Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
(WITHOLDING TAX)
PT. A PT. B
Bayar fee jasa teknik Rp 100 juta
PPh Pasal 21
Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri
dari: pekerjaan, jasa, kegiatan. Menurut Keputusan Dirjen Pajak No Kep-545/PJ/2000
tanggal 29 Desember 2000, yang dimaksud Objek Pajak Penghasilan pasal 21 adalah
penghasilan yang dipotong oleh pemotong pajak untuk dikenakan Pajak Penghasilan
Pasal 21. Yang termasuk objek pajak PPh Pasal 21 adalah :
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur oleh wajib pajak berupa
gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, termasuk honorarium anggota
dewan komisaris atau anggota dewan pengawas dari perusahaan, premi bulanan,
uang lembur, komisi, gaji istimewa, uang sokongan, uang ganti rugi, tunjangan
istri dan/atau tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan
khusus, tunjangan transport, tunjangan berupa pajak, tunjangan iuran pensiun,
tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;
b. Penghasilan yang diterima atau yang diperoleh secara tidak teratur berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya termasuk
tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan dan penghasilan sejenisnya lainya
yang sifatnya tidak tetap;
d. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan
Hari Tua (JHT), dan pembayaran lain yang sejenis;
e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam
negeri.
PPh Pasal 22
Tarifnya Menggunakan Angka Pengenal Impor (API), tarifnya 2,5% dari nilai impor,
Tidak menggunakan API, tarifnya 7,5% dari nilai impor, Yang tidak dikuasai, tarifnya
7,5% dari harga jual lelang.
Nilai Impor: Nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk, yaitu
Cost Insurance & Freight (CIF) ditambah bea masuk dan pungutan lainnya yang
dikenakan berdasarkan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.
PPh Pasal 23
Pada dasarnya objek PPh Pasal 23 terdiri dari Passive income dan Active income.
Berikut merupakan tarif PPh 23 tahun 2009 berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008:
1. Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh (15% dari
Jumlah bruto)
2. Bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPh (15% dari
Jumlah bruto)
3. Royalty (15% dari Jumlah bruto)
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong PPh 21
(15% dari Jumlah bruto)
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
PPh Final pasal 4 (2) (2% dari Jumlah bruto)
6. Jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
berdasarkan PMK-244/PMK.03/2008 (2% dari Jumlah bruto)
Pengecualian:
a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI
sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta SBI
tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan bukan
merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh
bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank
luar negeri di Indonesia. 20% (untuk
c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI WPDN & BUT)
Jumlah Bruto
yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang 20% atau Tarif Final
Bunga
telah disahkan Menteri Keuangan, sepanjang P3B (untuk
dananya diperoleh dari sumber pendapatan WPLN)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana
Pensiun.
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk
Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhada, kapling siap
bangun untuk rumah sederhana dan sangat
sederhana, atau rumah susun sederhana sepanjang
untuk dihuni sendiri.
Pengecualian :
a. Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau
pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan dan memenuhi persyaratan sebagaimana
diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf h Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan
b. Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia
PPh Pasal 26
Pada dasarnya PPh Pasal 26 sama dengan objek pajak PPh Pasal 23, Namur dalam
PPh pasl 26 transaksi yang terjadi adalah antara pihak domestik dan pihak luar
negeri. Dalam PPh ini terdapar hal penting yang harus diperhatikan:
1. harus memperhatikan apakah ada tax treaty atau COD/COR. Kalau ada maka
jenis penghasilannya dilihat apakah termasuk Active atau Passive income jika
Passive income maka akan ada reduce rate, sedangkan jika Active income maka
tidak ada reduce rate.
Jika Active income dan terdapat BUT di Indonesia maka hak pemajakannya
mengikuti Undang-undang domestik, sedangkan jika tidak ada BUT di
Indonesia maka tidak ada hak pemajakan di indonesia.
2. jika tidak ada tax treaty maka langsung melihat pada UU domestik yaitu
dikenakan tarif 20% dari nilai bruto
2. Hak dan Kewajiban sebagai pemotong dan pihak yang dipotong.
1. harus ada bukti potong asli atau legalisir dari kantor pajak tempat yang memotong,
yang meminta legalisir si pihak yang memotong.
2. tahun yan tertera dibukti potong harus sama dengan tahun pengkreditan.
3. jenis pajak yang tertera dibukti potong dan SSP harus benar
Bagi pihak yang dipotong apabila tidak memenuhi syarat pengkreditan, maka atas
pajak yang dipotong tersebut tidak bisa dijadikan kredit pajak, maka nanti akan
menimbulkan kurang bayar pajak yang akan menimbulkan sanksi.
Kita harus paham dan mengetahui saat-saat terhutang pajak, karena apabila kita
tidak mengerti dan salah menetapkan tanggal saat terhutang maka bisa menimbulkan
keterlambatan dan pada akhirnya akan menimbulkan sanksi.
Saat terhutang adalah yang mana yang lebih dulu terjadi antara : saat dibayar dan
saat terhutang (saat keluarnya invoice atau saat accrued, sudah dibukukan)
6. Lain-lainya
jika lawan transaksi tidak mau dipotong pajak/potput, maka yang bisa dilakukan
adalah:
gross up akan efisien dilakukan oleh suatu perusahaan jika perusahaan tersebut dalam
keadaan laba, jika suatu perusahaan mengalami rugi maka jangan pernah melakukan
gross up, terlebih lagi jika PPh Final maka tidak perlu melakukan gross up.