Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia terhadap objek tertentu

melalui indra yang dimilikinya. Pengetahuan yang dihasilkan dipengaruhi oleh

intensitas perhatian terhadap objek. Pengetahuan merupakan domain yang penting

untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (Notoajmodjo, 2010).

Pengetahuan juga merupakan hasil dari mengingat kembali kejadian yang pernah

dialami baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja setelah dilakukan

pengamatan pada suatu objek (Mubarak, et al. 2007).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek memiliki tingkat yang berbeda-beda,

tingakat pengetahuan dibagi menjadi enam ( 6 ) menurut Potter dan Perry, (2005)

yaitu :

A. Tahu ( Know ), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali ( Recall ) terhaap suatu

rangsangan yang telah diterima. Tahu ( Know ) merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Cara mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

meliputi menyebutkan, menguraikan, mendefinisakan, dan sebagainya.


B. Memahami ( Comprehension ), seseorang yang paham terhadap suatu

objek atau materi mampu menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan terhadap objek yang telah dipelajari.

Memahami ( Comprehension ) diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang onjek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara luas. (Mubarak, et al.2007).

C. Aplikasi ( Application ), diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang

sebenarnya.

D. Analisis ( Analysis ), merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi yang telah dipelajari dalam komponen-komponen tetapi masih didalam

suatu struktur organisasi tersebut yang bekaitan satu sama lain.

E. Sintesis ( Synthesis ), menunjukan suatu kemampuan untuk

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

F. Evaluasi ( Evaluation ), merupakan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor; antara lain :

A. Pendidikan, merupakan bimbingan yang diberikan seseorang kepada

orang lain agar orang lain tersebut dapat memahami.


B. Pekerjaan, lingkungan pekerjaan memberikan seseorang terhadap

pengalaman baik secara lansung maupun tidak lansung.

C. Umur, bertambahnya umur akan menjadikan seseorang mengalami

perubahan baik secara fisik maupun mental.

D. Minat, dapat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal

yang akhirnya dapat memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.

E. Pengalaman, suatu kejadian yang pernah dialami seseorang sebagai

akibat interaksi dengan lingkungannya.

F. Kebudayaan lingkungan sekitar, hal ini dapat mempengaruhi terhadap

pembentukan sikap seseorang.

G. Informasi, hal ini dapat mempercepat seseorang untuk memperoleh

pengetahuan baru. (Mubarak, et al. 2007).

Pedidikan, umur, minat, pengalaman, kebudayaan lingkungan sekitar, dan

informasi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dari

seorang anak yang dapat diambil dari faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

(Mubarak, et al. 2007).

2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa cara dalam memperoleh

pengetahuan yaitu :

A. Cara Tradisional

2.2 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


2.2.1 Pengertian ISPA

ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini

diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Istilah ISPA

meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan pengertian

sebagai berikut :

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran Pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta

organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA

secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran pernapasan

bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran

pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran

pernapasan (respiratory tract).

3. Infeksi Akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari

diambil untuk menunjukan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang

dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlansung lebih dari 14 hari.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang

salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)

hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksnya, seperti sinus,

rongga telinga tengah dan pleura (Kemenkes RI, 2012).


2.2.2 Etiologi

Klasifikasi penyebab ISPA berdasarkan umur menurut Depkes RI (2010) antara

lain :

1. Bayi baru lahir

ISPA pada bayi baru lahir sering kali terjadi karena aspirasi, infeksi virus

Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperti bakteri Coli,

Torch, Streptokokus, dan Pneumokokus. Pneumonia biasanya disebabkan

oleh berbagai virus yaitu Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza, Influenza A

or B, Respiratory Synctial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B. streptococci, E.

coli, P. aeroginosa, Klebsila, S. pneumonia, S.aureus, dan Chlamydia

(Depkes RI, 2010).

2. Balita dan Anak Pra-Sekolah

ISPA pada balita dan anak pra-sekolah seringkali disebabkan oleh virus yaitu

Adenovirus, Parainfluenza, Influenza A or B, dan bakteri yaitu S. pneumonia,

Hemophilus influenza, streptococci A, Staphylococcus aureus dan Chlamydia

(Depkes RI, 2010).

3. Anak Usia Sekolah dan Remaja

ISPA pada anak usia sekolah dan remaja biasanya disebabkan oleh virus

yaitu Adenovirus, Parainfluenza, Influenza A or B dan berbagai bakteri yaitu

S. pneumonia, Streptococci A dan Mycoplasma (Depkes RI, 2010).


2.3 Klafisikasi ISPA

Klasfikasi penyakit ISPA terdiri dari :

1. Bukan pneumonia/ISPA ringan

Pasien dengan batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan

frekuensi napas dan tidak menunjukan adanya tarikan dinding dada pada

bagian bawah kearah dalam, tidak ada gangguan tidur, dahak/sputum encer,

nafsu makan menurun/anoreksia serta suhu tubuh mnecapai 37 sampai

dengan < 38 oC.

2. Pneumonia/ISPA sedang

Didasarkan pada adanya batuk, dahak/sputum mulai kental, suhu tubuh

38oC, tidak mau makan, sakit pada kerongkongan saat menelan, kadang

sesak napas, dimana frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan

sampai < 1 tahun adalah > 50 kali permenit dan untuk anak usia 1 sampai < 5

tahun > 40 kali permenit dan untuk anak usia > 5 tahun sampai dewasa > 30

kali permenit serta kesulitan bernapas ditandai dengan adanya penggunaan

otot bantu napas.

3. Pneumonia berat/ISPA berat

Gejala pneumonia/ISPA sedang ditambah dengan gejala panas tinggi

(suhu tubuh > 38oC), napas berbunyi, kadang disertai penurunan kesadaran

dan perubuhan bunyi suara (stridor) (Widoyono, 2011).


2.2.3 Penatalaksaan Kasus ISPA

Pedoman penatalaksaan kasus ISPA akan menunjukan petunjuk standar

pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik

untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan pengobatan obat

batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksaan kasus mencakup pula petunjuk

tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang

yang penting bagi penderita ISPA (Smeltzer & Bare, 2010).

1. Pengobatan pada ISPA menurut Depkes RI (2010) adalah sebagai berikut :

A. Pneumonia berat, dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotika melalui

jalur infus, diberi oksigen dan sebagainya.

B. Pneumonia diberi obat antibiotik melalui mulut. Pilihan obatnya

kotrimoksazol, jika terjadi alergi atau tidak cocok dapat diberikan amoxilin,

penicilin, dan ampisilin.

C. Bukan pneumonia, tanpa pemberian antibiotik, diberikan perwatan di

rumah, untuk batuk dapat menggunakan obat batuk tradisional atau obat

batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam

diberikan obat penurun panas yaitu paracetamol. Penderita gejala batuk pilek

bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai

pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang

tenggorokan streptococcus dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.

2. Perawatan ISPA di rumah


Beberapa perawatan yang perlu dikerjakan orang tua untuk mengatasi

anaknya yang menderita ISPA di rumah menurut Depkes RI (2010) antara lain :

A. Mengatasi Panas (Demam)

Anak usia 2 bulan - 5 tahun, demam diatasi dengan memberikan paracetamol

atau dengan kompres, bayi usia dibawah 2 bulan dengan demam harus segera

dirujuk. Paracetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk 2 hari. Memberikan

kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

B. Mengatasi Batuk

Anjurkan untuk memberi obat batuk yang aman dengan ramuan tradisional

yaitu jeruk nipis 1/2 sendok teh dicampur dengan kecap atau madu 1/2 sendok teh

diberikan tiga kali sehari.

C. Pemberian Makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tapi berulang-ulang yaitu

lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi

menyusu tetap diteruskan.

D. Pemberian Minuman

Usahakan berikan cairan (air putih, air buah, dan sebagainya) lebih banyak

dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan

menambah parah sakit yang diderita.

E. Lain-lain
Mengenakan pakain atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, tidak

dianjurkan lebih-lebih pada anak yang demam. Jika pilek bersihkan hidung yang

berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih

parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang lebih yang sehat yaitu

berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama parawatan di rumah

keadaan memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas

kesehatan, untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas

usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari

penuh dan untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, usahakan agar setelah

2 hari anak dibawa kembali ke dokter atau petugas kesehatan.

2.2.4 Faktor Resiko ISPA

Secara umum terdapat 3 (tiga) faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor

lingkungan, faktor individu anak dan faktor perilaku.

1. Faktor Lingkungan

A. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan

konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan

memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang

keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak didalam rumah, bersatu

dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih

dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada dirumah

bersama-sama dengan ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih

tinggi (Maryuani, 2010).


B. Ventilasi rumah

Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari

ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi

dapat dijabarkan sebagai berikut mensuplai udara bersih yaitu udara yang

mengandung kadar oksigen yang optimum bagi pernapasan, membebaskan

udara ruangan dari bau-bauan, asap atau debu dan zat-zat pencemar lain,

mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang, mensuplai panas a

kibat hilangnya panas ruangan dan bangunan, mengeluarkan kelebihan

udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi, evaporasi ataupun

keadaan eksternal, mendisfungsikan suhu udara secara merata (Maryunani,

2010).

C. Kepadatan hunian

Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi udara

dalam rumah yang telah ada. (Maryunani,2010).

2. Faktor Individu Anak

A. Umur anak

Sejumlah studi yang besar menunjukan bahwa insiden penyakit pernapasan

oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini anak-anak dan tetap menurun

terhadap usia, insiden ISPA tertinggi pada umur 6-12 tahun (Maryunani,

2010).

B. Berat badan lahir


Berat badan lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan

mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

mempunyai resiko dengan kematian yang lebih besar dibandingkan dengan

bayi dengan berat badan lahir normal, terutama pada bulan-bulan pertama

kelahiran karena pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga

lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia dan sakit saluran

pernapasan lainnya (Maryunani, 2010).

C. Status gizi

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untuk

terjadinya ISPA. Beberapa penelitian membuktikan tentang adanya hubungan

antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak bergizi buruk sering

mendapat pneumonia. Pada keadaan gizi yang kurang, balita cenderung lebih

mudah terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama (Maryunani,

2010).

D. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam (6) bulan posyandu memberikan kapsul

200.000 IU vitamin A pada balita umur satu sampai dengan empat tahun.

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan imunisasi akan

menyebabkan peningkatan tier antibodi yang spesifik dan tampaknya berada

dalam tingkat yang cukup tinggi (Maryunani, 2010).

E. Status Imunisasi

Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis,

campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam


upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan

mortalitas ISPA maka diupayakan untuk imunisasi lengkap. Bayi dan balita

yang memiliki status imunisasi lengkap diharapkan bila terkena penyakit

ISPA tidak akan berkembang menjadi lebih berat (Maryunani, 2010).

3. Faktor Perilaku Orang Tua

Вам также может понравиться