Вы находитесь на странице: 1из 25

LAPORAN KASUS

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


G2P1A0 dengan TB Paru Aktif

Disusun oleh :
Agnes Alkhurilina, H2A013040P

Dosen Pembimbing :
dr. Adi Rachmanadi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD AMBARAWA
2017
1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

G2P1A0 dengan TB Paru Aktif

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi

Di RSUD AMBARAWA

Diajukan Oleh :

Agnes Alkhurilina

H2A013040P

Telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing :

Nama Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Adi Rachmanadi, Sp. OG Dr. Rudi Kurniawan

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini selesai pada waktunya.
Makalah dengan topik koriokarsinoma ini diajukkan untuk memenuhi salah satu
syarat ujian Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi.
Penyusunan referat ini terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak yang
turut membantu. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Adi Rachmanadi, Sp. OG selaku
pembimbing serta kepada teman-teman di kepaniteraan klinik Obsteri dan
Ginekologi atas kerjasamanya selama penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri, pembaca
maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Ambarawa, 02 Agustus 2017

Penulis

3
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. N
Umur : 28 tahun 6 bulan
Alamat : Sodong 10/2 Polobogo, Getasan, Kabupaten Semarang
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah

Nama Suami : Tn. M


Alamat : Sodong 10/2 Polobogo, Getasan, Kabupaten Semarang
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta

Masuk RS : 10 Juni 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama : Perut kenceng-kenceng
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. N mengeluh perutnya kenceng-kenceng seperti ingin buang air
besar sejak seminggu yang lalu. Perut kenceng-kenceng dirasakan
semakin sering dari hari kehari. Kenceng-kenceng tidak hilang dengan
istirahat. Ny. N menyangkal adanya darah dan lendir yang keluar dari
jalan lahir. Pasien juga menyakal adanya rembesan air dan keputihan
keluar dari jalan lahir. Pusing (+), mual (-), dan muntah (-).
Ny. N mengeluhkan batuk berdahak. Batuk dirasakan sejak sebelum
hamil sampai sekarang tidak kunjung sembuh. Batuk dirasakan terus
4
menerus sepanjang ha ri. Ny. N mengatakan menjalani pengobatan paru
selama 3 bulan sebelum kehamilan kemudian pengobatan berhenti setelah
tau hamil. Pasien mengeluhkan badannya sangat lemas. Pasien juga
mengeluhkan tenggorokannya sakit dan suaranya menghilang. Batuk
darah (+), demam (+), dan sesak nafas (+).
Ny. N juga mengeluhkan sariawan sejak kurang lebih 1 bulan yang
lalu. Sariawan tidak kunjung sembuh sehingga membuat Ny. N sulit
untuk makan. Selain itu, Ny. N juga mengeluhkan diare sejak 10 hari
yang lalu. Frekuansi BAB > 3x dalam sehari dengan konsistensi cair
berampas. Berat badan pasien turun sebanyak 10 kg dalam 1 bulan
terakhir.
3. Riwayat Haid
a. Menarche : 12 tahun
b. Siklus : 30 hari
c. Lama haid : 6 7 hari
d. Nyeri haid : disangkal
e. Hari Pertama Haid Terakhir : 07 November 2016
f. Hari Perkiraan Lahir : 14 Agustus 2017
4. Riwayat Perkawinan
Pernkahan saat ini merupakan pernikahan pertama dan sudah
menikah selama 7 tahun
5. Riwayat Obstetri
G2P1A0
a. Hamil Pertama (tahun 2011) :
1) Usia Kehamilan : 9 Bulan
2) Jenis Kelamin : Perempuan
3) Persalinan : Spontan
4) Penolong : Bidan
5) Penyulit :-
6) Berat badan : 2900 gram
7) Keadaan anak : Sehat
5
8) Gangguan saat nifas : -
b. Hamil Kedua : hamil ini
6. Riwayat KB
Ny. N menggunakan KB suntik 3 bulan setelah kehamilan pertama
selama 5 tahun dan berhenti sebelum kehamilan kedua. Pasien juga
mengaku pernah menggunakan KB pil.
7. Riwayat ANC
Periksa memeriksakan kehamilannya setiap bulan ke bidan.
8. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Alergi obat : disangkal
b. Alergi makanan : disangkal
c. Asma : disangkal
d. Darah tinggi : disangkal
e. Riwayat keganasan : disangkal
f. Kencing Manis : disangkal
g. Penyakit Jantung : disangkal
h. Riwayat konsumsi obat sebelum hamil : obat untuk penyakit paru
selama 3 bulan
i. Riwayat konsumsi obat selama hamil : hanya obat dari bidan
9. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
b. Riwayat kencing manis : disangkal
c. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
d. Riwayat jantung : disangkal
e. Riwayat asma : disangkal
f. Riwayat penyakit paru : diakui, kakak kandung
10. Riwayat Sosial Ekonomi
Ny. N seorang ibu rumah tangga, sudah memiliki anak, suami
bekerja sebagai pegawai swasta, biaya perawatan ditanggung BPJS PBI.
Kesan ekonomi : kurang

6
11. Riwayat Pribadi
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
c. Riwayat memelihara binatang : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Tampak sakit
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. GCS : 15
4. Vital sign
a) Tensi : 108/64 mmHg
b) Nadi : 100 x/ menit, regular, isi dan tegangan cukup.
c) Nafas : 21 x/menit
d) Suhu : 38,1 o C
5. SpO2 : 90%
6. Status Gizi
a) BB : 35 kg
b) TB : 150 cm
c) IMT : 15,56 kg/m2
d) Penurunan BB selama kehamilan : 15 kg
e) Penambahan BB selama kehamilan: -
7. Status Interna
a) Kepala : Mesocephal
b) Mata : CA-/-, SI -/-, Pupil isokor +, reflek cahaya +/+,
edema palpebra -/-
c) Hidung : dalam batas normal
d) Telinga : dalam batas normal
e) Mulut : stomatitis (+)
f) Leher : dalam batas normal
g) Thorax
1) Cor : dalam batas normal
7
2) Pulmo : dalam batas normal
h) Abdomen
1) Inspeksi : tampak sedikit cembung membujur, linea nigra,
striae gravidarum
2) Auskultasi : bising usus (+)
3) Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen
4) Palpasi : dalam batas normal, teraba fundus uteri setinggi 18
cm
i) Ekstremitas Sup-Inf
1) Akral hangat : +/+ +/+
2) Udem : -/- -/-
3) Varises : -/- -/-
4) CRT : < 2 detik
8. Status Obstetri
a) Pemeriksaaan luar :
1) Inspeksi :
(a) Perut membuncit, membujur, linea nigra (+), striae gravidarum
(+), bekas SC (-)
(b) Genitalia eksterna : air ketuban (-), lendir darah (-)
2) Palpasi :
(a) HIS (+)
(b) Pemeriksaan Leopold
Teraba bulat, besar, ballotement (-). Kesan bokong. TFU 18
cm Tafsiran berat janin 1085 gram
Teraba tahanan besar memanjang sebelah kiri (kesan
punggung), teraba tahanan kecil kecil sebelah kanan (kesan
ekstermitas). DJJ 136 x/menit
Teraba bagian janin bulat, keras ( kesan kepala)
Kesan konvergen, sebagian kecil kepala sudah masuk pintu
atas panggul.

8
3) Auskultasi
Denyut jantung janin 136x/menit
b) Pemeriksaan dalam
VT : belum ada pembukaan, lendir (-), darah (-)

D. DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0 Usia Kehamilan 30 minggu, janin hidup tunggal intrauterin, puki,
presentasi kepala, belum inpartu dengan prematur imminens, TB paru, IUGR,
dan suspek HIV.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. VCT : Non Reaktif
2. Foto Thorax : TB paru aktif

9
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Golongan Darah A -
KIMIA KLINIK
SGOT 57 0 35 IU/L
SGPT 43 0 35 IU/L
Ureum 33,8 10 50 mg/dL
Kreatinin 0,98 0,45 0,75 mg/dL
Albumin 1,31 3,4 4,8 g/dL
Natrium 124,2 136 146 mmol/L
Kalium 1,73 3,5 5,1 mmol/L
Chlorida 89,7 98 106 mmol/L
SEROLOGI
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10,1 11,7 15,5 g/dL
Leukosit 13,6 3,6 11,0 ribu
Eritrosit 3,52 3,8 5,2 juta
Hematokrit 28,9 35 47 %
MCV 82,1 82 98 fL
MCH 28,7 27 32 pg
MCHC 34,9 32 37 g/dL
RDW 14,3 10 15 %
Trombosit 199 150 400 ribu
PDW 15,1 10 18 %
MPV 7,9 7 11 Mikro m3
Limfosit 1,5 1,0 4,5 103/mikro
Monosit 0,6 0,2 1,0 103/mikro
Granulosit 11,5 2 4 103/mikro
Limfosit % 10,9 25 40 %
Monosit % 4,3 28%
Granulosit % 84,8 50 80 %
PCT 0,157 0,2 0,5 %
PTT 13,4 9,3 11,4 detik
INR 1,30 Detik
APTT 62,2 24,5 32,8 detik

F. INISIAL PLAN
1. Diagnosis :
G2P1A0 Usia Kehamilan 30 minggu, janin hidup tunggal
intrauterin, puki, presentasi kepala, belum inpartu dengan prematur
imminens, TB paru, dan IUGR .

10
2. Planning :
Terapi yang dilakukan adalah terapi konservatif untuk
mempertahankan kandungan sampai aterm.
a. Infus RL 20 tpm
b. Infus NaCl 20 tpm
c. Albumin 20%
d. Injeksi Hyosin
e. Histolan 3 x 1 tab
f. Perawatan di ruang isolasi
g. Observasi tanda vital, his, DJJ, pembukaan
h. Paracetamol 3 x 500 mg
3. Edukasi :
a. Menjelaskan tentang kehamilan dengan TB paru dan IUGR pada
pasien dan keluarga pasien
b. Menjelaskan tentang penularan TB pada pasien dan keluarga pasien
c. Menjelaskan pengobatan dan komplikasi penyakit

11
G. FOLLOW UP
11 Juni 2017 S: Perut kenceng-kenceng, badan terasa lemas, batuk berdahak
+
O: KU lemah, kesadaran compos mentis, TD 120/80 mmHg,
Nadi 80x/menit, RR 20x/menit, HIS +, diare + (3 kali), DJJ
138x/menit, PPV lendir, His +, VT pembukaan 0 cm,
G2P1A0 Usia Kehamilan 30 minggu, janin hidup tunggal
A: intrauterin, puki, presentasi kepala, belum inpartu dengan
prematur imminens, TB paru, IUGR, dan suspek HIV,
Infus RL 20 tpm dan aminofusin selang seling 2 : 1, Albumin
20%, Injeksi Hyosin, Histolan 3 x 1 tab, Perawatan di ruang
P: isolasi, lakukan pengawasan 10, Paracetamol 3 x 500 mg
(bila perlu), VCT, foto thorax
12 Juni 2017 S: Perut sudah tidak kenceng-kenceng, badan lemas, batuk
berdahak +
O: KU lemah, kesadaran compos mentis, TD 90/70 mmHg,
Nadi 70x/menit, RR 22x/menit, T 36,8o C, His -, DJJ
145x/menit, VT tidak dilakukan, PPV lendir, hasil foto
thorax TB paru aktif, VCT non reaktif
A: G2P1A0 Usia Kehamilan 30 minggu, janin hidup tunggal
intrauterin, puki, presentasi kepala, belum inpartu dengan
prematur imminens, TB paru aktif, dan IUGR
Lanjutkan intervensi, infus 2 jalur : RL 20 tpm dan KCl,
P: pindahkan ruang infeksi isolasi
13 Juni 2017 S: 04. 25 WIB Perut kenceng-kenceng
O: KU lemah, pembukaan lengkap, kulit ketuban pecah spontan,
bayi lahir spontan brach jenis kelamin perempuan dengan
berat 1000 gr, plasenta lahir spontan, perineum utuh,
perdarahan per vaginam 150 ml.
P2A0 dengan TB paru aktif
A: Observasi post partum, rawat alih ke ruang infeksi isolasi
P:

H. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam : ad malam
b. Quo ad sanam : ad malam
c. Quo ad fungsionam : ad malam

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Etiologi


Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dan dapat
menyerang berbagai organ dalam tubuh, dan terutama menyerang paru.
Infeksi ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

B. Etiologi dan Mikrobiologi Tuberkulosis


Penyebab dari penyakit tuberculosis adalah Mycobacterium
tuberculosis,yang mempunyai karakteristik mikrobiologi yaitu bersifat an
aerobic, non-spore-forming, nonmotile bacillus, merupakan salah satu dari
lima anggota Mycobacterium tuberculosis complex, di mana yang lain
adalah: M. bovis, M. ulcerans, M. Africanum, andM. microti, akan tetapi M.
tuberculosis adalah yang bersifat pathogen pada manusia. Golongan
mycobacterium lain yang juga dapat menginfeksi manusia adalah
Mycobacterium leprae, M. avium, M. Intracellulare, and M. Scrofulaceum.

C. Patofisiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh, tetapi yang
biasa diserang adalah paru (lebih kurang 80%). Pada pasien pengidap HIV,
pola dari infeksi TBC ini agak berbeda, yang mana cenderung terjadi TBC
extrapulmonal. Hampir semua infeksi TBC disebabkan oleh penularan melalui
inhalasi dari partikel-partikel yang infeksius yang dikeluarkan oleh pasien
pengidap TBC lewat batuk, bersin, berbicara, atau menggunakan tissue yang
mengandung kuman TBC. Cara penularan lain yang mungkin terjadi yaitu
lewat mulut dengan mengkonsumsi susu yang tidak dioasteurisasi dan bisa
juga melalui implantasi langsung melalui kulit yang tidak intact atau melalui
conjunctiva. Aerosolized tuberculosis particles dengan besar partikel antara 1-
5m dapat dibawa ke udara bebas dan dapat menyebar ke tempat yang jauh
13
dan dapat menginfeksi orang-orang di sekitarnya. Setelah sampai di paru,
maka terjadi reaksi dari tubuh, terjadi proses fagositosis oleh makrofag paru,
terjadi reaksi granulomatous, yang mana kemudian menimbulkan
pembentukan Ghons focus. Basil TBC ini tetap berada dalam kondisi dorman
dalam Ghons focus ini untuk waktu yang lama, yang mana suatu saat dapat
berubah menjadi reaktif terutama bilamana seseorang mengalami kondisi
immunocompromised atau mengidap penyakit lain yang melemahkan sistem
imunnya.

D. Tuberkulosis pada Kehamilan


Berbagai opini dari praktisi medis mengenai tuberkulosis pada kehamilan
secara singkat direfleksikan sebagai suatu kondisi kesehatan masyarakat yang
signifikan. Hal tersebut digambarkan dengan pisau bermata dua, sisi pertama
adalah efek tuberkulosis pada kehamilan dan pola perkembangan neonatus,
sisi lainnya merupakan efek kehamilan terhadap perkembangan tuberkulosis.
Tuberkulosis tidak hanya menyumbang proporsi yang signifikan dalam beban
penyakit global, juga merupakan kontributor yang signifikan untuk kematian
ibu, merupakan salah satu penyakit dari tiga penyebab utama kematian di
kalangan wanita usia 15-45 tahun. Angka insiden TB pada kehamilan tidak
tersedia di banyak negara karena banyak faktor perancu. Namun demikian,
diperkirakan bahwa kejadian TB pada wanita hamil akan sama tingginya pada
populasi umum, dengan kejadian mungkin lebih tinggi di negara berkembang.

E. Efek Kehamilan terhadap Tuberkulosis


Peneliti dari zaman Hippocrates telah menyatakan kekhawatiran mereka
tentang efek tak diinginkan yang mungkin ada pada kehamilan dengan TB
paru. Terjadinya TB diyakini sebagai akibat dari peningkatan tekanan
intraabdomen terkait dengan kehamilan. Keyakinan ini dipegang secara luas
sampai awal abad keempat belas. Peneliti seperti Hedvall dan Schaefer
menunjukkan tidak adanya keuntungan maupun efek samping dari kehamilan

14
terhadap progresi TB. Namun, kehamilan yang berurutan dapat memberikan
efek negatif yaitu menimbulkan reaktivasi tuberkulosis laten.

Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa diagnosis tuberkulosis pada


kehamilan mungkin lebih sulit dilakukan, karena gejala awalnya mungkin
dianggap berasal dari kehamilan.Penurunan berat badan yang berhubungan
dengan penyakit juga mungkin tertutupi oleh kenaikan berat badan normal
pada kehamilan.

F. Efek Tuberkulosis terhadap Kehamilan


Efek TB terhadap kehamilan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk
tingkat keparahan penyakit, umur kehamilan saat didiagnosis TB, adanya
penyebaran ekstrapulmoner, koinfeksi HIV dan pengobatan yang diberikan.
Prognosis paling buruk terjadi pada wanita dengan diagnosis penyakit yang
sudah lanjut pada masa nifas, begitu juga pada wanita dengan koinfeksi
HIV.Kegagalan pengobatan juga memperburuk prognosis.
Namun, data mengenai efek TB terhadap maternal dan luaran neonatal
masih belum jelas. Beberapa penelitian mengatakan bahwa dengan
pengobatan yang tepat dalam jangka waktu yang benar, infeksi TB tidak
memberikan efek negatif terhadap kehamilan. Dari suatu penelitian prospektif
di India, tidak ada perbedaan pada komplikasi kehamilan pada wanita yang
didiagnosis TB dan diterapi dengan wanita hamil yang tidak terkena
TB.Namun, terdapat suatu pengecualian pada wanita hamil yang terlambat
memulai terapi TB, terjadi peningkatan mortalitas neonatus dan tingginya
angka prematur. Dalam penelitian, diagnosis dan terapi TB dimulai pada umur
gestasi antara 13 dan 24 minggu (67%). Hasil dari terapi seperti konversi
sputum, stabilisasi penyakit dan angkat terjadinya relaps hampir sama dengan
penderita TB yang tidak hamil, Namun dalam penelitian ini, ibu hamil yang
terinfeksi TB, tidak terinfeksi HIV. Pada wanita hamil dengan HIV, efek dari
TB lebih berkaitan dengan infeksi HIV daripada keadaan kehamilannya.

15
Berlawanan dengan penelitian di atas, sebuah review retrospektif di
Taiwan, ibu hamil yang didiagnosis TB mengalami peningkatan risiko
terjadinya kelainan pada kehamilan dibandingkan dengan ibu yang tidak
terinfeksi TB. Pada ibu hamil dengan TB mempunyai angka persentase berat
lahir rendah dan bayi yang lebih kecil daripada usia gestasi yang tinggi,
namun tidak ada perbedaan mengenai kelahiran prematur pada dua kelompok
tersebut. Meskipun demikian, diagnosis dan terapi TB yang cepat merupakan
suatu hal yang penting.TB masih menjadi penyebab morbiditas dan mortilitas
maternal yang signifikan, terutama dalam konteks ko-infeksi HIV.
Komplikasi obstetrik lainnya yang dilaporkan adalah abortus spontan,
uterus yang kecil, peningkatan berat badan hamil yang tidak optimal.Lainnya
adalah lahir prematur, berat badan lahir rendah, dan meningkatnya mortalitas
neonates, seperti yang sudah disebutkan diatas.Diagnosis dan terapi TB yang
cepat merupakan suatu hal yang penting.TB masih menjadi penyebab
morbiditas dan mortalitas maternal yang signifikan, terutama dalam konteks
ko-infeksi HIV.Diagnosis yang telat merupakan faktor independen dimana
akan meningkatkan morbiditas sebanyak empat kali lipat, dan kelahiran
premature meningkat sebanyak sembilan kali lipat.

G. Tuberkulosis terhadap Neonatus


Transmisi TB ibu ke anak dapat terjadi di dalam uterus dengan penyebaran
hematogen melalui vena umbilikus dan aspirasi atau menelan cairan amnion
yang terinfeksi dan juga selama proses kelahiran melalui kontak dengan cairan
amnion yang terinfeksi atau sekresi genital. Infeksi post-partum dapat terjadi
melalui penyebaran di udara atau melalui cairan susu yang terinfeksi dari lesi
tuberkulosis aktif di payudara. Walaupun transmisi melalui ASI dapat
diabaikan, bayi dari ibu dengan TB aktif masih dapat terinfeksi melalui
penyebaran lewat udara.Jika ibu baru saja didiagnosa, belum di terapi, dan TB
aktif, maka ibu harus dipisahkan dari anaknya untuk mencegah penularan.
Diagnosis TB pada neonatus bukan hal yang mudah, kecurigaan klinis
terhadap gejala non spesifik dan sulit dibedakan dengan gejalan kongenital
16
lainnya merupakan hal penting. Pada TB kongenital, gejala terlihat pada umur
2 dan 3 minggu. Diagnosis definitif yaitu dengan kultur M.tuberkulosis dari
jaringan atau cairan. Gambaran radiologi dada yang abnormal sering
ditemukan, setengahnya memberikan gambaran pola miliar.Jika terdiagnosa
TB aktif, harus diberikan terapi penuh. Jika tidak terdiagnosis TB aktif, maka
diberikan profilkasis isoniazid.
Tuberkulosis kongenital merupakan komplikasi di dalam uterus yang
jarang terjadi sementara itu risiko transmisi setelah kelahiran tinggi.
Tuberkulosis kongenital merupakan hasil penyebaran hematogen melalui vena
umbilkal ke hati janin atau melalui penelanan atau aspirasi cairan amnion
yang terinfeksi. Fokus primer terbentuk di hati dengan adanya keterlibatan
nodus limfe periportal. Basil tuberkel menginfeksi paru secara sekunder,
berbeda pada dewasa yang 80% infeksi primer terjadi di paru.
Tuberkulosis kongenital mungkin sulit dibedakan dengan infeksi neonates
atau infeksi kongenital dengan gejalan yang mirip pada umur dua sampai tiga
minggu. Gejala-gejalanya adalah hepatosplenomegaly, repiratory distress,
demam, dan limfadenopati.Abnormalitas radiografi dapat terlihat namun
secara umum terlihat belakangan. Diagnosis tuberkulosis neonates ditegakkan
dengan kriteria diagnosis Cantwell et al, yaitu adanya kompleks primer hepar/
granuloma kaseseosa pada biopsy hepar perkutaneus saat kelahia, plasenta
yang terinfeksi, atau tuberkulosis traktus genital maternal, dan lesi saat
minggu pertama kehidupan. Kemungkinan transmisi setelah kelahiran harus
disingkirkan dengan menelaah semua riawayat kontar termasuk kontak dengan
tenaga medis dan penjenguk.
Sebanyak setengah dari neonatus dengan tuberkulosis kongenital
meninggal dunia terlebih lagi pada kasus yang tidak diterapi.

H. Diagnosis Tuberkulosis pada Kehamilan


Untuk mendiagnosis kondisi tersebut, riwayat paparan terhadap individu
dengan batuk kronis atau berkunjung ke daerah endemik tuberkulosis harus
diperoleh. Riwayat gejala, mirip dengan gejala yang dialami oleh wanita tidak

17
hamil. Perhatian harus ditingkatkan mengingat gejala pada ibu hamil tidak
spesifik, yaitu keringat di malam hari, demam di malam hari, batuk darah,
penurunan berat badan yang progresif, dan batuk kronis selama lebih dari tiga
minggu. Tahap penting dalam membuat diagnosis pada kehamilan yaitu untuk
mengidentifikasi faktor risiko untuk infeksi TB dan gejala-gejala infeksi.
Pemeriksaan rutin terhadap TB selama masa kehamilan bukan merupakan
suatu standar yang dilakukan diberbagai tempat pelayanan, dan hal ini
menjadi salah satu faktor keterlambatan diagnosis dan meningkatkan angka
mortalitas maternal. Pada suatu penelitian di Soweto, Afrika Selatan,
pemeriksaan penyaring TB dengan menanyakan beberapa pertanyaan saat
melakukan kunjungan antenatal dirasakan mudah untuk dilakukan. Oleh
karena itu, direkomedasikan cara tersebut dilakukan di daerah dengan
prevalensi HIV tinggi, dimana angka infeksi TB pada wanita hamil juga tinggi
dalam keadaan tersebut.
Alat diagnositik yang biasa digunakan adalah pemeriksaan sputum bakteri
tahan asam, kultur sputum, dan spesimen lainnya, dan radiografi dada. Tes
tuberkulin mempunyai nilai diagnosis pada infeksi laten TB, kecuali di daerah
dengan prevalensi dan insiden TB yang tinggi.
Pada wanita hamil dengan gejala dan tanda TB, harus dilakukan tes
tuberkulin. Tes tersebut sudah dinyatakan aman untuk dilakukan pada ibu
hamil. Namun, masih diperdebatkan mengenai sensitivitas tuberkulin saat
kehamilan.Penelitian awal mengatakan bahwa adanya penurunan sensitivitas
tuberkulin saat kehamilan, sementara itu penelitian terakhir mengatakan tidak
adanya perbedaan antara populasi hamil dan tidak hamil. Dua tipe tes kulit
tuberkulin yang dibahas yaitu :
1. Tes Tine
Tes ini menggunakan beberapa jarum yang sudah dicelupkan pada
bakteri TB yang sudah dimurnikan, disebut dengan old tuberculin (OT).
Kulit ditusuk dengan jarum tersebut dan reaksi dianalisa 48-72 jam
kemudian. Namun tes ini tidak lagi popular kecuali untuk uji penyaring
pada populasi yang besar.
18
2. Tes Mantouk
Injeksi intradermal derivat protein yang sudah dimurnikan
sebanyak 0.1 mL (5 tuberculin units), dan reaksi kulit dianalisis 48-72 jam
kemudian berdasarkan diameter indurasi terbesar yang terbentuk. Tes ini
lebih akurat daripada tes tine.

Positif palsu dapat terjadi pada pasien yang sudah mendapatkan vaksin
BCG, yang sudah mendapatkan pengobatan untuk tuberkulosis, ataupun
pasien yang sudah terinfeksi dengan spesies mycobacterium lainnya. Negatif
palsu dapat terjadi karena sistem imun yang menurun dan kesalahan teknis.
Pemeriksaan radiologi dada dengan penutup di bagian perut dapat
dilakukan setelah tes kulit tuberkulin, walaupun pemeriksaan radiografi dada
tertunda karena kekhawatiran akan efek radiasi terhadap janin.
Pemeriksaan mikroskopik sputum atau specimen lain untuk bakteri tahan
asam masih menjadi dasar diagnosis untuk TB dalam kehamilan. Tiga contoh
sputum harus diperiksa untuk smear, kultur, dan uji kerentanan obat.
Pewarnaan bakteri tahan asam menggunakan Ziehl-Neelsen, flouresen,
Auramine-Rhodamine, dan teknik Kinyoun.Pemeriksaan dengan mikroskop
floresen light emitting diode (LED) baru-baru ini diperkenalkan untuk
meningkatkan kepastian diagnosis.Menurut laporan WHO mengenai
pengendalian TB secara global, pemeriksaan TB terdeteksi positif sebanyak
68%.Pemeriksaan dengan pewarnaan mungkin tidak kuat untuk diagnosis,
karena hasil yang negatif mungkin dapat luput.Individu dengan basil yang
sedikit, pemeriksaan mikroskopis tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.
Radiografi dada dan penilaian suara napas merupakan alat bantu penting untuk
membuat diagnosis dari pemeriksaan mikroskop TB yang negatif. Namun,
gambaran radiografi dada dapat normal pada 14% pasien dengan kultur TB
positif. TB ekstrapulmonar juga jarang terjadi pada kehamilan, dan klinisi
harus segera mencurigai apabila terdapat gejala atipikal.
Kultur tradisional dengan menggunakan media Lowenstein-Jensen
memakan waktu sekitar 4-6 minggu. Namun, mungkin dapat berguna untuk

19
kasus yag meragukan dan dalam terapi tuberkulosis yang diduga resisten. Saat
ini terdapat alat diagnostik baru yang didukung oleh WHO, yaitu kultur
dengan media cairan bactec. Media kultur lainnya yang juga digunakan adalah
media Lowenstein, media Petragnani, media Trudeau committee, media
Peizer, media Dubos Middlebrook, agar darah Tashis. Media Middlebrooks
7-H3, Middlebrooks 7-H9, dan Middlebrooks 7-H10.Likuidisasi dan
dekontaminasi dengan N-Acetyl-L-Cysteine dalam 1% solusi Sodium
Hydroxide sebelum inokulasi dapat meningkatkan sensitivitas.M.tuberkulosis
memproduksi niasin dan katalase sensitive panas dan kurang nya pigmen.Hal
ini dapat membedakannya dari spesies Mycobacterium lainnya.Molecular
Line Probe Assay (LPA) dan polymerase chain reaction (PCR) digunakan
untuk mengidentifikasi tuberkel basil.
Konfirmasi terhadap infeksi M.tuberkulosis masih sulit dilakukan, dengan
teknologi yang tidak akurat dan ketinggalan jaman.Pengembangan teknologi
masih menjadi prioritas utama. Interferon-c release assays dan the Ouanti-
FERON-TB Gold In-Tube assay telah digunakan untuk diagnosis infeksi laten
TB. Pemeriksaan tersebut telah ditingkatkan spesifisitasnya dan keakuratan
diagnosis nya, selain itu juga tidak terpengaruh oleh vaksinasi BCG atau
infeksi oleh mycobacteria non-tuberkulosis. The Ouanti-FERON-TB Gold In-
Tube assay aman digunakan pada ibu hamil namun belum divalidasi untuk
diginakan pada ibu hamil
Kontrol terhadap infeksi merupakan hal penting dalam kontrol penyebaran
TB, dimana infeksius hanya ketika di paru atau laring, dan tidak menyebar
dengan kontak singkat.Anggota keluarga dari ibu hamil yang terinfeksi harus
diberikan informasi mengenai cara penyebaran dan perlu dilakukan tes
penyaring.

I. Penatalaksanaan Tuberkulosis pada Kehamilan


Penatalaksanaan pasien TBC pada kehamilan tidak berbeda dengan TBC
tanpa kehamilan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pemberian OAT

20
yang bisa menimbulkan efek teratogenik terhadap janin. Penatalaksanaan
secara umum terbagi atas penderita dengan TBC aktif dan TBC laten.
Wanita hamil dengan TBC aktif biasanya diterapi dengan tidak
mempertimbangkan trisemester kehamilan. OAT yang digunakan tidak
berbeda dengan wanita yang tidak hamil. Golongan utama OAT seperti
isoniazid, rifampisin, etambutol digunakan secara luas pada wanita hamil.
Obat-obat tersebut dapat melalui plasenta dalam dosis rendah dan tidak
menimbulkan efek teratogenik pada janin. Pada pemberian isoniazid
sebaiknya diberikan piridoksin 50 mg/hari untuk mencegah terjadinya
neuropati perifer. Pemeriksaan fungsi hati sebaiknya dilakukan saat pemberian
isonizid dan rifampisin. Pemberian vitamin K dilakukan pada akhir trismester
ketiga kehamilan dan bayi yang baru lahir.
Resistensi terhadap obat-obat TBC pertama kali terjadi di United States
pada awal tahun 1990 yang mana diikuti terjadinya epidemic dari tahun 1985
sampai tahun 1992. (Centers for Disease Control and Prevention, 2007b).
Oleh karena itu Centers for Disease Control and Prevention (2003a)
merekomendasikan pemakaian 4 jenis obat untuk inisiasi pengobatan pada
pasien dengan tuberkulosis yang simptomatik, yaitu isoniazid, rifampin,
pyrazinamide, and ethambutol. Pada kasus kehamilan dengan multidrug
resistant (MDR) digunakan pirazinamid, akan tetapi pirazinamid tidak
digunakan secara rutin pada wanita hamil karena terdapat efek teratogenik.
Paraaminosalisilat (PAS) telah digunakan secara aman pada wanita hamil
akan tetapi obat tersebut ditoleransi tubuh secara buruk. Bilamana diperlukan
dapat diberikan obat TBC lini kedua.
Tuberkulosis laten adalah pasien dengan uji tuberkulin positif dan secara
klinis tidak ada tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif. Terapi pada TBC laten
tergantung faktor risiko dan hasil konversi uji tuberkulin. Pemberian terapi
pada TBC laten biasanya ditunda sampai 2-3 bulan setelah kelahiran. Pada
pasien yang mempunyai risiko kontak dengan individu BTA positif dan
infeksi HIV, terapi diberikan setelah trisemester pertama pada kehamilan
dengan konversi uji tuberkulin positif dalam 2 tahun terakhir. Sedangkan pada
21
wanita hamil dengan TBC laten yang sebelumnya telah diterapi secara adekuat
tidak memerlukan terapi profilaksis isoniazid. Akan tetapi pada kondisi atau
lingkungan yang berisiko TBC laten dapat diberikan terapi yang aman dengan
INH (isoniazid) 300 mg sekali sehari atau 2 kali dalam seminggu selama
selama 6-12 bulan (kurang lebih 9 bulan), sebaiknya disertai pemberian
vitamin B6 (pyridoxine).
Penatalaksanaan TBC pada wanita hamil harus diberikan secara tepat dan
adekuat, serta mencegah timbulnya efek samping teratogenik pada janin.
Pasien TBC aktif dengan sputum BTA positif diberikan isoniazid, rifampisin,
etambutol dan piridoksin selama 9 bulan pada populasi risiko TBC rendah.
Pada populasi dengan risikoTBC tinggi dan adanya resisten obat anti TBC
tinggi perlu penambahan pirazinamid.
Pasien dengan uji tuberkulin positif, sputum BTA negatif, biakan negatif
dan foto toraks menunjukkan infiltrat atau adanya kavitas, diberikan isoniazid,
rifampisin, etambutol dan piridoksin selama 9 bulan. Sedangkan bila pada foto
toraks terlihat proses penyakit yang telah menyembuh (terdapat kalsifikasi
pada kelenjar getah bening dan lesi parenkim), dilakukan observasi pada
pasien. Pengobatan diberikan secara tepat setelah melahirkan atau diberi
pengobatan profilaksis dengan isoniazid dan piridoksin selama 9 bulan yang
dimulai pada trisemester kedua kehamilan.
Pasien dengan konversi uji tuberkulin terbaru positif, foto toraks normal
serta pemeriksaan bakteriologis negatif, maka dilakukan observasi selama
kehamilan, pengobatan diberikan setelah melahirkan atau dengan pemberian
profilaksis isoniazid dan piridoksin selama 9 bulan dimulai pada trisemester
kedua kehamilan. Pasien dengan resistensi organisme maka diberikan
isoniazid, rifampisin, etambutol, pirazinamid sesuai dengan uji sensitivitas.
Pada pasien dengan ketidakmampuan mentoleransi isoniazid dan rifampisin,
maka diberikan etambutol atau obat lain yang tersedia.

22
Tabel 1. Kelompok risiko tinggi mendapatkan infeksi Tuberkulosis laten.
Petugas medis
Riwayat kontak dengan pasien TBC
Infeksi HIV
Lahir di luar negeri
Alkoholisme
Pengguna obat-obat terlarang
Narapidana
Gelandangan

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Subuh M, Priohutomo S, Widaningrum C, dkk. Pedoman Nasional


Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehat Lingkungan. 2014
2. Ghosh K, Chowdhury J, Ghosh K. Tuberculosis and female reproductive
health.Journal of Postgraduate Medicine. 2011;57(4):307.
3. Mnyani C, McIntyre J. Tuberculosis in pregnancy. BJOG: An
International Journal of Obstetrics &Gynaecology. 2011 Jan;118(2):226
31.
4. Loto OM, Awowole I. Tuberculosis in Pregnancy: A Review. Journal of
Pregnancy. 2012;2012:17.
5. The Global Plan to Stop Tb 2011-2015: Transforming the Fight Towards
Elimination of Tuberculosis, World Health Organization, Geneva,
Switzerland, 2010.
6. Kothari A, Girling J. Tuberculosis and pregnancy: result of a study in a
high prevalence area in London. Eur J Obstet Gynecol 2006; 126: 48-55.
7. Laksmi Maharani, Biran Affandi, Tjandra Yoga Aditama, Joedo
Prihartono. Profil perempuan hamil penderita tuberkulosis di poliklinik
tuberkulosis Persatuan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia Baladewa
Jakarta Pusat.Indones J Obstet Gynecol 2009;33-4:210-5
8. Pathways to Better Diagnostics for Tuberculosis; A Blueprint for
Development of TB Diagnostics, World Health Organization,Geneva,
Switzerland, 2009.
9. A. Gupta, U. Nayak, M. Ram et al., Postpartum tuberculosis incidence
and mortality among HIV-infected women and their infants in Pune, India,
2002-2005, Clinical Infectious Diseases, vol. 45, no. 2, pp. 241249,
2007.

24
25

Вам также может понравиться