Вы находитесь на странице: 1из 5

Bendaharawan Pemerintah dan

KPKN
Cetak
A A A

I. DASAR HUKUM
A. Pasal 16A UU Nomor 42 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 April 2010) tentang perubahan ketiga
atas UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM
B. KMK-563/KMK.03/2003 (Berlaku sejak 1 Januari 2004) tentang penunjukan BENDAHARAwan
Pemerintah dan KPKN untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan PPN dan PPnBM
Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya

II. SURAT DIREKTUR TERKAIT


o S-630/PJ.02/2013 (tanggal 10 Juni 2013) tentang Penegasan atas pengembalian kelebihan
pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang atas PPN dan/atau PPnBM yang dipungut
oleh BENDAHARA pemerintah dan BUMN selaku Pemungut PN

III. PEMUNGUT PPN DAN PPnBM


o BENDAHARAwan Pemerintah dan Kantor PerBENDAHARAan dan Kas Negara ditetapkan
sebagai Pemungut PPN (Pasal 2 ayat (1) KMK-563/KMK.03/2003)
o BENDAHARAwan Pemerintah adalah BENDAHARAwan atau Pejabat yang melakukan
pembayaran yang dananya berasal dari APBN atau APBD, yang terdiri dari BENDAHARAwan
Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota. (Pasal 1 angka 1 KMK-
563/KMK.03/2003)
o Sehingga Yang dimaksud dengan pemungut PPN dan PPnBM ini adalah : (sumber : buku
panduan BENDAHARA(Direktorat P2humas DJP))
1. Direktorat Jenderal Anggaran (Kantor PerBENDAHARAan dan Kas Negara) yang sekarang
menjadi Direktorat Jenderal PerBENDAHARAan (Kantor Pelayanan PerBENDAHARAan
Negara)
2. Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga
sebagai BENDAHARA / BENDAHARA proyek sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (1) KEPRES Nomor 29 Tahun 1984;
3. BENDAHARA Pemerintah Pusat dan Daerah

IV. KEWAJIBAN PEMUNGUT PPN/PPnBM


1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.
2. Pemungut PPN yang melakukan pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh PKP
Rekanan Pemerintah atas nama PKP Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan
melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang (Pasal 2 ayat (2) KMK-563/KMK.03/2003)
3. BENDAHARAwan Pemerintah yang melakukan pembayaran melalui KPKN, wajib melaporkan
PPN dan PPnBM yang terutang oleh PKP yang telah dipungut oleh KPKN dimaksud. (Pasal 2
ayat (3) KMK-563/KMK.03/2003)

V. OBJEK PEMUNGUTAN PPN DAN PPnBM


1. Pemungut PPN wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas :
a. Penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP rekanan. (Pasal 2 ayat (2)
KMK-563/KMK.03/2003)
b. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean.
2. PPnBM hanya dipungut dalam hal PKP Rekanan adalah pabrikan dari BKP yang tergolong
mewah.
o PKP Rekanan Pemerintah adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
kepada BENDAHARAwan Pemerintah atau Kantor PerBENDAHARAan dan Kas
Negara. (Pasal 1 angka 2 KMK-563/KMK.03/2003)

VI. PEMBAYARAN YANG TIDAK DIPUNGUT PPN DAN/ATAU PPnBM


o PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh BENDAHARAwan Pemerintah dalam hal : (Pasal 4 ayat (1)
KMK-563/KMK.03/2003)
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
o Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh BENDAHARAwan Pemerintah atau
Kantor PerBENDAHARAan dan Kas Negara termasuk jumlah PPN dan PPnBM yang
terutang. (Pasal 3 ayat (1) KMK-563/KMK.03/2003)
o PPN dan PPnBM yang terutang atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.
1.000.000 dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan sesuai ketentuan umum (tidak
menggunakan kode faktur Pajak 02 karena tidak dipungut oleh pemungut
PPN BENDAHARA Pemerintah). (Pasal 4 ayat 2 KMK-563/KMK.03/2003)
2. Pembayaran untuk pembebasan tanah;
3. Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari
pengenaan PPN;
1. Daftar BKP dan/atau JKP tertentu yang dibebaskan dari PPN (KLIK DISINI)
2. Daftar BKP strategis yang bebas PPN (KLIK DISINI)
3. Daftar BKP dan/atau JKP yang PPN-nya tidak dipungut (KLIK DISINI)
4. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh
PT (PERSERO) PERTAMINA;
5. Pembayaran atas rekening telepon;
6. Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
atau
7. Pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan PPN.
o Daftar barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN bisa dilihat di (Pasal 4A UU Nomor 42
TAHUN 2009)

VII. SAAT PEMUNGUTAN


o Pemungutan PPN dan PPn BM dilakukan pada saat pembayaran oleh BENDAHARAwan
Pemerintah atau KPKN kepada PKP Rekanan Pemerintah. (Lampiran KMK-563/KMK.03/2003)
o Pemungutan PPN dan PPnBM Dilakukan pada saat pembayaran kepada rekanan Pemerintah,
dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP Rekanan Pemerintah
tersebut. (Pasal 5 ayat 1 KMK-563/KMK.03/2003)

VIII. SAAT PENYETORAN PPN DAN/ATAU PPNBM DAN PELAPORAN SPT MASA PPN
1. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya
dilakukan oleh BENDAHARA Pengeluaran sebagai Pemungut PPN, harus disetor paling lama
7 (tujuh) hari setelah tanggal pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak
Rekanan Pemerintah melalui Kantor Pelayanan PerBENDAHARAan Negara. (Pasal 2 angka
18 PMK-242/PMK.03/2014)
o Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah disetor ke KPP
tempat Pemungut PPN terdaftar paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir. (Pasal 10 ayat (8) PMK-243/PMK.03/2014)
2. PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat
Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN, harus disetor pada hari yang sama dengan
pelaksanaan pembayaran kepada PKP Rekanan Pemerintah melalui KPPN. (Pasal 2 angka
17 PMK-242/PMK.03/2014)

IX. SAAT PENCATATAN PENYETORAN PAJAK OLEH KPKN


o Pencatatan penyetoran PPN dan PPn BM yang dipungut oleh KPKN dilakukan pada saat pemungutan
PPN dan PPn BM, yaitu pada saat pembayaran oleh KPKN kepada PKP Rekanan
Pemerintah. (Lampiran KMK-563/KMK.03/2003)

X. DASAR PEMUNGUTAN DAN CONTOH JUMLAH PPN YANG DIPUNGUT (Lampiran KMK-
563/KMK.03/2003)
o Dalam jumlah pembayaran yang dilakukan oleh BENDAHARAwan Pemerintah atau Kantor
PerBENDAHARAan dan Kas Negara termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah yang terutang. (Pasal 3 ayat (1) KMK-563/KMK.03/2003)
o Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan
oleh BENDAHARAwan Pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPKN
sebagaimana tersebut dalam SPM.
o

CONTOH JUMLAH PPN ATAU PPn BM


YANG DIPUNGUT
a. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut
adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
Contoh :
Jumlah pembayaran Rp. 11.000.000,00
Jumlah PPN : 10/110 x
Rp. 1.000.000,00
Rp.11.000.000,00
Sisa yang dibayarkan kepada
PKP rekanan
(Rp.11.000.000,00 - Rp. 10.000.000,00
Rp.1.000.000,00)
b. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang
menghasilkan BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga
terutang PPn BM, maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah sebagai
berikut :
Dalam hal terutang PPn BM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar
10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPn BM yang dipungut
sebesar 20/130 bagian dari jumlah pembayaran.
Contoh : PPn BM dengan tarif 20%
Jumlah pembayaran Rp. 13.000.000,00
Jumlah PPN yang dipungut :
(10/130 x Rp.13.000.000,00) Rp. 1.000.000,00
Jumlah PPn BM yang
dipungut :
Rp. 2.000.000,00
(20/130 x Rp.13.000.000,00)
Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan :
Rp.13.000.000,00 - (Rp.1.000.000,00 + Rp.2.000.000,00) = Rp.10.000.000,00
c. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah)
dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPn BM tidak
perlu dipungut oleh BENDAHARAwan Pemerintah.
Batas jumlah pembayaran sebesar Rp.1.000.000,00 tersebut hendaknya diartikan
termasuk PPN dan PPn BM.
Contoh 1 :
Harga Jual Rp. 900.000,00
PPN : 10% x Rp.900.000,00 Rp. 90.000,00
PPn BM (Misal terutang
Rp. 180.000,00
dengan tarif 20%)
Harga Jual termasuk PPN
Rp. 1.170.000,00
dan PPn BM
Meskipun Harga Jual Rp.900.000,00 tetapi karena pembayaran termasuk PPN dan
PPn BM berjumlah Rp.1.170.000,00 (di atas Rp.1.000.000,00), maka PPN dan PPn
BM yang terutang harus dipungut oleh BENDAHARAwan Pemerintah atau KPKN.
Contoh 2 :
Harga Jual Rp. 800.000,00
PPN : 10% x Rp.800.000,00 Rp. 80.000,00
PPn BM (Misal terutang
Rp. 80.000,00
dengan tarif 10%)
Harga Jual termasuk PPN
Rp. 960.000,00
dan PPn BM
Karena Harga Jual termasuk PPN dan PPn BM berjumlah Rp.960.000,00 (kurang
dari Rp.1.000.000,00), maka PPN dan PPn BM yang terutang tidak perlu dipungut
oleh BENDAHARAwan Pemerintah dan KPKN, tetapi harus dipungut dan disetor
oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan Faktur Pajak tetap harus dibuat.

XI. TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN


A. TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN (Lampiran KMK-563/KMK.03/2003)
1. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat
menyampaikan tagihan kepada BENDAHARAwan Pemerintah atau KPKN baik untuk
sebagian maupun seluruh pembayaran.
2. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP
dan/atau JKP, Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima.
3. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau
PPnBM.
4. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP rekanan Pemerintah
mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
5. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap tiga :
a. Lembar ke-1 (Untuk BENDAHARA),
b. Lembar ke-2 (Untuk arsip PKP Rekanan Pemerintah),
c. Lembar ke-3 (Untuk KPP melalui BENDAHARA Pemerintah)
6. SSP diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang
bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BENDAHARAwan
Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
7. Pada lembar Faktur Pajak oleh BENDAHARAwan Pemerintah yang melakukan
pemungut wajib dibubuhi cap "Disetor tanggal ..............." dan ditandatangani
oleh BENDAHARAwan Pemerintah.
8. Dalam hal pemungutan oleh BENDAHARAwan Pemerintah, SSP dibuat dalam rangka
5 (lima). Setelah PPN dan atau PPn BM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos,
lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sebagai berikut :

a. Lembar ke-1 (Untuk PKP Rekanan),


b. Lembar ke-2 (Untuk (Untuk KPP melalui KPPN),
c. Lembar ke-3 (Untuk PKP Rekanan guna dilampirkannya pada SPT Masa
PPN),
d. Lembar ke-4 (Untuk Bank Persepsi atau kantor pos atau pertinggal untuk
KPPN),
e. Lembar ke-5 (Untuk arsip BENDAHARA)
9. Dalam hal pemungutan oleh KPKN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat
dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :

a. lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.


b. lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
c. lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa
PPN.
d. lembar ke-4 untuk pertinggal KPKN.
10. SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2, dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN.
11. Pada setiap lembar Faktur Pajak dan SSP oleh KPKN yang melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
12. Untuk Jenis Pajak PPN Dalam Negeri : Kode Akun Pajak 411211, Kode Jenis Setoran
: (Lampiran PER-44/PJ/2015)

a. 910 untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh


Pemungut BENDAHARAwan APBN
b. 920 untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh
Pemungut BENDAHARAwan APBD
c. 930 untuk penyetoran PPN dalam negeri yang dipungut oleh
Pemungut BENDAHARAwan Dana Desa
B. TATA CARA PELAPORAN
1. Pelaporan dilakukan dengan menggunakan formulir 1107 PUT.

3. Apabila dalam satu bulan tidak terdapat pemungutan/penyetoran, Formulir SPT 1107
PUT harus tetap dilaporkan meskipun NIHIL.
4. Dalam hal Bank Pemerintah atau Bank Pembangunan Daerah bertindak sebagai
"kasir" dari BENDAHARAPemerintah (misalnya proyek inpres), maka Faktur Pajak dan
SSP diteruskan ke Bank yang bersangkutan melalui BENDAHARA. Yang diwajibkan
untuk memungut dan melapor adalah Bank yang bersangkutan.

XII. SANKSI
o Kepada WAPU PPN ini dapat diterbitkan STP atau SKP karena termasuk Wajib Pajak dan
Penanggung Pajak.

Вам также может понравиться