burr-
yang tipis ini protein dari plasma darah dapat hole saja).
menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan g. Komplikasi
perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya Subdural hematom dapat memberikan komplikasi berupa :
hematoma. Darah di dalam kapsula akan membentuk 1. Hemiparese/hemiplegia.
cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan 2. Disfasia/afasia
subaraknoidea. Hematoma akan membesar dan 3. Epilepsi.
menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian 4. Hidrosepalus.
besar hematoma subdural kronik dijumpai pada pasien 5. Subdural empiema
yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran skening
tomografinya didapatkan lesi hipodens Sedangakan outcome untuk subdural hematom adalah :
1. Mortalitas pada subdural hematom akut sekitar 75%-
d. Patofisiologi 85%
Vena cortical menuju dura atau sinus dural 2. Pada sub dural hematom kronis :
pecahdan mengalami memar atau laserasi, adalah lokasi - Sembuh tanpa gangguan neurologi sekitar 50%-80%.
umum terjadinya perdarahan. Hal ini sangat berhubungan - Sembuh dengan gangguan neurologi sekitar 20%-50%.
dengan comtusio serebral dan oedem otak. CT Scan
menunjukkan effect massa dan pergeseran garis tengah
dalam exsess dari ketebalan hematom yamg berhubungan INTRASEREBRAL HEMATOM
dengan trauma otak. a. Definisi
Adalah perdarahan yang terjadi didalam jaringan
otak. Hematom intraserbral pasca traumatik merupkan
koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera
regangan atau robekan rasional terhadap pembuluh- disertai dengan lesi neuronal primer lainnya serta fraktur
pembuluh darahintraparenkimal otak atau kadang-kadang kalvaria.
cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari
beberapa milimeter sampai beberapa centimeter dan e. Gejala klinis dan diagnosis
dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera. Klinis penderita tidak begitu khas dan sering (30%-50%)
Intracerebral hematom mengacu pada hemorragi / tetap sadar, mirip dengan hematom ekstra aksial lainnya.
perdarahan lebih dari 5 mldalam substansi otak (hemoragi Manifestasi klinis pada puncaknya tampak setelah 2-4 hari
yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial pasca cedera, namun dengan adanya scan computer
/bercak). tomografi otak
diagnosanya dapat ditegakkan lebih cepat.
Kriteria diagnosis hematom supra tentorial:
nyeri kepala mendadak
penurunan tingkat kesadaran dalam waktu 24-48
jam.
Tanda fokal yang mungkin terjadi ;
- Hemiparesis / hemiplegi.
- Hemisensorik.
- Hemi anopsia homonim
- Parese nervus III.

Kriteria diagnosis hematom serebeller ;


Nyeri kepala akut.
Penurunan kesadaran.
Ataksia
Tanda tanda peninggian tekanan intrakranial.
(Gambar 3. CT SCAN Intraserebral hematom)
b. Etiologi Diagnosis hematom pons batang otak:
Intraserebral hematom dapat disebabkan oleh : Penurunan kesadaran koma.
1. Trauma kepala. Tetraparesa
2. Hipertensi. Respirasi irreguler
3. Malformasi arteriovenosa. Pupil pint point
4. Aneurisme Pireksia
5. Terapi antikoagulan Gerakan mata diskonjugat.
6. Diskrasia darah
a. Komplikasi
c. Klasifikasi Intraserebral hematom dapat memberikan komplikasi
Klasifikasi intraserebral hematom menurut letaknya ; berupa;
1. Hematom supra tentoral. Oedem serebri, pembengkakan otak
2. Hematom serbeller. Kompresi batang otak, meninggal
3. Hematom pons-batang otak. Sedangkan outcome intraserebral hematom dapat berupa
:
d. Patofisiologi Mortalitas 20%-30%
Hematom intraserebral biasanta 80%-90% berlokasi di Sembuh tanpa defisit neurologis
frontotemporal atau di daerah ganglia basalis, dan kerap Sembuh denga defisit neurologis
Hidup dalam kondisi status vegetatif.
KLASIFIKASI
3. MM Cedera Craniocerebral Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada
DEFINISI 2 macam yaitu:
Menurut Brunner dan Suddarth (2001), cedera a. Cedera kepala terbuka
kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak dan otak, sedangkan Doenges, (1999) cedera tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala
kepala adalah cedera kepala terbuka dan tertutup yang pada tipe ini ditentukan oleh massa dan bentuk dari
terjadi karena, fraktur tengkorak, kombusio gegar serebri, benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang
kontusio memar, leserasi dan perdarahan serebral tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan
subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat
otak. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi benda tajam/ tembakan, cedera kepala terbuka
trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung
menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & ke otak.
Neil. 2006). Adapun menurut Brain Injury Assosiation of b. Cedera kepala tertutup
America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan Benturan kranial pada jaringan otak didalam
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak, kontusio
kemampuan kognitif dan fungsi fisik. memar, dan laserasi.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan,
bahwa cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, a. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala
tengkorak, dan otak yang terjadi baik secara langsung dikelompokkan menjadi dua yaitu
ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat 1. cedera kepala tumpul.
mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
dapat menyebabkan kematiaan. kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul.
Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan decelerasi
ETIOLOGI yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga
Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain: kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor tengkorak.
atau sepeda, dan mobil. 2. Cedera tembus.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau
ketergantungan. tusukan. (IKABI, 2004)
3. Cedera akibat kekerasan. b. Berdasarkan morfologi cedera kepala.
4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada Cedera kepala dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang
daerah dimana dapat merobek otak. meliputi
5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, 1) Laserasi kulit kepala
biasanya lebih berat sifatnya. Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien
6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas cedera kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari lima
pada daerah dimana dapat merobek otak, misalnya lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin, connective
tertembak peluru atau benda tajam. tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan
periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang Cedera kepala yang sudah di uraikan di atas
memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada menurut (Judikh Middleton,2007) akan menimbulkan
fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada gangguan neurologis / tanda-tanda sesuai dengan
lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung area atau tempat lesinya yang meliputi
pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka a. Lobus frontal atau bagian depan kepala dengan tanda-
perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan tanda
perdarahan yang cukup banyak. 1). Adanya gangguan pergerakan bagian tubuh
2) Fraktur tulang kepala (kelumpuhan)
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur a). Ketidakmampuan untuk melakukan gerakan rumit yang
dibagi menjadi di perlukan untuk menyelesaikan tugas yang memiliki
A. Fraktur linier langkah-langkah, seperti membuat kopi
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk b). Kehilangan spontanitas dalam berinteraksi dengan
garis tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang orang lain c). Kehilangan fleksibilitas dalam berpikir
mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur d). Ketidakmampuan fokus pada tugas
lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja e). Perubahan kondisi kejiwaan (mudah emosional)
pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak f). Perubahan dalam perilaku sosial g). Perubahan dalam
menyebabkan tulang kepala bending dan tidak personalitas
terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga h). Ketidakmampuan dalam berpikir (kehilangan memory)
intrakranial.
B. Fraktur diastasis b. Lobus parietal, dekat bagian belakang dan atas dari
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada kepala
sutura tulamg tengkorak yang mengababkan 1). Ketidakmampuan untuk menghadirkan lebih dari satu
pelebaran sutura-sutura tulang kepala. Jenis fraktur ini obyek pada waktu yang bersamaan
sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura- 2). Ketidakmapuan untuk memberi nama sebuah obyek
sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis (anomia)
pada usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid 3). Ketidakmampuan untuk melokalisasi kata-kata
dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum dalam tulisan (agraphia)
epidural. 4). Gangguan dalam membaca (alexia)
C. Fraktur kominutif 5). Kesulitan menggambar obyek
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala 6). Kesulitan membedakan kiri dan kanan
yang meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area 7). Kesulitan mengerjakan matematika (dyscalculia)
fraktur. 8). Penurunan kesadaran pada bagian tubuh tertentu
D. Fraktur impresi dan/area disekitar (apraksia) yang memicu kesulitan dalam
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan perawatan diri
dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang 9). Ketidakmampuan fokus pada perhatian
kepala dan pada area yang kecal. Fraktur impresi fisual/penglihatan
pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan 10). Kesulitan koordinasi mata dan tangan
atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, c. Lobus oksipital, area paling belakang, di belakang
fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika kepala
tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah 1). Gangguan pada penglihatan (gangguan lapang pandang)
tabula interna segmen tulang yang sehat. 2). Kesulitan melokalisasi obyek di lingkungan
E. Fraktur basis kranii 3). Kesulitan mengenali warna (aknosia warna)
4). Teriptanya halusinasi c. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya.
5). Ilusi visual-ketidakakuratan dalam melihat obyek i. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 15.
6). Buta kata-ketidakmampuan mengenali kata Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
7). Kesulitan mengenali obyek yang bergambar Tidak ada kehilangan kesadaran
8). Ketidakmampuan mengenali gerakan dari obyek Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
9). Kesulitan membaca dan menulis Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit
d. Lobus temporal : sisi kepala di atas telinga kepala
1). Kesulitan mengenali wajah (prosoprognosia) Tidak adanya criteria cedera kepala sedang-berat
2). Kesulitan memahami ucapan (afasiawernicke) ii. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 13.
3). Gangguan perhatian selektif pada apa yang dilihat dan Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah,
didengar namun tidak memberi respon yang sesuai dengan
4). Kesulitan identifikasi dan verbalisai obyek pernyataan yang di berikan.
5). Hilang ingatan jangka pendek a). Amnesia paska trauma
6). Gangguan memori jangka panjang b). Muntah
7). Penurunan dan peningkatan ketertarikan pada oerilaku
c). Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda
seksual
Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau
8). Ketidakmampuan mengkategorikan onyek
rinorea cairan serebro spinal)
(kategorisasi)
d). Kejang
9). Kerusakan lobus kanan dapat menyebabkan
iii. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau
pembicaraan yang persisten
kurang dari 8.
10). Peningkatan perilaku agresif
a). Penurunan kesadaran secara progresif
b). Tanda neorologis fokal
e. Batang otak : dalam di otak
c). Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur
1). Penurunan kapasitas vital dalam bernapas, penting
depresi cranium
dalam berpidato
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada
2). Menelan makanan dan air (dysfagia)
besarnya dan distribusi cedera otak.
3). Kesulitan dalam organisasi/persepsi terhadap
1. Cedera kepala ringan
lingkungan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus
4). Masalah dalam keseimbangan dan gerakan
menetap setelah cedera.
5). Sakit kepala dan mual (vertigo)
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur,
6). Kesulitan tidur (insomnia, apnea saat tidur)
perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara,
f. Cerebellum : dasar otak
masalah tingkah laku
1) Kehilangan kemampuan untuk mengkoordinasi gerakan
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari,
halus
beberapa minggu atau lebih lama setelah konkusio cedera
2) Kehilangan kemampuan berjalan
otak akibat trauma ringan.
3) Ketidakmampuan meraih obyek
2. Cedera kepala sedang
4) Bergetar (tremors)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan
5) Sakit kepala (vertigo)
kebinggungan atau hahkan koma.
6) Ketidakmampuan membuat gerakan cepat
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba- Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi,
tiba defisit neurologik, perubahan TTV, gangguan depresi pernafasan).
penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik, kejang Apabila meningkatnya tekanan intrakranial,
otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan. terdapat pergerakan atau posisi abnormal
3. Cedera kepala berat ekstrimitas.
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat
sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesehatan. PEMERIKSAAN KESADARAN
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan
adanya cedera terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Menurut Japardi
neurologik. (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan menjadi :
fraktur. GCS 13-15 : cedera kepala ringan
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan GCS 9-12 : cedera kepala sedang
pembengkakan pada area tersebut. GCS 3-8 : pasien koma dan cedera kepala
berat.
DIAGNOSIS
GEJALA KINIS:
Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa
adalah:
Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang
telinga di atas os mastoid)
Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran
timpani telinga)
Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa
trauma langsung)
Pupil dan Pergerakan Bola Mata, Termasuk Saraf Kranial
Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
Penilaian pupil menunjukkan fungsi mesensefalon
Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
dan sangat penting pada cedera kepala, karena :
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala
Bagian kepala yang mengendaikan kesadaran
ringan:
seara antomis terletak berdekatan dengan pusat
Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama
yang mengatur reaksi pupil.
beberapa saat kemudian sembuh.
Saraf yang mengendalikan reaksi pupil relatif
Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
resisten terhadap gangguan metabolik, sehingga
Mual atau dan muntah.
bisa membedakan koma-metabolik atau koma
Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
struktural.
Perubahan keperibadian diri.
Reaksi okulosefalik (Dolls head eye phenomenon)
Letargik.
dan reaksi terhadap tes kalori (okulovestibuler)
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala
menunjukkan fungsi medla oblongata dan pons.
berat:
Jangan melakukan pemeriksaan okulosefalik jika
Simptom atau tanda-tanda cardinal yang
cedera servikal beum dapat disingkirkan. Reaksi
menunjukkan peningkatan di otak menurun atau
okulovestibuler lebih superior daripada reaksi
meningkat.
okulosefalik.
Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
Pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk lesi di
Reaksi Motorik Berbagai Rangsang Dari Luar batang otak karena kecilnya struktur area yang
Kekuatan rangsangan yang dibutuhkan untuk memicu cedera dan dekatnya struktur tersebut dengan
reaksi dari penderita (spontan, rangsangan suara, nyeri, tulang di sekitarnya.
atau tanpa respon) berbanding lurus dengan dalamnya Magnetic Resonance Imaging (MRI)
penurunan kesadaran. MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba
dan batang otak yang sering luput pada
Reaksi Motorik Terbaik pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita
Terbagi atas : dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau terdapat
Gerakan bertujuan jelas lesi batang otak pada pemeriksaan MRI,
Kekuatan gerakan harus dinilai menjadi : mempunyai prognosa yang buruk untuk
+5 : kekuatan gerakan normal pemulihan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan
+4 : kekuatan gerakan mendekati normal CT Scan awal normal dan tekanan intrakranial
+3 : mampu melawan gravitasi terkontrol baik (Wilberger dkk., 1983 dalam
+2 : dapat bergeser, tidak dapat melawan gravitasi Sastrodiningrat, 2007).
+1 : tampak gerakan otot, tapi belum bergeser Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance
Gerakan bertujuan tidak adekuat Spectroscopy (MRS) menambah dimensi baru pada
Postur fleksor MRI dan telah terbukti merupakan metode yang
Postur ekstensor sensitif untuk mendeteksi Cedera Akson Difus
Diffise muscle flaccidity (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala
ringan sebagaimana halnya dengan penderita
Pola Pernapasan cedera kepala yang lebih berat, pada pemeriksaan
Pernapasan merupakan suatu kegiatan sensorimotor MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum
terintegrasi dari keterlibatan berbagai saraf yang terletak dan substantia alba. Kepentingan yang nyata dari
pada hampir semua tingkat otak dan bagian atas spinal MRS di dalam menjajaki prognosa cedera kepala
cord. Kerusakan pada berbagai tingkat pada SSP akan berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya
memberikan gambaran pola pernapasan yang berbeda. sampai saat ini dapat menolong menjelaskan
berlangsungnya defisit neurologik dan gangguan
PEMERIKSAAN PENUNJANG kognitif pada penderita cedera kepala ringan ( Cecil
X-ray tengkorak dkk, 1998 dalam Sastrodiningrat, 2007 ).
Peralatan diagnostik yang digunakan untuk
mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau
rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila TATALAKSANA
dicurigai terjadi fraktur karena CT scan bisa Terapi non-operatif pada pasien cedera kranioserebral
mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau ditujukan untuk:
perdarahan. X-Ray tengkorak dapat digunakan bila 1. Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta
CT scan tidak ada ( State of Colorado Department mencegah kemungkinan terjadinya tekanan tinggi
of intrakranial
Labor and Employment, 2006). 2. Mencegah dan mengobati edema otak (cara
CT-scan hiperosmolar, diuretik)
3. Minimalisasi kerusakan sekunder
4. Mengobati simptom akibat trauma otak
5. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, Dilakukan pemeriksaan fi sik, perawatan luka, foto kepala,
misal kejang, infeksi (antikonvulsan dan antibiotik) istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan
Terapi operatif terutama diindikasikan untuk kasus: kondisi pasien disertai terapi simptomatis. Observasi
1. Cedera kranioserebral tertutup minimal 24 jam di rumah sakit untuk menilai kemungkinan
Fraktur impresi (depressed fracture) hematoma intrakranial, misalnya riwayat lucid interval,
Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) nyeri kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun, dan
dengan volume perdarahan lebih dari 30mL/44mL gejala-gejala lateralisasi (pupil anisokor, refleksi patologis
dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm positif). Jika dicurigai ada hematoma, dilakukan CT scan.
serta ada perburukan kondisi pasien Cedera kepala sedang (SKG = 9-13)
Perdarahan subdural (hematoma subdural/SDH) Urutan tindakan:
dengan pendorongan garis tengah lebih dari 3 mm b. Periksa dan atasi gangguan jalan napas (Airway),
atau kompresi/obliterasi sisterna basalis pernapasan (Breathing), dan sirkulasi (Circulation)
Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan c. Pemeriksaan singkat kesadaran, pupil, tanda fokal
progresivitas kelainan neurologik atau herniasi serebral, dan cedera organ lain. Jika dicurigai
2. Pada cedera kranioserebral terbuka fraktur tulang servikal dan atau tulang ekstremitas
Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka lakukan fiksasi leher dengan pemasangan kerah
kulit, fraktur multipel, durameter yang robek disertai leher dan atau fiksasi tulang ekstremitas
laserasi otak bersangkutan
Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari d. Foto kepala, dan bila perlu foto bagian tubuh
Pneumoencephali lainnya
Corpus alienum e. CT scan otak bila dicurigai ada hematoma
Luka tembak intrakranial
f. Observasi fungsi vital, kesadaran, pupil, dan defisit
Tatalaksana pasien dalam keadaan sadar (SKG=15) fokal serebral lainnya.
Simple Head Injury (SHI) Cedera kepala berat (SKG 3-8)
Pada pasien ini, biasanya tidak ada riwayat penurunan Pasien dalam kategori ini, biasanya disertai cedera
kesadaran sama sekali dan tidak ada defisit neurologik, dan multipel. Bila didapatkan fraktur servikal, segera pasang
tidakada muntah. Tindakan hanya perawatan luka. kerah fiksasi leher, bila ada luka terbuka dan ada
Pemeriksaan radiologik hanya atas indikasi.Umumnya perdarahan, dihentikan dengan balut tekan untuk
pasien SHI boleh pulang dengan nasihat dan keluarga pertolongan pertama. Tindakan sama dengan cedera
diminta mengobservasi kesadaran. Bila dicurigai kesadaran kranioserebral
menurun saat diobservasi, misalnya terlihat seperti sedang dengan pengawasan lebih ketat dan dirawat di ICU.
mengantuk dan sulit dibangunkan, pasien harus segera
dibawa kembali ke rumah sakit. Tindakan di ruang unit gawat darurat :
Penderita mengalami penurunan kesadaran sesaat 1. Resusitasi dengan tindakan A = Airway, B = Breathing
setelah trauma kranioserebral, dan C = Circulation
dan saat diperiksa sudah sadar kembali. Pasien ini a. Jalan napas (Airway)
kemungkinan mengalami cedera kranioserebral ringan Jalan napas dibebaskan dari lidah yang turun ke belakang
(CKR). dengan posisi kepala ekstensi.
Jika perlu dipasang pipa orofaring atau pipa endotrakheal.
Tatalaksana pasien dengan penurunan kesadaran Bersihkan sisa muntahan, darah,
Cedera kepala ringan (SKG = 13-15)
lendir atau gigi palsu. Jika muntah, pasien dibaringkan sehingga akan menambah tekanan pada pembuluh darah
miring. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik kapiler dan memperparah peningkatan tekanan
untuk menghindari aspirasi muntahan. intrakranial. Kedua, penurunan tadi aliran tadi akan
b. Pernapasan (Breathing) mempengaruhi pembuluh darah kapiler untuk
Gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kelainan meningkatkan permeabilitas dan kebocoran. Ketika sel otak
sentral atau perifer.Kelainan sentral disebabkan oleh kehilangan energi suppliesnya maka pompa intracelullar
depresi pernapasan yang ditandai dengan pola pernapasan (sodium & potassium) akan gagal. Sehingga sodium akan
Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik sentral, atau masuk ke otak, menyebabkan edema seluler dan kemudian
ataksik. Kelainan perifer disebabkan oleh aspirasi, trauma kematian.
dada, edema paru, emboli paru, atau infeksi.
Tata laksana: Aliran arah ke otak berhubungan dengan cerebral perfusion
Oksigen dosis tinggi, 10-15 liter/menit, intermiten pressure (CPP) yang rumusnya adalah sebagai berikut
Cari dan atasi faktor penyebab
Kalau perlu pakai ventilator Cerebral Perfusion Pressure (CPP) = Mean Arterial Pressure
c. Sirkulasi (Circulation) (MAP) - Intracranial Pressure (ICP)
Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak. Hipotensi
dengan tekanan darah sistolik <90 mm Hg yang terjadi Agar dapat melakukan perfusi ke otak, tekanan darah arteri
hanya satu kali saja sudah dapat meningkatkan risiko harus lebih besar daripada tekanan intracranial. Jika tidak,
kematian dan kecacatan. Hipotensi kebanyakan terjadi darah tidak bisa didorong ke ruang kranial. Ketika tekanan
akibat faktor ekstrakranial, berupa hipovolemia karena arteri kurang dari intrakranial disebut respon iskemik CNS
perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada yang diinisiasi oleh hipotalamus. Hipothalamus akan
disertai tamponade jantung/ pneumotoraks, atau syok mengaktifkan sistem saraf simpatis, menyebabkan
septik. Tata laksananya dengan cara menghentikan sumber vasokontriksi dan peningkatan cardiac output agar dapat
perdarahan, perbaikan fungsi jantung, mengganti darah meningkatkan tekanan darah arteri. Ketika tekanan darah
yang hilang, atau sementara dengan cairan isotonik NaCl arteri melebihi intrakranial maka aliran darah ke otak akan
0,9%. kembali normal. Peningkatan yang disebabkan oleh respon
iskemik CNS ini menstimulasi baroreseptor pada arteri
4. MM Trias Cushing carotis, menyebabkan penurunan denyut jantung atau
Semua respon jaringan terhadap trauma adalah bradikardia.
pembengkakan dan perdarahan. Begiu pula dengan brain
tissue. Tapi tidak seperti bagian lainnya ditubuh, Cushing reflex adalah suatu upaya untuk menyelamatkan
dikarenakan restriksi fisikal dari cranial sehingga jaringan otak selama perfusi yang buruk. Tapi, ini adalah
pembengkakan pun terbatasi. Ketika mulai membengkak, tanda komplikasi dari peningkatan tekanan intrakranial dan
maka akan mengisi kekosongan yang dapat diisi sehingga mengindikasi
tekanan intrakranial akan meningkat. Normal ICP adalah 5- The Cushing reflex was first identified by U.S. neurosurgeon
15 mmHG. Henry Williams Cushing. It was described as the presence of
hypertension and bradycardia associated with increased
Karena pembengkakan danedema ini dapat menyebabkan intracranial pressure.
dua hal. Pertama, edema akan menekan pembuluh darah The Cushing reflex helps save brain tissues during periods of
yang menyuplai otak. Kompresi ini akan menyebabkan poor perfusion. Unfortunately, it s a late sign of increasing
penurunan aliran darah dan menyebabkan iskemia. Iskemia intracranial pressure and indicates that brainstem
ini nanti akan menyebabkan si arteri untuk berdilatasi herniation is imminent. A related term is "Cushing's triad,"
which is the presence of hypertension, bradycardia and KLASIFIKASI
irregular respirations in a patient with increased intracranial Klasifikasi dari fraktur maksilofasial itu sendiri terdiri atas
pressure. These findings are another manifestation of the beberapa fraktur yakni fraktur kompleks nasal, fraktur
kompleks zigomatikus - arkus zigomatikus, fraktur dento-
Cushing reflex. The irregular respirations are due to reduced
alveolar, fraktur mandibula dan fraktur maksila yang terdiri
perfusion of the brainstem from swelling or possible atas fraktur le fort I, II, dan III.
brainstem herniation. Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu kesatuan
tunggal atau bergabung dengan fraktur fraktur Le Fort II
Trias cushing merupakan kumpulan gejala yang dan III.
diakibatkan oleh meningkatnya tekanan intrakranial. Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis fraktur
Hipertensi transverses rahang atas melalui lubang piriform di atas
alveolar ridge, di atas lantai sinus maksilaris, dan meluas ke
Bradikardi posterior yang melibatkan pterygoid plate. Fraktur ini
Depresi pernapasan memungkinkan maksila dan palatum durum bergerak
Tekanan intrakranial pada umumnya bertambah secara secara terpisah dari bagian atas wajah sebagai sebuah blok
berangsur-angsur. Setelah cedera kepala, timbulnya yang terpisah tunggal. Fraktur Le Fort I ini sering disebut
edema memerlukan waktu 36 sampai 48 jam untuk sebagai fraktur transmaksilari.12-15
mencapai maksimum. Peningkatan tekanan intrakranial Fraktur Le Fort II
sampai 33 mmHg mengurangi aliran darah otak secara Fraktur Le Fort II lebih jarang terjadi, dan mungkin secara
bermakna.Iskemia yang timbul merangsang pusat motor, klinis mirip dengan fraktur hidung. Bila fraktur horizontal
dan tekanan darah sistemik meningkat, Rangsangan pada biasanya berkaitan dengan tipisnya dinding sinus, fraktur
piramidal melibatkan sutura-sutura. Sutura
pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan
zigomatimaksilaris dan nasofrontalis merupakan sutura
pernapasan menjadi lambat.Mekanisme kompensasi ini,
yang sering terkena.
dikenal sebagai refleks Cushing, membantu Seperti pada fraktur Le Fort I, bergeraknya lengkung rahang
mempertahankan aliran darah otak.Akan tetapi, atas, bias merupakan suatu keluhan atau ditemukan saat
menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi Co2 dan pemeriksaan. Derajat gerakan sering
mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu Universitas Sumatera Utara
menaikkan tekananan intrakranial. tidak lebih besar dibanding fraktur Le Fort I, seperti juga
gangguan oklusinya tidak separah pada Le Fort I.12-15
Fraktur Le Fort III
5. MM Trauma Wajah Fraktur craniofacial disjunction, merupakan cedera yang
parah. Bagian tengah wajah benar-benar terpisah dari
Fraktur maksilofasial adalah fraktur yang terjadi pada
tempat perlekatannya yakni basis kranii.
tulang-tulang wajah yaitu tulang frontal, temporal,
orbitozigomatikus, nasal, maksila dan mandibula.

ETIOLOGI
Ada banyak faktor etiologi yang menyebabkan fraktur
maksilofasial itu dapat terjadi, seperti kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan kerja , kecelakaan akibat olah raga,
kecelakaan akibat peperangan dan juga sebagai akibat dari
tindakan kekerasan. Tetapi penyebab terbanyak adalah
kecelakaan lalu lintas.
Fraktur ini biasanya disertai dengan cedera kranioserebral, dengan menggunakan tekanan pada splint/arch bar.
yang mana bagian yang terkena trauma dan besarnya Sedangkan perawatan pada fraktur Le Fort II serupa
tekanan dari trauma yang bisa mengakibatkan pemisahan dengan fraktur Le Fort I. Hanya perbedaannya adalah perlu
tersebut, cukup kuat untuk mengakibatkan trauma dilakukan perawatan fraktur nasal dan dasar orbita juga.
intrakranial. Fraktur nasal biasanya direduksi dengan menggunakan
molding digital dan splinting. Selanjutnya, pada fraktur Le
Fort III dirawat dengan menggunakan arch bar, fiksasi
maksilomandibular, pengawatan langsung bilateral, atau
pemasangan pelat pada sutura zigomatikofrontalis dan
suspensi kraniomandibular pada prosessus zigomatikus
ossis frontalis.

6. MM Trauma Hidung
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang
diabsorpsinya. Fraktur tulang hidung adalah setiap retakan
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort III dilakukan secara atau patah yang terjadi pada bagian tulang di organ
ekstra oral. Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan hidung.5
dilakukan dengan visualisasi. Secara visualisasi dapat Penyebab dari fraktur tulang hidung berkaitan dengan
terlihat pembengkakan pada daerah kelopak mata, trauma langsung pada hidung atau muka. Pada trauma
ekimosis periorbital bilateral. Usaha untuk melakukan tes
muka paling sering terjadi fraktur hidung.3
mobilitas pada maksila akan mengakibatkan pergeseran
seluruh bagian atas wajah. Penyebab utama dari trauma dapat berupa :
Pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan pemeriksaan Cedera saat olahraga
dengan foto rontgen proyeksi wajah anterolateral, foto Akibat perkelahian
wajah polos dan CT scan. Kecelaaan lalu lintas
Perawatan pada masing-masing fraktur maksilofasial itu
Terjatuh
berbeda satu sama lain. Oleh sebab itu perawatannya akan
dibahas satu per satu pada masing-masing fraktur Masalah kelahiran
maksilofasial. Tetapi sebelum perawatan defenitif Kadang dapat iatrogenik
dilakukan, maka hal yang pertama sekali dilakukan adalah
penanganan kegawatdaruratan yakni berupa pertolongan KLASIFIKASI
pertama (bantuan hidup dasar) yang dikenal dengan Fraktur hidung dapat dibedakan menurut :
singkatan ABC. Apabila terdapat perdarahan aktif pada
1. Lokasi : tulang nasal (os nasale), septum nasi, ala nasi,
pasien, maka hal yang harus dilakukan adalah hentikanlah
dan tulang rawan triangularis.
dulu perdarahannya. Bila pasien mengeluh nyeri maka
dapat diberi analgetik untuk membantu menghilangkan 2. Arah datangnya trauma :
rasa nyeri. Setelah penanganan kegawatdaruratan - Dari lateral : kekuatan terbatas dapat menyebabkan
tersebut dilaksanakan, maka perawatan defenitif dapat fraktur impresi dari salah satu tulang nasal. Pukulan
dilakukan. lebih besar mematahkan kedua belah tulang nasal
Pada fraktur Le Fort I dirawat dengan menggunakan arch dan septum nasi dengan akibat terjadi deviasi yang
bar, fiksasi maksilomandibular, dan suspensi
tampak dari luar.
kraniomandibular yang didapatkan dari pengawatan
sirkumzigomatik. Apabila segmen fraktur mengalami - Dari frontal : cederanya bisa terbatas hanya sampai
impaksi, maka dilakukan pengungkitan dengan bagian distal hidung atau kedua tulang nasal bisa
menggunakan tang pengungkit, atau secara tidak langsung patah dengan akibat tulang hidung jadi pesek dan
melebar. Bahkan kerangka hidung luar dapat melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi
terdesak ke dalam dengan akibat cedera pada dan efek vasokonstriksi yang baik.
kompleks etmoid.
- Datang dari arah kaudal : relatif jarang. Fraktur nasal kominunitiva
Jenis fraktur nasal meliputi : Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung
1. fraktur nasal sederhana, ditandai dengan batang hidung nampak rata (pesek);
2. fraktur pada prosessus frontalis maksila, tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman
3. fraktur nasal dengan pergeseran kartilago nasi, tetapi beberapa fragmen tulang tetap hilang. Bidai
4. fraktur dengan keluarnya kartilago septum dari digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi
sulkusnya di vomer, yang sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa kasa
5. fraktur kominutiva pada vomer, dan vaselin dimasukkan ke dalam lubang hidung.
6. fraktur pada tulang ethmoid sehingga CSS mengalir
dari hidung.1,13 Fraktur tulang hidung terbuka
Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan
Fraktur hidung sederhana perubahan tempat dari tulang hidung tersebut yang juga
Jika hanya terjadi fraktur tulang hidung saja dapat disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga
dilakukan reposisi fraktur dengan analgesia lokal. Akan hidung. Kerusakan atau kelainan pada kulit dari hidung
tetapi pada anak-anak atau orang dewasa yang tidak diusahakan untuk diperbaiki atau direkonstruksi pada saat
kooperatif tindakan reposisi dilakukan dalam keadaan tindakan.
narkose umum.
Analgesia lokal dapat dilakukan dengan Fraktur tulang nasoorbitoetmoid kompleks
pemasangan tampon lidokain 1-2% yang dicampur dengan Jika nasal piramid rusak karena tekanan atau
epinefrin 1: 1000. Tampon kapas yang berisi obat analgesia pukulan dengan beban berat akan menimbulkan fraktur
lokal ini dipasang masing-masing 3 buah pada setiap lubang hebat pada tulang hidung, lakrimal, etmoid, maksila dan
hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior frontal. Tulang hidung bersambungan dengan prossesus
tepat di bawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan di frontalis os maksila dan prossesus nasalis os frontal. Bagian
antara konka media dan septum dan bagian distal dari dari nasal piramid yang terletak antara dua bola mata akan
tampon tersebut terletak dalam foramen sfenopalatina. terdorong ke belakang. Terjadilah fraktur nasoetmoid,
Tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan fraktur nasomaksila dan fraktur nasoorbita. Fraktur ini
septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan dapat menimbulkan komplikasi atau sekuele di kemudian
selama 10 menit. Kadang kadang diperlukan penambahan hari. Komplikasi yang terjadi tersebut ialah :
penyemprotan oxymethazoline spray beberapa kali, A. Komplikasi neurologik :
1. Robeknya duramater
2. Keluarnya cairan serebrospinal dengan
kemungkinan timbulnya meningitis
3. Pneumoensefal
4. Laserasi otak
5. Avulsi dari nervus olfaktorius
6. Hematoma epidural atau subdural
7. Kontusio otak dan nekrosis jaringan otak
B. Komplikasi pada mata :
1. Telekantus traumatika
2. Hematoma pada mata mata selalu keluar. Tindakan ini memerlukan penanganan
3. Kerusakan nervus optikus yang mungkin yang lebih hati-hati dan teliti. Rekonstruksi dilakukan
menyebabkan kebutaan dengan menggunakan kawat (stainless steel) atau plate &
4. Epifora screw. Pada fraktur tersebut di atas, memerlukan tindakan
5. Ptosis rekonstruksi kantus media.
6. Kerusakan bola mata
C. Komplikasi pada hidung : Manifestasi Klinis
1. Perubahan bentuk hidung Tanda yang mendukung terjadinya fraktur tulang hidung
2. Obstruksi rongga hidung yang disebabkan oleh dapat berupa :
fraktur,dislokasi, atau hematoma pada septum a) Depresi atau pergeseran tulang tulang hidung.
3. Gangguan penciuman (hiposmia atau anosmia) b) Terasa lembut saat menyentuh hidung.
4. Epistakis posterior yang hebat yang disebabkan c) Adanya pembengkakan pada hidung atau muka.
karena robeknya arteri etmoidalis d) Memar pada hidung atau di bawah kelopak mata
5. Kerusakan duktus nasofrontalis dengan (black eye).
menimbulkan sinusitis frontal atau mukokel e) Deformitas hidung.
f) Keluarnya darah dari lubang hidung (epistaksis).
Pada keadaan terjadinya trauma hidung seperti g) Saat menyentuh hidung terasa krepitasi.
tersebut di atas, jika terdapat kehilangan kesadaran h) Rasa nyeri dan kesulitan bernapas dari lubang
mungkin terjadi kerusakan pada susunan saraf otak hidung.
sehingga memerlukan bantuan seorang ahli bedah saraf
otak. Konsultasi kepada seorang ahli mata diperlukan Tanda-tanda berikut merupakan saat dimana sebaiknya
untuk mengevaluasi kemungkinan terdapatnya kelainan meminta pertolongan dokter meliputi :
pada mata. Pemeriksaan penunjang radiologic berupa CT - Nyeri dan pembengkakan tidak menghilang 3x24 jam
scan (axial dan koronal) diperlukan pada kasus ini. - Hidung terlihat miring atau melengkung
Kavum nasi dan lasernasi harus dibersihkan dan - Sulit bernapas melalui hidung meskipun reaksi
diperiksa kemungkinan terjadinya fistul cairan serebro peradangan telah mereda
spinal. Integritas tendon kantus media harus dievaluasi, - Terjadi demam
untuk ini diperlukan konsultasi dengan ahli mata. Klasifikasi - Perdarahan hidung berulang
nasoorbitetmoid kompleks tipe I mengenai satu sisi Tanda-tanda berikut dimana sebaiknya meminta
noncommunited fragmen sentral tanpa robeknya tendo pertolongan ke unit gawat darurat :
kantus media. Tipe II, mengenai fragmen sentral tanpa - Perdarahan yang berlangsung lebih dari beberapa
robeknya tendo kantus media. Tipe III mengenai kerusakan menit pada satu atau kedua lubang hidung
fragmen sentral berat dengan robeknya tendo kantus - Keluar cairan berwarna bening dari lubang hidung
media. - Cedera lain pada tubuh dan muka
Seorang ahli bedah maksilofasial harus mengenal organ - Kehilangan kesadaran
yang rusak pada daerah tersebut untuk melakukan - Sakit kepala yang hebat
tindakan rekonstruksi dengan cara menyambung tulang - Muntah yang berulang
yang patah sehingga mendapatkan hasil yang memuaskan. - Penurunan indra penglihatan
Fraktur nasoorbitetmoid kompleks ini seringkali tidak - Nyeri pada leher
dapat diperbaiki dengan cara sederhana menggunakan - Rasa kebas, baal,atau lemah pada lengan.
tampon hidung atau fiksasi dari luar. Apabila terjadi
kerusakan duktus naso-lakrimalis akan menyebabkan air
DIAGNOSIS kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya
Diagnosis fraktur tulang hidung dapat dilakukan dengan trakea. Fraktur nasal ditandai dengan laserasi pada hidung,
inspeksi, palpasi dan pemeriksaan hidung bagian dalam epistaksis akibat robeknya membran mukosa. Jaringan
dilakukan dengan rinoskopi anterior, biasanya ditandai lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi
dengan pembengkakan mukosa hidung terdapatnya dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan
bekuan dan kemungkinan ada robekan pada mukosa cenderung nampak di bawah tulang hidung dan kemudian
septum, hematoma septum, dislokasi atau deviasi pada menyebar ke kelopak mata atas dan bawah.
septum. Deformitas hidung seperti deviasi septum atau
Pemeriksaan penunjang berupa foto os nasal, foto depresi dorsum nasal yang sangat khas, deformitas yang
sinusparanasal posisi Water dan bila perlu dapat dilakukan terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan
pemindaian dengan CT scan. CT scan berguna untuk pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum
melihat fraktur hidung dan kemungkinan terdapatnya nasal sangatlah penting untuk menentukan antara deviasi
fraktur penyerta lainnya. septum dan hematom septi, yang merupakan indikasi
Pasien harus selalu diperiksa terhadap adanya absolut untuk drainase bedah segera. Sangatlah penting
hematoma septum akibat fraktur, bilamana tidak untuk memastikan diagnosa pasien dengan fraktur,
terdeteksi. Dan tidak dirawat dapat berlanjut menjadi terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang
abses, dimana terjadi resorpsi kartilago septum dan ethmoid biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal
deformitas hidung pelana ( saddle nose ) yang berat. fragmental berat dengan tulang piramid hidung telah
terdorong ke belakang ke dalam labirin ethmoid, disertai
a. Anamnesis remuk dan melebar, menghasilkan telekantus, sering
Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus
dokter sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien. lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan
Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan rhinorrhea cerebrospinalis.
menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan
Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan krepitasi akibat emfisema subkutan, teraba lekukan tulang
dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada hidung dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan
kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat hematom septi tampak area berwarna putih mengkilat
olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan terus atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau
menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam
menilai antara trauma lama dan trauma baru sehingga mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan
akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan
mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus
sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan semprot
sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung, hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu
obstruksi hidung dan anosmia kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada
pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau
b. Pemeriksaan fisik deformitas septum nasal.
Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma
seperti trauma akibat dihantam atau terdorong. Sepanjang b. Pemeriksaan radiologis
penilaian awal dokter harus menjamin bahwa jalan napas
pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Jika tidak dicurigai adanya fraktur nasal komplikasi,
Fraktur nasal sering dihubungkan dengan trauma pada radiografi jarang diindikasikan. Karena pada kenyataannya
kurang sensitif dan spesifik, sehingga hanya diindikasikan
jika ditemukan keraguan dalam mendiagnosa. Radiografi
tidak mampu untuk mengidentifikasi kelainan pada
kartilago dan ahli klinis sering salah dalam
menginterpretasikan sutura normal sebagi fraktur yang
disertai dengan pemindahan posisi. Bagaimanapun, ketika
ditemukan gejala klinis seperti rhinorrhea cerebrospinalis,
gangguan pergerakan ekstraokular atau maloklusi. CT-scan
dapat diindikasikan untuk menilai fraktur wajah atau
mandibular.

PENATALAKSANAAN
Tujuan Penangananan Fraktur Hidung :
a. Mengembalikan penampilan secara memuaskan
b. Mengembalikan patensi jalan nafas hidung
c. Menempatkan kembali septum pada garis tengah
d. Menjaga keutuhan rongga hidung
e. Mencegah sumbatan setelah operasi, perforasi
septum, retraksi kolumela, perubahan bentuk punggung
Gambar 8: hidung
f. Mencegah gangguan pertumbuhan hidung

KONSERVATIF
Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas
gejala klinis, perubahan fungsional dan bentuk hidung, oleh
karena itu pemeriksaan fisik dengan dekongestan nasal
dibutuhkan. Dekongestan berguna untuk mengurangi
pembengkakan mukosa. Pasien dengan perdarahan hebat,
biasanya dikontrol dengan pemberian vasokonstriktor
topikal. Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi
balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi
pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis
merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan
setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan
dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti.
Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan
kepala sedikit ditinggikan untuk mengurangi
pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi
resiko infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan
simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa
nyaman pada pasien.
Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang terjadi. Namun, pada kasus tertentu tindakan reduksi
tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan terbuka di ruang operasi kadang diperlukan. Penggunaan
menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan analgesia lokal yang baik, dapat memberikan hasil yang
lunak sehingga akan terjadi perubahan bentuk dan fungsi. sempurna pada tindakan reduksi fraktur tulang hidung. Jika
Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan tindakan reduksi tidak sempurna maka fraktur tulang
resiko kematian pasien dengan fraktur nasal. Terdapat hidung tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan
banyak silang pendapat mengenai kapan seharusnya reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana
penatalaksanaan dilakukan. Penatalaksanaan terbaik pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat
seharusnya dilakukan segera setelah fraktur terjadi, sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal
sebelum terjadi pembengkakan pada hidung. Sayangnya, masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma.
jarang pasien dievaluasi secara cepat. Pembengkakan pada Setelah waktu tersebut tindakan reduksi mungkin sulit
jaringan lunak dapat mengaburkan apakah patah yang dikerjakan karena sudah terbentuk proses kalsifikasi pada
terjadi ringan atau berat dan membuat tindakan reduksi tulang hidung sehingga perlu dilakukan tindakan rinoplasti
tertutup menjadi sulit dilakukan. Sebab dari itu pasien estetomi.
dievaluasi setelah 3-4 hari berikutnya. Tindakan reduksi
tertutup dilakukan 7-10 hari setelahnya dapat dilakukan Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah :
dengan anestesi lokal. Jika tindakan ditunda setelah 7-10 1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture
hari maka akan terjadi kalsifikasi. Elevator)
Setelah memastikan bahwa saluran napas dalam 2. Cunam Asch
kondisi baik, pernapasan optimal dan keadaan pasien 3. Cunam Walsham
cenderung stabil, dokter baru melakukan penatalaksaan 4. Spekulum hidung pendek dan panjang (Killian)
terhadap fraktur. Penatalaksanaan dimulai dari cedera luar 5. Pinset bayonet.
pada jaringan lunak. Jika terjadi luka terbuka dan
kemungkinan kontaminasi dari benda asing, maka irigasi
diperlukan. Tindakan pembersihan (debridement) juga
dapat dilakukan. Namun pada tindakan debridement harus
diperhatikan dengan bijak agar tidak terlalu banyak bagian
yang dibuang karena lapisan kulit diperlukan untuk
melapisi kartilago yang terbuka.

OPERATIF
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan
perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak
dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan.
Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan
membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk Gambar 10 :
memperbaiki posisi hidung. Reduction instruments. (Left) Asch forceps, (center)
A. Teknik reduksi tertutup Walsham forceps,
Reduksi tertutup adalah tindakan yang dianjurkan and (right) Boies elevator.
pada fraktur hidung akut yang sederhana dan unilateral.
Teknik ini merupakan satu teknik pengobatan yang
digunakan untuk mengurangi fraktur nasal yang baru
Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur kesalahan posisi dan pergerakan tidak sempurna dan
dapat direposisi dengan tindakan yang sederhana. Reposisi harus diulang. Prosesus nasofrontalis didorong ke
dilakukan dengan cunam Walsham. Pada penggunaan dalam dan tulang hidung akhirnya dapat terbentuk
cunam Walsham ini, satu sisinya dimasukkan ke dalam dengan bantuan jari-jari tangan.
kavum nasi sedangkan sisi yang lain di luar hidung dia atas 5. Kemungkinan pemindahan akhir septum. Dokter ahli
kulit yang diproteksi dengan selang karet. Tindakan bedah harus berhati-hati dalam menilai bagian
manipulasi dilakukan dengan kontrol palpasi jari. anterior hidung dan harus mengecek posisi dari
Jika terdapat deviasi piramid hidung karena septum nasal. Jika memuaskan, dokter harus
dislokasi karena dislokasi tulang hidung, cunam Asch mereduksi terbuka fraktur septum melalui
digunakan dengan cara memasukkan masing-masing sisi septoplasti atau reseksi mukosa yang sangat
(blade) ke dalam kedua rongga hidung sambil menekan terbatas.
septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur 6. Kemungkinan laserasi sutura kutaneus. Jika tipe
dikembalikan pada posisi semula dilakukan pemasangan fraktur adalah tipe patah tulang riuk, maka
tampon di dalam rongga hidung. Tampon yang dipasang dibutuhkan laserasi sutura pada kulit yang terbuka.
dapat ditambah dengan antibiotika. Pertama-tama, luka harus dibuka. Sangatlah penting
Perdarahan yang timbul selama tindakan akan untuk membuang semua benda asing yang berada
berhenti, sesudah pemasangan tampon pada kedua rongga pada luka seperti pecahan kaca, kotoran atau batu
hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan kerikil. Hidung membutuhkan suplai darah yang
beberapa lapis gips yang dibentuk dari huruf T dan cukup dan oleh karena itu sedikit atau banyak
dipertahankan hingga 10-14 hari. debridemen sangat dibutuhkan. Penutupan pertama
Langkahlangkah pada tindakan reduksi tertutup : terlihat kebanyakan luka sekitar 36 jam dan sutura
1. Memindahkan kedua prosesus nasofrontalis. nasalis menutup sekitar 3-4 mm. Kadang luka kecil
Forceps Walshams digunakan untuk memindahkan superfisial dapat menutup dengan plester adhesive
kedua prosesus nasalis keluar maksila dan (steristrips).3
menggunakan tenaga yang terkontrol untuk
menghindari gerakan menghentak yang tiba-tiba.
2. Perpindahan posisi tulang hidung. Septum kemudian
dipegang dengan forceps Asch yang diletakkan di
belakang dorsum nasi. Forceps ini diciptakan sama
prinsipnya dengan forceps walshams, tetapi forcep
Asch mempunyai mata pisau yang dapat memegang
septum yang mana bagian mata pisau tersebut
terpisah dari pegangan utama bagian bawah dengan
ukuran lebih besar dan lekukan berguna untuk
menghindari terjadinya kompresi dan kerusakan
kolumela yang hebat dan lebih luas.
3. Manipulasi septum nasal. Forceps Asch kemudian
digunakan lagi untuk meluruskan septum nasal.
4. Membentuk piramid hidung. Dokter ahli bedah
seharusnya mampu untuk mendorong hidung
sampai mencapai posisi yang tidak seharusnya dan
adanya sumbatan/kegagalan mengindikasikan
dengan melalui kombinasi antara gerakan
memperluas dan memotong.

Komplikasi
A) Hematom septi
Merupakan komplikasi yang sering dan serius dari
trauma nasal. Septum hematom ditandai dengan
adanya akumulasi darah pada ruang subperikondrial.
Ruangan ini akan menekan kartilago di bawahnya, dan
mengakibatkan nekrosis septum irreversible.
Deformitas bentuk pelana dapat berkembang dari
jaringan lunak yang hilang. Prosedur yang harus
dilakukan adalah drainase segera setelah ditemukan
disertai dengan pemberian antibiotik setelah drainase.
3,7,12

B. Teknik reduksi terbuka


Fraktur nasal reduksi terbuka cenderung tidak
memberikan keuntungan. Pada daerah dimana fraktur
berada sangat beresiko mengalami infeksi sampai ke dalam
tulang. Masalah pada hidung menjadi kecil karena hidung
mempunyai banyak suplai aliran darah bahkan pada masa
sebelum adanya antibiotik, komplikasi infeksi setelah
fraktur nasal dan rhinoplasti sangat jarang terjadi.

Teknik reduksi terbuka diindikasikan untuk :


1. Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3
minggu setelah trauma.

2. Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid. Penanganan hematom septum berupa :
Disini, sangat nyata adanya fragmentasi tulang - insisi dan drainase hematoma,
sering dengan kerusakan ligamentum kantus medial - pemasangan drain sementara,
dan apparatus lakrimalis. Reposisi dan perbaikan - pemasangan balutan intranasal untuk menekan
hanya mungkin dengan reduksi terbuka, dan mukosa septum
sayangnya hal ini harus segera dilakukan. - dan memperkecil kemungkinan terjadinya hematom
ulang
3. Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus - dimulainya terapi antibiotik untuk mengurangi
dimana teknik manipulasi reduksi tertutup telah kemungkinan terjadinya bahaya infeksi.
dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka B) Fraktur dinding orbita
harus dilakukan insisi pada interkartilago. Gunting Fraktur pada dinding orbita dan lantai orbita
Knapp disisipkan di antara insisi interkartilago dan akibat pukulan dapat terjadi. Gejala klinis yang muncul
lapisan kulit beserta jaringan subkutan yang terpisah adalah disfungsi otot ekstraokuler.
dari permukaan luar dari kartilago lateral atas,
C) Fraktur septum nasal
Sekitar 70% fraktur nasal dihubungkan dengan
fraktur septum nasal. Trauma pada hidung bagian
bawah akan menyebabkan fraktur septum nasal tanpa
adanya kerusakan tulang hidung. Teknik yang
dilakukan adalah teknik manipulasi reduksi tertutup
dengan menggunakan forceps Asch.

D) Fraktur lamina kribriformis


Merupakan predisposisi pengeluaran cairan
cerebrospinalis, yang akan menyebabkan komplikasi
berupa meningitis, encephalitis dan abses otak.

Вам также может понравиться