Вы находитесь на странице: 1из 61

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya

pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang.(1) Stunting merupakan keadaan

postur tubuh pendek yang timbul karena malnutrisi kronis.(2) Stunting merupakan

masalah kurang gizi yang masih mendunia terutama pada negara-negara

berkembang, 90% anak-anak yang stunting hidup di wilayah Asia dan Afrika.(3)

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2012, terdapat

sekitar 162 juta anak di bawah lima tahun yang mengalami stunting dan 56%

berada di Asia.(4) Data dari Unicef tahun 2011 menyatakan bahwa terdapat 165

juta anak di bawah lima tahun mengalami stunting di dunia. Lima negara yang

memiliki jumlah terbanyak yaitu: India (61,7 juta), Nigeria (11 juta), Pakistan (9,6

juta), China (8 juta) dan Indonesia (7,5 juta).(5)

Menurut data Indonesia Nutrition Profil april 2014 sekitar 9,2 juta (37%)

balita di Indonesia mengalami stunting.(6) Sedangkan beerdasarkan data

RISKESDAS 2013, prevalensi balita stunting di Indonesia adalah sebesar 37,2%,

angka ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sekitar

35,6%. Berdasarkan data RISKESDAS ini juga prevalensi stunting pada anak usia

5-12 tahun di Indonesia adalah 30,7%.(7)

Menurut data RISKESDAS 2013, sekitar 52% balita di Nusa Tenggara Timur

(NTT) mengalami stunting, dan NTT menempati urutan pertama dengan


2

prevalensi stunting tertinggi pada balita dan ini merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang serius menurut WHO (bila prevalensi stunting 30-39% dianggap

sebagai masalah berat, dan bila prevalensinya 40% dianggap sebagai masalah

yang serius). Sedangkan prevalensi stunting untuk anak usia 5-12 tahun di NTT

sekitar 41%.(7)

RISKESDAS Provinsi NTT tahun 2007 menunjukan, bahwa kabupaten

kupang berada pada urutan ke-5 prevalensi stunting tertinggi per kota dan

kabupaten.(8) Berdasarkan data penelitian sebelumnya oleh Sanusi (2012) di

wilayah kerja Puskesmas Tarus didapatkan sekitar 417 balita yang mengalami

stunting pada periode Juni-Desember 2012 dari 1.894 balita yang berkunjung.(9)

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kartika (2013) di Sekolah Dasar

Inpres Tarus 1 Kupang didapatkan bahwa dari 110 anak yang menjadi sampel

penelitian sekitar 51 orangnya (46,4%) mengalami stunting.(10)

Stunting dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yakni panjang badan lahir

rendah, berat bayi lahir rendah, asupan makanan, riwayat infeksi, tingkat

pendidikan orang tua dan keadaan sosial ekonomi keluarga.

Panjang lahir bayi akan berdampak pada pertumbuhan selanjutnya, seperti

pada hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pati Kabupaten Pati

didapatkan hasil bahwa panjang badan lahir pendek merupakan salah satu faktor

resiko balita stunting usia 12-36 bulan dengan nilai p = 0,000 dan nilai OR = 2,81,

hal ini menunjukan bahwa bayi yang lahir dengan panjang badan pendek memiliki

resiko 2,8 kali mengalami stunting dibanding bayi dengan panjang lahir normal.11
3

Di dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui

pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ

lainnya. Janin mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya janin akan dengan

mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya baik yang

menguntungkan maupun yang merugikan pada saat itu. Kekurangan gizi yang

terjadi dalam kandungan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian.

Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan

pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ

tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi diekspresikan

dengan bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan kognitif atau

kecerdasan sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan otak

(Bappenas, 2012).11 Berdasarkan laporan Nutrition in the first 1,000 Days State

of The Worlds Mother tahun 2012 menyatakan bahwa kejadian stunting

dipengaruhi oleh kondisi pada masa 1000 hari kehidupan yaitu mulai dari janin

berada dalam kandungan sampai anak tersebut berusia 2 tahun dan masa ini

disebut dengan masa critical windows, karena pada masa ini terjadi

perkembangan otak dan pertumbuhan badan yang cepat, sehingga bila asupan

nutrisi yang diberikan tidak optimal maka dapat berpotensi anak menjadi

stunting.11

Stunting merupakan keadaan kurang gizi yang dapat menyebabkan gangguan

pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental, perkembangan kecerdasan,

menurunkan daya tahan, mengurangi tingkat kreatifitas dan produktifitas bahkan

meningkatkan angka kesakitan dan kematian.(12)(13)(14)(15)(16) Stunting


4

menggambarkan keadaan kurang gizi yang kronis dimana suplai nutrisi yang

diperlukan tubuh termasuk otak berkekurangan. Hal ini menyebabkan

perkembangan otak tidak optimal, sehingga dapat berpengaruh pada

perkembangan kognitif anak, performance anak di sekolah dan kemampuan

belajarnya, akibatnya berpengaruh pada prestasi belajar anak di

sekolah.(13)(14)(15)(16)(17)(18)

Prestasi belajar siswa merupakan bagian dari kemampuan kognitif yang

menjadi salah satu indikator kesuksesan proses pendidikan di tiap jenjang.

Pendidikan merupakan salah satu penentu indeks pembangunan manusia (Human

Development Indeks) di samping kesehatan dan ekonomi.(19) Data dari United

Nation Development Program (UNDP) tahun 2011, diketahui bahwa indeks

pembangunan manusia Indonesia masih rendah. Di antara 187 negara yang di

survei, Indonesia menempati posisi ke-124. Survei dari Political and Economic

Risk Consultant (PERC) menunjukan kualitas pendidikan di Indonesia berada

pada peringkat ke-12 dari 12 negara di Asia.(20) Trends In Mathematic and

Science Study (TIMSS) tahun 2003, mengemukakan fakta bahwa prestasi belajar

siswa Indonesia masih tergolong rendah dilihat dari peringkat nilai matematika

dan sains.(19) Prestasi belajar pada siswa dapat diukur dengan melihat hasil

pendidikan melalui laporan pendidikan (rapor).(20)

Menurut penelitian Ijarotimi dan Ijadunola di Nigeria (2007), ditemukan

bahwa, pada anak yang kekurangan gizi akan terjadi perubahan pada metabolisme

yang berdampak pada kemampuan kognitif dan kemampuan otak. Karena, dengan

keadaan kurangnya asupan nutrisi pada anak seperti kekurangan energi protein,
5

akan berefek pada fungsi hippocampus dan korteks dalam membentuk dan

menyimpan memori. Sorhaindo dan Feinstein (2006) di London juga menyatakan

bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar. Dalam

penelitiannya, mereka menemukan bahwa gizi buruk yang dialami anak akan

mempengaruhi sistem imun sehingga anak lebih mudah menderita penyakit

infeksi. Keadaan ini akan mempengaruhi kehadiran anak di sekolah sehingga anak

cenderung tertinggal dalam proses pembelajaran sehingga mempengaruhi prestasi

belajar anak.(19)

Menurut penelitian Hayatus Rosita, et al.,(2013) tentang hubungan status gizi

dengan prestasi belajar di kota Padangpanjang mendapatkan hubungan signifikan

antara status gizi stunting dengan prestasi belajar dengan nilai p = 0,005 (p <

0,05).(19) Penelitian cross-sectional yang pernah dilakukan di Kalimantan Barat,

menunjukan anak-anak yang sangat pendek (severely stunted) memiliki IQ yang

jauh lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang hanya pendek

(stunting).(20) Berbeda dengan hasil penelitian di atas, penelitian yang dilakukan

oleh Ova Satya di Banda Aceh tahun 2012 mendapatkan bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara status gizi (TB/U) dengan prestasi belajar.(21)

Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Yeni dan Nadi (2013) mendapatkan

tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar.(22)

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai dampak dari stunting dan riwayat panjang lahir terhadap prestasi belajar

di siswa Sekolah Dasar (SD) Tarus 1 Kupang Nusa Tenggara Timur.


6

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan pertanyaan

sebagai berikut: Adakah hubungan antara Stunting dan Riwayat Panjang Lahir

dengan Prestasi Belajar pada Siswa Sekolah Dasar (SD) Inpres Tarus 1 Kabupaten

Kupang NTT?

1.3 Batasan Masalah

Ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti yaitu hubungan antara

stunting dan riwayat panjang lahir dengan prestasi belajar. Penelitian ini akan

dilakukan pada bulan Agustus tahun 2015, pada siswa kelas IV,V,VI SD Inpres

Tarus 1 Kabupaten Kupang NTT.

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara stunting dan riwayat panjang lahir

dengan prestasi belajar pada siswa SD Inpres Tarus 1 Kabupaten Kupang

NTT tahun 2015.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran status gizi siswa SD Inpres Tarus 1

Kabupaten Kupang NTT tahun 2015.

2. Untuk mengetahui gambaran riwayat panjang lahir siswa SD Inpres Tarus

1 Kabupaten Kupang NTT tahun 2015.


7

3. Untuk mengetagui gambaran prestasi belajar siswa SD Inpres Tarus 1

Kabupaten Kupang NTT tahun 2015.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

a. Bagi peneliti sekarang

Dapat meningkatkan pengetahuan mengenai hubungan antara stunting

dan riwayat panjang lahir dengan prestasi belajar.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk

penelitian selanjutnya.

2. Bagi Institusi

a. Sebagai bahan masukan untuk mengetahui hubungan antara stunting

dan riwayat panjang lahir dengan prestasi belajar.

b. Menjadi bahan untuk program edukasi.

3. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai

hubungan stunting dan riwayat panjang lahir dengan prestasi belajar.

4. Bagi Pemerintah

Peneltian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah agar

dapat menangani masalah kekurangan gizi dengan lebih baik seperti

memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk lebih peka terhadap

masalah kekurangan gizi karena dapat mempengaruhi generasi ke depan.


8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prestasi Belajar

2.1.1 Pengertian Prestasi Belajar

Dalam proses belajar mengajar, perlu bagi seorang pendidik untuk

mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar tersebut. Seberapa jauh

kemampuan siswa dalam memahami dan menerima berbagai hal yang telah

disampaikan oleh guru. Rangkaian kegiatan peserta didik yang menyangkut unsur

cipta, rasa dan karsa serta ranah kognitif, afektif dan psikomotorik harus dinilai

dan indikator penilaian biasanya menggunakan prestasi belajar. Beberapa ahli

mendefinisikan prestasi belajar sebagai berikut(23):

1. Singgih D. Gunarso mengemukakan bahwa Prestasi belajar adalah hasil

maksimal yang dicapai seseorang setelah melakukan usaha belajar.

2. Sutartinah Tirtonegoro mengemukakan Prestasi belajar adalah penilaian

hasil usaha kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf

maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh

setiap anak dalam periode tertentu.

Ketercapaian peserta didik dalam hitungan angka dan huruf merupakan

kumpulan sebuah penilaian panjang dalam proses belajar mengajar. Proses

yang terakumulasi itulah yang menjadi tolak ukur pendidik dalam menentukan

keberhasilan proses mengajar. Proses bertemunya pendidik dan peserta didik

dalam sebuah pembelajaran panjang akan mencerminkan sebuah hubungan


9

simbiosis mutualisme pembelajaran. Ketertarikan inilah menjadikan penilaian

yang tentunya tak hanya sekedar angka dan huruf. Sikap dan karakter peserta

didik menjadi sebuah ukuran wajib dalam penilaian proses pembelajaran.

3. Syaiful Bahri Djamarah mengemukakan bahwa Prestasi belajar adalah

penilaian tentang kemjuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah

yang menyangkut pengetahuan, kecakapan atau keterampilan yang dinyatakan

sesudah penilaian.

Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sendiri

diartikan sebagai pengusahaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan oleh matapelajaran yang lazim ditunjukan dengan nilai tes atau

angka nilai yang diberikan oleh guru.(12)(20)

Prestasi belajar siswa meliputi prestasi kognitif (kemampuan berpikir dan

analisis) prestasi afektif (sikap) dan prestasi psikomotor (tingkah laku). Namun

dari tiga aspek tersebut aspek kognitiflah yang menjadi tujuan utama dalam suatu

sistem pendidikan tanpa mengesampingkan aspek yang lain (Syah,2001).(12)

Prestasi belajar diperoleh setelah terjadi interaksi belajar mengajar (Nasution,

1993). Selanjutnya Bloom (1994) mengemukakan Indeks Prestasi (hasil belajar)

dapat dikategorikan ke dalam aspek, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil

belajar dalam aspek kognitif adalah menggugat pengetahuan, pengembangan

kemampuan intelektual. Hasil belajar afektif meliputi perubahan dalam hal minat,

sikap dan nilai.(24)

Secara umum, prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil kemampuan yang

telah dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar berupa perubahan
10

tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan, kemudian diukur dan dinilai yang

hasilnya diwujudkan dalam bentuk angka maupun pernyataan.(20)

2.1.2 Cara Mengukur Prestasi Belajar

Prestasi belajar dapat diukur melalui evaluasi (penilaian). Menurut Muhibbin

(1995) evaluasi artinya penilaiaan terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai

tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Sedangkan Oemar Hamalik

(2003) memberi pengertian bahwa evaluasi adalah suatu proses berkelanjutan

tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-

keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pengajaran.

Terkadang pengukuran dan penilaian disamaartikan, padahal sebenarnya dua

hal yang berbeda. Penilaiaan (evaluasi) memiliki makna yang lebih luas daripada

mengukur dan pengukuran merupakan alat melakukan penilaian (evaluasi).

Pengukuran prestasi belajar siswa biasa diartikan sebagai prosedur pemberian

angka (skor) kepada suatu atribut atau karakter tertentu yang dimiliki seseorang.

Pengukuran merupakan proses kuantifikasi yang hasilnya berupa angka-angka.

Begitu pula dalam kegiatan pendidikan, pengukuran atribut prestasi belajar anak

di sekolah dapat dilakukan terhadap pengetahuan, sikap, maupun keterampilan

siswa.

Untuk melakukan pengukuran tersebut dibutuhkan alat ukur. Alat ukur yang

digunakan biasanya berupa tes-tes. Terdapat berbagai jenis tes untuk mengukur

pengetahuan, sikap maupun keterampilan siswa. Berdasarkan bentuk dan

strukturnya dapat berbentuk seperti: tes essay, tes menjodohkan, tes benar salah,
11

tes pilihan ganda, tes isian dan hubungan sebab akibat. Namun pada tingkat

sekolah dasar biasanya menggunakan jenis yang lebih sederhana seperti tes isian

atau pilihan ganda.

Hasil pengukuran dari atribut prestasi belajar siswa (pengetahuan, sikap dan

keterampilan) ini selanjutnya akan digabungkan dan dianalisis, kemudian dinilai

menjadi satu kesatuan. Luaran (output) dari hasil penilaian tersebut dapat dilihat

dalam buku raport dan kebanyakan sekolah mengurutkan nilai akhir siswa

menjadi peringkat atau ranking dengan cara membandingkan dengan nilai siswa

lainnya.(20)(23)(25)

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Faktor- faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya, tetapi

Slameto (2003) dapat menggolongkannya menjadi dua, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal.(12)(23)(26)

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang

belajar, meliputi faktor fisiologis, faktor kelelahan dan faktor psikologis.(12)(22)(25)

1. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis dalam belajar dapat dibedakan lagi menjadi dua macam

yaitu keadaan jamani pada umumnya dan keadaan fungsi fisiologis

tertentu. Lebih lanjut dijabarkan sebagai berikut:


12

a. Keadaan Jasmani

Keadaan jasmani yang dimaksudkan disini adalah berkaitan dengan

kondisi fisik individu yang sedang belajar. Kondisi fisik yang sehat

ataupun yang tidak sehat akan berpengaruh tersendiri dalam proses

belajar. Proses belajar akan sangat terganggu apabila kesehatan

individunya terganggu, sehingga akan berpengaruh pula pada hasil

belajar yang akan dicapai. Selain dari itu proses belajarpun

memerlukan nutrisi yang cukup mengingat proses belajar memerlukan

energi, dan energi tersebut dihasilkan oleh nutrisi yang dikonsumsi

oleh individu yang bersangkutaan. Saat berpikir otak memerlukan

energi yang berasal dari glukosa. Penggunaan energi untuk berpikirnya

otak dapat mencapai 20-30% dari total energi dalam tubuh, karena itu

otak sering disebut sebagai organ yang boros energi.(12)(20)(23)(26)

b. Keadaan Fungsi Fisiologis

Keadaan fungsi fisiologis yang dimaksudkan disini dalah segala

sesuatu yang berkaitan dengan fungsi panca indera. Fungsi panca

indera sangat berpengaruh dalam proses belajar, terutama fungsi mata

dan telinga mengingat proses belajar melibatkan proses komunikasi

antara guru dan siswa. Selain itu indera yang lain juga mempunyai

peranan tersendiri dan perlu dijaga kondisinya, seperti peraba,

penghindu dan perasa yang biasanya sangat bermanfaat dalam mata

pelajaran praktikum.(23)(26)
13

2. Faktor Kelelahan

Kelelahan dapat mempengaruhi belajar, karena apabila jasmani dan rohani

mengalami kelelahan maka sulit sekali untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak

kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan jasmani terlihat dari lemah

lunglainya tubuh dan timbul kecendrungan untuk membaringkan tubuh.

Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dari adnya kebosanan sehingga

minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Faktor ini sering

timbul pada anak yang membantu orang tuanya mencari nafka, sehingga

disaat ia harus belajar ia sudah kelelahan dan menjadikannya malas belajar.(23)

3. Faktor Psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor dari dalam diri individu, yang

berkaitan erat dengan sisi kejiwaannya. Faktor psikologis ini lebih lanjut

merupakan faktor yang mendorong mengapa seseorang individu melakukan

perbuatan belajar dan yang menentukan prestasi yang dihasilkan dari proses

belajar.(12)(23)(26)

Faktor psikologis meliputi:

a) Kecerdasan/Intelegensi

Intelegensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu

kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan situasi yang baru

dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep

yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya

dengan cepat, (Slameto 2003). Jadi intelegensi adalah kesanggupan


14

seseorang untuk beradaptasi dalam berbagai situasi dan dapat

diabstraksikan pada suatu kualitas yang sama.

Intelegensi memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar

seseorang. Seseorang yang mempunyai intelegensi jauh di bawah

normal akan sulit diharapkan untuk mencapai prestasi yang tinggi

dalam proses belajar. Namun sangat perlu dipahami bahwa intelegensi

itu bukan merupakan satu-satunya faktor penentu keberhasilan

seseorang. Intelegensi itu hanya merupakan salah satu faktor dari

sekian banyak faktor. Sebaliknya, seseorang yang intelegensinya tidak

seberapa tinggi atau sedang, mungkin saja mencapai prestasi belajar

yang tinggi jika proses belajarnya ditunjang dengan berbagai faktor

lain yng memungkinkan untuk mencapai prestasi belajar yang

maksimal.(12)(23)(26)

b) Minat

Minat merupakan keinginan yang besar terhadap sesuatu yang berbeda

pada tiap siswa. Apabila siswa mempunyai minat yang besar terhadap

salah satu mata pelajaran kemudian memusatkan perhatian yang lebih

terhadap mata pelajaran itu dan belajar dengan giat maka akan

mencapai hasil yang baik. Sebaliknya apabila siswa tidak menaruh

minat maka ia tidak akan berusaha dan bisa dikatakan hasilnya akan

rendah. Bagaimanapun baiknya proses belajar yang dilakukan

seseorang hasilnya akan kurang memuaskan jika orang tersebut tidak

berminat.(12)(23)(26)
15

c) Bakat

Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Bakat merupakan kemampuan

yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir yang akan terealisasi menjadi

kecakapan sesudah ia belajar (Slameto, 2003). Bakat memang

merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan

belajar seseorang dalam suatu bidang tertentu. Namun kegagalan

dalam belajar yang sering terjadi sehubungan dengan bakat justru

disebabkan seseorang terlalu ceapat merasa dirinya tidak berbakat

dalam suatu bidang.(12)(23)(26)

d) Daya Ingat

Daya ingat sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Daya

ingat dapat didefinisikan sebagai daya jiwa untu memasukan,

menyimpan dan mengeluarkan kembali suatu kesan. Kemampuan

mengingat ini dipengaruhi pula oleh daya jiwa yang lain diantaranya

adalah kemauan dan daya konsentrasi.(12)

e) Motivasi

Motivasi peranannya penting dalam memberikan gairah, semangat dan

rasa senang dalam belajar. Yang memiliki motivasi tinggi mempunyai

banyak energi untuk belajar. Kurang atau ketiadaan motivasi akan

menyebabkan kurang semangat dalam belajar (Darsono, 2000).(26)


16

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu yang sedang belajar.

Faktor eksternal tersebut dikelompokan menjadi tiga faktor, yaitu faktor

keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.(12)(23)(26)

1. Faktor Keluarga

Siswa yang sedang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa

tingkat pendidikan orang tua, relasi antara anggota keluarga, perhatian

orang tua dan keadaan status sosial ekonomi orang tua.(23)

a) Tingkat Pendidikan Orang Tua

Tingkat pendidikan orang tua sangat mempengaruhi pandangan anak-

anaknya dalam menempuh pendidikan yang dijalaninya, sebab

semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua semakin tinggi pula

kemampuan untuk membimbing dan mengarahkan anaknya untuk

melakukan aktivitas-aktivitas tertentu di dalam masyarakat maupun

lingkungan sekolahnya.(12)(23)(26)

b) Relasi antara Anggota Keluarga

Relasi antara anggota keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua

dengan anaknya. Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak,

perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga tersebut. Relasi

yang baik adalah relasi yang penuh pengertian dan kasih sayang,

disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman untuk

menyukseskan belajar anak itu sendiri.(23)


17

c) Perhatian Orang Tua

Orang tua yang banyak memberi perhatian dalam belajar anaknya

tentu akan mendorong anaknya untuk berhasil mencapai prestasi yang

baik, akan tetapi orang tua yang kurang memberikan perhatian pada

anaknya juga akan mempengaruhi prestasi belajarnya.(12)(23)(26)

d) Keadaan Status Sosial Ekonomi Keluarga

Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan belajar anak.

Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya,

misalnya makan, pakian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga

memerlukan fasilitas belajar seperti ruang belajar, meja, kursi,

penerangan, alat-alat tulis, buku-buku dan lain-lain. Semua fasilitas ini

akan dapat dipenuhi jika status ekonomi keluarga memadai.(12)(23)(26)(27)

2. Faktor Sekolah

Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi pengaruh

terhadap prestasi belajar anak. Faktor-faktor sekolah yang mempengaruhi

prosese belajar ini mencakup(12)(23)(26):

a) Metode Mengajar

Cara-cara mengajar haruslah tepat, efisien dan seefektif mungkin

sehingga anak dapat menerima pelajaran dengan baik dan dapat

mencapai prestasi yang baik.(23)

b) Sarana dan Prasarana

Dalam proses belajar mengajar diperlukan sarana dan prasarana yang

dapat memperlancar penerimaan materi pelajaran yang diberikan pada


18

siswa. Sarana dan prasaran yang mendukung akan membuat siswa

lebih giat dan maju sehingga akan mempengaruhi hasil belajarnya.(23)

c) Metode Belajar

Siswa perlu mengguanakan cara belajar yang tepat yaitu dengan

belajar teratur setiap hari dengan pembagian waktu yang baik, memilih

cara belajar yang tepat dan cukup istrahat maka akan meningkatkan

hasil belajar.(23)

3. Faktor Masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstren yang juga berpengaruh terhadap

belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa di dalam

masyarakat.(12)(23)(26)(28) Lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi

kemajuan belajar anak yaitu:

a) Teman Bergaul

Teman bergaul mempunyai pengaruh yang sangat besar dan

pengaruhnya lebih cepat masuk ke dalam jiwa anak. Teman bergaul

yang baik akan berpengaruh baik pada diri anak, begitu juga

sebaliknya, teman bergaul yang jelek akan memberikan pengaruh yang

jelek juga terhadap diri anak. Agar anak dapat belajar dengan baaik,

maka perlulah diusahakan agar anak memiliki teman bergaul yang

baik-baik.(26)(28)

b) Cara Hidup Lingkungan

Cara hidup lingkungan mempengaruhi belajar anak, misalnya cara

hidup yang suka main judi, minum-minuman keras, menganggur, tidak


19

suka belajar tentu akan berpengaruh negatif bagi anak-anak yang

sekolah. Namun sebaliknya jika lingkungan hidup anak adalah orang-

orang terpelajar yang baik-baik, mereka mendidik dan menyekolahkan

anaknya, antusias dengan cita-cita masa depan anaknya, pengaruh itu

akan mendorong semangat anak untuk belajar lebih giat lagi.(26)(28)

c) Media Massa

Media massa seperti internet, televisi, surat kabar, majalah dan

sebagainya turut mempengaruhi anak dalam belajarnya. Media massa

jika digunakan dengan baik maka akan memberikan manfaat yang baik

pula, sehingga anak perlu diawasi dan pemilihan media massa perlu

diseleksi agar dapat memberian pengaruh yang baik untuk anak.(26)(28)

2.2 Stunting

2.2.1 Definisi Stunting

Stunting merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek hingga melampaui

defisit 2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi

refrensi internasional. Stunting dapat juga didefinisiskan sebagai indeks tinggi

badan menurut umur (TB/U) kurang dari minus dua standar deviasi (-2SD) atau

di bawah rata-rata standar yang ada dan severe stunting didefinisikan kurang dari -

3 SD (ACC/SCN, 2000). Keadaan ini diinterpretasikan sebagai malnutrisi kronis.

Stunting adalah postur tubuh pendek yang timbul karena malnutrisi kronis.

Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang

Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
20

merupakan istilah lain untuk stunted dan severly stunted (Kemenkes, 2011).

Stunting pada anak merupakan hasil jangka panjang konsumsi kronis diet

berkualitas rendah yang dikombinasikan dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan

masalah lingkungan (Semba, et al., 2008). Stunting menggambarkan kegagalan

pertumbuhan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan dihubungkan

dengan penurunan kapasitas fisik dan psikis, penurunan pertumbuhan fisik, dan

pencapaian di bidang pendidikan rendah (The world bank, 2010; UNICEF).

Stunting merupakan hasil dari kekurangan gizi kronis dan sering terjadi

antargenerasi ditambah dengan penyakit yang sering. Hal tersebut adalah ciri khas

endemik kemiskinan. Stunting terkait dengan lebih rendahnya perkembangan

kognitif dan produktivitas. Stunting pada anak merupakan indikator utama dalam

menilai kualitas modal sumber daya manusia di masa mendatang.(2)(17)(29)(30)

2.2.2 Epidemiologi Stunting

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2012, terdapat

sekitar 162 juta anak di bawah lima tahun yang mengalami stunting dan 56%

berada di Asia.(4) Data dari Unicef tahun 2011 menyatakan bahwa terdapat 165

juta anak di bawah lima tahun mengalami stunting di dunia. Lima negara yang

memiliki jumlah terbanyak yaitu: India (61,7 juta), Nigeria (11 juta), Pakistan (9,6

juta), China (8 juta) dan Indonesia (7,5 juta).(5)

Menurut data Indonesia Nutrition Profil april 2014 sekitar 9,2 juta (37%)

balita di Indonesia mengalami stunting.(6) Sedangkan beerdasarkan data

RISKESDAS 2013, prevalensi balita stunting di Indonesia adalah sebesar 37,2%,


21

angka ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu sekitar

35,6%. Berdasarkan data RISKESDAS ini juga prevalensi stunting pada anak usia

5-12 tahun di Indonesia adalah 30,7%.(7)

Menurut data RISKESDAS 2013, sekitar 52% balita di NTT mengalami

stunting, dan NTT menempati urutan pertama dengan prevalensi stunting tertinggi

pada balita dan ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius menurut

WHO (bila prevalensi stunting 30-39% dianggap sebagai masalah berat, dan bila

prevalensinya 40% dianggap sebagai masalah yang serius). Sedangkan

prevalensi stunting untuk anak usia 5-12 tahun di NTT sekitar 41%.(7)

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kartika (2013) di

Sekolah Dasar Inpres Tarus 1 Kupang didapatkan bahwa dari 110 anak yang

menjadi sampel penelitian sekitar 51 orangnya (46,4%) mengalami stunting.(10)

2.2.3 Faktor Risiko Stunting

1. Asupan Makanan

Asupan makanan berkaitan dengan kandungan nutrisi (zat gizi) yang

terkandung di dalam makanan yang dimakan. Nutrisi (zat gizi) merupakan

bagian yang penting dari kesehatan dan pertumbuhan.

Tingkat pertumbuhan berbeda untuk setiap anak, begitu juga dengan

kebutuhan energinya. Kebutuhan energi anak-anak sangat bervariasi

berdasarkan perbedaan tingkat pertumbuhan dan tingkat aktifitas. Tingkat

pertumbuhan untuk usia 1 sampai 3 tahun dan 7 sampai 10 tahun lebih cepat,

sehingga mengharuskan kebutuhan energi yang lebih besar. Usia dan tahap
22

perkembangan anak juga berkaitan dengan kebutuhan energi (Sharlin &

Edelstein, 2011).

Terhambatnya pertumbuhan pada bayi dan anak-anak tercermin dalam

ketinggian yang tidak sesuai dengan usia, merupakan contoh adaptasi pada

asupan energi yang rendah dalam waktu yang lama. Jika kekurangan energi

tidak terlalu lama, anak akan menunjukan catch-up growth. Stunting

mencerminkan kekurangan gizi kronis dan terdeteksi sebagai gangguan

pertumbuhan linier.

Menurut hasil penelitian di Kabupaten Bogor menunjukan bahwa tingkat

asupan energi kelompok anak yang normal hampir sebagian tercukupi,

sementara pada kelompok anak stunting masih rendah (Astari, Nasution, dan

Dwiriani, 2006). Analisis data RISKESDAS tahun 2010 yang dilakukan oleh

Fitri (2012) menunjukan ada hubungan yang signifikan antara konsumsi energi

dengan kejadian stunting pada balita usia 12-59 bulan di Sumatera. Pada

penelitian di Kalimantan Barat dan Maluku, diperoleh hasil bahwa konsumsi

energi berhubungan dengan kejadian stunting.(28)(29)(30)

2. Panjang Badan Lahir

Panjang badan lahir adalah ukuran panjang bayi yang dilakukan secara

telentang ketika bayi dilahirkan (Kemenkes RI, 2011).31 Panjang badan lahir

bayi akan berdampak pada pertumbuhan selanjutnya, seperti pada hasil

penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pati Kabupaten Pati didapatkan hasil

bahwa panjang badan lahir pendek merupakan salah satu faktor resiko balita
23

stunting usia 12-36 bulan dengan nilai p = 0,000 dan nilai OR = 2,81, hal ini

menunjukan bahwa bayi yang lahir dengan panjang badan pendek memiliki

resiko 2,8 kali mengalami stunting dibanding bayi dengan panjang lahir

normal.11

Di dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui

pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ

lainnya. Janin mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya janin akan dengan

mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya baik yang

menguntungkan maupun yang merugikan pada saat itu. Kekurangan gizi yang

terjadi dalam kandungan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian.

Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan

pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan

organ tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi

diekspresikan dengan bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan

kognitif atau kecerdasan sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan

perkembangan otak (Bappenas, 2012).11

Berdasarkan laporan Nutrition in the first 1,000 Days State of The Worlds

Mother tahun 2012 menyatakan bahwa kejadian stunting dipengaruhi oleh

kondisi pada masa 1000 hari kehidupan yaitu mulai dari janin berada dalam

kandungan sampai anak tersebut berusia 2 tahun dan masa ini disebut dengan

masa critical windows, karena pada masa ini terjadi perkembangan otak dan

pertumbuhan badan yang cepat, sehingga bila asupan nutrisi yang diberikan

tidak optimal maka dapat berpotensi anak menjadi stunting.11


24

Berdasarkan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010), panjang

badan lahir bayi dibagi dalam tiga kelompok, sebagai berikut :

1. Bayi lahir pendek, bayi dengan panjang lahir kurang kurang dari 48 cm.

2. Bayi lahir normal, bayi dengan panjang badan 48-52 cm.

3. Bayi lahir tinggi, bayi dengan panjang badan di atas 52 cm.(32)

3. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

Berat lahir merupakan indikator untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan,

kesehatan jangka panjang dan pengembangan psikososial. Berat lahir juga

mencerminkan kualitas perkembangan intra uterin dan pemeliharaan kesehatan

mencakup pelayanan kesehatan yang diterima ibu selama kehamilannya

(Awwa et al, 2004).(33)

BBLR didefinisikan oleh WHO sebagai berat lahir di bawah 2500 gram.

BBLR merupakan masalah kesehatan masyarakat yang banyak terjadi di

negara-negara miskin dan berkembang. Setidaknya 17 juta bayi dilahirkan

dengan BBLR setiap tahun yang mewakili sekitar 16% dari semua bayi yang

baru lahir di negara-negara berkembang.(29)(30)(33)

Di negara berkembang, bayi dengan BBLR lebih cendrung mengalami

retradasi pertumbuhan intrauterin yang terjadi karena buruknya gizi ibu dan

meningkatnya angka infeksi dibandingkan dengan negara maju (Henningham

& McGregor dalam Gibney, 2008). Dampak dari bayi yang memiliki berat

lahir rendah akan berlangsung antar generasi yang satu ke generasi selanjutnya.
25

Anak yang BBLR kedepannya akan memiliki ukuran antropometri yang

kurang di masa dewasa. Bagi perempuan yang lahir dengan berat rendah,

memiliki resiko besar untuk menjadi ibu yang stunted sehingga akan cenderung

melahirkan bayi dengan berat lahir rendah seperti dirinya. Bayi yang dilahirkan

oleh ibu yang stunted tersebut akan menjadi perempuan dewasa yang stunted

juga, dan akan membentuk siklus yang sama seperti sebelumnya (Semba dan

Bloem, 2001).(29)

Gangguan pertumbuhan antar generasi tersebut dapat digambarkan seperti

berikut:

Kegagalan
pertumbuhan
pada anak

Remaja

Kehamilan dengan berat


BBLR
usia muda dan tinggi
kurang

Perempuan
dewasa
stunted

Gambar 2.1 Gangguan Pertumbuhan Antar-Generasi


(sumber : Semba & Bloem 2001 dalam A. Paramitha, 2012)(29)
26

4. Riwayat Infeksi

Penyebab langsung malnutrisi adalah diet yang tidak adekuat dan penyakit.

Manifestasi malnutrisi ini disebabkan oleh perbedaan antara jumlah zat gizi

yang diserap dari makanan dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari terlalu sedikit mengkonsumsi makanan

atau mengalami infeksi, yang meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat gizi,

mengurangi nafsu makanan, atau mempengaruhi penyerapan zat gizi di usus.

Kenyataannya, malnutrisi dan infeksi sering terjadi saat bersamaan.

Malnutrisi dapat meningkatkan resiko infeksi, sedangkan infeksi juga dapat

menyebabkan malnutrisi yang mengarahkan ke lingkaran setan. Anak kurang

gizi, yang daya tahan tubuh terhadap penyakitnya rendah, jatuh sakit akan

menjadi semakin kurang gizi, sehingga mengurangi kapasitasnya untuk

melawan penyakit dan sebagainya. Ini disebut juga infectionmalnutrition

(Maxwell, 2011).

Berdasarkan penelitian Masithah, Soekirman & Martianto (2005), anak

balita yang menderita diare memiliki hubungan positif dengan indeks status

gizi tinggi badan menurut umur (TB/U). Penelitian lain juga menunjukan hal

yang sama, penyakit infeksi menunjukan hubungan yang signifikan terhadap

indeks status gizi TB/U (Neldawati, 2006).(29)


27

Diet yang
tidak adekuat

Penurunan nafsu makan


Penurunan berat badan
Malabsorpsi
Gagal tumbuh
Peningkatan kebutuhan tubuh
Penurunan kekebalan tubuh
akan energi dan zat gizi lain
Peningkatan kerentanan

Peningkatan keparahan
dan durasi penyakit

Gambar 2.2 Siklus Infeksi-Malnutrisi


(sumber : Tomkins & Watson (1989) dalam A. Paramitha, 2012)(29)

5. Tingkat Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua berpengaruh terhadap pengasuhan anak, karena

dengan pendidikan yang tinggi orang tua akan memahami pentingnya peranan

orang tua dalam pertumbuhan anak dan diperkirakan memiliki pengetahuan

gizi yang baik pula. Selain itu pendidikan yang tinggi, dapat mempengaruhi

tingkat pendapatan sehingga berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan.(29)

Berdasarkan penelitian Zottareli, Sunil & Rajaram (2007) menunjukan bahwa

pervalensi stunting meningkat dengan rendahnya tingkat pendidikan.(33)

Pada penelitian Astari, Nasoetion, dan Dwiriani (2006), tingkat pendidikan

ayah pada anak stunting lebih rendah dibandingkan dengan anak normal.
28

Penelitian di Libya menunjukan bahwa pendidikan ayah merupakan faktor

signifikan terkait dengan kejadian stunting pada anak usia di bawah 5 tahun

(Taguri, et al., 2007). Penelitian lain dari Semba et al. (2009), menunjukan

bahwa pendidikan ayah berhubungan dengan kejadian stunting pada anak di

Bangladesh.(29)

Rendahnya pendidikan ibu merupakan penyebab utama dari kejadian

stunting pada anak sekolah dan remaja di Nigeria. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Semba et al. (2008) pada anak-anak di Indonesia menunjukan

hasil yang sama, bahwa meningkatkan pendidikan ibu dapat mengurangi

kejadian stunting.(29) Sama halnya penelitian yang dilakukan oleh Astari,

Nasoetion & Dwiriani (2006) mengatakan bahwa tingkat pendidikan ibu

secara statistik terdapaat perbedaan yang nyata (p < 0.05) antara kelompok

stunting dan normal.(33)

6. Status Ekonomi Keluarga

Kekurangan gizi seringkali merupakan bagian dari lingkaran yang meliputi

kemiskinan dan penyakit.(33) Ketiga faktor ini saling terkait sehingga masing-

masing memberikan kontribusi terhadap yang lain. Dengan adanya

pertumbuhan ekonomi dan adanya peningkatan penghasilan, maka perbaikan

gizi akan tercapai dengan sendirinya. Terdapat hubungan antara pendapatan

dan gizi yang menguntungkan, yaitu pengaruh peningkatan pendapatan dapat

menimbulkan perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga yang menimbulkan

interaksi status gizi.(29)


29

Status ekonomi keluarga dipandang memiliki dampak yang signifikan

terhadap probabilitas anak menjadi pendek dan kurus. Dalam hal ini, WHO

merekomendasikan status gizi pendek atau stunting sebagai alat ukur atas

tingkat sosial-ekonomi yang rendah dan sebagai salah satu indikator untuk

memantau ekuitas dalam kesehatan (Zere & McIntyre, 2003).(29)

Peningkatan pendapatan rumah tangga berhubungan dengan penurunan

dramatis terhadap probabilitas stunting pada anak. Beberapa studi menunjukan

bahwa peningkatan pendapatan pada penduduk miskin adalah strategi untuk

membatasi tingginya kejadian stunting dalam sosial-ekonimi rendah pada

segmen populasi. Malnutrisi terutama stunting, lebih dipengaruhi oleh dimensi

sosial ekonomi, sehingga harus dilihat dalam konteks yang lebih luas dan tidak

hanya dalam ranah biomedis (Zere & McIntyre, 2003). Menurut penelitian

Semba et al. (2008) di Indonesia dan Bangladesh menunjukan bahwa anak dari

keluarga dengan tingat ekonimi rendah memiliki resiko stunting lebih tinggi

dibandingkan anak dari keluarga sosial ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini

menunjukan bahwa keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi kejadian

stunting.(29)

2.2.4 Dampak Stunting

2.2.4.1 Dampak Jangka Pendek

Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi kurang yang

sudah berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta

pulih kembali. Sejumlah besar penelitian crosssectional memperlihatkan


30

keterkaitan antara stunting dengan perkembangan motorik dan mental yang

buruk dalam usia kanak-kanak dini, serta prestasi kognitif dan prestasi sekolah

yang buruk dalam usia kanak-kanak. Anak-anak yang bertubuh pendek

memiliki tingkat perkembangan yang buruk dan juga memperlihatkan perilaku

yang berubah. Pada anak-anak kecil, perilaku ini meliputi kerewelan serta

frekuensi menangis yang meningkat, tingkat aktivitas yang lebih rendah,

jumlah dan entusiasme bermain untuk bermain dan mengeksplorasi lingkungan

yang lebih kecil, berkomunikasi lebih jarang, afek (ekspresi) yang tidak begitu

gembira, serta cendrung untuk berada dekat ibu serta lebih apatis.(17)

WHO (2013) memberi pandangan mengenai efek jangka pendek dari

stunting pada anak didalam beberapa aspek yakni aspek kesehatan, aspek

perkembangan anak dan aspek ekonomi. Pada aspek kesehatan, stunting

dipandang dapat meningkatakan angka morbiditas dan mortalitas anak.

Sedangkan dalam aspek perkembangan anak, stunting memberi dampak

terhambatnya perkembangan kognitif, motorik dan bahasa dari anak terutama

kalau stunting terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan anak sejak dari dalam

kandingan sampai anak berusia 2 tahun. Dalam aspek ekonomi stunting

berdampak meningkatkan pembiayaan untuk merawat anak-anak yang sakit

akibat lebih banyak waktu yang diperlukan untuk pemulihan kesehatan

anak.(11)(13)

2.2.4.2 Dampak Jangka Panjang

Anak-anak yang bertubuh pendek (stunted) pada usia kanak-kanak dini

terus menunjukan kemampuan yang lebih buruk dalam fungsi kognitif yang
31

beragam dan prestasi sekolah yang lebih buruk jika dibandingkan dengan anak-

anak yang bertubuh normal hingga usia 12 tahun. Mereka juga memiliki

permasalahan perilaku, lebih terhambat dan kurang perhatian serta lebih

menunjukan gangguan tingkah laku (conduct disorder). Anak-anak tersebut

juga memiliki perilaku yang lebih buruk di sekolah, termasuk berkurangnya

perhatian dan lebih buruknya keterampilan dalam pergaulan sosial mereka

dibandingkan anak-anak yang tidak memiliki riwayat malnutrisi. Mereka juga

menjadi lebih agresif dan mudah dialihkan perhatiannya saat di rumah.

Gangguan perkembangan ditemukan hingga usia pubertas, kendati hanya ada

beberapa data dari penelitian terhadap orang-orang dewasa.(17)

WHO (2013) kembali melihat efek jangka panjang untuk stunting dalam

tiga aspek yang sama yakni aspek kesehatan, aspek perkembangan dan aspek

ekonomi.(13)

Dalam aspek kesehatan stunting memberikan efek jangka panjang yakni

tinggi badan yang kurang pada orang dewasa, lebih rentan terhadap obesitas

dan kondisi komorbiditas lainnya dan menurunkan kesehatan reproduksi

terutama pada wanita. Anak yang stunting biasanya tumbuh menjadi orang

dewasa yang stunting apabila tidak ditangani lebih lanjut. Hal ini diakibatkan

karena pada anak-anak yang stunting, pada masa remajanya terjadi

keterlambatan dalam maturasi tulang yang menyebabkan terjadinya defisit

pertumbuhan sehingga tetap menjadi pendek hingga dewasa. Restriksi

pertumbuhan pada anak-anak stunting tidak hanya berdampak pada tinggi

badan ketika dewasa namun juga berdampak pada kelainan metabolik dan
32

penyakit kronik pada saat dewasa. Menurut data dari Maternal and Child

Undernutrtion Study Group (2008), bahwa stunting merupakan faktor resiko

untuk peningkatan kadar glukosa darah, tekanan darah dan dislipidemia pada

orang dewasa. Selain mempengaruhi tinggi badan dan kelainan metabolik

stunting juga mempengaruhi kesehatan reproduksi terutama pada wanita.

Stunting meningkatkan resiko maternal pada saat kehamilan dan proses

melahirkan. Maternal yang mengalami stunting akan melahirkan anak yang

stunting juga hal ini disebabkan karena adanya restriksi pertumbuhan

intrauterina (Intrauterine Growth Restriction/ IUGR) saat kehamilan. IUGR

selama kehamilan juga dapat menyebabkan janin mengalami stres dalam

kandungan bahkan sampai mengalami kematian. Selain itu pada saat

melahirkan, dapat juga terjadi kelahiran yang lama, hal ini disebabkan karena

rongga pelvis pada maternal yang stunting mengalami penyempitan akibat

tulang-tulang panggul yang tidak berkembang.(13),(15)

Dalam aspek perkembangan stunting memberi dampak menurunkan

performance di sekolah dan menurunkan kemampuan belajar untuk mencapai

potensi yang maksimal. Keterkaitan antara tubuh yang lebih tinggi dan kinerja

kognitif yang lebih baik ternyata sangat besar pada berbagai kelompok etnis

serta wilayah geografik, dan keterkaitan ini kemudian ditafsirkan sebagai status

gizi yang lebih baik selama periode perkembangan otak yang akan

menghasilkan perkembangan kognitif yang lebih maju. Stunting

menggambarkan keadaan malnutrisi kronis dimana suplai energi yang

diperlukan oleh tubuh termasuk otak berkekurangan. Hal ini menyebabkan


33

perkembangan otak tidak memadai sehingga membuat penurunan fungsi

kognitif sampai akhirnya berdampak pada kegagalan perkembangan

kognitif.(13)(14)(15)(18)(17)

Dampak stunting dibidang ekonomi yaitu menurunkan produktivitas kerja

yang akhirnya berpengaruh pada pendapatan yang di terima. Stunting

berdampak orang menjdi pendek ketika dewasa dan perkembangan kognitifnya

terhambat sehingga cendrung tidak memiliki pendidikan yang memadai

sehingga berpengaruh pada produktifitas kerjanya.(13)(15)

2.2.5 Cara Pengukuran

Berdasarkan baku antropomteri WHO 2007 untuk anak umur 5-18 tahun,

stunting dapat ditentukan berdasarkan nilai Z-score tinggi badan menurut umur

(TB/U).(7)(34)

Rumus yang digunakan untuk perhitungan Z-score TB/U yaitu sebagai

berikut:

Jika TB > Nilai Median maka: TB - Nilai Median


+1SD - Nilai Median
Jika TB < Nilai Median maka: TB Nilai Median
Nilai Median (-1SD)

Gambar 2.3 Rumus Z-score TB/U


34

Selanjutnya berdasarkan nilai Z-score ini status gizi anak dapat

dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kategori Status Gizi berdasarkan TB/U dengan Z-score(7)

Z-score Kategori
Z-score < -3,0 Sangat Pendek (severly stunting)
Z-score -3,0 s/d < -2,0 Pendek (stunting)
Z-score -2,0 Normal

2.3 Hubungan Stunting dan Riwayat Panjang Lahir dengan Prestasi Belajar

Stunting menggambarkan keadaan malnutrisi kronis dimana suplai nutrisi

yang diperlukan tubuh termasuk otak berkekurangan. Hal ini menyebabkan

pertumbuhan anak dan perkembangan otaknya tidak memadai sehingga

menyebabkan pertumbuhan anak terganggu dan penurunan fungsi kognitif sampai

gagalnya perkembangan kognitif anak.(13)(14)(15)(18)

Kekurangan gizi pada masa lalu akan menyebabkan perubahan metabolisme

dalam otak terutama jika ini terjadi saat 1000 hari kehidupan anak sejak di dalam

kandungan sampai 2 tahun pertama kehidupannya. Hal ini akan mengakibatkan

terjadinya ketidakmampuan otak untuk berfungsi normal. Pada keadaan yang

lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan terganggu

(stunting), badan lebih kecil, jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi

ketidakmatangan serta ketidaksempurnaan organisasi biokimia otak. Keadaan ini

akan berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak.(11)(19)

Di dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui

pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ

lainnya. Janin mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya janin akan dengan
35

mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya baik yang

menguntungkan maupun yang merugikan pada saat itu. Kekurangan gizi yang

terjadi dalam kandungan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian.

Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan

pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ

tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi diekspresikan

dengan bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan kognitif atau

kecerdasan sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan otak

(Bappenas, 2012).11

Berdasarkan laporan Nutrition in the first 1,000 Days State of The Worlds

Mother tahun 2012 menyatakan bahwa kejadian stunting dipengaruhi oleh kondisi

pada masa 1000 hari kehidupan yaitu mulai dari janin berada dalam kandungan

sampai anak tersebut berusia 2 tahun dan masa ini disebut dengan masa critical

windows, karena pada masa ini terjadi perkembangan otak dan pertumbuhan

badan yang cepat, sehingga bila asupan nutrisi yang diberikan tidak optimal maka

dapat berpotensi anak menjadi stunting.11

Status gizi kurang menyebabkan perkembangan otak yang tidak sempurna

yang menyebabkan kognitif dan perkembangan IQ terhambat serta kemampuan

belajar terganggu yang selanjutnya berpengaruh pada prestasi belajar siswa.

Menurut penelitian Ijarotimi dan Ijadunola (2007) di Nigeria, mereka

menemukan bahwa, pada anak yang kekurangan gizi akan terjadi perubahan pada

metabolisme yang berdampak pada kemampuan kognitif dan kemampuan otak.

Karena, dengan keadaan kurangnya asupan nutrisi pada anak seperti kekurangan
36

energi protein, akan berefek pada fungsi hippocampus dan korteks dalam

membentuk dan menyimpan memori. Sorhaindo dan Feinstein (2006) di London

juga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status gizi dengan prestasi

belajar. Dalam penelitiannya, mereka menemukan bahwa gizi buruk yang dialami

anak akan mempengaruhi sistem imun sehingga anak lebih mudah menderita

penyakit infeksi. Keadaan ini akan mempengaruhi kehadiran anak di sekolah

sehingga anak cenderung tertinggal dalam proses pembelajaran sehingga

mempengaruhi prestasi belajar anak.(19) Sebuah penelitian yang dilakukan Olney,

et al. (2009), pada anak-anak di Pemba, Zanzibar menghasilkan kesimpulan

bahwa stunting merupakan salah satu faktor resiko terhambatnya perkembangan

anak-anak pada populasi tersebut.(20)

Anak yang memiliki status gizi kurang atau buruk (underweight) berdasarkan

pengukuran berat badan terhadap umur (BB/U) dan pendek (stunting) atau sangat

pendek (severely stunting) berdasarkan pengukuran tinggi badan menurut umur

(TB/U) mempunyai resiko kehilangan tingkat kecerdasan atau intellegence

quotient (IQ) sebesar 10-15 poin.(21)

Menurut penelitian Hayatus Rosita, et al.,(2013) tentang hubungan status gizi

dengan prestasi belajar di kota Padangpanjang mendapatkan hubungan signifikan

antara status gizi stunting dengan prestasi belajar dengan nilai p = 0,005 (p <

0,05).(19) Penelitian cross-sectional yang pernah dilakukan di Kalimantan Barat,

menunjukan anak-anak yang sangat pendek (severely stunted) memiliki IQ yang

jauh lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang hanya pendek

(stunting).(20)
37

2.4 Kerangka Teori

Asupan Riwayat BBLR Riwayat Pendidikan Keadaan Sosial-


makanan Panjang Lahir Infeksi Orang Tua Ekonomi Keluarga

Stunting

Dampak Jangka Pendek Dampak Jangka Panjang

Meningkatkan Terhambatnya Penurunan Terganggunya


angka mortalitas perkembangan Kapasitas Belajar
kesehatan
dan morbiditas motorik, mental dan Penurunan
pada anak kognitif Performance di reproduksi
Sekolah Meningkatkan
resiko komorbid di
usia dewasa
Faktor Fisiologis
Faktor Kelelahan
Faktor Psikologis
Faktor Keluarga Prestasi Belajar

Faktor Sekolah
Faktor Lingkungan

Gambar 2.4 Kerangka Teori


38

Kerangka teori di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Stunting dapat didefinisiskan sebagai indeks tinggi badan menurut umur

(TB/U) kurang dari minus dua standar deviasi (-2SD). Stunting dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor yakni asupan makanan, Panjang Badan Lahir, Berat bayi

lahir rendah (BBLR), riwayat infeksi, pendidikan orang tua dan keadaan sosial

ekonomi keluarga. Panjang badan lahir bayi akan berdampak pada pertumbuhan

selanjutnya, seperti pada hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pati

Kabupaten Pati didapatkan hasil bahwa panjang badan lahir pendek merupakan

salah satu faktor resiko balita stunting usia 12-36 bulan dengan nilai p = 0,000 dan

nilai OR = 2,81, hal ini menunjukan bahwa bayi yang lahir dengan panjang badan

pendek memiliki resiko 2,8 kali mengalami stunting dibanding bayi dengan

panjang lahir normal.

Di dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui pertambahan

berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ lainnya. Janin

mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya janin akan dengan mudah

menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya baik yang menguntungkan

maupun yang merugikan pada saat itu. Kekurangan gizi yang terjadi dalam

kandungan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara paralel

penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan pengurangan

jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh

lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi diekspresikan dengan

bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan kognitif atau kecerdasan

sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan otak (Bappenas,


39

2012). Berdasarkan laporan Nutrition in the first 1,000 Days State of The Worlds

Mother tahun 2012 menyatakan bahwa kejadian stunting dipengaruhi oleh kondisi

pada masa 1000 hari kehidupan yaitu mulai dari janin berada dalam kandungan

sampai anak tersebut berusia 2 tahun dan masa ini disebut dengan masa critical

windows, karena pada masa ini terjadi perkembangan otak dan pertumbuhan

badan yang cepat, sehingga bila asupan nutrisi yang diberikan tidak optimal maka

dapat berpotensi anak menjadi stunting.

Stunting memiliki dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.

Dampak jangka pendek dari stunting yakni terhambatnya perkembangan motorik,

mental dan kognitif. Hal ini dikarenakan stunting merupakan kondisi malnutrisi

kronis di mana suplai nutrisi yang diperlukan tubuh termasuk otak berkekurangan.

Suplai nutrisi yang kurang ke otak akan menyebabkan kelainan metabolisme pada

otak yang akan menyebabkan jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi

ketidakmatangan serta ketidaksempurnaan organisasi biokimia otak. Hal ini tentu

akan mempangruhi fungsi otak sebagai pusat perkembangan motorik, mental dan

kognitif terutama jika terjadi pada golden periode yaitu kira-kira tiga tahun

pertama kehidupan anak. Stunting juga dapat meningkatkan angka morbiditas dan

mortalitas pada anak. Dalam penelitian yang dilakukan Sorhaindo dan Feinstein di

London (2006) didapatkan bahwa gizi buruk pada anak akan mempengaruhi status

imunitas dari anak sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas anak.

Dampak jangka panjang dari stunting yakni penurunan kapasitas belajar dan

penurunan performance di sekolah. Apabila stunting dibiarkan berlanjut dan tidak

ditangani hingga anak masuk ke usia sekolah maka dampak jangka pendek
40

stunting berupa terhambatnya perkembangan motorik, mental dan kognitif akan

mempengaruhi kapasitas belajar anak dan performance anak di sekolah. Stunting

yang tidak ditangani hingga masa dewasa dapat menyebabkan terganggunya

kesehatan reproduksi terutama pada perampuan, dimana pertumbuhan tulang yang

terhambat pada stunting membuat panggul wanita menjadi sempit sehingga turut

mempengaruhi kesehatan reproduksinya terutama saat melahirkan dan ibu yang

stunting pun dapat melahirkan anak yang stunting disebabkan karena adnya

retriksi pertumbuhan intauterin. Menurut beberapa penelitian stunting tidak hanya

berdampak pada tinggi badan saat dewasa namun juga turut mempengaruhi

kelainan metabolik dan penyakit kronik saat dewasa. Menurut data dari Maternal

and Child Undernutrition Study Group (2008), bahwa stunting merupakan faktor

resiko untuk peningkatan kadar glukosa darah, tekanan darah dan dislipidemia

pada orang dewasa.

Dampak jangka pendek stunting berupa terhambatnya perkembangan motorik,

mental dan kognitif dan dampak jangka panjang stunting berupa penurunan

kapasitas belajar dan penurunan performance anak di sekolah dapat

mempengaruhi prestasi belajar seorang anak. Prestasi belajar merupakan

ketercapaian peserta didik yang dinyatakan dalam hitungan angka, merupakan

kumpulan sebuah penilaian panjang dalam proses belajar mengajar yang diberikan

oleh guru dalam periode tertentu. Prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh faktor

fisiologis, faktor kelelahan, faktor psikologis, faktor keluarga, faktor sekolah dan

faktor lingkungan.
41

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Stunting Terhambatnya Prestasi Belajar


perkembangan kognitif
Menurunya tingkat
kecerdasan
Riwayat Panjang Menurunya daya ingat
Lahir
Faktor Fisiologis
Faktor Kelelahan
Faktor Psikologis
Faktor Keluarga
Faktor Sekolah
Faktor Lingkungan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: variabel yang diteliti

: variabel yang tidak diteliti


42

3.2 Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian, yakni sebagai berikut:

1. Variabel bebas ialah stunting dan riwayat panjang lahir.

2. Variabel terikat ialah prestasi belajar.

3.3 Hipotesis

H0 : tidak terdapat hubungan antara stunting dan riwayat panjang lahir dengan

prestasi belajar pada siswa Sekolah Dasar Inpres Tarus 1 Kabupaten

Kupang Nusa Tenggara Timur.

H1 : terdapat hubungan antara stunting dan riwayat panjang lahir dengan

prestasi belajar pada siswa Sekolah Dasar Inpres Tarus 1 Kabupaten

Kupang Nusa Tenggara Timur.


43

3.4 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Variabel
penelitian Definisi Alat Ukur Kriteria Skala Sumber
Stunting Status gizi yang Z-Score yang < -2 SD: Stunting Ordinal Gibney,
(Perawakan didasarkan pada dihitung -2 SD: Non- Kemenkes
Pendek) indeks tinggi berdasarkan Stunting RI 2011,
badan menurut tabel TB/U WHO 2007.
umur yang oleh WHO
melampaui 2007.
defisit 2 SD di
bawah median
tinggi badan
populasi yang
menjadi
referensi
nasional.
Riwayat Ukuran panjang Kuisioner < 48 cm : Pendek Ordinal Kemenkes
Panjang bayi yang 48 cm : Normal RI 2010,
Lahir dilakukan secara 2011
telentang ketika
bayi dilahirkan.
Prestasi Ketercapaian Rekapitulasi Ratio Tirtonegoro
Belajar peserta didik nilai rapor dalam
yang dinyatakan untuk nilai Wahyuni
dalam hitungan matematika 2011, KBBI
angka, dan sains
merupakan
kumpulan
sebuah penilaian
panjang dalam
proses belajar
mengajar yang
diberikan oleh
guru dalam
periode tertentu.
44

3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode anlitik observasional dengan

pendekatan kohort retrospektif.(35)(36) Rancangan ini dapat digambarkan sebagai

berikut:

Populasi

Sampel

Kelompok dengan Kelompok tanpa


faktor resiko faktor resiko

Stunting Non-stunting

Riwayat Panjang Riwayat Panjang


Lahir Pendek Lahir Normal

Prestasi belajar Prestasi belajar

Gambar 3.2 Rancangan Penelitian


45

3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SD Inpres Tarus 1 Kabupaten Kupang Nusa

Tenggara Timur pada bulan Agustus 2015.

3.7 Populasi dan Sampel

3.7.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SD Inpres Tarus 1 kelas IV, V,

VI. Alasan Peneliti memilih populasi ini karena dalam penelitian ini peneliti harus

menjelaskan mengenai prosedur penelitian dan populasi ini dianggap sudah dapat

memahami dan bisa diajak kerja sama.

3.7.2 Sampel

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus

analitik korelatif :(35)(36)

2
Z + Z
n= [ 1+r ] + 3
0,5 ln( )
1r

Gambar 3.3 Rumus besar sampel analitik korelatif

Keterangan :

n : besar sampel

Z : 1,96 ( = 0,05)

Z : 1,645 ( = 0,05)

r : 0,555

Berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel sebanyak 37 orang. Sampel

kemudian dipilih dengan cara consecutive sampling.


46

3.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.8.1 Kriteria Inklusi

3.8.1.1 Subyek dengan Faktor Risiko

1. Siswa kelas IV,V,VI SD Inpres Tarus 1 Kupang.

2. Siswa yang bersedia menjadi subyek penelitian.

3. Siswa yang stunting.

4. Siswa dengan riwayat panjang lahir pendek.

3.8.1.2 Subyek tanpa Faktor Risiko

1. Siswa kelas IV,V, VI SD Inpres Tarus 1 Kupang.

2. Siswa yang bersedia menjadi subyek penelitian.

3.8.2 Kriteria Eksklusi

3.8.2.1 Subyek dengan Faktor Risiko

a. Siswa yang tidak hadir saat penelitian.

b. Siswa yang cacat seperti siswa yang bisu, tuli maupun siswa yang

mengalami kebutaan.

3.8.2.2 Subyek tanpa Faktor Risiko

a. Siswa yang tidak hadir saat penelitian.

b. Siswa yang stunting.

c. Siswa yang riwayat panjang lahir pendek.

d. Siswa yang cacat seperti siswa yang bisu, tuli maupun siswa yang

mengalami kebutaan.
47

3.9 Alur Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

3.9.1 Alur Penelitian

Rangkaian alur atau prosedur dalam melakukan penelitian adalah sebagai

berikut:

Mengurus surat izin penelitian

Mulai melakukan penelitian

Pemilihan sampel

Informed Consent

Mengisi Identitas

Mengisi kuisioner riwayat panjang lahir dengan bertanya kepada


orang tua

Mengumpulkan kuisioner

Melakukan pengukuran TB

Mendata nilai rapor

Pengolahan hasil penelitian

Laporan hasil penelitian

Gambar 3.4 Alur Penelitian


48

3.9.2 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data mengenai stunting dilakukan dengan mengukur tinggi badan

kemudian dilakukan perhitungan Z-score berdasarkan indeks TB/U dengan rumus

yang ada, dan diinterpretasikan dengan standar yang ada. Pengumpulan data

mengenai riwayat panjang lahir dilakukan dengan mengisi kuisioner dan bertanya

kepada orang tua.

Pengumpulan data mengenai prestasi belajar dilakukan dengan merekap nilai

rapor kemudian dirata-ratakan.

3.10 Analisis Data

3.10.1 Identifikasi Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer dan data sekunder.

Data primer yaitu data yang langsung berasal langsung dari subyek penelitian.

Data primer dalam penelitian ini adalah tinggi badan siswa, umur siswa dan data

mengenai riwayat panjang lahir siswa. Data sekunder yaitu data yang tidak berasal

langsung dari subyek penelitiannya atau berasal dari sumber lain. Dalam

penelitian ini yaitu, data mengenai jumlah siswa, dan nilai rapor siswa yang

didapatkan dari sekolah.

Data yang diteliti memiliki skala data berupa skala ordinal pada variabel

bebas (stunting dan riwayat panjang lahir) dan skala ratio pada variabel terikat

(prestasi belajar).
49

3.10.2 Jenis Pengolahan Data

Tahap analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat

dan bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui karakteristik subyek

penelitian meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan orang tua dan hasil interpretasi

perhitungan Z-score. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan dua

variabel yakni, variabel bebas (stunting dan riwayat panjang lahir) dan variabel

terikat (prestasi belajar). Data yang diperoleh akan diolah menggunakan program

komputer dengan uji korelasi Pearson bila data berdistribusi normal dan uji

korelasi Spearman bila data berdistribusi tidak normal. Untuk menentukan

distribusi data normal atau tidak digunakan uji Kolmogorov-Smirnov.(35)(36)

3.11 Jadwal Kegiatan Penelitian

Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Penelitian

2015 2016
No. Kegiatan Bulan Bulan
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1
1. Penyusunan
Proposal
2. Seminar
Proposal
3. Persiapan
Penelitian
4. Pengumpulan
Data
5. Pengelolaan
dan Analisis
Data
6. Penyusunan
Laporan
7. Seminar Hasil

8. Ujian Skripsi
50

3.12 Rancangan Anggaran

Tabel 3.3 Rencana Anggaran

No. Uraian Volume Biaya satuan Total biaya


1. Kertas 5 Rim Rp. 40.000 Rp. 200.000
2. Tinta 7 buah Rp. 35.000 Rp. 245.000
3. Foto kopi informed consent 400 lembar Rp. 150 Rp. 60.000
4. Fotokopi lembaran identitas 400 lembar Rp. 150 Rp. 60.000
siswa dan kisioner
5. Hadiah subjek 200 Rp. 5.000 Rp. 1.000.000
6. Lain-lain Rp. 200.000 Rp. 200.000
Total Rp. 1.765.000

3.13 Masalah Etika

Inform Consent merupakan hal yang sangat penting dilakukan pada subyek

penelitian. Informasi yang jelas penting untuk disampaikan. Ethical Clearance

diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Nusa Cendana.


51

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusuma KE. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Anak Usia 2-3 Tahun
(Studi di Kecamatan Semarang Timur). 2013; Available from:
http://eprints.undip.ac.id/41856/1/572_Kukuh_Eka_Kusuma_G2C009049.p
df
2. Hestuningtyas, TR. Pengaruh Konseling Gizi terhadap Pengetahuan, Sikap,
Praktik Ibu dalam Pemberian Makanan Anak, dan Asupan Zat Gizi Anak
Stunting Usia 1-2 Tahun di Kecamatan Semarang Timur. 2013; Available
from:
http://eprints.undip.ac.id/41928/1/576_Tiara_Rosania_Hestuningtyas_2203
0111150008.pdf
3. Unicef. TRACKING PROGRESS ON CHILD AND MATERNAL
NUTRITION. 2009; Available from:
http://www.unicef.org/publications/files/Tracking_Progress_on_Child_and
_Maternal_Nutrition_EN_110309.pdf
4. Joint UNICEF WHO The World Bank Child Malnutrition Database:
Estimates for 2012 and Launch of Interactive Data Dashboards. 2013;
Available from:
http://www.who.int/nutgrowthdb/jme_2012_summary_note_v2.pdf
5. Unicef. Key Facts and Figures on Nutrition. 2013; Available from:
http://www.who.int/pmnch/media/news/2013/20130416_unicef_factsheet.p
df
6. Indonesia Nutrition Profile. 2014; Available from:
http://www.fantaproject.org/sites/default/files/download/Indonesia-
Nutrition-Profile-Apr2014.pdf
7. Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan Kemenkes RI. Riset
Kesehatan Dasar 2013. 2013; Available from:
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesd
as2013.PDF
8. Badan Pengembangan dan Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan
RI. LAPORAN HASIL RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS)
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2008. 2009; Available
from:
http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/book/9
7
9. Mooy, RM. Hubungan antara Stunting dengan Perkembangan Gerakan
Motorik pada Anak Usia 12 36 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Tarus
Kabupaten Kupang Tahun 2014. Nusa Cendana; 2014.
10. Samapaty, K. Hubungan Persepsi Diri Tentang Tinggi Badan dengan Status
Gizi pada Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Kupang Tahun 2013 (Studi
pada Sekolah Dasar di Daerah Urban dan Rural). 2013; Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana.
52

11. Najahah, I. Faktor Risiko Panjang Lahir Bayi Pendek di Ruang Bersalin
RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat. Jurnal Media Bina
Ilmu [Internet]. 2014;8:1623. Available from:
http://www.lpsdimataram.com/phocadownload/April-2014/3 Faktor Risiko
Panjang Lahir Bayi Pendek Di Ruang Bersalin RSUD-Imtihanatun
Najahah.pdf
12 Isdaryanti, C. Asupan Energi Protein, Status Gizi, dan Prestasi Belajar Anak
Sekolah Dasar Arjowinangun 1 Pacitan. 2007; Available from:
https://muslimpinang.files.wordpress.com/2010/10/christien-publikasi.pdf
13. WHO. Childhood Stunting: Contex, Cause and Consequences. Maternal
Child Nutrtion [Internet]. 2013;2745. Available from:
http://www.who.int/nutrition/events/2013_ChildhoodStunting_colloquium_
14Oct_ConceptualFramework_colour.pdf
14. Crosby, L., Jayasinghe, D., McNair D. Food for Thought [Internet]. Save
The Children. 2013. Available from:
http://www.savethechildren.org/atf/cf/%7B9def2ebe-10ae-432c-9bd0-
df91d2eba74a%7D/FOOD_FOR_THOUGHT.PDF
15. Dewey, K., Begum K. Why Stunting Matters. A & T Technical Brief Journal
[Internet]. 2010;(2):16. Available from:
http://www.fhi360.org/sites/default/files/media/documents/Insight - Why
stunting matters %28English%29.pdf
16. Unicef. IMPROVING CHILD NUTRITION. 2013; Available from:
http://www.unicef.org/gambia/Improving_Child_Nutrition_-
_the_achievable_imperative_for_global_progress.pdf
17. Gibney MJ, Margets BM, Kerney JM, Arab L. Gizi Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.
18. United Nation World Food Programme. World Hunger Series 2006: Hunger
and Learning. 2006; Available from:
http://www.unicef.org/lac/World_Hunger_Series_2006_Full%281%29.pdf
19. Hayatus, R., Herman, R., Sastri S. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi
Belajar Siswa Sekolah Dasar Negri 01 Guguk Malintang Kota
Padangpanjang. J Kesehat Andalas [Internet]. 2014;3(3):462467.
Available from: http//:jurnal.fk.unand.ac.id
20. Septiani, S. Hubungan Status Gizi (Indeks TB/U) dan Faktor Lainnya dengan
Prestasi Belajar Siswa SDN Cinere 2, Cinere Depok Tahun 2012. Available
from: lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314258-S_Seala Septiani.pdf
21. Satya, O. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar pada Murid Kelas III
SDN 32 Beurawe Banda Aceh Tahun 2012. Kesehatan Masyarakat
[Internet]. 2012; Available from:
www.ejournal.uui.ac.id/jurnal/OVA_SATYA-e31-jurnal_ova.pdf
22 Elviani, Y., Nadi A. Hubungan Status Gizi dan Jenis Kelamin dengan
Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II di SD Negeri 56 Kota Lubuklinggau
Tahun 2013. 2013; Available from:
http://poltekkespalembang.ac.id/userfiles/files/hubungan_status_gizi_dan_j
enis_kelamin_dengan_prestasi_belajar_pada_siswa_kelas_ii_di_sd_negeri_
56_kota_lubukl.pdf
53

23. Wahyuni, S. Hubungan Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Pemanfaatan
Media Belajar dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas XI SMA Batik 2
Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011. 2011; Available from:
http://core.ac.uk/download/pdf/16507225.pdf
24. Ristiana, S. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tindakan Sarapan dengan Status
Gizi dan Indeks Prestasi Anak Sekolah Dasar di SD Negeri No.101835
Bingkawan Kecamatan Sibolangit Tahun 2009. 2009; Available from:
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14678/1/09E01198.pdf
25. Yulianto, Y. Hubungan antara Jenjang Pendidikan Orang Tua dan Motivasi
Belajar dengan Prestasi Belajar Sosiologi pada Siswa Kelas XI SMA
Negeri 1 Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011. 2011; Available from:
http://core.ac.uk/download/pdf/16506841.pdf
26. UNIMED. Tinjauan Pustaka Prestasi Belajar. 2011; Available from:
http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-22748-BAB
II.pdf
27. Nurasiyah. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pendapatan Orang Tua terhadap
Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Kelas XI IPS 3 di SMA Nurul Farah
Pekanbaru. 2011; Available from:
http://digilib.uir.ac.id/dmdocuments/pea,nur aisyah.pdf
28. Cahyo, R. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Kewirausahaan
Siswa Kelas XI SMAKN 1 Punggelan Banjar Negara. 2010;
29. Anisa, P. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada
Balita Usia 25-60 Bulan di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012. 2012;
Available from:
http://www.google.co.id/url?q=http://lontar.ui.ac.id/file%3Ffile%3Ddigital/
20320460-S-
Paramitha%2520Anisa.pdf&sa=U&ei=hxJbVYXrEdbnuQTawoHgCw&ve
d=0CBIQFjAA&usg=AFQjCNG9aZ37QTsWMgvxSwluAlrxPN5ppw
30. Wiyogowati, C. Kejadian Stunting pada Anak Berumuran di Bawah Lima
Tahun (0-59 Bulan) di Provinsi Papua Barat Tahun 2010 (Analisis Data
Riskesdas Tahun 2010). 2012; Available from:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&
cad=rja&uact=8&ved=0CGQQFjAI&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2
Ffile%3Ffile%3Ddigital%2F20288982-S-
Citaningrum%2520Wiyogowati.pdf&ei=dAnXVODGMIapuwTS9YD4Dw
&usg=AFQjCNHR5hdnh-
shIHzLpvJaSGx4Fl_y1g&bvm=bv.85464276,d.c2E
31. Kliranayungie C. Hubungan Status Gizi Ibu dan Faktor Lain dengan Berat
dan Panjang Lahir di RS Sint Carolus Jakarta Bulan Juni-September 2011.
2012; Available from:
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=claudia+debtarsie.pdf&source=
web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBsQFjAAahUKEwjT3J73z5XHAh
XDpZQKHX0lAsg&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3
Ddigital%2F20355675-S-
Claudia%2520Debtarsie%2520Kliranayungi.pdf&ei=nO_DVdOeBsPL0gT
54

9yojADA&usg=AFQjCNGv3M8HqMW1wpEydtd5l8xncyUwdw&bvm=b
v.99556055,d.dGo
32. Kemenkes RI 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial.
2010; Available from: http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2011/09/Buku-Saku-Pelayanan-Kesehatan-
Neonatal-Esensial.pdf
33. Fitri. Berat Lahir sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting pada Balita
(12-59 Bulan) di Sumatera (Analisis Data Riskesdas 2010). 2012;
Available from: http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20298098-T30071-
Fitri.pdf
34. WHO. Height for Age Boys and Girls 5 to 19 years (Z-score). 2007;
Available from:
http://www.who.int/growthref/who2007_height_for_age/en/
35. Sastroasmoro S., Ismail S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Ed. 4.
CV. Sagung Seto; 2011.
36. Dahlan, MS. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan. 2nd ed. Jakarta: Sagung Seto; 2012.
55

LAMPIRAN I

LEMBAR PENJELASAN SEBELUM PERSETUJUAN (PSP)

Yth. Bapak/Ibu Orang Tua/Wali dan Yang Terkasih adik-adik sekalian


Salam sejahtera bagi kita semua, perkenalkan nama saya Anastasia Longa
Selasa, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. Saat ini saya
akan melakukan penelitian tentang Hubungan Stunting dan Riwayat Panjang
Lahir dengan Prestasi Belajar pada Siswa Sekolah Dasar Inpres Tarus 1
Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara stunting (atau dalam keseharian kita
sebut sebagai pendek) dan riwayat panjang lahir dengan prestasi belajar pada
siswa Sekolah Dasar Inpres Tarus 1 Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur.
Dengan ini saya menjelaskan bahwa prestasi belajar merupakan
ketercapaian peserta didik yang dinyatakan dalam hitungan angka, merupakan
kumpulan sebuah penilaian panjang dalam proses belajar mengajar yang diberikan
oleh guru dalam periode tertentu. Prestasi belajar anak dipengaruhi oleh beberapa
faktor dan salah satu diantaranya ialah status gizi berdasarkan indeks panjang
badan atau tinggi badan menurut umur. Stunting merupakan status panjang badan
atau tinggi badan anak yang kurang dari standar yang telah ditetapkan atau biasa
disebut pendek dalam keseharian, sedangkan panjang lahir merupakan ukuran
panjang bayi yang diukur setelah bayi lahir. Ada beberapa faktor yang dapat
meyebabkan terjadinya perawakan pendek (stunting) salah satunya adalah panjang
badan lahir.
Di dalam kandungan, janin akan tumbuh dan berkembang melalui
pertambahan berat dan panjang badan, perkembangan otak serta organ-organ
lainnya. Janin mempunyai plastisitas yang tinggi, artinya janin akan dengan
mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungannya baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan pada saat itu. Kekurangan gizi yang
terjadi dalam kandungan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian.
Secara paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dengan
56

pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ
tubuh lainnya. Hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi diekspresikan
dengan bentuk tubuh yang pendek, rendahnya kemampuan kognitif atau
kecerdasan sebagai akibat tidak optimalnya pertumbuhan dan perkembangan otak.
Hal ini membuat anak menjadi stunting/pendek dan perkembangan kognitifnya
terganggu.
Perawakan pendek/stunting dapat memberi dampak jangka pendek dan
dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek dari stunting ialah terhambatnya
perkembangan kognitif, motorik dan mental anak sedangkan dampak jangka
panjang stunting diantaranya adalah penurunan kapasitas belajar dan penurunan
performance di sekolah. Baik efek jangka panjang maupun jangka pendek ini
mempengaruhi prestasi belajar anak di sekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk meneliti Hubungan Stunting dan Riwayat Panjang Lahir dengan Prestasi
Belajar pada Siswa Sekolah Dasar Inpres Tarus 1 Kabupaten Kupang Nusa
Tenggara Timur.
Partisipasi Bapak/Ibu dan adik-adik sekalian dalam penelitian ini dapat
memberikan manfaat sebagai bahan masukan bagi Pemerintah untuk memperbaiki
masalah gizi pada anak sejak dini karena dapat mempengaruhi generasi ke depan,
serta sebagai sarana untuk menambah ilmu dan wawasan mengenai hubungan
stunting dan riwayat panjang lahir dengan prestasi belajar.
Apabila Bapak/Ibu/ dan adik-adik bersedia mengikuti kegiatan ini, maka
kami meminta bapa/ibu untuk mengisi lembaran pertanyan yang kami
lampirkan bersama penjelasan ini dan kami akan melakukan pengukuran
tinggi badan siswa serta meminta nilai rapor dari siswa-siswa.
Keikutsertaan adik-adik dalam kegiatan ini bersifat sukarela dan adik-adik
dapat menolak atau mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Identitas
pribadi dan data yang telah diberikan akan dirahasiakan dan hanya digunakan
untuk keperluan penelitian ini.
Apabila bapak/ibu dan adik-adik bersedia ikut dalam kegiatan ini, maka
kami meminta kesediaan bapak/ibu dan adik-adik untuk menandatangani surat
persetujuan dan bersedia menjadi responden penelitian yang berjudul :
57

Hubungan Stunting dan riwayat panjang lahir dengan Prestasi Belajar


pada Siswa Sekolah Dasar Inpres Tarus 1 Kabupaten Kupang Nusa Tenggar
Timur
Atas kesediaan Bapak/Ibu dan adik-adik saya ucapkan terima kasih.
Tuhan memberkati.
Apabila Bapak/Ibu orang tua/wali, ingin membutuhkan keterangan lebih lanjut

tentang penelitian ini, silakan menghubungi peneliti pada alamat di bawah ini:

Nama : Anastasia Longa Selasa


Nomor HP : 082340999698
Alamat : Jln. Prof. Herman Yohanes-Penfui-Kupang

Kupang,2015

Peneliti

Anastasia Longa Selasa


NIM : 120801103
58

LAMPIRAN II

FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN SETELAH

MENDAPAT PENJELASAN (INFORM CONSENT)

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat Lengkap :

Hubungan dengan responden adalah orang tua sah /Wali, dari anak:

Nama :

Umur :

Tingkat Pendidikan :

Setelah mendengar/membaca dan mengerti penjelasan yang diberikan mengenai

tujuan dan manfaat yang akan dilakukan pada penelitian ini, saya menyatakan

secara sukarela tanpa paksaan bersedia menjadikan anak saya sebagai subyek

penelitian dan bersedia untuk:

1. Menjadikan anak saya sebagai responden untuk penelitian ini

2. Mengisi lembar kertas kuesioner yang diberikan oleh peneliti mewakili anak

saya, sesuai dengan kebenaran yang saya ketahui mengenai anak saya.

Saya tahu bahwa keikutsertaan anak saya ini bersifat sukarela tanpa paksaan dari

pihak manapun, sehingga saya bisa menolak atau mengundurkan anak saya

sebagai responden dari penelitian ini.Saya juga berhak mengajukan pertanyaan

kepada peneliti apabila ada hal-hal yang ingin saya ketahui mengenai penelitian

ini. Saya percaya bahwa keamanan dan kerahasiaan data penelitian ini akan
59

terjamin dan dengan ini saya menyetujui semua data yang dihasilkan pada

penelitian ini untuk disajikan dalam bentuk lisan atau tulisan. Bila terjadi

perbedaan maka akan diselesaikan secara kekeluargaan.

.................,........,..........2015

Anak Orang tua/Wali Saksi 1 Saksi 2

(Nama Anak) (Nama Orang Tua/ Wali) (Nama Saksi 1) (Nama Saksi 2)

Penanggung jawab penelitian

Nama : Anastasia Longa Selasa

Alamat : Jln. Prof. Herman Yohanes-Penfui-Kupang

Telp : 082340999698

Pendamping Medis

Nama : dr. Irene K.L.A Davidz, Sp.A.,M.Kes

Alamat :

Telp : 081342269275
60

LAMPIRAN III

IDENTIFIKASI DATA DAN KUISIONER

PETUNJUK

1. Responden diharapkan bersedia menjawab pertanyaan yang ada dengan

jujur.

2. Berilah tanda centang () pada jawaban yang sesuai.

3. Jika ada yang kurang jelas silahkan bertanya kepada peneliti.

DATA RESPONDEN

1. Nama : ...................................................

2. Umur : ...................................................

3. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan (coret yang tidak perlu)

4. Kelas : ...................................................

5. Nama

Ibu : ..................................................

Ayah : ..................................................
61

6. Pekerjaan Ayah : PekerjaanIbu :

PNS/ ABRI PNS/ ABRI


Pegawai swasta/ BUMN Pegawai Swasta/BUMN
Wiraswasta/ Pedagang Wiraswasta/ Pedagang
Pensiunan Pensiunan
Petani Petani
TidakBekerja TidakBekerja
Lainnya () Lainnya (.)

7. Berapa Panjang Lahir Adik ?

......... cm

8. Apakah adik membantu orang tua mencari nafka?

A. YA

B. TIDAK

9. Jika YA pekerjaan seperti apa yang adik lakukan, sebutkan?

Вам также может понравиться