Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transient Tachypnea of the Newborn (TTN) adalah penyebab tersering respiratory

distress pada bayi baru lahir. Respiratory distress ini disebabkan dari keterlambatan absorbsi

cairan pada paru bayi. TTN ini dapat muncul pada 6 jam pertama setelah persalinan dan

sembuh secara spontan dengan terapi supportif selama beberapa hari 1 . Studi yang dilakukan

pada 33.289 persalinan (37-42 minggu) menunjukkan 5,7 dari 1000 bayi lahir mengalami

TTN. Penyakit ini paling sering terjadi pada bayi dengan usia gestasi lebih dari 35 minggu

yang dilahirkan melalui sectio caesarea.2

Manifestasi klinis dari TTN dapat berupa takipnu, merintih saat ekspirasi, nafas

cuping hidung, dan retraksi yang terjadi segera setelah persalinan. Gejala ini biasanya akan

sembuh sendiri pada usia 48-72 jam setelah lahir namun bisa sampai 5 hari. Diagnosis TTN

ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis dan pemeriksaan radiologis. TTN sering dijadikan

sebagai diagnosis setelah penyebab lain dari respiratory distress disingkirkan.3

Meskipun prognosisnya baik, pada beberapa kasus TTN dengan durasi takipnu yang

lama dapat menyebabkan penurunan kesadaran yang berat dan membutuhkan alat bantu

pernafasan. Walau bagaimanapun masih belum jelas kriteria klinis yang mengindikasikan

berapa lama pasien membutuhkan bantuan pernafasan. Beberapa bayi dengan alat bantu nafas

dapat berganti menjadi oksigen ruangan biasa sementara yang lain ada yang membutuhkan

waktu yang lama dari waktu yang diperkirakan.4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Transien Tacypnea of the Newborn (TTN) adalah suatu penyakit ringan pada neonatus

yang mendekati cukup bulan atau cukup bulan yang mengalami gawat napas segera setelah

lahir dan hilang sendirinya dalam waktu 3-5 hari. Bayi yang sering mengalami TTN adalah

bayi yang dilahirkan secara operasi caesar karena kehilangan kesempatan untuk

mengeluarkan cairan paru mereka. Bayi yang dilahirkan lewat persalinan per vaginam

mengalami kompresi dada saat menuruni jalan lahir. Hal inilah yang menyebabkan sebagian

cairan paru keluar. Hal ini tidak didapatkan bagi bayi yang dilahirkan operasi caesar.1

2.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko

TTN merupakan penyebab terbanyak gawat napas pada perinatal sekitar 40% gawat

napas setelah lahir .Studi menunjukkan TTN terjadi pada 3,6 hingga 5,7 dari 1000 bayi aterm.

TTN merupakan salah satu penyebab gawat napas tersering pada neonatus dan tidak

terdiagnosis. Faktor resiko pada TTN adalah persalinan dengan sectio caesar, jenis kelamin

laki-laki, riwayat keluarga asma (terutama ibu), makrosomia (berat > 4500 g), kala persalinan

memanjang , asfiksia saat lahir, dan ibu dengan riwayat diabetes (2-3 kali lebih sering). 5

2.3 Patofisiologi

Reabsorbsi cairan yang terlambat pada paru dipercaya sebagai mekanisme sentral dari

TTN. Cairan pada paru menghambat pertukaran gas pada paru sehingga meningkatkan kerja

pernapasan. Takikapni muncul sebagai kompensasi dari keadaan tersebut. Hipoksia muncul

disebabkan karena ventilasi alveoli yang buruk.6 Faktor-faktor berikut juga ikut berperan6:

a. Inaktivasi kanal amiloride-Na

Selama kehamilan epitel paru secara aktif mensekresikan cairan dan klorida ke rongga

udara. Selama pembukaan persalinan katekolamin fetus dilepaskan dan paru bertukar

dari sekresi cairan dan klorida menjadi absorbsi natrium. Walau bagaimanapun selama
persalinan kanal natrium menjadi inaktif akibatnya terdapat cairan paru yang banyak

saat persalinan yang mengakibatkan penurunan fungsi respirasi postnatal. Bayi yang

lahir dengan pilihan operasi caesar memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya TTN

karena bayi tersebut tidak terekspos stress (katekolamin) selama pembukaan sebelum

terjadinya persalinan.

Apapun mekanisme yang bertanggung jawab terhadap sisa cairan di paru , saat

persalinan tekanan transpulmonal yang terbentuk saat inspirasi merupakan mekanisme

yang berperan untuk pengembangan paru dan pembersihan cairan paru. Tekanan

berpindah dari distal cairan menuju alveolus, dimana ditransferkan secara pasif

melalui membran ke interstitium. Kemudian cairan di interstitium diabsorbsi secara

lambat oleh limfe dan pembuluh darah yang menyebabkan tekanan positif sementara

pada interstitium. Peran dari transport Na yang teraktivasi dari alveolus ke interstitium

setelah lahir adalah untuk mencegah cairan balik kembali ke alveolus sebagai akibat

dari adanya tekanan positif pada interstitium. Ketika inaktivasi pada kanal Na maka

cairan akan mengisi ruangan sehingga mengurangi kompliance dan difusi paru

sehingga terjadi gawat napas.

b. Kontraksi uterus

Bayi yang dilahirkan melalui sectio caesaria kehilangan kesempatan untuk

mengeluarkan cairan paru melalui trakea dengan tekanan transpulmonal yang tinggi

dari kontraksi uterus. Bayi yang dilahirkan melalui sectio caesar dan presentasi

bokong kehilangan kesempatan untuk fleksi tubuh ketika kepala masuk ke jalur lahir,

yang meningkatkan tekanan abdomen elevasi diafragma, dan meningkatkan tekanan

transpulmonal, sehingga cairan dikeluarkan secara paksa melalui hidung dan mulut.

2.4 Manifestasi Klinis


Bayi biasanya mendekati cukup bulan, cukup bulan atau besar dan prematur. Bayi

akan langsung takipnu segera setelah persalinan (>60 kali/menit) dan bisa menjadi 100-120

kali/menit atau pada 6 jam pertama setelah lahir. Bayi juga akan merintih, nafas cuping

hidung, retraksi interkostal, dan berbagai macam derajat sianosis (tidak sering, biasanya

hanya ringan dan respon terhadap oksigen). Selain itu kadang juga diikuti dengan tampilan

barrel chest yaitu peningkatan diameter anteroposterior (hiperinflasi). Pada auskultasi dapat

terdengar ronki. Hepar dan lien dapat teraba karena hiperinflasi. Beberapa bayi dapat diikuti

dengan udem dan ileus ringan saat pemeriksaan fisik. Pemeriksaan neurologis normal dan

tidak ada tanda sepsis. 6

2.5 Diagnosis

2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium

1. Analisis Gas Darah

Terjadi hipoksia ringan dan hipokarbia. Jika ada, hipokarbia biasanya ringan

(PCO2 >55 mm Hg). Extreme hypercarbia sangat jarang, namun jika terjadi,

merupakan indikasi untuk mencari penyebab lain.

2. Differensial Count adalah normal pada TTN, tapi sebaiknya dilakukan untuk

menentukan apakah terdapat proses infeksi. Nilai hematokrit akan menyingkirkan

polisitemia.
3. Urin and serum antigen test dapat membantu menyingkirkan infeksi bakteri.

2.5.2 Pemeriksaan Radiologi

Rontgen thoraks. Berikut adalah gambaran khas pada TTN :6



Hiperexpansi paru, khas pada TTN.

Garis prominen di perihiler.

Pembesaran jantung ringan hingga sedang.

Diafragma datar, dapat dilihat dari lateral.

Cairan di fisura minor dan perlahan akan terdapat di ruang pleura.

Prominent pulmonary vascular markings

2.6 Diagnosis Banding

1. Pneumonia

Jika neonatus mengalami pneumonia atau sepsis, akan didapat pada riwayat

kehamilan ibu tanda-tanda infeksi, seperti korioamnionitis, ketuban pecah dini, dan demam.

Differensial count menunjukkan tanda neutropenia atau leukositosis dengan jumlah abnormal

dari sel immature. Tes antigen urin dapat positif bila neonates mengalami group B

streptococcal. Jika terdapat tanda-tanda infeksi seperti di atas, dianjurkan untuk memberikan

antibiotik berspektrum luas. Pemberian antibiotik dapat dihentikan jika didapatkan hasil

kultur yang negatif dalam 3 hari.6

2. HMD

Biasanya terjadi pada neonatus yang prematur atau dengan alasan lain akan

tertundanya maturasi paru. Pada rontgen thoraks dapat diketahui dengan jelas pola

retikulogranular dengan gambaran atelektasis paru.6

3. Aspirasi Mekonium

Diketahui dari riwayat kehamilan dan persalinan berupa cairan ketuban berwarna

hijau tua, mekonium pada cairan ketuban, noda kehijauan pada kulit bayi, kulit bayi tampak

kebiruan (sianosis), pernafasan cepat (takipnea), sesak nafas (apnea), frekuensi denyut

jantung janin rendah sebelum kelahiran, skor APGAR yang rendah, bayi tampak lemas,

auskultasi suara nafas abnormal.6

2.7 Penatalaksanaan
Transient Tachypnea of the Newborn merupakan self limiting disease. Pengobatan

yang diberikan bersifat suportif. Prinsip pengobatannya adalah :8

1. Oksigenasi

Tatalaksana awal TTN adalah pemberian oksigen yang adekuat. Pemberian nasal

kanul dapat memperbaiki saturasi arteri. Apabila usaha untuk bernafas meningkat

dan oksigen yang diperlukan lebih dari 30 % maka dilakukan pemasangan CPAP

(Continuous Positive Airway Pressure) sebagai terapi yang efektif.

2. Pengaturan suhu lingkungan yang normal

3. Antibiotik

Kebanyakan bayi baru lahir diberi antibiotik berspektrum luas hingga diagnosis

sepsis atau pneumonia disingkirkan.

4. Pemberian makanan

Jika pernafasan di atas 60 kali per menit, neonatus sebaiknya tidak diperi makan

per oral untuk menghindari risiko aspirasi. Jika frekuensi pernafasan kurang dari

60 kali per menit, pemberian makanan per oreal dapat ditolerir. Jika 60-80 kali per

menit, pemberian makanan harus melalui NGT. Jika lebih dari 80 kali per menit,

pemberian nutrisi intra vena diindikasikan.

5. Cairan dan elektrolit

Status cairan tubuh dan elektrolit harus dimonitor dan dipertahankan normal.

2.8 Prognosis

Penyakit ini bersifat sembuh sendiri dalam waktu 2-5 hari dan tidak ada risiko

kekambuhan atau disfungsi paru lebih lanjut. Gejala respirasi membaik sejalan dengan

mobilisasi cairan dan ini biasanya dikaitkan dengan diuresis.6,8

BAB 3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : By. Ny. U
Anak ke :1
Umur : 3 hari
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama Ayah/Ibu : Cladio Chandra / Ummu
Suku Bangsa : Minang
Alamat : Lubuk Sikaping, Pariaman
Tanggal Masuk : 4 Maret 2017
Dikirim oleh : Rumah Sakit Ibnu Sina Bukittinggi

Anamnesis
Diberikan oleh : Ibu kandung
Keluhan utama : sesak nafas sejak 1 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


NBBLR 2400 gram, lahir SC atas indikasi letak sunsang, ditolong dokter cukup bulan,
A/S 7/8, keadaan ibu baik, ketuban jernih (partus luar).
Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, merintih ada, kebiruan tidak ada
Injeksi vitamin K telah diberikan
BAK ada
Meconium sudah keluar
Jejas persalinan hematom di palpebra superior sinistra
Kelainan kongenital tidak ada
Riwayat ibu demam saat hamil dan menjelang persalinan tidak ada
Riwayat ibu keputihan saat hamil dan menjelang persalinan ada, warna putih, berbau,
jumlah banyak
Riwayat ibu nyeri saat BAK saat hamil dan menjelang persalinan tidak ada
Ibu sebelumnya didiagnosis infeksi CMV oleh dokter dan dalam masa pengobatan, jenis
obat tidak diketahui ibu

Riwayat Penyakit Keluarga


Nama saudara kandung Umur Keadaan sekarang
1. By.Ny.Ummu 3 hari pasien

Riwayat Kehamilan Ibu Sekarang


G2 P1 A1 H1
Presentasi bayi : Kaki
Penyakit selama hamil : infeksi CMV
Pemeriksaan kehamilan : pemeriksaan ANC 2 kali ke bidan
Tindakan selama kehamilan : pemeriksaan denyut jantung janin
Kebiasaan ibu selama hamil : ibu tidak merokok, minum jamu atau obat-obatan terlarang.
Ibu mengkonsumsi obat CMV
Lama hamil : cukup bulan
TM : 39-40 minggu

Riwayat Persalinan
Lama hamil : cukup bulan
Ditolong oleh : dokter
Cara lahir : SC
Berat lahir : 2400 gram
Panjang lahir : 44 cm
Saat lahir : A/S 7/8
Kesan : normal

Keadaan bayi saat lahir :


Lahir tanggal : 04 Maret 2017
Jenis kelamin : laki-laki
Kondisi saat lahir: hidup

Skor Down
Frekuensi nafas : 60-80x/menit 1
Retraksi : retraksi ringan 1
Sianosis : Hilang dengan O2 1
Air entry : Ada 0
Merintih : Terdengar tanpa alat bantu 2
Total 5
Kesan : Gangguan pernafasan sedang

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : kurang aktif
Berat badan : 2400 gram
Panjang badan : 54 cm
Frekuensi nadi : 144x/menit
Frekuensi napas : 75x/menit
Suhu : 36,5oC
Edema : tidak ada
Ikterus : ada
Sianosis : tidak ada
Anemis : tidak ada
Kepala : Bentuk bulat
Ubun-ubun besar 1 x 1 cm
Ubun-ubun kecil 0.5 x 0.5 cm
Jejas persalinan hematom di palpebral superior sinistra
Lain-lain tidak ada
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, diameter 2 mm/2 mm, refleks cahaya +/+
Telinga : tidak ditemukan kelainan
Hidung : napas cuping hidung ada
Mulut : sianosis sirkum oral tidak ada
Leher : Tidak ditemukan kelainan
Toraks :
Bentuk normochest, simetris, retraksi epigastrium ada
Jantung : irama teratur, bising tidak ada
Paru : bronkovesikuler, rhonki tidak ada, bising tidak ada
Abdomen :
Permukaan : datar
Kondisi : lemas
Hati : x , pinggir tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal
Lien : tidak teraba
Tali pusat : segar
Umbilikus : tidak hiperemis
Genitalia : tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas : Atas : akral teraba hangat, CRT < 2 detik
Bawah : akral teraba hangat, CRT < 2 detik
Kulit : teraba hangat, tampak kuning hingga perut
Anus : ada
Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan
Refleks : Moro positif, rooting positif, isap positif, pegang poitif
Ukuran :
Lingkar kepala : 30 cm Panjang lengan : 12 cm
Lingkar dada : 28 cm Panjang kaki : 15 cm
Lingkar perut : 29 cm Kepala simfisis : 28 cm
Simfisis kaki : 16 cm

Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Hb : 19,9 g/dl
Leukosit : 16.730/mm3
Trombosit : 310.000/mm3
Hitung jenis : 0/2/4/69/21/4
Hematokrit : 43.9%
Bilirubin total : 12.6 mg/dl
Bilirubin direct : 0.55 mg/dl
GDS : 67 mg/dl
Kesan : Hiperbilirubinemia

Diagnosis
NBBLR 2400 gram
Respiratory distress syndrome ec suspect TTN
Ikterik neonatorum grade II-III

Diagnosis Banding
Respiratory distress syndrome ec suspect HMD
Respiratory distress ec suspect pneumonia

Resume
NBBLR 2400 gram, lahir SC atas indikasi letak sunsang, ditolong dokter cukup bulan, A/S
7/8, keadaan ibu baik, ketuban jernih (partus luar)
Jejas persalinan hematom di palpebra superior sinistra
Kelainan kongenital tidak ada
Penyakit sekarang NBBLR 2400 gram, Respiratory distress syndrome ec suspect TTN dan
ikterik neonatorum grade II-III

Penatalaksanaan
1. Tatalaksana kegawatdaruratan
Oksigen 1 liter per menit
2. Tatalaksana nutrisi
ASI 8 x 3cc OGT
IVFD cocktail 6 cc/jam
3. Tatalaksana medikamentosa
Injeksi Ampicillin 2 x 110 mg
Injeksi Gentamisin 1 x 10 mg
4. Edukasi
ASI tetap diberikan

Rencana pemeriksaan
Rontgen foto toraks

Follow Up
6 Maret 2017 7 Maret 2017
S Sesak nafas masih ada, Sesak nafas berkurang
berkurang
Tampak kuning hingga perut
Demam tidak ada
Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Kejang tidak ada
Kebiruan tidak ada
Kebiruan tidak ada
BAK ada
BAK ada
BAB ada
BAB ada

O Kurang aktif Cukup Aktif


HR : 148x/menit HR : 148x/menit
RR : 50x/menit RR : 52x/menit
T : 36,8 C T : 36,7 C
SO2 : 96 % SO2 : 98%
Kulit : Kulit :
kuning sampai perut kuning sampai perut
Mata : Mata :
tidak anemis, tidak ikterik tidak anemis, tidak ikterik
Thorax : Thorax :
retraksi epigastrium ada retraksi epigastrium ada
Abdomen : Abdomen :
hepar teraba x hepar teraba x
lien tidak teraba lien tidak teraba
Ekstremitas : Ekstremitas :
akral hangat, CRT < 2 detik akral hangat, CRT < 2 detik
A BBLR 2400 gram BBLR 2400 gram
Respiratory distress Respiratory distress
syndrome suspect TTN syndrome suspect TTN
Ikterus neonatus grade II-III Ikterus neonatus grade II-III

P NCPAP PEEP 7, FiO2 21% NCPAP PEEP 6, FiO2 21%


ASI 8 x 7cc/NGT (56 ASI 8 x 7cc/NGT (56 cc/hari
cc/hari = 25 cc/kgBB/hari = 25 cc/kgBB/hari
Amino steril infant 70 cc/hr Amino steril infant 70 cc/hr
= 2,9 cc/jam = 2,9 cc/jam
IVFD Cocktail 6 cc/jam IVFD Cocktail 6 cc/jam
Ampicilin 2 x 120 mg IV Ampicilin 2 x 120 mg IV
Gentamisin 1 x 12 mg IV Gentamisin 1 x 12 mg IV

BAB III
DISKUSI

Telah dirawat seorang bayi laki-laki usia 3 hari dirawat di RS Ahmad Mukhtar

Bukittinggi. Pasien lahir 1 hari sebelum masuk rumah sakit dengan NBBLR 2400 gram, dan

panjang badan 44 cm. lahir SC atas indikasi letak sunsang, ditolong dokter cukup bulan, A/S

7/8, keadaan ibu baik, ketuban jernih (partus luar), jejas persalinan hematom di palpebra

superior sinistra, dan kelainan kongenital tidak ada.

Pasien dirawat dengan keluhan utama sesak nafas sejak 1 hari yang lalu sebelum

masuk rumah sakit. Selain sesak nafas, bayi juga merintih namun tidak disertai dengan

kebiruan . Gangguan napas pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena obstruksi jalan

napas, gangguan pada trakea, gangguan pada pulmonal ataupun non pulmonal. Dalam jam-
jam pertama sesudah lahir, empat gejala distres respirasi (takipnea, retraksi, napas cuping

hidung dan merintih ) kadang juga dijumpai pada bayi baru lahir normal namun tidak

berlangsung lama. Gejala ini disebabkan karena perubahan fisiologi akibat reabsorbsi cairan

dalam paru bayi dan masa transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nadi 144x/menit, frekuensi napas

75x/menit, suhu 36,50C, napas cuping hidung positif dan retraksi epigastrium positif. Hal ini

menunjukkan terjadinya gawat napas pada bayi tersebut. Gawat napas ditandai dengan

takipneu (frekuensi napas >60-80x/menit), napas cuping hidung, retraksi, sianosis dan apneu.

Ini didukung juga dengan jumlah skor down 5 (gangguan pernapasan sedang). Selain itu,

pada pemeriksaan kulit tampak ikterik sampai perut. Ikterik merupakan keadaan klinis oada

bayi yang ditandai dengan pewarnaan ikterik pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin

tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterik dapat berifat fisiologis maupun patologis. Ikterik

fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir setelah 24 jam sampai 8 hari sementara

ikterik patologis terjadi pada bayi sebelum 24 jam atau pada bayi yang berumur lebih 8 hari

(cukup bulan) dan 14 hari (kurang bulan).

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar Hb 19,9 g/dl, leukosit 16.730/mm3,

trombosit 310.000/mm3, hitung jenis 0/2/4/69/21/4, hematokrit 43.9%, GDS 67 mg/dl,

bilirubin total, 2.6 mg/dl dan bilirubin direct 0.55 mg/dl dengan kesan hiperbilirubinemia.

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosis

pada pasien ini adalah NBBLR 2400 gram, Respiratory distress syndrome ec suspect TTN

dan Ikterik neonatorum grade II-III. Diagnosis banding Respiratory distress syndrome ec

suspect HMD dan Respiratory distress ec suspect pneumonia. HMD biasanya terjadi pada

neonatus yang prematur atau tertundanya maturasi paru. Jika neonatus mengalami pneumonia

atau sepsis, akan didapat pada riwayat kehamilan ibu tanda-tanda infeksi, seperti

korioamnionitis, ketuban pecah dini, dan demam. Differensial count menunjukkan tanda
neutropenia atau leukositosis. Pasien lahir cukup bulan, tidak didapatkan riwayat tanda-tanda

infeksi pada ibu dan hasil pemeriksaan hitung jenis dalam batas normal. Pasien lahir secara

SC atas indikasi janin letak sunsang. Hal ini menyebabkan meingkatnya risiko pengeluaran

cairan pada paru yang tidak maksimal sehingga terjadi akumulasi cairan pada paru yang

menyebabkan pertukaran oksigen di paru terganggu dan mengakibatkan timbulnya sesak

napas.

Tatalaksana yang diberikan adalah pemberian NCPAP PEEP 7, FiO2 21%, ASI 8 x

7cc/NGT (56 cc/hari = 25 cc/kgBB/hari, Amino steril infant 70 cc/hr = 2,9 cc/jam, IVFD

Cocktail 6 cc/jam Ampicilin 2 x 120 mg IV dan Gentamisin 1 x 12 mg IV.

DAFTAR PUSTAKA

1. Keles E, Gebesce A, Yazgan H, Tonbul A. Transient Tachypnea of the Newborn May


Be the First Presentation of Atopic March. Journal Science and Technology. 2015, 3:
hal 1-5.
2. Aathi M A. Transient Tachypnea of the Newborn (TTN): An Overview. International
Journal of Nursing Education and Research. 2014, 2(2), hal 99-103.
3. Kheir A, Ahmed T. Prevalence, risk factor and short term outcome of infant with
transient tachypnea of the newborn in Sudan. European Journal of Pharmaceutical and
Medical Research. 2016, 3(10), hal. 23-6.
4. Oztekin O, Kalay S, Tezel G, Akcakus M, Oygur N. Can we predict the duration of
respiratory support in transient tachypnea of the newborn. Turk J Medical Ascience.
2012, 42(2), hal 1494-8.
5. Guglani L, Lakshminrusimha S, Ryan R M. Transient Tachypnea of the Newborn.
Pediatric Review. 2008, 29: hal 59-65.
6. Gomella T, Cunningham M D, Eyal F. Transient tacypnea of the newborn in :
Neonatology. United Stated: McGraw-Hill Education. 2013. Hal 919-21.
7. Hermansen C, Lorah K . Respiratory Distress in the Newborn, American Academy

of Family Physicians. 2007. Hal 15-18.

Вам также может понравиться