Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemeriksaan Gas Darah Arteri dan PH sudah secara luas digunakan sebagai
pegangan dalam penatalaksanaan pasien pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan Gas Darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang
yang dilakukan, dimana hal ini merupakan salah satu tindakan yang bertujuan untuk
pemantauan terhadap system respirasi status asam basa tubuh pasien, yaitu pertukaran gas
antara udara dari paru serta anatara darah dan jaringan (Depkes,2006). Pemeriksaan Gas
Darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, jadi
dapat digunakan sebagai salah satu kriteria untuk menilai pengobatan ( Muhiman, 2005).
Diagnosa tidak dapat di tegakkan hanya dari penilaian Analisa Gas Darah dan
keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan data data laboratorium lainnya. Walaupun demikian pemeriksaan
Blood Gas Analisis (BGA) ini, bisa dijadikan sebagai salah satu tolak ukur pasien pasien
kritis di ICU masih tetap bisa dipertahankan sampai dengan stabil kondisinya atau
prognosa buruk. Diperlukan ketepatan dan keakuratan interpretasi hasil tergantung
keakuratan objek yang di ukur, dalam hal ini darah arterinya. Ini menuntut pemahaman dan
ketepatan dalam pengambilan darah arteri.
Keterampilan seorang perawat dalam pengambilan darah arteri sangat menentukan
sekali terhadap akurasi hasil, dan sekaligus menentukan dampak komplikasi yang di
timbulkan. Hal ini tentunya tergantung dari berapa kali dia sudah pernah mengambil darah
arteri BGA (pengalaman), pengetahuan perawat terhadap komplikasi yang bisa
ditimbulkan dari pengambilan darah arteri yang tidak tepat, pemahaman perawat terhadap
protab pengambilan darah arteri BGA, dan kondisi vaskularisasi pasien apakah masih
bagus vakularisasinya atau sudah kolaps ( Bertnus,2009).
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari pengambilan darah arteri BGA yang tidak
memperhatikan prosedur antara lain yaitu : apabila jarum sampai menembus periostem
1
tulang akan menimbulkan nyeri, perdarahan, cidera saraf, spasme arteri, gangguan sirkulasi
pada ekstremitas, hematoma, resiko emboli otak (Mancini, 1994).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari analisa gas darah?
2. Apa tujuan dari pemeriksaan analisa gas darah ?
3. Apa indikasi dari pemeriksaan analisa gas darah?
4. Apa kontraindikasi dari pemeriksaan analisa gas darah ?
5. Dimana lokasi pengambilan gas darah ?
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan analisa gas darah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertia analisa gas darah
2. Untuk mengetahui tujuan dari pemeriksaan analisa gas darah
3. Untuk mengetahui indikasi dari pemeriksaan analisa gas darah
4. Untuk mengetahui kontraindikasi pemeriksaan analisa gas darah
5. Untuk mengetahui lokasi pengambilan gas darah
6. Untuk mengetahui interpretasi pemeriksaan analisa gas darah
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Pemeriksaan Astrup/AGD adalah pemeriksaan analisa gas darah melalui darah
arteri. Pengukuran gas darah arteri memberikan informasi dalam mengkaji dan memantau
respirasi klien dan metabolisme asam basa , serta homeostatis elektrolit. Pemeriksaan gas
darah arteri dan PH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan
pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Meskipun biasanya pemeriksaan ini
menggunakan specimen dari darah arteri, jika sempel darah arteri tidak dapat diperoleh
suatu sampel vena campuran dapat digunakan. Analisa gas darah (AGD) atau BGA (Blood
Gas Analisis) biasanya dilakukan untuk mengkaji gangguan keseimbangan asam basa yang
disebabkan oleh gangguan pernafasan atau gangguan metabolic.
AGD juga digunakan untuk mengkaji oksigenasi istilah istilah penting yang harus
diketahui dalam pemeriksaan gas darah arteri antara lain, PH, PCO2,HC03-,PO2,SaO2
pemeriksaan gas darah dan PH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien
pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk
menilai : keseimbangan asam basa dalam tubuh , kadar oksigenasi dalam darah, kadar
karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan analisa gas darah penting untuk menilai keadaan
fungsi paru paru . pemeriksaan dapat dilakukan melalui pengambilan darah astrup dari
artery radialis, brakhialis, atau femoralis.
Pemeriksaan gas darah juga dapat mengambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakan suatu diagnosa hanya dari
penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan
dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya. Pada
dasarnya PH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat di
pertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu :
1. Mekanisme dapar kimia
2. Mekanisme pernafasan
3. Mekanisme ginjal
3
B. Tujuan dan Manfaat Pemeriksaan AGD
Sebuah analisia gas darah mengevaluasi seberapa efektif paru-paru yang memberikan
oksigen ke darah . Tes ini juga menunjukkan seberapa baik paru-paru dan ginjal yang
berinteraksi untuk menjaga pH darah normal (keseimbangan asam-basa). Peneliatian ini
biasanya dilakukan untuk menilai penyakit khususnya pernapasan dan kondisi lain yang
dapat mempengaruhi paru-paru, dan sebagai pengelolaan pasien untuk terapi oksigen
(terapi pernapasan). Selain itu, komponen asam-basa dari uji tes dapat memberikan
informasi tentang fungsi ginjal.Adapun tujuan lain dari dilakukannya pemeriksaan analisa
gas darah,yaitu :
1. Menilai fungsi respirasi
2. Menilai kapasitas oksigenasi
3. Menilai keseimbangan asam basa
4. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel
5. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.
6. Untuk mengetahui kadar CO2 dalam tubuh
C. Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :
1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara
pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible ataupun reversible parsial.
Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa juga
gabungan antar keduanya.
2. Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara.
Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan
karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia dapat
dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau
4
dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary
edema.
3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang
mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan
dalarn jaring- jaring kapiler , terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang
jelas akibat-akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam
paru-.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan , yang
mengarah pada kolaps alveolar. Compliance paru menjadi sangat menurun atau paru-
paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual
fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner & Suddart 616).
4. Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis
sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-
55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
5. Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana alveoli
(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.
Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena bakteri,
virus, jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia atau
kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain seperti
kanker paru atau penggunaan alkohol.
6. Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang
adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan
pembuluh darah. jika Salah satu dari ketiga factor penentu ini kacau dan factor lain
tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi
5
hipoperfusi jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sehingga
seringkali menyebabkan kematian pada pasien.
7. Resusitasi cardiac arrest
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa
faktor, diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak,
sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan
asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup
atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade
jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah
akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua
organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya
suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,
menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal.Kerusakan
otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya
akan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani
dengan segera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian
mungkin bisa dicegah.
D. Kontraindikasi
Kontraindikasi analisa gas darah :
1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin & Hippe,
2010).
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa untuk
dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi
thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada
tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan dengan antikoagulan
dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.
6
E. Lokasi Pengambilan Gas Darah
a. Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allens test)
Test Allens merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di tangan, hal ini
dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta untuk mengepalkan tangannya,
kemudian berikan tekanan pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa
menit, setelah itu minta pasien unutk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada
arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus
memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allens positif. Apabila
tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allens negatif. Jika
pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.
b. Arteri Dorsalis pedis
Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak bisa digunakan.
c. Arteri Brakialis
Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah. Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan
merupakan salah satu pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
d. Arteri Femoralis
Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil.
Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh
tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri. Selain itu arteri
femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu pembuluh utama yang
memperdarahi ekstremitas bawah.
F. Interpretasi Hasil AGD
Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:
a. pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis.
Nilai normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.
b. PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan
hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg
7
mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah
80-100 mmHg
c. PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal,
PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan
hipoventilasi dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme,
PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai
normal PCO2 adalah 35-45 mmHg
d. HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti
ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula
sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi
gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal. Kadar HCO3-
normal berada dalam rentang 22-26 mmol/l
e. Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus
ditambahkan dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi
PCO2 = 40 mmHg dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif
menunjukkan kondisi alkalosis metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif
menunjukkan kondisi asidosis metabolik. Nilai normal BE adalah -2 sampai 2
mmol/l
f. Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai
normalnya adalah 95-98 %.
Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat keadaan yang
menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu :
a. Asidosis respiratorik
Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar HCO3-
juga tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut. Ventilasi
alveolar yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot
pernafasan, gangguan pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang
juga dapat meningkatkan PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat.
Setelah terjadi kompensasi, PCO2 akan kembali ke tingkat yang normal.
8
b. Alkalosis respiratorik
Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH meningkat.
Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak CO2 yang
dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan penyebab
hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-paru,
dengan memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri
hebat, cemas, dan iatrogenik akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan
meningkatkan ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik.
c. Alkalosis metabolik
Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula. Adanya
peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru. Penyebab
yang paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama
furosemid), hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi
sodium dan mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan
pemberian HCO3- atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan.
Persisten metabolik alkalosis biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena
biasanya ginjal dapat mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.
d. Asidosis Metabolik
9
BAB III
ANALISA KASUS
A. Kasus
Tn. Ginting di rawat dirunag ICU. Pada saat tiba di IGD pasien sadar penuh namun tampak lemas
pucat dengan membrane mukosa kering. TD: 70/50mmHg. N:65x/menit. RR:16x/menit. S: 34,9.
Akral teraba dingin dengan CRT (capillary refill time). Memantang, yaitu lebih dari 3 detik dan
turbor kulit menurun. Di IGD di lakukan pemeriksaan analisa gas darah dengan hasil sebagai
berikut: PH: 7,55, PCO2: 23 mmHg, HCO3: MEq/L
B. Penyelesaian :
Asidosis Alkalosis
7,35 -7,45
PH
45-35
PCO2
22-26
HCO3
PH : 7,55 ( Alkalosis )
HCO3 : 20 ( Asidosis )
10