Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Abstrak
Zakat dan infak/sedekah merupakan ibadah dalam bentuk finansial yang mengharuskan
lembaga pengelolanya melakukan perhitungan, pencatatan, serta pelaporan yang baik guna
mendukung prinsip transparansi dan akuntabilitas. Untuk dapat memudahkan dan
memberikan keseragaman dalam pencatatan zakat dan infak/sedekah diperlukan adanya
suatu standar akuntansi terkait zakat dan infak/sedekah. Standar akuntansi menjadi alat
untuk menyeragamkan laporan keuangan. Selain itu, standar akuntansi dapat menjadi
instrumen untuk meningkatkan keandalan dalam menyajikan informasi keuangan yang cukup,
dapat dipercaya, dan relevan bagi penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam.
Berbagai macam standar akuntansi untuk zakat dan infak/sedekah terus mengalami
perkembangan sebagai acuan atau pedoman dalam rangka untuk selalu meningkatkan
akuntabilitas dan agar selalu sesuai dengan syariat Islam. Dimulai dari Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan untuk Entitas Nirlaba,
Pedoman Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat (PA OPZ) 2005, dan yang terakhir
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 109 tentang Akuntansi Zakat dan
Infak/Sedekah. Selain itu terdapat pula standar akuntansi untuk zakat dan infak/sedekah yang
ditetapkan oleh AAOIFI untuk menyeragamkan standar akuntansi terkait zakat di berbagai
negara.
Kata Kunci: Zakat, Infak/Sedekah, Standar Akuntansi
A. PENDAHULUAN
Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang ketiga telah banyak dianggap dapat menjadi
instrumen untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara muslim dan dalam rangka
mencapai keadilan yang diharapkan terkait pendistribusian pendapatan dan kekayaan.
(Abdelbaki, 2013). Zakat tidak hanya dianggap sebagai alat untuk menyantuni orang miskin
secara konsumtif, tetapi juga memiliki tujuan permanen, yaitu menuntaskan kemiskinan dan
dapat mengangkat derajat fakir miskin dengan membantu keluar dari kesulitan hidup.
(Wulansari, 2014). Zakat telah diidentifikasikan sebagai sumber penting bagi perekonomian
dan memberikan dampak bagi perkembangan pembangunan sosial-ekonomi bangsa (Ibrahim
et.al., 2013), bukan hanya sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh umat Muslim yang
mampu sebagai bentuk ibadah. Akibatnya, pembahasan mengenai zakat tidak hanya menjadi
domain ilmu agama atau syariah, tetapi telah meluas dengan memasukkan adanya isu sosial
ekonomi. (Adnan, et.al., 2009).
Hampir serupa dengan zakat, infak dan shodaqoh adalah bentuk ibadah dengan menyisihkan
sebagian hartanya untuk kepentingan agama sebagai bentuk kecintaan hamba terhadap
nikmat dari Allah SWT. Sedikit perbedaan terdapat pada peruntukannya, dimana zakat hanya
diperuntukkan untuk orang-orang yang berhak dan jumlahnya pun telah ditentukan. Allah
SWT telah menetapkan pihak-pihak yang berhak untuk menerima zakat sebagaimana
tertuang di dalam Al-Quran, Surat At-Taubah ayat 60:
Definisi infak dan shodaqoh/sedekah sebagaimana dikemukakan oleh Nurhayati (2013, 284):
infak adalah mengeluarkan harta karena taat dan patuh kepada Allah SWT dan menurut
kebiasaan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan. Sedekah adalah segala pemberian/kegiatan
untuk mengharapkan pahala dari Allah SWT. Muis (2011, 23) mendefinisikan sedekah
sebagai pemberian harta pada orang-orang fakir miskin, orang yang membutuhkan, atau
pihak-pihak lain yang berhak untuk menerima shodaqoh tanpa disertai imbalan, tanpa
paksaan, tanpa batasan jumlah, kapan saja, dan berapa pun jumlahnya. Dengan demikian
berdasarkan definisi tersebut, baik zakat maupun infak/sedekah merupakan bagian dari
kedermawanan (filantropi) dalam konteks masyarakat Muslim dan dapat menjadi solusi untuk
mengentaskan kemiskinan.
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Pasca era kolonial, beberapa negara muslim seperti Yaman, Arab Saudi, Libya, Sudan,
Pakistan, dan Malaysia telah menetapkan bahwa pengelolaan zakat wajib dilakukan melalui
negara/pemerintah (Hasan dalam Sarea (2013, 24). Negara-negara lain seperti Mesir,
Yordania, Kuwait, Iran, Bangladesh, Bahrain, dan Irak telah membentuk suatu lembaga
khusus untuk mengelola zakat dan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi secara sukarela. (Hasan dalam Sarea (2013, 24).
Pembentukan pengelola zakat pada dasarnya telah disinggung secara eksplisit di dalam Al-
Quran, Surat At-Taubah ayat 60 dimana salah satu pihak yang berhak untuk menerima zakat
adalah pengurus-pengurus zakat (Amil). Negara/Pemerintah selaku pihak yang mendapat
perintah/bertanggung jawab penuh atas pengumpulan, hingga pendistribusian zakat agar
sampai kepada mereka yang berhak menerimanya (Qardawi dalam Fitriyah (2008, 77), dapat
membentuk lembaga-lembaga khusus untuk membantu pemerintah dalam menjalankan
tanggung jawabnya terkait penerapan zakat. Lembaga tersebut diberi kepercayaan untuk
mendistribusikan harta yang telah dikeluarkan Muzakki untuk didistribusikan kepada orang-
orang yang berhak sesuai dengan yang ditentukan dalam Al-Quran. (Fitriyah, 2008). Dengan
demikian, dalam pengelolaan zakat ada tiga pihak yang harus bersinergi, agar fungsi zakat
dan pemanfaatannya dapat dioptimalkan yaitu, Muzakki (pembayar zakat), Mustahik
(penerima zakat), dan Amil (pengelola zakat). (Puspitasari, et.al., 2013)
Di Indonesia, pengelolaan zakat telah diatur sendiri dalam Undang - Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Pemerintah menetapkan bahwa pengelolaan zakat di
Indonesia dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk pemerintah (BAZIS) di tingkat
pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, serta lembaga amil zakat yang dapat dibentuk secara
swadaya oleh masyarakat (LAZIS). Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) ini diberikan amanat
untuk mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan
ketentuan agama.
Sebagai lembaga yang diberikan kepercayaan untuk menjalankan amanah umat, yaitu
mengelola dan mendistribusikan zakat yang telah dikumpulkan dari para muzakki, tentu perlu
adanya suatu proses akuntabilitas publik yang baik dan transparan dengan mengedepankan
motivasi melaksanakan amanah umat. Akuntabel disini berkaitan erat dengan laporan kinerja
termasuk laporan keuangan. Konsep akuntabilitas menempati posisi yang sangat penting bagi
organisasi dalam menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas kegiatan
serta sejauh mana laporan keuangan memuat semua informasi yang relevan yang dibutukan
oleh para pengguna dan seberapa mudah informasi tersebut dapat diakses masyarakat.
(Puspitasari, et.al., 2013). Tuntutan untuk menyusun laporan sebagai bentuk akuntabilitas
publik telah diatur dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 1999 tentang
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Pasal 31:
Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) memberikan laporan tahunan
pelaksanaan tugasnya kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan setelah akhir tahun. Tidak hanya itu, pada peraturan yang sama, terdapat
keharusan bagi Lembaga Amil Zakat untuk menyampaikan laporan keuangan untuk periode
dua tahun terakhir yang telah diaudit oleh Akuntan Publik sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan izin pendirian dari pemerintah.
Kewajiban untuk melakukan pembukuan pada dasarnya juga telah tercantum di dalam Al-
Quran, yaitu di Surat Al-Baqarah ayat 282:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang tidak ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), sedikit pun
daripada hutangnya. Jika orang yang berhutang itu lemah akalnya atau lemah (keadaanya)
atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur, dan periksalah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu.
Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridhoi, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan
jangalah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya . Yang demikian itu lebih Adil disisi Allah dan lebih dapat menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah
muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan
diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) tidak menulisnya . Dan periksalah
apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika
kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertaqwalah kepada Allah, Allah mengajarmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Fakta bahwa zakat adalah bentuk ibadah dalam bentuk finansial mengakibatkan perhitungan
zakat menjadi sesuatu yang tidak terelakkan dalam memenuhi kewajiban ini. Akuntansi
sebagai media untuk menghitung dan melakukan pencatatan atas zakat mempunyai peran
penting dalam menentukan penilaian yang benar dan wajar atas zakat. Pembahasan terkait
akuntansi dan zakat telah menghasilkan berbagai penelitian baik di dalam negeri maupun di
luar negeri. (Adnan, et.al., 2009).
Untuk dapat memudahkan dan memberikan keseragaman dalam pencatatan zakat dan
infak/sedekah diperlukan adanya suatu standar akuntansi terkait zakat dan infak/sedekah.
Standar akuntansi menjadi alat untuk menyeragamkan laporan keuangan, terutama dalam
lingkup global. Selain itu, standar akuntansi dapat menjadi instrumen untuk meningkatkan
keandalan dalam menyajikan informasi keuangan yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan
bagi penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam. Kepercayaan pembayar zakat
(muzakki) menjadi faktor penting. Ketidakpercayaan pembayar zakat (muzakki) disebabkan
oleh belum transparannya laporan penggunaan dana zakat untuk publik. (Harianto & Diana,
tanpa tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kredibilitas lembaga amil zakat
berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat (Kanji, et.al., 2011).
Pentingnya suatu standar akuntansi yang mengatur perlakuan untuk zakat, infaq, dan
shodaqoh mendorong berbagai institusi di berbagai negara untuk mengembangkan suatu
standar akuntansi atau paling tidak suatu pedoman akuntansi. Institusi tersebut antara lain
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), the
Malaysian Accounting Standard Board (MASB) dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
AAOIFI menerbitkan Financial Accounting Standards (FAS) No. 9 yang spesifik mengatur
perlakuan akuntansi untuk zakat. MASB menerbitkan MASB (2006) Technical Release i-1
(TR i-1): Accounting for Zakat on Business. Sedangkan Ikatan Akuntan Indonesia
menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 109 tentang Akuntansi Zakat
dan Infak/Sedekah.
Pada akhirnya, pada tahun 2005, Organisasi Pengelola Zakat berupaya untuk menyusun
Pedoman Akuntansi bagi Organisasi Pengelola Zakat (PA-OPZ). Namun pedoman tersebut
belum sempat untuk disosialisasikan dan diterapkan. Organisasi Pengelola Zakat dan Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) kemudian bekerja sama untuk menyusun Standar Akuntansi yang
khusus mengatur perlakuan akuntansi untuk zakat pada tahun 2007. IAI membutuhkan waktu
yang tidak sebentar untuk menyusun standar akuntansi tersebut. IAI berhasil menyelesaikan
Exposure Draft PSAK Nomor 109 pada tahun 2008. Namun, penetapan standar akuntansi
tersebut baru dapat dilakukan pada tahun 2010 dikarenakan dibutuhkan suatu proses yang
panjang setelah melalui dengar pendapat dengan pihak-pihak yang terkait dengan zakat dan
berbagai perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai zakat. PSAK No. 109 pada
akhirnya berlaku untuk tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012.
Berbagai macam standar yang pernah diterapkan untuk menjadi acuan terkait perlakuan
akuntansi untuk zakat menarik untuk dibahas. Menarik untuk diteliti bagaimana standar
akuntansi terkait akuntansi zakat dan infak/sedekah terus mengalami perkembangan sebagai
acuan atau pedoman dalam rangka untuk selalu meningkatkan akuntabilitas dan agar selalu
sesuai dengan syariat Islam. Dimulai dari Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45
tentang Pelaporan Keuangan Entitas Nirlaba, Pedoman Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat
(PA OPZ) 2005, dan yang terakhir Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 109
tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah. Menarik juga untuk diteliti bagaimana perlakuan
akuntansi untuk zakat dan infak/sedekah yang ditetapkan oleh AAOIFI untuk
menyeragamkan standar akuntansi terkait zakat di berbagai negara dibandingkan dengan
standar yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi bagaimana standar akuntansi untuk akuntansi
zakat dan infak/sedekah terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dimulai dari
penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan
Entitas Nirlaba, Pedoman Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat 2005 (PA OPZ 2005), dan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 109 tentang Akuntansi Zakat dan
Infak/Sedekah. Penelitian juga dilakukan untuk mengidentifikasi perbandingan standar
akuntansi yang diterapkan di Indonesia terkait zakat dan infak/sedekah dengan standar yang
ditetapkan oleh AAOIFI yaitu Financial Accounting Standard (FAS) No.9.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif deskriptif yaitu metode yang sifatnya
menguraikan, menggambarkan, membandingkan, suatu data dan keadaan serta menerangkan
suatu keadaan sedemikian rupa sehingga dapatlah ditarik suatu kesimpulan. Peneliti akan
melakukan studi kepustakaan untuk mencoba mengidentifikasi perkembangan standar
akuntansi zakat dari waktu ke waktu ditinjau dari komponen laporan keuangan, prinsip
pengakuan (recognition), pengukuran (measurement), penyajian dan pengungkapan
(disclosure).
D. PEMBAHASAN
Kas atau aset yang dibatasi pengguannya oleh penyumbang harus disajikan terpisah dari kas
atau aset yang tidak terikat penggunaannya. Informasi likuiditas diberikan dengan cara
sebagai berikut (PSAK No.45, prg.13): (a) Menyajikan aset berdasarkan urutan likuiditas,
dan kewajiban berdasarkan tanggal jatuh tempo; (b) Mengelompokkan aset ke dalam lancar
dan tidak lancar, dan kewajiban ke dalam jangka pendek dan jangka panjang; (c)
Mengungkapkan informasi mengenai likuiditas aset atau aset jatuh temponya kewajiban,
termasuk pembatasan penggunaan aset, pada catatan atas laporan keuangan.
2) Klasifikasi Aset Neto Terikat atau Tidak Terikat
PSAK No. 45 paragraf 14-18 menyatakan laporan posisi keuangan menyajikan jumlah
masing-masing kelompok aset bersih berdasarkan ada atau tidaknya pembatasan oleh
penyumbang, yaitu: terikat secara permanen, terikat secara temporer, dan tidak terikat.
Informasi mengenai sifat dan jumlah dari pembatasan permanen atau temporer diungkapkan
dengan cara menyajikan jumlah tersebut dalam laporan keuangan atau dalam catatan atas
laporan keuangan.
a) Pembatasan permanen terhadap (1) aset, seperti tanah atau karya seni yang
disumbangkan untuk tujuan tertentu, untuk dirawat dan tidak untuk dijual, atau (2)
aset yang disumbangkan untuk investasi yang mendatangkan pendapatan secara
permanen dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aset bersih yang
penggunaannya dibatasi secara permanen atau disajikan dalam catatan atas laporan
keuangan. Pembatasan permanen kelompok kedua tersebut berasal dari hibah atau
wakaf dan warisan yang menjadi dana abadi (endowment).
b) Pembatasan temporer terhadap (1) sumbangan berupa aktivitas operasi tertentu, (2)
investasi untuk jangka waktu tertentu, (3) penggunaan selama periode tertentu di masa
depan, atau (4) pemerolehan aset tetap, dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam
kelompok aset bersih yang penggunaannya dibatasi secara temporer atau disajikan
dalam catatan atas laporan keuangan. Pembatasan temporer oleh penyumbang dapat
berbentuk pembatasan waktu atau pembatasan penggunaan, atau keduanya.
c) Aset bersih tidak terikat umumnya meliputi pendapatan dan jasa penjualan barang,
sumbangan dan dividen atau hasil investasi; dikurangi beban untuk memperoleh
pendapatan tersebut. Batasan terhadap penggunaan aset bersih tidak terikat dapat
berasal dari sifat organisasi, lingkungan operasi, dan tujuan organisasi yang tercantum
dalam akta pendirian dan dari perjanjian kontraktual dengan pemasok, kreditor, dan
pihak lain yang berhubungan dengan organisasi. Informasi mengenai batasan-batasan
tersebut umumnya disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.
b. Laporan Aktivitas
Tujuan laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai (a) pengaruh transaksi dan
peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat asset bersih, (b) hubungan antar transaksi dan
peristiwa lain, serta (c) bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai
program atau jasa. Informasi dalam laporan aktivitas yang digunakan bersama dengan
pengungkapan informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para
penyumbang, anggota organisasi, kreditor, dan pihak lainnya untuk (a) mengevaluasi kinerja
dalam suatu periode, (b) menilai upaya kemampuan dan kesinambungan organisasi dan
memberikan jasa, serta (c) menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajer (PSAK
No.45, prg.19). Laporan aktivitas mencakup organisasi secara keseluruhan dan menyajikan
perubahan jumlah aset bersih selama satu periode. Perubahan asset bersih dalam laporan
aktivitas tercermin pada aset bersih atau ekuitas dalam laporan posisi keuangan (PSAK No.45,
prg.20).
PSAK No.45, prg.23, 24, dan 25 menyatakan bahwa laporan aktivitas menyajikan pendapatan
sebagai penambah aset bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi oleh
penyumbang dan menyajikan beban sebagai pengurang aset bersih tidak terikat. Sumbangan
disajikan sebagai penambah aset bersih tidak terikat, terikat permanen, atau terikat temporer,
bergantung pada ada tidaknya pembatasan. Dalam hal sumbangan terikat yang
pembatasannya tidak berlaku lagi dalam periode yang sama, dapat disajikan sebagai
sumbangan tidak terikat sepanjang disajikan secara konsisten dan diungkapkan sebagai
kebijakan akuntansi. Laporan aktivitas menyajikan keuntungan dan kerugian yang diakui dari
investasi dan aset lain (atau kewajiban) sebagai penambah dan pengurang aset bersih tidak
terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi.
Laporan aktivitas menyajikan jumlah pendapatan dan beban secara bruto. Namun demikian
pendapatan investasi dapat disajikan secara neto dengan syarat beban-beban terkait, seperti
beban penitipan dan beban penasehat investasi, diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan (PSAK No.45, prg.27).
PSAK No.45, prg.30-32 menyatakan bahwa laporan aktivitas atau catatan atas laporan
keuangan harus menyajikan informasi mengenai beban menurut:
1) Klasifikasi secara fungsional bermanfaat untuk membantu para penyumbang, kreditor,
dan pihak lain dalam menilai pemberian jasa dan penggunaan sumber daya.
Disamping penyajian klasifikasi beban secara fungsional, organisasi nirlaba juga
dianjurkan untuk menyajikan infomasi tambahan mengenai beban menurut sifatnya.
Misalnya, berdasarkan gaji, sewa, listrik, bunga, penyusutan.
2) Program pemberian jasa merupakan aktivitas untuk menyediakan barang dan jasa
kepada para penerima menfaat, pelanggan, atau anggota dalam rangka mencapai
tujuan atau misi organisasi. Pemberiaan jasa tersebut merupakan tujuan dan hasil
utama yang dilaksanakan melalui berbagai program utama.
3) Aktivitas pendukung meliputi semua aktivitas selain program pemberian jasa
umumnya, aktivitas pendukung meliputi aktivitas manajemen dan umum, pencarian
dana, dan pengembangan anggota.
Kewajiban
o Kewajiban terdiri dari hutang pada pihak ketiga, hutang Murabahah, biaya
yang masih harus dibayar, dan hutang lain lain. Untuk transaksi yang
telah ada aliran kas, kewajiban diakui pada saat terjadinya transaksi.
Sedangkan untuk transaksi yang belum mempengaruhi aliran kas,
kewajiban diakui pada saat tagihan diterima. Dicatat sejumlah yang akan
dibayar di masa datang. Disajikan dengan menempatkan akun-akun
kewajiban berdasarkan urutan jatuh temponya.
Saldo Dana
o Saldo riil masing-masing dana
o Penyaluran terakumulasi aktiva
o Dana yang harus disediakan untuk hutang
b. Prinsip Pengakuan
Prinsip Akuntansi yang digunakan adalah basis kas untuk pengakuan sumber dan penggunaan
dalam Laporan Sumber dan Penggunaan Dana dan basis akrual untuk pengakuan aset,
kewajiban, dan saldo dana dalam Laporan Posisi Keuangan.
c. Prinsip Pengukuran
Secara umum prinsip penilaian yang digunakan adalah sesuai dengan kas yang diterima atau
dikeluarkan. Namun untuk beberapa kasus menggunakan penilaian tersendiri yaitu :
1) Untuk persediaan yang diadakan sendiri sebesar nilai realisasi bersih
2) Untuk barang berharga sesuai harga pasar pada penerimaan dan penjualannya
3) Untuk piutang tak tertagih pengukurannya sesuai kebijakan masing-masing organisasi
4) Aset non kas yang diterima dari donatur sebesar harga taksiran
5) Aktiva tetap dan aktiva lain-lain mengacu PSAK 16
Akun-akun dalam laporan keuangan disajikan dalam jumlah net seperti misalnya aset tetap
setelah dikurangi akumulasi penyusutan, akun piutang dikurangi piutang tak tertagih.
Pengungkapan hal-hal yang tidak bisa diungkapkan dalam laporan keuangan diungkapkan
namun dirasa perlu diungkapkan maka diungkapkan dalam CaLK. Seperti rincian rekening
bank, perincian serta penjelasan piutang tak tertagih, penjelasan biaya-biaya dibayar dimuka.
3. PSAK 109 (Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah)
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan
pengungkapan transaksi zakat dan infak/sedekah. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan
oleh muzakki sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya (mustahiq). Infak/sedekah adalah harta yang diberikan secara sukarela oleh
pemiliknya, baik yang peruntukannya dibatasi (ditentukan) maupun tidak dibatasi. Zakat dan
infak/sedekah yang diterima oleh amil harus dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
dan tata kelola yang baik.
1) Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang menyajikan informasi mengenai aktiva,
kewajiban, dan ekuitas (saldo dana) pada waktu tertentu. Entitas amil menyajikan pos-
pos dalam neraca (laporan posisi keuangan) dengan memperhatikan ketentuan dalam
PSAK terkait, yang mencakup, tetapi tidak terbatas pada:
Aset
o Kas dan setara kas
o Instrumen keuangan
o Piutang
o Aset tetap dan akumulasi penyusutan
Kewajiban
o Biaya yang masih harus dibayar
o Kewajiban imbalan kerja
Saldo Dana
o Dana zakat
o Dana infak/sedekah
o Dana amil
o Dana nonhalal
Dana amil
o Penerimaan dana amil
Bagian amil dari dana zakat
Bagian amil dari dana infak/sedekah
Penerimaan lainnya
o Penggunaan dana amil
Beban umum dan administrasi
o Saldo awal dana amil
o Saldo akhir dana amil
Dana nonhalal
o Penerimaan dana nonhalal
Bunga bank
Jasa giro
Penerimaan nonhalal lainnya
o Penyaluran dana nonhalal
o Saldo awal dana nonhalal
o Saldo akhir dana nonhalal
Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana infak/sedekah terikat atau tidak terikat
sesuai dengan tujuan pemberi infak/sedekah sebesar: jumlah yang diterima, jika dalam bentuk
kas; nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas. Penentuan nilai wajar aset nonkas yang diterima
menggunakan harga pasar untuk aset nonkas tersebut. Jika harga pasar tidak tersedia, maka
dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai yang diatur dalam PSAK
yang relevan. Infak/sedekah yang diterima diakui sebagai dana amil untuk bagian amil dan
dana infak/sedekah untuk bagian penerima infak/sedekah. Penentuan jumlah atau persentase
bagian untuk para penerima infak/sedekah ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah
dan kebijakan amil.
Jika terjadi penurunan nilai aset zakat nonkas, jumlah kerugian yang ditanggung harus
diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil tergantung dari sebab
terjadinya kerugian tersebut. Penurunan nilai aset zakat diakui sebagai: pengurang dana zakat,
jika terjadi tidak disebabkan oleh kelalaian amil; kerugian dan pengurang dana amil, jika
disebabkan oleh kelalaian amil.
Infak/sedekah yang diterima dapat berupa kas atau aset nonkas. Aset nonkas dapat berupa
aset lancar atau tidak lancar. Aset tidak lancar yang diterima oleh amil dan diamanahkan
untuk dikelola dinilai sebesar nilai wajar saat penerimaannya dan diakui sebagai aset tidak
lancar infak/sedekah. Penyusutan dari aset tersebut diperlakukan sebagai pengurang dana
infak/sedekah terikat apabila penggunaan atau pengelolaan aset tersebut sudah ditentukan
oleh pemberi. Penurunan nilai aset infak/sedekah tidak lancar diakui sebagai: pengurang dana
infak/sedekah, jika terjadi bukan disebabkan oleh kelalaian amil; kerugian dan pengurang
dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.
Zakat yang disalurkan kepada mustahiq diakui sebagai pengurang dana zakat sebesar: jumlah
yang diserahkan, jika dalam bentuk kas; jumlah tercatat, jika dalam bentuk aset nonkas.
Penyaluran dana infak/sedekah diakui sebagai pengurang dana infak/sedekah sebesar: jumlah
yang diserahkan, jika dalam bentuk kas; nilai tercatat aset yang diserahkan, jika dalam bentuk
aset nonkas. Penyaluran infak/sedekah kepada amil lain merupakan penyaluran yang
mengurangi dana infak/sedekah sepanjang amil tidak akan menerima kembali aset
infak/sedekah yang disalurkan tersebut. Penyaluran infak/sedekah kepada penerima akhir
dalam skema dana bergulir dicatat sebagai piutang infak/sedekah bergulir dan tidak
mengurangi dana infak/sedekah.
e. Penyajian
Amil menyajikan dana zakat, dana infak/sedekah, dana amil, dan dana nonhalal secara
terpisah dalam neraca (laporan posisi keuangan).
f. Pengungkapan
Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak
terbatas pada: a) kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritas penyaluran,
dan penerima; b) kebijakan pembagian antara dana amil dan dana nonamil atas penerimaan
zakat, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi kebijakan; c) metode penentuan
nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa aset nonkas; d) rincian jumlah
penyaluran dana zakat yang mencakup jumlah beban pengelolaan dan jumlah dana yang
diterima langsung mustahiq; dan e) hubungan istimewa antara amil dan mustahiq yang
meliputi: sifat hubungan istimewa; jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan presentase dari
aset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran selama periode.
Amil harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi infak/sedekah, tetapi
tidak terbatas pada: a) metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan
infak/sedekah berupa aset nonkas; b) kebijakan pembagian antara dana amil dan dana non
amil atas penerimaan infak/sedekah, seperti persentase pembagian, alasan, dan konsistensi
kebijakan; c) kebijakan penyaluran infak/sedekah, seperti penentuan skala prioritas
penyaluran, dan penerima; d) keberadaan dana infak/sedekah yang tidak langsung disalurkan
tetapi dikelola terlebih dahulu, jika ada, maka harus diungkapkan jumlah dan persentase dari
seluruh penerimaan infak/sedekah selama periode pelaporan serta alasannya; e) hasil yang
diperoleh dari pengelolaan yang dimaksud di huruf (d) diungkapkan secara terpisah; f)
penggunaan dana infak/sedekah menjadi asset kelolaan yang diperuntukkan bagi yang berhak,
jika ada, jumlah dan persentase terhadap seluruh penggunaan dana infak/sedekah serta
alasannya; g) rincian jumlah penyaluran dana infak/sedekah yang mencakup jumlah beban
pengelolaan dan jumlah dana yang diterima langsung oleh penerima infak/sedekah; h) rincian
dana infak/sedekah berdasarkan peruntukannya, terikat dan tidak terikat; dan i) hubungan
istimewa antara amil dengan penerima infak/sedekah yang meliputi: sifat hubungan istimewa;
jumlah dan jenis aset yang disalurkan; dan presentase dari aset yang disalurkan tersebut dari
total penyaluran selama periode.
g. Dana Nonhalal
Penerimaan nonhalal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan
prinsip syariah, antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank
konvensional. Penerimaan nonhalal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi
yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang. Penerimaan
nonhalal diakui sebagai dana nonhalal, yang terpisah dari dana zakat, dana infak/sedekah dan
dana amil. Aset nonhalal disalurkan sesuai dengan syariah.
Beragamnya standar akuntansi yang mengatur mengenai perlakuan akuntansi untuk zakat
yang diterapkan oleh Institusi Keuangan Syariah menuntut adanya suatu institusi yang dapat
mengembangkan suatu standar akuntansi, auditing, pemerintahan dan etika. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan keterbandingan dan keandalan informasi akuntansi. Tidak adanya
suatu standar yang baku mengakibatkan banyak institusi keuangan syariah menerapkan
berbagai standar akuntansi yang berbeda antara satu institusi dengan institusi lainnya yang
pada akhirnya menimbulkan berbagai perbedaan dari segala sisi. Lovett (2002) dalam
penelitiannya mengungkapkan laporan keuangan yang dipersiapkan dengan menggunakan
standar akuntansi yang berbeda akan menghasilkan permasalahan di sisi keterbandingan
laporan keuangan yang dipersiapkan secara global dan keandalan serta kredibilitasnya.
The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) adalah
lembaga yang didirikan oleh The Islamic Bank (Lembaga Keuangan Syariah) dan pihak-
pihak yang berkepentingan untuk menyiapkan dan mempublikasikan permasalahan terkait
akuntansi, audit, dan standar tata kelola berdasarkan persepsi syariah untuk lembaga
keuangan syariah. AAOIFI mengeluarkan FAS No.9 dengan tujuan untuk memberikan
panduan akuntansi untuk perlakuan terkait penentuan dasar zakat. Diharapkan dengan adanya
penerapan suatu metode yang standar dapat membantu organisasi dalam menyajikan
informasi yang berguna bagi para pengguna laporan keuangan. (Sarea, 2013)
AAOIFI FAS 9 mencakup perlakuan akuntansi terkait zakat dan pengungkapan zakat dalam
laporan keuangan (AAOIFI dalam Sarea, 2013). AAOIFI FAS No. 9 terdiri dari 21 paragraf
yang menjelaskan prinsip pengukuran (measurement), pengakuan (recognition), dan
pengungkapan (disclosure) dengan mengatur prinsip akuntansi untuk perlakuan terkait
pengakuan dasar zakat dan pengukuran item yang termasuk dalam zakat dan pengungkapan
zakat dalam laporan keuangan lembaga keuangan Islam dan institusi keuangan syariah
(AAOIFI, dalam Sarea 2013).
Paragraf 9, 10, dan 11 AAOIFI FAS 9 mengatur terdapat dua kondisi untuk menjelaskan
bagaimana perlakuan akuntansi terkait pembayaran zakat. Kondisi pertama adalah ketika
lembaga keuangan Syariah diwajibkan untuk membayar zakat. Sedangkan kondisi kedua
adalah ketika lembaga keuangan Syariah tidak diwajibkan untuk membayar zakat.
Zakat akan diakui sebagai beban non operasional bagi lembaga tersebut dan menjadi bagian
dalam menghitung laba rugi dalam laporan laba rugi lembaga keuangan jika kondisi berikut
ini terpenuhi:
a) Ketika hukum meminta lembaga keuangan Syariah untuk memenuhi kewajiban
menunaikan zakat.
b) Ketika lembaga keuangan Syariah diharuskan oleh anggaran dasar lembaga tersebut
untuk memenuhi kewajiban menunaikan zakat.
c) Ketika majelis umum pemegang saham telah menyampaikan resolusi yang
mengharuskan lembaga keuangan Syariah untuk memenuhi kewajiban menunaikan
zakat.
Paragraf 9 AAOIFI FAS No. 9 mengatur bahwa zakat yang belum dibayarkan akan diakui
sebagai hutang dan disajikan di bagian kewajiban dalam laporan posisi keuangan lembaga
keuangan Syariah.
2) Kondisi Kedua: Lembaga Keuangan Syariah tidak diwajibkan untuk membayar zakat
Ketika lembaga keuangan Syariah bertindak sebagai agen untuk mengumpulkan zakat yang
berasal dari para pemegang saham dalam rangka memenuhi kewajibannya untuk menunaikan
zakat dengan memotong bagian penghasilan yang diperoleh pemegang saham, maka zakat
akan dikurangi dari bagian pemegang saham terhadap keuntungan yang dapat dibagi.
(Paragraf 10 AAOIFI FAS No.9).
Ketika lembaga keuangan Syariah ditunjuk sebagai agen untuk mengumpulkan zakat yang
berasal dari para pemegang saham dalam rangka memenuhi kewajibannya untuk menunaikan
zakat dan lembaga keuangan Syariah bersedia untuk melakukannya, namun pada saat yang
sama tidak terdapat keuntungan/profit yang dapat dibagikan kepada pemegang saham, maka
zakat akan diakui sebagai piutang yang berasal dari pemegang saham. (Paragraf 11 AAOIFI
FAS No. 9)
Paragraf 12 AAOIFI FAS No. 9 mengatur perlakuan akuntansi terkait pencatatan zakat. Zakat
yang diterima dari Lembaga Keuangan Syariah atau yang berasal dari sumber dana lain akan
disajikan dalam laporan sumber dan penggunaan dana dalam pos zakat dan dana amal.
Berdasarkan AAOIFI FAS No. 9 paragraf 2, zakat diukur dengan menggunakan tarif sebesar
2,5% pada kalender lunar year dan tarif 2,5775% pada kalender solar year. Terdapat dua
metode yang digunakan untuk mengukur zakat, yaitu metode aset/kekayaan bersih (Net
Assets) dan metode dana investasi bersih (Net Invested Funds).
AAOIFI FAS No. 9 mengatur prinsip pengungkapan (disclosure) zakat dalam delapan
paragraf, yang mengatur bagaimana zakat diungkapkan dalam laporan keuangan institusi
keuangan Syariah. Paragraf tersebut juga mengatur ketentuan mengenai pengungkapan
metode yang digunakan untuk menentukan dasar perhitungan zakat dan kewajiban
mengungkapkan aturan-aturan dari Shariah Supervisory Board (SSB). Terdapat ketentuan
yang mempersyaratkan institusi keuangan Syariah untuk mengungkapkan apakah institusi
tersebut selaku induk/pemegang saham atas anak-anak perusahaannya telah memenuhi
kewajiban menunaikan zakat atas bagian penghasilan yang ia peroleh dari anak-anak
perusahaan atau bertindak sebagai agen yang bertugas mengumpulkan dan membayar zakat
atas bagian penghasilan yang diterima oleh pemilik investasi atau pemegang saham. (Paragraf
15, 16, 17, dan 18 AAOIFI FAS No. 9).
Paragraf 19 AAOIFI FAS No. 9 lebih lanjut mengatur ketentuan pengungkapan untuk
menyertakan catatan sebagai pelengkap laporan keuangan institusi keuangan Syariah
mengenai batasan-batasan yang diharuskan oleh The Shariah Supervisory Board (SSB)
untuk Institusi Keuangan Syariah terkait penentuan dasar perhitungan zakat. Contoh batasan
yang diungkapkan antara lain seperti ketentuan bahwa total aset tetap bersih dan investasi
yang diperoleh tidak untuk diperdagangkan tidak boleh melebihi jumlah modal yang
diinvestasikan dan cadangan dalam menentukan dasar perhitungan zakat dengan
menggunakan metode dana investasi bersih (net invested funds). Sebagai tambahan,
ketentuan pengungkapan yang dipersyaratkan dalam Financial Accounting Standard No. 1
tentang General Presentation and Disclosure in the Financial Statements of Islamic Banks
and Finansial Institutions tetap harus dipenuhi (Paragraf 20 AAOIFI FAS No. 9). Ketentuan
mengenai pengungkapan zakat mengindikasikan kebutuhan bagi Institusi Keuangan Syariah
untuk lebih transparan dalam mengungkapkan informasi keuangan terkait dasar pengukuran
zakat. (Sarea, 2013).
E. SIMPULAN
Indonesia telah menggunakan beberapa standar akuntansi untuk menjadi pedoman terkait
perlakuan akuntansi untuk zakat dan infak/sedekah. Sebelum diberlakukannya Pernyataan
Standar Akuntansi Nomor 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah, OPZ (Organisasi
Pengelola Zakat) menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 tentang
Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba dan Pedoman Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat
(PA-OPZ) 2005.
Standar akuntansi untuk organisasi pengelola zakat yang terus mengalami perkembangan,
mewajibkan OP untuk selalu menambah laporan keuangan yang harus disajikan. Baik PSAK
45, PA-OPZ maupun PSAK 109 mengatur ada tiga laporan keuangan yang harus disajikan,
yaitu, laporan posisi keuangan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan.
Perbedaan masing-masing standar dalam hal komponen laporan keuangan terletak pada:
1. PSAK 45 mewajibkan adanya laporan aktivitas, sedangkan PA-OPZ 2005 dan PSAK
109 mewajibkan adanya laporan sumber dan penggunaan dana/laporan perubahan
dana. Pada dasarnya antara kedua laporan tersebut tidak terdapat perbedaan karena
sama-sama menyajikan informasi mengenai perubahan ekuitas/saldo dana. Pada
laporan aktivitas, perubahan aktiva bersih atau ekuitas dipengaruhi oleh pendapatan,
beban, keuntungan dan kerugian. Sedangkan pada PA-OPZ 2005 ataupun PSAK 109
menyajikan perubahan dana sebagai akibat adanya pemasukan dana dan pengeluaran
dana.
2. PA-OPZ 2005 mewajibkan adanya laporan keuangan tambahan berupa Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Unit Otonom yang bertujuan menampilkan sumber
dan penggunaan dana unit otonom yang secara pengelolaan dan pembukuan sudah
dipisahkan dari OPZ, tetapi masih dalam satu entitas organisasi, yang tidak terdapat
pada PSAK 45 ataupun PSAK 109.
3. PSAK 109 mewajibkan adanya laporan perubahan aset kelolaan, yaitu laporan yang
menjelaskan perubahan aset kelolaan lembaga amil zakat selama satu periode
akuntansi.
PSAK Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba tidak mengatur secara
spesifik prinsip akuntansi terkait prinsip pengakuan, pengukuran, dan penyajian dan
pengungkapan. Standar tersebut hanya mengatur komponen laporan keuangan apa saja yang
perlu disajikan untuk organisasi nirlaba, dalam hal ini organisasi pengelola zakat. Sedangkan
PA-OPZ 2005 dan PSAK Nomor 109 pada dasarnya menganut basis akuntansi yang sama,
yaitu basis kas untuk elemen dalam laporan sumber dan penggunaan dana/perubahan dana
dan basis akrual untuk elemen dalam laporan posisi keuangan.
Terkait dengan dana zakat dan dana infak/sedekah, baik PA-OPZ 2005 dan PSAK 109 sama-
sama mengakui dana zakat dan dana infak/sedekah pada saat sumber daya berupa kas atau
non kas diterima. Sedangkan dana zakat dan dana infak/sedekah yang disalurkan/penggunaan
dana diakui pada saat terjadi pengeluaran. Penyaluran dana berupa non kas diakui pada saat
penyerahan. Beban diakui pada saat terjadi pengeluaran kas. Secara spesifik, PSAK 109
mengakui adanya dana amil yang merupakan bagian amil dari dana zakat dan dana
infak/sedekah. Penentuan jumlah atau persentase bagian untuk masing-masing mustahiq
ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah dan kebijakan amil.
Prinsip pengukuran yang diatur baik pada PA-OPZ 2005 dan PSAK 109 adalah sama-sama
dinilai berdasarkan nilai kas yang diterima untuk dana yang bersifat kas atau berdasarkan
nilai pasar untuk dana yang berbentuk non kas. Sedangkan pada saat penyaluran dana zakat
dan dana infak/sedekah atau penggunaan dana, diukur berdasarkan kas yang dikeluarkan jika
berupa dana kas dan diukur berdasar nilai historis atau nilai tercatat jika berupa dana non kas.
Prinsip penyajian dan pengungkapan yang diatur baik pada PA-OPZ 2005 dan PSAK 109
terkait dana zakat dan dana infak/sedekah antara lain:
1. Baik PA-OPZ 2005 maupun PSAK Nomor 109 menyajikan dana zakat dan dana
infak/sedekah pada laporan sumber dan penggunaan dana/perubahan dana. Pada
laporan tersebut dilakukan perincian penerimaan dan penggunaan dana untuk
masing-masing dana.
2. Segala informasi yang perlu diungkapkan dalam diungkapkan dalam Catatan atas
Laporan Keuangan.
3. Perbedaan PA-OPZ 2005 dan PSAK Nomor 109 terdapat pada pengungkapan dana
nonhalal yang harus diungkapkan yang diatur pada PSAK Nomor 109. Dana nonhalal
adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah,
antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank konvensional.
Standar Akuntansi yang pernah diterapkan di Indonesia untuk pengelolaan zakat, seperti
PSAK Nomor 45, PA-OPZ 2005, dan yang terbaru, yaitu PSAK Nomor 109 mengatur
perlakuan akuntansi terkait zakat dan infak/sedekah yang diperuntukkan bagi Organisasi
Pengelola Zakat. Berbeda dengan AAOIFI FAS No. 9 yang mengatur perlakuan akuntansi
terkait zakat bagi entitas/perusahaan. Perbedaan peruntukkan ini mengakibatkan adanya
perbedaan dalam prinsip pengakuan, pengukuran, dan penyajian serta pengungkapan.
Secara ringkas, perkembangan standar akuntansi yang mengatur pengelolaan zakat dan
infak/sedekah ditinjau dari komponen laporan keuangan dan prinsip pengakuan, pengukuran,
penyajian serta pengungkapan disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Standar Akuntansi terkait Pengelolaan Zakat dan Infak/Sedekah
Penyajian dan
Standar Akuntansi Laporan Keuangan Pengakuan Pengukuran
Pengungkapan
PSAK Nomor 45 tentang - Laporan Posisi
Pelaporan Keuangan Keuangan
Entitas Nirlaba - Laporan Aktivitas Tidak Mengatur Tidak mengatur Tidak Mengatur
- Laporan Arus Kas
- CaLK
PA OPZ 2005 (Pedoman - Laporan Posisi - Sumber Dana, diakui - Penerimaan dinilai - Pengungkapan hal-hal
Akuntansi Organisasi Keuangan pada saat sumber daya berdasarkan nilai kas yang tidak bisa
Pengelola Zakat) - Laporan Sumber dan berupa kas atau non kas yang diterima. diungkapkan dalam
Penggunaan Dana diterima. Penerimaan non kas laporan keuangan
- Laporan Arus Kas - Penggunaan Dana, dinilai berdasarkan nilai diungkapkan namun
- CaLK penyaluran berupa kas pasar atau nilai estimasi dirasa perlu
- Laporan Sumber dan diakui pada saat terjadi yang ditetapkan oleh diungkapkan maka
Penggunaan Dana Unit pengeluaran. Penyaluran organisasi. diungkapkan dalam
Otonom dana berupa non kas - Pengeluaran/penggunaan CaLK, seperi rincian
diakui pada saat dana diukur berdasarkan penerimaan untuk
penyerahan. Beban kas yang dikeluarkan masing-masing jenis
diakui pada saat terjadi jika dalam bentuk dana dana dan informasi
pengeluaran kas. kas dan dinilai berdasar penting lainnya yang
nilai historis/nilai tercatat dianggap perlu.
jika dalam bentuk dana
non kas.
PSAK Nomor 109 - Laporan Posisi - saat kas atau aset lainnya - Dana Zakat dan dana a) kebijakan penyaluran
tentang Akuntansi Zakat Keuangan diterima untuk infak/sedekah diukur zakat/ infaq/shodaqoh, b)
dan Infak/Sedekah - Laporan Perubahan Dana penerimaan zakat dan sebesar jumlah kas yang kebijakan pembagian
- Laporan Perubahan Aset infak/sedekah diterima jika dalam antara dana amil dan dana
Kelolaan - saat kas dibayarkan atau bentuk kas dan sebesar nonamil zakat/
- Laporan Arus Kas aset lainnya dikeluarkan nilai wajar aset nonkas infaq/shodaqoh,c) metode
- Catatan atas Laporan untuk penyaluran zakat tersebut jika dalam penentuan nilai wajar yang
Keuangan dan infak/sedekah bentuk nonkas. digunakan untuk
Penentuan nilai wajar penerimaan
aset nonkas yang zakat/infaq/shodaqoh
diterima menggunakan berupa aset nonkas; d)
harga pasar. Jika harga rincian jumlah penyaluran
pasar tidak tersedia, dana zakat e) hubungan
maka dapat istimewa antara amil dan
menggunakan metode mustahiq f) infak/sedekah
penentuan nilai wajar yang tidak langsung
lainnya sesuai yang disalurkan diungkapkan
diatur dalam PSAK yang jumlah dan persentasenya
relevan. g) penggunaan dana
infak/sedekah menjadi
asset kelolaan h) rincian
jumlah penyaluran dana
infak/sedekah i) rincian
dana infak/sedekah
berdasarkan
peruntukannya
AAOIFI Financial - Tidak mengatur - diakui sebagai beban non - menggunakan tarif 2,5% - memenuhi ketentuan
Accounting Standard No. operasional bagi lembaga pada saat kalender lunar pengungkapan yang
9 keuangan syariah yang year dan tarif 2,5775% dipersyaratkan dalam
diwajibkan membayar pada kalender solar year FAS No. 1
zakat - dasar pengukuran zakat - pengungkapan metode
- zakat akan diakui sebagai menggunakan dua yang digunakan untuk
piutang bagi lembaga metode yaitu, net assets menentukan dasar
keuangan syariah sebagai dan net invested funds perhitungan zakat dan
agen pengumpul zakat kewajiban
mengungkapkan aturan-
aturan dari Shariah
Supervisory Board
(SSB)
- mengungkapkan apakah
institusi tersebut selaku
induk/pemegang saham
atas anak-anak
perusahaannya telah
memenuhi kewajiban
menunaikan zakat atas
bagian penghasilan
yang ia peroleh dari
anak-anak perusahaan
atau bertindak sebagai
agen yang bertugas
mengumpulkan dan
membayar zakat atas
bagian penghasilan
yang diterima oleh
pemilik investasi atau
pemegang saham
REFERENSI
AAOIFI. 2008. Financial Accounting Standards: Accounting and Auditing Organization for
Islamic Financial Institutions, Manama, Bahrain
Abdelbaki. 2013. The Impact of Zakah on Poverty and Income Inequality in Bahrain. Review
of Integrative Business and Economics Research. Vol 2(1), pp 133- 154.
Adnan, Muhammad Akhyar & Nur Barizah Abu Bakar. 2009. Accounting treatment for
corporate zakat: a critical review. Internasional Journal of Islamic and Middle Eastern
Finance and Management. Vol. 2 No.1, pp. 32-45. Emerald Group Publishing Limited
Fitriyah, dkk. 2008. Analisis Perlakuan Akuntansi pada Lembaga Amil Zakat berdasarkan
PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba (Studi Kasus pada Baitul
Maal Hidayatullah Surabaya). Jurnal Infestasi Vol. 4 No.1, Juni 2008. Hal. 75-94.
Bidang Advokasi Forum Zakat. 2005. Pedoman Akuntansi Organisasi Pengelola Zakat.
Jakarta: Forum Zakat.
Harianto, Syawal & Diana. Tanpa Tahun. Analisis Penerapan Akuntansi Zakat, Infaq, dan
Sedekah pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe. Tanpa Kota: Tanpa Penerbit.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Standar Akuntansi Keuangan No. 109 tentang Akuntansi
Zakat dan Infak/Sedekah. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Standar Akuntansi Keuangan No. 45 tentang Pelaporan
Keuangan Entitas Nirlaba. Jakarta: Salemba Empat.
Kanji, L., dan Abd. Hamid Habbe, Mediaty. 2011. Faktor Determinan Motivasi Membayar
Zakat, (http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/file/387a71645e06a7998e64844810f877d1f.pdf)
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Muis, fahrur. 2011. Zakat A-Z Panduan Mudah, Lengkap, dan Praktis tentang Zakat. Solo:
Tinta Medina.
Nurhayati, Sri & Wasilah. 2013. Akuntansi Syariah di Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta:
Salemba Empat.
Puspitasari, Yulifa & Habiburrochman. 2013. Penerapan PSAK No. 109 atas Pengungkapan
Wajib dan Sukarela. Jurnal Akuntansi Multiparadigma. Vol. 4 (3), Desember 2013, pp
479-494.
Sarea, Adel Mohammed. 2013. Accounting Treatment of Zakah: Additional Evidence from
AAOIFI. Journal of Islamic Banking and Finance, Vol 1 (1), pp 23-28.