Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
NIM : 13010117130054
KELAS : B
NOVEL POPULER
Ada cinta di pesantren ? ah masak hoax kali tuh. Drama ini dimulai ketika hujan terasa panas,
kemarau terasa dingin
Mencermati tuturan orang tua, satu kali syamsul ditawarkan untuk kuliah atau menimba ilmu di
pesantren. Aku sedikit terenyuh ketika syamsul lebih memilih menimba ilmu di pesantren.
Berangkatlah dia menuju salah satu daerah antah berantah yang dia sendiri belum tahu tujuannya
untuk menimba ilmu dimana. Pergilah dia ke Stasiun Kota Pekalongan, dalam hati ia sendiri
Kota Kediri yang kala itu menjadi salah satu Kota santri yang terkenal dan banyak orang
yang merekomendasikan untuk menimba ilmu disitu, ada juga Kota Jombang yang masih dalam
satu kawasan Provinsi juga terkenal dengan Kota santrinya. Syamsul kala itu pergi ke Kediri tak
tahu tujuan tak tahu arah hanya dengan modal kenekatan. Zizi yang kala itu sedang menempuh
pendidikan Alquran di Pekalongan mendapat kabar yang tak mengenakkan hatinya. Ayahanda
yang selama ini menjadi sosok penyemangat baginya telah pamit untuk menghadap ke Rabb-nya.
Seketika itu pula Zizi pulang ke kampung halamannya Kota Kediri, di stasiun ia meluapkan
tangisannya. Tak peduli kanan kiri rindu akan ayah yang selama ini ia pendam seakan sirna
sekejap mata, di Stasiun Kota ia duduk terdiam meratapi kenangan masa kecilnya bersama ayah
yang biasa ia panggil abi. Tertidur dalam kesedihan bersandar pada tembok-tembok besi tua
1
berjalan. Setelah mendapat tiket Syamsul masuk kereta, mencari tempat duduk sesuai tiket yang
ia miliki.
Sampai di bangku, terlihat sesosok wanita berkerudung lebam matanya karena tangisan
Nampak cantik dari samping. Ia memberanikan diri untuk bertanya walau serasa nyesek dihati.
permisi, apakah ini bangku nomer A.3.6? Tanya Syamsul. iya, jawab Zizi dengan nada
kurang semangat. Melihat keadaan tersebut, Syamsul pindah ke belakang agak menjauh dari
wanita itu mungkin pikiran Syamsul, Wanita itu butuh waktu untuk sendiri. Malam itu terasa
dingin suara dering gerbong belakang seakan menjadi mp3 tersendiri bagi Syamsul.
Suasana mendukung sekali untuk tertidur pulas walau hanya beberapa menit. Dari
kejauhan tampak orang clingak-clinguk entah mencari sesuatu atau apa, dengan memakai
bungkus kepala. Syamsul terbangun dan curiga akan orang itu, dan benar sekali kecurigaannya.
Orang itu hendak maling mencuri yang ia incar ternyata Zizi yang kala itu duduk sendirian di
bangku persis didepannya. wushhhhh orang itu ambil tas Zizi, seketika itu pula Zizi terbangun
dan dengan cekatan Syamsul yang kala itu sudah mengambil aba-aba untuk memukul duakkk
Syamsul terpental dan pukulannya keookkk oleh maling jalanan. Maling menyandera Zizi
dengan pisau kecil yang ia letakkan di dekat leher Zizi. Syamsul mencoba untuk bernego dengan
semestian, namun apa yang terjadi? Maling itu justru semakin massive mengancam akan
membunuh Zizi bila tidak menyerahkan tas incarannya dan membiarkannnya hidup damai
sejahtera. Syamsul beraksi, namun naas ia terkena sayatan pisau yang maling damai bawa.
Maling semakin terpojok, ingin bernego tak bisa lagi karena pasar sudah tutup malam itu. Apa
boleh buat, meloncatlah maling dari atas gerbong hilang bagai angin. Banyak orang yang
terbangun, tapi setelah kejadian itu selesai mereka tidur lagi seolah terbangun dari mimpi buruk.
2
Melihat kucuran darah di lengan Syamsul, Zizi yang kala itu merasa takut mendekatinya.
Bagaimana tidak ? laki-laki dengan perawakan agak tinggi, rambut gondrong, awuk-awukan,
dan berdarah. Tanpa menghiraukan rasa takutnya, Zizi berusaha untuk mengobati Syamsul. Dan
ini moment yang paling ditunggu, berbicaranya dua insan manusia. Saling menanyakan nama,
alamat, dan tujuan masing-masing naik kereta. Sampai di stasiun kereta Syamsul pergi ke salah
satu pesantren yang sebelumnya ia dapat rekomendasi dari Zizi. Perjumpaan dan perpisahan
antara Syamsul dan Zizi berakhir. Ada 4 rekomendasi pesantren yang Zizi tawarkan, Syamsul
menyusuri mulai dari pesantren satu ke pesantren lainnya. Dari keempat pesantren Syamsul lebih
Setengah tahun berlalu, Syamsul yang kala itu masih anak ingusan sekarang
sudah agak lebih baik ilmu agama. Sahabat-sahabat Syamsul pun care dengannya. Sambil
keliling Pondok ternyata ia melihat sesuatu yang membuatnya merasa bangga dan kuat. Apa itu?
Ia bertemu Zizi dan yang ternyata ia adalah anak dari Romo Kyai Ponpes Al-Furqon. Sampai
pada suatu ketika, Syamsul diajak pergi ke mall oleh salah satu temannya yang benama Burhan.
Ditengah jalan Burhan lupa membawa dompet, disuruhlah Syamsul untuk mengambilnya. Di
Pesantren yang kala itu sedang gempar-gemparnya pencurian uang, ada beberapa orang
keamanan Pondok Pesantren di kamar para Santriwan. Syamsul masuk tanpa dosa, ia ambil
dompet yang Burhan suruh tadi. Ternyata di pojok kamar ada pengawas pondok sedang
mengamati gerak-gerik Syamsul. Naas Syamsul kurang beruntung, ia dituduh oleh pengawas
pondok mencuri, di lain tempat Burhan mendengar tetangkapnya Syamsul. Di depan para
santriwan dan juga pengurus Pondok, Syamsul dan Burhan dihadirkan untuk bersumpah, karena
Syamsul tadi disuruh Burhan ambil dompet maka ia bersumpah tidak mencuri apapun. Tapi, ada
tapinya lho, Burhan justru mengaku sebaliknya. Dengan pertimbangan Pak Kyai, Syamsul
3
dihukum keluar Pondok dan dicukur gundul. Keluarga Syamsul datang ke pondok, bukan malah
membela anaknya, justru ia dihajar oleh Abinya sendiri. Tak telak Syamsul mengalami
kesedihan yang kedua kalinya. Hidupnya seakan tak berarti, di ponpes diusir, di keluarga dicaci
maki entah apa salah dan dosanya. Tak pelak Syamsul memutuskan untuk pergi tanpa
sepengetahuan Abi dan keluarganya. Ia berjanji akan kembali sampai ia merasa sudah sukses,
dengan berbekal uang yang ia ambil dari adiknya dengan catatan meminjam, ia nekat keluar
entah kemana yang terpenting ia pergi dari kehidupan yang selama ini ia jalani untuk memulai
hidup baru. Ia pergi ke Semarang, pergi ketempat yang tak pernah ia napak tilasi sebelumnya.
Sampailah ia di kota macet, banjir, dan tempatnya para tikus-tikus berdasi. Bekal yang selama ini
ia bawa habis ditelan bumi, mencari pekerjaan tak ada sering kali ia ditolak. Godaan setan
dimana-mana, uang habis, perut kosong, badan letih tiada cara lagi ia dapatkan uang selain
mencuri yang selama ini sudah menjadi julukan di hidupnya. Naik bus saku kosong, turun bus
penuh kertas. Dalam hati ia berjanji bahwa suatu saat akan kukembalikan dompet yang ia curi.
Tiap-tiap dompet ia hidup isinya dan mencatat nama pemiliknya, ia tercengang ketika melihat
foto Burhan brengsek yang selama ini ia benci di salah satu dompet curiannya dan lebih wownya
lagi ia sudah tunangan dengan yang punya dompet. Sepengetahuan Syamsul, Burhan sudah
tunangan dengan santriwati di ponpesnya dulu. Keesokkan harinya ia datangi alamat pemilik
dompet. Sampai di post satpam, ia ditanya mau kemana?, Jalan Flamboyan no.17, jawab
Syamsul.
Tiada angin tiada hujan, saat ia ke rumah Pak Broto ia malah ditawari jadi guru ngaji
anaknya, SUBHANALLAH. Tanpa pikir panjang ia terima tawaran itu, tak tanggung-tanggung
ia dapat gaji kisaran 2 jutaan. Dua kali dalam seminggu ia mengajar ngaji, juga menjadi iman
masjid kompleks kadang kali. Tak lekang oleh waktu, ia pun beritahu maksud awal ia datang ke
4
rumah Pak Broto. Setelah Syamsul ngalor-ngidul menceritakan kejadian sebenarnya, sempat
keluarga Pak Broto tak percaya. Namun, dengan kecerdikannya berbicara ia menyarankan agar
mengunjungi santriwati yang telah dipinang Burhan sebelumnya di Pekalongan. Dan ternyata
benar apa yang dikatakan Syamsul. Keluarga Pak Broto sangat terpukul atas kejadian itu,
terutama Syilvie, mahasiswi FEB UI. Kesedihan itu lantas hilang setelah berhari-hari mengurung
diri di kamar. Ceramahan Syamsul yang menyejukkan, membuat Syilvie agak sedikit lebih
tenang. Bagaimana tak menyejukkan? Syamsul sudah mengisi berbagai pengajian baik di masjid,
masyarakat bahkan di TV. Orang tua Syamsul di kampung kaget bukan ngilu, terutama Ibunya
yang selama ini selalu mengantarkan doa keselamatan dan kesuksesan untuk anaknya. Dan lebih
bahagianya lagi Syamsul di tembungi Pak Broto bila mau, Pak Broto kan menikahkan Syamsul
dengan Syilvie. Disisi lain datang Pak Kyai yang selama ini mengusir Syamsul ingin meminta
maaf kepadanya karena telah salah paham hingga menghancurkan hidupnya. Syamsul
memaafkannya, ia malah ewoh karena dikunjungi Pak Kyai sampai ke Jakarta. Pembicaraan
penikahan antara Syamsul dengan Syilvie ternyat di dengar oleh adik kyai Zizi. Selama ini Zizi
begitu peduli akan Syamsul entah kenapa mungkin ia jatuh cinta ala-ala Pondok Pesantren. Sakit
hati Zizi setelah mendengar perihal pernikahan Syamsul. H-1, setelah Syamsul setting baju
pengantin, ia mengisi acara pengajian di salah satu TV. Syilvie meminta izin untuk
mengantarkan surat undangan kepada temannya, maklum harus izin dulu kepada calon suami.
DOR, dengan kecepatan tinggi Syilvie mengendarai mobil dan Naas Mobilnya menabrak
pohon, tewaslah Syilvie di tempat. Kata-kata yang terakhir diucapkan Syilvie kepada Syamsul,
Pemakaman Syilvie dipenuhi hujan air mata mulai dari keluarganya hingga yang paling
paling sangat terpukul ialah Syamsul. Berhari-hari ia menggurung diri di kamar, tak ada asap tak
5
ada api ia seakan kehilangan setengah hari hatinya, jarang tidur tidak makan. hanya Ibu yang
mampu menenangkannya waktu itu. Semangat kembali, permintaan pengisian ceramah mulai
banyak. Teringat masa pondok dulu, ia sempat berkunjung ke Ponpes yang telah mengusirnya
dulu. Sampai di Ponpes ia bertemu Pak Kyai, perbincangan ringan pun terjadi pada akhirnya Pak
Kyai nembungi Syamsul bahwa kesedihan yang ia derita tak akan hilang bila tidak ada penawar,
oleh karena itu Pak Kyai ingin sekiranya menjodohkan Syamsul dengan Zizi. Syamsul tersipu
malu, Zizi pun demikian. Tak banyak cakap kedatangan Syamsul yang kala itu niatnya untuk
kangen-kangenan dengan Ponpesnya dulu malah ada tambahan calon istri yang sholihahnya
minta ampun.
PERMANA