Вы находитесь на странице: 1из 2

Ketika Agama Tidak Sejalan dengan Budaya: Suatu Refleksi terhadap Perubahan

Identitas Agama:
1 Berbicara mengenai Budaya dan Agama, keduanya merupakan satu proses yang
berjalan seturut perjalanan waktu yang ada. Budaya lahir dari perjalanan panjang umat
manusia di dunia ini, membentuk suatu system budaya dan menghasilkan karya yang
bersifat kebendaan atau dalam bentuk ajaran hidup dan sudah dijalankan oleh generasi
muda dalam suatu budaya dan dimasukkan dalam bentuk kearfian lokal suatu
masyarakat. Sementara menurut sejarahnya, Agama juga tidak lepas dari suatu budaya
dimana Agama itu lahir dan berkembang. Misalnya, agama islam lahir di tanah Arab,
dan hingga saat ini cirri khas dari budaya Arab sangat kental dalam ajaran iman agama
Islam, baik itu dalam tulisan di kitab suci dan dalam tata cara peribadatan umat muslim
(misalnya: shalat, berzikir, dll). Dalam suatu budaya tertentu yang di dalamnya terdapat
perbedaan ajaran dengan ajaran agama, maka keduanya tidak akan dapat berjalan
bersama. Ada kalanya ajaran dalam budaya tidak dapat diterima dalam ajaran agama
tertentu. Dalam hal ini akan memunculkan pertenantangan. Manakah yang benar? Jika
dirunut ke belakang, yang lebih dulu muncul di dunia ini adalah kebudayaan, setelah itu
muncul agama. Pertanyaannya, apakah sebenarnya dari arti Agama tersebut? Apakah
seperti di dalam konteks Undang-Undang negara kita bahwa suatu agama hanya
menunjuk kepada suatu agama tertentu yang diakui oleh negara? Siapa sebenarnya
yang membuat agama itu dan apa latar belakang Agama itu muncul? Berbicara
mengenai agama, maka kita akan berbicara mengenai iman atau keyakinan. Iman hadir
dalam bentuk spiritualitas yang menyalakan iman yang kita pegang. Dalam perjalanan
umat manusia yang sudah berjalan cukup lama. Kebudayaan merupakan suatu proses
yang berjalan secara dinamis seturut perubahan waktu yang ada, entah perubahan itu
berrsifat lambat atau malah berjalan secara revolusif. Kebudayaan sebagai salah satu
hasil karya manusia mulai dari jaman dahulu hadir sebagai identitas yang menjadikan
seseorang dari latar belakang budaya tertentu menjadi lebih khusus disbanding dengan
orang lain yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Mau tidak mau, suka
atau tidak suka, agama senantiasa mengalami kontroversi dengan kebudayaan.
Memang tidak semuanya bersifat demikian. Kita contohkan dalam ajaran Agama
tertentu, bahwa menggunakan atau memakai peralatan athasil karya dari budaya
merupakan suatau kedosaan di hadapan Tuhan. Yang menjadi pertanyaan adalah apa
dan bagaimana sebenarnya peranan agama itu dalam suatu kebudayaan. Agama
merupakan suatu identitas. Budaya juga merupakan demikian. Dalam prakteknya,
banyak orang yang mengalami gonta ganti agama/keyakinan. Apa latar belakang
sehingga mererka melakukannya? Apakah karena ada tawaran ini dan itu, termasuk
tawaran jabatan? Apakah karena adanya ketidakcocokan dalam hidupnya terhadap
agama yang dianut sehingga berusaha pindah Agama? Apakah karena adanya
perkawinan beda Agama sehingga salah satu dari pasangan mengikuti keyakinan
pasangannya? Semua jawaban itu tergantung kepada individu yang menjalani proses
pindah agama/keyakinan. Mari kita bandingkan lagi dengan hal ini. Apakah seseorang
dapat mengubah identitas budayanya. Contohnya saya yang berlatar belakang budaya
Karo, apakah saya dapat menjadi orang dari suku lain? Saya mempunyai marga
sebagai salah satu ciri khusus dari budaya yang mempunyai marga dan diturunkan
kepada generasi selanjutnya. Pernahkah kita menganti kesukuan kita dan mengubah
latar belakang kita menjadi suku lain. Memang ada saja dalam suatu budaya bahwa
terjadinya ketidakjelasan identitas budaya disebabkan oleh bermacam alasan.
Contohnya di jaman dahulu, ada klanya seseorang yang ingin mendapatkan pekerjaan
atau jabatan harus meniadakan marganya karena instansi yang bersangkutan tidak
memperbolehkan seseorang yang mempunyai marga duduk di instansi terkait dengan
suatu jabatan tertentu. Ada saja kasus di dunia pendidikan bahwa seorang anak dari
suku yang mempunyai marga tidak dicantumkan nama marganya di dalam ijazah,
karena sejak berada di bangku Sekolah Dasar si anak itu tidak dicantumkan marganya.
Sehingga dalam perjalanan studinya, marga itu harus ditiadakan supaya adanya
kesamaan identitas mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Namun si anak
itu mau tak mau, suka atau tidak suka, dia itu tetap bermarga dan berasal dari salah
satu suku yang ada dan merupakan identitas khusus dalam hidupnya. Bagaimana
dengan agama? Ketika seseorang pindah keyakinan, maka keyakinannya yang dahulu
berlalu begitu saja. Jika dahulu dia beragama X dan sekarang beragama Y, maka
identitas X itu sudah ditiadakan dan itu sah. Sekarang dia mempunyai identitas Y dan
diterima oleh masyarakat dan sah menurut hukum. Apakah segampang itu untuk
pindah keyakinan? Dimanakah fungsi dari agama tersebut? Apakah agama hanya
sebagai identitas suka atau tidak suka? Atau Agama hanya sebagai jalan untuk
mendapatkan obsesi kita, entah karena kita ingin mempunyai istri yang banyak maka
kita beralih keyakinan karena di dalam agama terdahulu tidak diperbolehkanmempunyai
istri/suami lebih dari satu. Ketika timbulnya pertentangan antara kearifan lokal dalam hal
ini ajaran budaya terhadap ajaran agama, terkadang agama dianggap sebagai salah
satu perusak nilai budaya. Terkadang ada nilai budaya yang tidak sesuai dengan ajaran
agama (dalam hal ini contohnya untuk jumlah mahar dalam suatu perkawinan, ajaran
hidup dari suatu budaya, dll). Apakah suatu agama terkadang bersifat tidak netral
dengan budaya lain, ketika masyarakat dari suku lain masuk dalam suatu agama?
Contohnya agama X tidak pernah dapat berjalan seiringan dengan umatnya dari latar
belakang suatu budaya tertentu? Maka segala adat istiadat dari suatu budaya
dipandang sebagai suatu keharaman di dalam agama itu.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/rudisalamsinulingga/ketika-agama-tidak-
sejalan-dengan-budaya-suatu-refleksi-terhadap-perubahan-identitas-
agama_551b8c70813311e2169de6a3

Вам также может понравиться