Вы находитесь на странице: 1из 16

KOLONIALISME BANGSA PORTUGIS DI SRI LANKA PADA TAHUN

1505 - 1658

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Sejarah Asia Selatan
Yang dibina oleh Ibu Dra. Yuliati, M. Hum

Oleh
Hafidz Farkhanul D (150731606416)
Halimatus Sadiyah (150731604669)
Kenti Widya Pangestika (150731602628)
Muhammad Yusuf Efendi (150731600482)
Niki Astria Sahara (150731601251)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
OKTOBER 2016
i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan


rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad
SAW. Tauladan sejati sampai akhir zaman, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah yang berjudul KOLONIALISME BANGSA PORTUGIS DI
SRI LANKA PADA TAHUN 1505 - 1658, dengan baik dan tanpa halangan yang
berarti.
Terselesainya penulisan makalah ini adalah berkat dukungan dari semua
pihak, untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya
kepada :
1. Ibu Dra. Yuliati, M. Hum selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah
Asia Selatan yang selalu membimbing dan memberikan arahan kepada
penulis.
2. Orangtua penulis yang selalu memberikan dukungan doanya.
3. Segenap pihak yang telah ikut andil dalam proses penyelesaian makalah
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak memiliki kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun,
demi kesempurnaan tulisan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan sumbangan ilmiah yang sebesar-besarnya
bagi penulis dan pembaca.

Malang, 8 Oktober 2016

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Kedatangan Bangsa Portugis di Sri Lanka Pada Tahun 1505 ......................... 3
B. Koloniaslisme Bangsa Portugis di Sri Lanka .................................................. 5
C. Kehancuran Kolonialisme Bangsa Portugis di Sri Lanka pada Tahun 1658... 9

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 12
B. Saran ............................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sri Lanka merupakan negara kepulauan yang berada di sebelah utara
Samudera Hindia. Negara ini berbatasan laut dengan negara India di sebelah barat
laut dan dengan negara Maladewa di sebelah barat daya. Sebagian besar
penduduknya Sri Lanka beretnis Sinhala yang beragama Buddha 69,3%, orang
Tamil yang beragama Hindu 15,5%, orang Moor yang beragama Islam 7,6% dan
sisanya etnis lain. Wilayah yang sering disebut sebagai Permata Samudera Hindia
ini memiliki berbagai macam kekayaan alam. Diantaranya adalah kayu manis,
kapulaga, kelapa, karet, kopi, dan lada.
Pada abad ke-15 sampai 17 merupakan sebuah masa penemuan (Age of
Discovery) dan masa perluasaan kekuasaan (Age of Expansion) oleh orang Eropa
pada masa ini banyak orang Eropa yang berlomba-lomba mencari jalan kedunia
timur tempat rempah-rempah, serta membangun wilayah-wilayah pendudukan
atau koloni-koloni (Djaja, 2012:130-131). Sri Linka sebagai bagian dari dunia
Timur pun tidak luput dari kolonialisme bangsa Eropa. Salah satu bangsa Eropa
yang melakukan kolonialisme di Sri Lanka adalah bangsa Portugis. Portugis
pertama kali datang ke Sri Lanka pada abad ke-16 yang kemudian mendirikan
kantor dagang di sana. Letak dan kondisi alam Sri Lanka yang menguntungkan
membuat bangsa Portugis berupaya untuk menguasai wilayah ini. Selanjutnya
Portugis berhasil membentuk Ceylon Portugis dengan tujuan untuk memonopoli
perdaganagn kayu manis, kapulaga, gajah, gading gajah, dan lada dari Sri Lanka.
Dari uraian di atas maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai
Kolonialisme Bangsa Portugis di Sri Lanka Pada Tahun 1505 1658.
Pemilihan batasan pada tahun 1505 dikarenakan pada tahun ini merupakan waktu
awal datangnya bangsa Portugsi di Sri Lanka. Sedangkan batasan pada tahun
1658 dipilih karena pada tahun ini Portugis berhasil di usir dari tanah Sri Lanka.
2

B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, terdapat beberapa rumusan masalah yang
menjadi pokok pembahasan. Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai
berikut.
(1) Bagaimana kedatangan bangsa Portugis di Sri Lanka pada tahun 1505?
(2) Bagaimana koloniaslisme bangsa Portugis di Sri Lanka?
(3) Bagaimana kehancuran kolonialisme bangsa Portugis di Sri Lanka pada
tahun 1658?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan penelitian ini
adalah untuk menjawab rumusan masalah di atas, yakni sebagai berikut.
(1) Menjelaskan kedatangan bangsa Portugis di Sri Lanka pada tahun 1505.
(2) Mendeskripsikan koloniaslisme bangsa Portugis di Sri Lanka.
(3) Menjelaskan kehancuran kolonialisme bangsa Portugis di Sri Lanka pada
tahun 1658.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedatangan Bangsa Portugis ke Sri Lanka Pada Tahun 1505


Pada abad ke-15 sampai 17 merupakan sebuah masa penemuan (Age of
Discovery) dan masa perluasaan kekuasaan (Age of Expansion) oleh orang Eropa
pada masa ini banyak orang Eropa yang berlomba-lomba mencari jalan kedunia
timur tempat rempah-rempah, serta membangun wilayah-wilayah pendudukan
atau koloni-koloni (Djaja, 2012:130-131). Alasan kedatangan bangsa barat ke
dunia timur dipengaruhi oleh jatuhnya Byzantium ke tangan Kesultanan Turki
Utsmani pada tahun 1453 menyebabkan ditutupnya jalur perdagangan antara
Eropa dan Asia. Akibatnya bangsa Eropa terutama Portugis berusaha mencari
rempah-rempah dari sumbernya langsung, hal ini kemudian membuat bangsa
Eropa harus melakukan penjelajahan Samudera guna mencari jalan ke sumber
rempah-rempah itu sendiri.
Awalnya tujuan mereka datang kedunia timur untuk mencari sumber
rempah-rempah. Namun dalam perkembangannya terjadi perlombaan mencari
tanah-tanah jajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Barat terutama Portugis,
Spanyol, Belanda, dan Inggris. Atas dorongan dari Pangeran Henry Sang
Navigator, cucu John dari Gaunt, Portugis mulai melakukan usaha pencarian
emas, dan jalan untuk mengepung lawannya yang beragama Islam dengan
menyusuri pantai barat Afrika. Mereka berusaha mencari jalan menuju ke Asia
(India). Tujuannya yaitu untuk memotong jalur pelayaran pedagang Islam dan
memonopoli perdagangan mereka. Pelayaran bangsa Portugis ke timur tidak
semata-mata untuk mencari sumber rempah-rempah, namun juga untuk mencari
emas dan sekutu untuk melawan Turki Utsmani dan melanjutkan perangsalib. Hal
inilah yang kemudian di kenal dengan semboyan 3G (God, Gold, Glory).
Pada tahun 1498 ketika Raja Dom Manuel berkuasa di Portugal, dilakukan
pelayaran pertama oleh laksamana Vasco da Gama yang berhasil mencapai
Calcutta India. Tujuh tahun kemudian, pada tanggal 25 Maret 1505 disusul
pelayaran kedua dibawah pimpinan laksamana Dom Francisco de Almedia
berangkat dari Tagus, Portugal. Pelayaran ini dilakukan bertujuan mengarahkan
4

aliran emas dari Asia ke Portugis melalui jalur Cape (Afrika Selatan). Namun
ketika sampai di India ternyata perdagangan India telah dikuasai oleh pedagang
muslim, Selat Persia dikuasai oleh orang Turki, dan Laut Merah oleh orang
muslim Kairo. Kebencian orang Portugis terhadap muslim Maroko (Moor),
kemudian menyamaratakan semua muslim yang ditemuinya sebagai musuh dan
menyebutnya dengan sebutan Moor atau Moro, terutama kepada muslim Arab.
Disana de Almeida membuat perjanjian dagang dengan raja Goa di India, dimana
mereka akan menjual barang dagangannya ke Portugis dan Portugis akan
melindungi pantai terhadap serangan yang datang dari laut.
Pada awal November 1505, armada Portugis dibawah laksamana Lorenco
de Almeida anak dari Dom Francisco berangkat ke Maladewa untuk menyerang
kapal rempah-rempah Moor yang akan ke laut Merah, namun mereka kehilangan
arah dan terdampar di Galle (selatan) Sri Lanka. Ketika itu di Sri Lanka terdapat
tiga kerajaan besar, yaitu kerajaan Kotte, kerajaan Kandy, dan kerajaan Jaffna.
Kerajaan Kotte dan Kandy merupakan kerajaan yang dikuasai suku Sinhala
sedangkan kerajaan Jaffna dikuasai suku Tamil dari India Selatan, serta empat
kerajaan kecil lainnya (Sukarjaputra, 2010:36-37). Lorenco de Almeida yang
terdampar di Galle yang juga masuk wilayah kekuasaan kerajaan Kotte di terima
dengan baik oleh masyarakat. Disana sembari menunggu ombak membaik mereka
menyiapkan perlengkapan untuk kemudian berangkat ke Kolon Tota.
Kemudian pada tanggal 15 November 1505 armada Lorenco de Almeida
berhasil berlabuh di pelabuhan Kolon Tota yang oleh orang Portugis disebut
dengan Colombo (Kolombo). Mereka disana diterima dengan baik oleh penguasa
Kolon Tota yaitu raja Kotte. Lorenco de Almeida dan raja Kotte Parakramabahu
VIII (14841508) lalu membuat perjanjian dagang bersama untuk menghadapi
bangsa Moor (Islam) yang memonopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah
tersebut. Di sana Portugis diberikan ijin untuk mendirikan kantor dagangnya di
Kolombo. Inilah titik awal kolonialisme bangsa Portugis terhadap bangsa Sri
Lanka.
Pelabuhan Kolombo, Beruwala, dan Weligama menjadi pelabuhan paling
ramai di barat daya Sri Lanka, di pelabuhan ini banyak didatangi pedagang-
pedagang asing terutama pedagang Moor. Komoditas utama perdagangan dari Sri
5

Lanka yaitu kayu manis yang di ambil dari pedalaman. Perdagangan kayu manis
selalu dimonopoli oleh kerajaan Kotte, dimana rakyat harus menjual hasil kayu
manis mereka kepada kerajaan dengan harga murah yang kemudian oleh kerajaan
dijual ke pedagang asing dengan harga tinggi. Selain kayu manis, komoditas
kerajaan Kotte adalah Gajah. Gajah-gajah yang diperdagangkan adalah gajah-
gajah yang sudah jinak. Kelebihan Gajah Sri Lanka daripada gajah dari tempat
lain adalah penurut dan cerdas.
Pelabuhan Kolombo yang terletak di pantai barat pulau Sri Lanka menjadi
salah satu pelabuhan terpenting dan sangat strategis di kawasan Asia Selatan.
Pelabuhan ini menjadi transit kapal-kapal dari arah barat ke timur dan sebaliknya.
Kapulaga (catdamom), kayu manis (cinnamon), dan lada (pepper) merupakan tiga
komoditas utama yang paling menguntungkan kepada Sri Lanka. Letak yang
sangat strategis ini membuat bangsa Portugis ingin menguasai wilayah ini dan
kemudian membangun sebuah koloni (Soepratignyo, 1994:73).

B. Kolonialisme Bangsa Portugis di Sri Lanka


Kolonialisme bangsa Portugis atas Sri Lanka sebenarnya sudah terlihat
pada tahun 1505. Ketika bangsa Portugis berhasil mencapai Sri Lanka dalam
insiden kecelakaan laut. Pada 21 Desember 1507 raja Portugal Dom Manuel
secara resmi menjadikan Sri Lanka sebagai kantor dagang kerajaan di Asia. Inilah
titik awal dari kolonialisme bangsa Portugis di Sri Lanka. Mengingat wilayah Sri
Lanka yang strategis dengan iklim dan keadaan geografis yang sangat
menguntungkan. Perdagangan kayu manis yang ramai di Sri Lanka kemudian di
monopoli oleh Portugis. Upaya Portugis dalam memonopoli perdagangan kayu
manis di pelabuhan Kolombo banyak ditentang oleh orang-orang Moor dan
Sinhala.
Tidak lama setelah kedatangan bangsa Portugis di wilayah kekuasaan
kerajaan Kotte. Terjadi pemberontakan di Uda Rata (Kandy) yang dipimpin oleh
Wikrama Bahu, namun pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh pangeran
Sakala Kala Wallabha (Chakrayudabahu). Raja Kotte Parakramabahu VIII
meninggal dunia pada tahun 1508 sehingga terjadi kekosongan takhta kerajaan
karena takhta kerajaan sebenarnya akan diwariskan kepada anaknya pangeran
6

Sakala Kala Wallabha (Chakrayudabahu). Namun pangeran Chakrayudabahu


meninggal terlebih dahulu sehingga takhta kerajaan diberikan kepada saudara
tirinya yaitu Vijaya Brahu (Pieris, 1920:32).
Beberapa tahun kemudian gubernur Portugis yang berkuasa di Goa (India)
Diego Lopez de Siqueyra, mengutus Lopo De Britto untuk menempati posisi
sebagai Kapten untuk wilayah Kolombo (1518-1521). Pada tahun 1517 dia datang
ke Kolombo dengan membawa para pekerja untuk membangun sebuah benteng
pertahanan di Kolombo yang bernama benteng Nossa Senhora das Virtudes. Hal
tersebut tidak saja untuk memperkuat posisi mereka terhadap serangan kerajaan
Kotte tapi juga untuk melumpuhkan perdagangan yang dilakukan oleh orang-
orang Moor.
Raja Kotte, Vijaya Brahu yang tidak menentang keinginan Portugis untuk
membangun kantor dagang di Kolombo, merasa tersinggung dengan kelancangan
mereka yang berusaha mendominasi perdagangan laut dengan membangun
benteng di sana. Kemudian pada tahun 1520 raja Vijaya Brahu melancarkan
serangan terhadap Portugis yang ada di Kolombo. Dalam pertempuran tersebut
pasukan Portugis lebih sedikit tapi memiliki keunggulan persenjataan dan
kemampuan perang, sehingga membuat raja terpaksa menarik mundur
pasukannya. Kekalahan tersebut berakibat fatal, pasukan Portugis marah dan
membumi hanguskan kota Kolombo termasuk bangunan masjid yang sebelumnya
sudah berdiri di tengah-tengah pemukiman bangsa Moor.
Akibat dari peristiwa ini banyak bangsa Moor yang dulunya tinggal di
kota Kolombo terpaksa keluar dari Kolombo pindah ke pedalaman dan melakukan
perdagangan disana, sebagian lagi pindah ke sisi lain pulau Sri Lanka sementara
yang masih tinggal di dalam kota hidup dibawah tekanan penguasa Portugis.
Banyak orang-orang Sinhala yang berada di wilayah dataran rendah dipaksa untuk
masuk agama Katolik. Ceylon Portugis kemudian didirikan secara resmi setelah
mampu menduduki beberapa wilayah di kerajaan Kotte dan beberapa kerajaan-
kerajaan lain di sekitarnya yang beribukota di Kotte. Mayoritas penduduk Sri
Lanka yang beragama Buddha tidak menyukai kependudukan Portugis.
Pada tahun 1521 terjadi peritiwa Wijayaba Kollaya atau peristiwa
pemberontakan yang dilakukan oleh ketiga anak tiri raja Vijaya Brahu VII.
7

Mereka berhasil membunuhnya dan membagi kerajaan kedalam tiga bagian


masing-masing dipimpin oleh Bhuvanekabahu VII (15211551), Mayadunne
(15211581), dan Madduma Bandara (15211538). Raja Bhuvanekabahu VII
memintah di kerajaan Kotte, Mayadunne berkuasa di kerajaan Sitawaka.
Sementara saudara ketiga, Madduma Bandara berkuasa di kerajaan Raigama
namun dia segara meninggal pada tahun 1538 dan kerajaannya berhasil dikuasai
oleh Mayadunne (Pieris, 1920:48).
Raja Mayadunne yang lebih muda dan lebih mampu diantara dua saudara
yang masih hidup, mulai mencoba merebut kerajaan Kotte dari tangan kakaknya
dan mencoba mengusir Portugis dari Sri Lanka (Lee, T. Y. Tanpa Tahun:46). Raja
Kotte, Bhuvanekabahu VII tidak mampu melawan serangan dari adiknya maka
dia kemudian berusaha meminta bantuan Portugis untuk mempertahankan
kerajaannya. Portugis memanfaatkan momentum ini dan kemudian menjadikan
Bhuvanekabahu VII sebagai boneka mereka.
Pada tahun 1524 laksamana Vasco da Gama tiba di India dalam
penjelajahan keduanya, dia diperintahkan oleh Raja Portugal untuk melucuti
benteng Kolombo, menyisakan hanya pabrik disana. Benteng nya sendiri pada
akhirnya dihancurkan sedangkan pasukan berikut persenjataan artileri yang ada
kemudian dipindahkan ke Goa (India). Pada tahun 1559 terjadi pertempuran
antara kerajaan Sitawaka dengan aliansi Kotte-Portugis yang pertama,
pertempuran ini yang disebut juga dengan pertempuran Mulleriyawa berhasil di
menangkan oleh kerajaan Sitawaka yang dipimpin oleh raja Mayadunne dan
anaknya Rajasimha I. Pada tahun 1565 ibukota Ceylon Portugis dipindahkan dari
Kotte ke Kolombo untuk menghindari serangan-serangan yang semakin gencar
dilakukan oleh kerajaan Sitawaka.
Setelah kematian Bhuvanekabahu VII pada tahun 1551, takhta kerajaan
diturunkan kepada cucunya yaitu Moha Bandara yang beragama Katolik. Sejak
kecil Moha Bandara hidup diantara misionaris-misionaris Fransiskan Portugis
yang kemudian dibaptis pada tahun 1557 dengan nama Dom Juan Dharmapala
kepada raja tersebut. Pada tahun 1597 raja Dom Juan Dharmapala meninggal
dunia dan kerajaan Kotte dikuasai oleh Portugis.
8

Berbeda dengan kerajaan Kotte, kerajaan Kandy yang berada di Timur


pulau Sri Lanka memilih mengisolasi diri dan bertahan dari pengaruh kekuasaan
Portugis. Awalnya kerajaan ini merupakan wilayah vassal kerajaan Kotte yang
disebut dengan daerah Uda Rata. Pada tahun 1521 setelah terjadi peristiwa
Wijayaba Kollaya, kerajaan Kandy mendeklarasikan kemerdekaannya dari Kotte
di bawah pimpinan raja Wikrama Bahu. Kerajaan Sitawaka dua kali mencoba
menguasai kerajaan ini. Pertama pada 1574, dan kemudian pada 1581 Sitawaka di
bawah raja Rajasimha II berhasil menguasai ibukota Kandy. Pada tahun 1588 raja
Kandy, Konnappu Bandara yang bergelar Vimaladharmasuriya I (1591-1604)
berhasil merebut kembali Kandy dari tangan kerajaan Sitawaka. Raja
Vimaladharmasuriya I kemudian memindahkan ibukota kerajaan ke kota
pedalaman Kandy, lokasi yang lebih aman terhadap serangan dari penjajah.
Hubungan Portugis dengan kerajaan Jaffna kurang berjalan baik. Para
misionaris Portugis berusaha memengaruhi penduduk yang beragama Hindu
untuk memeluk ajaran Katolik. Membuat raja Jaffna, Cankili II (16171619)
marah dan kemudian membunuh para misionaris dan warga Tamil yang telah
berpindah agama. Akibat dari tindakan raja Jaffna tersebut pemerintah Ceylon
Portugis kemudian memerintahkan pasukannya untuk menyerang kerajaan Jaffna
(Erwin, 1990:135). Pada pertempuran terakhir tahun 1619 kerajaan Jaffna
sepenuhnya dapat dikuasai oleh Portugis setelah raja Cankili II terbunuh. Portugis
kemudian berkuasa di kerajaan Jaffna dari 1619 sampai 1658.
Setelah berhasil menguasai kerajaan Kotte, Jaffna dan beberapa kerajaan
kecil lainnya. Portugis di bawah pimpinan Pedro Lopes de Sousa mulai mencoba
menancapkan pengaruhnya ke kerajaan Kandy. Senarat, sepupu
Vimaladharmasuriya I menaiki takhta di tahun 1604 setelah kematiannya. Untuk
menguasai kerajaan ini Portugis awalnya menggunakan cara diplomasi. Mereka
menginginkan monopoli atas kayu manis, gading gajah, lada, dan komoditas
kerajaan Kandy yang lain di jual ke Portugis dengan harga murah. Namun raja
Senarat (1629-1687) menolak keinginan Portugis ini. Sehingga pada tahun 1617,
de Sousa meminta bala bantuan pasukan dari Goa (India) untuk menyerbu
kerajaan Kandy.
9

Peperangan antara Kandy dan Portugis pun tak terhindarkan, pada tahun
1625 dalam pertempuran ini de Sousa berhasil terbunuh di Batticaloa. Tiga bulan
kemudian datang bala bantuan Portugis dari Malaka yang memperkuat pertahanan
mereka. Pada 21 Oktober 1631 Dom Jorge de Almaida datang dari Goa (India) ke
Kolombo untuk menggantikan peran de Sousa. Selanjutnya pertempuaran antara
Kandy dengan Portugis dimulai lagi. Pertempuaran ini berakhir dengan sebuah
perjanjian antara kedua belah pihak yang disebut dengan perjanjian 1633. Dimana
dari pihak Kandy diwakili oleh raja Senarat dan di pihak Portugis diwakili oleh
Diogo de Melo de Castro. Perjanjian ini dilakukan di Goa India, akibat dari
perjanjian ini raja Kandy harus menyerahkan benteng Batticaloa dan
membebaskan pasukan Portugis yang berhasil mereka tahan. Setelah adanya
perjanjian 1633 secara de facto kerajaan Kandy berada di bawah kekuasaan
Ceylon Portugis.

C. Kehancuran Kekuasaan Portugis di Sri Lanka Pada Tahun 1658


Kehancuran pemerintahan kolonialisme Portugis di Sri Lanka sebenarnya
sudah terlihat saat dihapusnya jabatan Viceroy (pejabat kerajaan) oleh Pedro
Lopes de Sousa. Penghapusan ini bertujuan agar anaknhya yaitu Jorge de
Alboqurque dapat menjadi pejabat di Ceylon Portugis. de Alboqurque dinilai
kurang cakap dalam mengelola koloni sehingga dia tidak mampu mengatasi
persoalan-persoalan yang terjadi. Tidak hanya itu banyak terjadi korupsi di dalam
pemerintahan Ceylon Portugis, seperti de Sousa yang melakukan korupsi berupa
gading gajah senilai 4000 padraos.
Munculnya Rajasimha II sebagai pengganti ayahnya raja Senarat juga
menjadi faktor penting dalam kehancuran kekuasaan Portugis di Sri Lanka.
Perjanjian 1633 yang di rasa oleh raja Kandy sebagai perjanjian yang tidak adil
dan penuh dengan manipulasi. Pada tahun 1635 setelah raja Senerat meninggal
dunia takhta kerajaan diturukan kepada anaknya yaitu Maha Asthana yang
bergelar Rajasimha II (1629-1687). Rajasimba II kemudian melakukan
pemberontakan kepada Portugis.
Pada 9 September 1637, Belanda mengirimkan surat kepada Rajasimha II
yang berisi tawaran untuk membantu kerajaan Kandy dalam melawan Portugis.
10

Tawaran yang datang itu tidak disia-siakan oleh raja Kandy mengingat Belanda
sudah mapan di Pulicat (India). Selanjutnya pada 23 Mei 1638 dibuatlah
perjanjian dengan Belanda untuk menyingkirkan Portugis dari Sri Lanka. Apabila
Belanda berhasil membantunya mengusir Portugis maka Belanda akan diberi ijin
mendirikan kantor dagang di Kottiyar dekat benteng Batticaloa dan hak monopoli
atas perdagangan kayu manis. (Pieris, 1920:221).
Belanda juga meminta bayaran kepada Rajasimba II untuk biaya yang
dikeluarkan dalam membantu pengusiran Portugis. Pada bulan Mei 1639 armada
bantuan dari Belanda berhasil merebut benteng Trincomalee dari Portugis.
Kemudian pada bulan Februari 1640, armada gabungan antara kerajaan Kandy
dan Belanda berhasil merebut kembali benteng Batticaloa yang sebelumnya
berhasil kuasai oleh Portugis. Antara kerajaan Kandy dan Belanda muncul konflik
akibat kependudukan atas kedua benteng yang sudah direbut tersebut.
Belanda menolak menyerahkan benteng Batticaloa dan Trincamalee
sebelum raja Kandy melunasi biaya yang sudah disepakati. Rajasimha II mulai
menyadari bahwa Belanda berusaha menggantikan peranan Portugis dalam
memonopoli perdagangan kayu manis di Sri Lanka. Namun tetap saja Rajasimha
II bekerjasama dengan Belanda dalam upaya mengusir Portugis dari tanah Sri
Lanka.
Pada bulan Maret 1640 armada gabungan kerajaan Kandy dan Belanda
berhasil mencapai Galle dan mengambil alih tempat tersebut. Namun dalam
beberapa saat pertempuran antara Belanda dengan Portugis di Sri Lanka segera di
hentikan setelah dideklarasikan genjatan senjata antara kerajaan Belanda di Eropa
dan kerajaan Spanyol yang pada waktu itu memerintah Portugal. Akibat
perdamaian antara Belanda dan Portugis ini membuat marah Rajasimha II dan
mendeklarasikan perang dengan Belanda. Perang ini berlangsung selama empat
tahun (1645 1649) dan berakhir dengan sebuah perjanjian antara Belanda dan
Kandy. Dalam perjanjian tersebut Belanda akan mengembalikan tanah yang sudah
mereka kuasai kepada raja Kandy. Namun dalam kenyataannya tanah-tanah
tersebut tidak ada yang dikembalikan kepada kerajaan Kandy karena kerajaan
Kandy belum mampu membayar biaya bantuan Belanda dalam mengusir Portugis.
11

Gencatan senjata antara Belanda dengan Portugis berakhir pada tahun


1652. Kerajaan Kandy kembali meluncurkan serangan terhadap Portugis di
beberapa wilayah kekuasaannya. Akibat dari serangan ini Portugis harus mundur
kembali ke bentengnya di pesisir Kolombo. Pada bulan Agustus 1655 armada
Belanda di bawah Jenderal Gerard Hulft berhasil mengepung kota Kolombo dari
laut dan darat. Pada Mei 1656 Portugis menyerah dan kota Kolombo berhasil
dikuasai oleh Belanda. Dengan dikuasainya Kolombo oleh Belanda maka
kekuasaan Portugis di Sri Lanka menjadi berkurang. Kekuasan Portugis hanya
tinggal ada di daerah Sri Lanka utara bekas kerajaan Jaffna.
Pengusiran Portugis dari Sri Lanka terus dilancarkan oleh Belanda di
bawah pimpinan laksamana Ryckloff van Goens. Target penyerangan selanjutnya
adalah benteng Portugis yang berada di bagian utara Sri Lanka. Pada Februari
1658 Belanda berhasil merebut Mannar dan Jaffna pada bulan Juni. Dengan
dikuasainya Jaffna maka berakhirlah kekuasaan Portugis di tanah Sri Lanka yang
kemudian digantikan peranannya oleh Belanda dalam menguasai dan memonopoli
perdagangan di Sri Lanka.
12

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akibat dari ditutupnya jalur perdagangan Eropa dan Asia oleh Kesultanan
Turki Usmani pada tahun 1453, bangsa Barat terutama Portugis pergi ke dunia
Timur untuk mencari sumber rempah-rempah, emas dan juga sekutu untuk
melawan Turki Usmani. Bangsa Portugis kemudian menetap di Sri Lanka dan
melakukan perdagangan dengan masyarakat setempat. Letak Sri Lanka yang
strategis dan memiliki banyak Sumber Daya Alam membuat Portugis
memutuskan untuk menjadikannya wilayah koloni bangsa Portugis.
Bentuk kolonialisme bangsa Portugis di Sri Lanka sudah terlihat sejak
Portugis mencapai Sri Lanka setelah mengalami kecelakaan laut pada tahun 1505.
Upaya pendirian benteng, kantor dagang, penguasaan wilayah kerajaan Kotte,
Jaffna dan Sintawaka, serta usaha monopoli perdagangan sumber daya alam di Sri
Lanka merupakan wujud kolonialisme Portugis. Pada masa ini juga dilakukan
penyebaran agama Katolik di Sri Lanka.
Kehancuran kekuasaan Portugis di Sri Lanka disebabkan oleh beberapa
hal yakni (a) Ada banyak praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat di Ceylon
Portugis; (b) Perlawanan Rajasimha II dari kerajaan Kandy, yang dibantu oleh
Belanda. Penyerangan pada tahun 1656 membuat Portugis menyerah dan kota
Kolombo berhasil dikuasai oleh Belanda sehingga kekuasaan Portugis yang
tersisa hanya di Sri Lanka sebelah utara yakni Mannar dan Jaffna. Pada tahun
1658, Belanda melakukan penyerangan di Sri Lanka bagian utara dan mengakhiri
kekuasaan Portugis serta mengambil alih monopoli di Sri Lanka.

B. Saran
Dengan mengetahui tentang sejarah kolonialisme bangsa Portugis di Sri
Lanka pada 1505 1658. Diharapkan pembaca mampu mengambil hikma di balik
peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa kolonialisasi Portugis di Sri Lanka.
Menumbuhkan rasa nasionalisme terhadap diri dan bela negara sehingga dapat
meningkatkan semangat belajar dan berkorban demi negara.
13

DAFTAR PUSTAKA

Djaja, Wahjudi. 2012. Sejarah Eropa: Dari Eropa Kuno Hingga Eropa Modern.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Erwin, Tuti Nuriah. 1990. Asia Selatan Dalam Sejarah. Jakarta: FE UI.
Ibrahim, Nurzengky. 2015. Sejarah Negara Negara di Kawasan Asia Selatan.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Lee, T. Y. Tanpa Tahun. Pulau Cahaya Terang: Ajaran Buddha di Sri Lanka
Sejarah Singkat dan Panduan ke Tempat-tempat Suci. Medan: Patria. Dari
Just be Good, (Online), (http://www.justbegood.net/) , diakses pada 6
Oktober 2016.
Pieris, P. E. 1920. Ceylon and The Portuguese 1505 1658. Tellippalai:
American Ceylon Mission Press.
Soepratignyo. 1994. Sejarah Negara-Negara Asia Selatan Abad X XX Masehi.
Malang: IKIP Malang.
Sukarjaputra, Yoki Rakaryan. 2010. Auman Terakhir Macan Tamil: Perang Sipil
Sri Lanka 1976 2009. Jakarta: Kompas.

Вам также может понравиться