Вы находитесь на странице: 1из 9

TUGAS INDIVIDU

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH USHUL FIQIH

DOSEN : AGUS SALIM,M.PdI

DI SUSUN OLEH

SYAHPUTRA

MPI III

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) AR-RIDHO


BAGANSIAPIAPI ROKAN HILIR RIAU
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang IJTIHAD SEBAGAI HUKUM ISLAM
YANG KETIGA ini. Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian dalam
memenuhi kriteria mata kuliah. Salam dan salawat kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta
Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap
teguh dalam ajaran beliau.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh kedangkalan dalam
memahami teori, keterbatasan keahlian, dana, dan tenaga penulis. Semoga segala bantuan,
dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang telah diberikan kepada kami dapat bernilai ibadah
di sisi Allah Subhana wa Taala. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfat bagi kita
semua, khususnya bagi penulis sendiri.

Bagansiapiapi, 19 Desember 2015


penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar isi . ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN .. 2
2.1 Pengertian Ijtihad.. 2
2.2 Kedudukan ijtihad dalam hukum islam. 2
BAB III PENUTUP .. 5
3.1 Kesimpulan........................................................ 5
3.2 Saran.. 5
DAFTAR PUSTAKA 6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, kita tahu bahwa hukum Islam adalah sistem hukum yang bersumber dari wahyu
agama, sehingga istilah hukum Islam mencerminkan konsep yang jauh berbeda jika
dibandingkan dengan konsep, sifat dan fungsi hukum biasa. Seperti lazim diartikan agama adalah
suasana spiritual dari kemanusiaan yang lebih tinggi dan tidak bisa disamakan dengan hukum.
Sebab hukum dalam pengertian biasa hanya menyangkut soal keduniaan semata. Sedangkan
Joseph Schacht mengartikan hukum Islam sebagai totalitas perintah Allah yang mengatur
kehidupan umat Islam dalam keseluruhan aspek menyangkut penyembahan dan ritual, politik
dan hukum.
Pada umumnya sumber hukum islam ada dua, yaitu: Al-Quran dan Hadist, namun ada juga yang
disebut Ijtihad sebagai sumber hukum yang ketiga berfungsi untuk menetapkan suatu hukum
yang tidak secara jelas ditetapkan dalam Al-Quran maupun Hadist. Namun demikian, tidak
boleh bertentangan dengan isi kandungan Al-Quran dan Hadist.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Menjelaskan pengertian tentang Ijtihad
1.2.2 Bagaimana kedudukan ijtihad dalam hukum islam
1.2.3 Menjelaskan bentuk atau macam ijtihad
1.2.4 Menjelaskan syarat-syarat mujtahid

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian tentang Ijtihad
1.3.2 Untuk mengetahui kedudukan ijtihad dalam hukum Islam
1.3.3 Untuk mengetahui bentuk atau macam Ijtihad
1.3.4 Untuk mengetahui syarat-syarat Mujtahid
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ijtihad
Kata Ijtihad berasal dari kata Ijtahada-yajtahidu-ijtihdan yang berarti mengerahkan segala
kemampuan untuk menanggung beban. Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh
dalm mencurahkan pikiran. Menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan
pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum. Oleh karena itu, tidak
disebut ijtihad apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam suatu pekerjaan. Secara terminologis,
berijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk mencari syariat melalui metode
tertentu.
2.2 Kedudukan ijtihad dalam hukum islam
Masalah-masalah yang menjadi lapangan Ijtihad adalah masalah-masalah yang bersifat Zhanny,
yakni hal-hal yang belum jelas dalilnya baik dalam Al-Quran maupun Hadist.
Adapun hal-hal yang bersifat Qatiy, yakni hal-hal yang telah tegas dalilnya.
Tentang kedudukan Ijtihad terdapat dua golongan, yaitu:
Golongan 1:

Berpendapat bahwa, tiap-tiap mujtahid adalah benar dengan alasan karena dalam masalah
tersebut Allah tidak menentukan hukum tertentu sebelum diIjtihadkan.

Golongan 2:

Berpendapat bahwa yang benar itu hanya satu, yaitu hasil ijtihad yang cocok jangkauanya
dengan hukum Allah, sedang bagi yang tidak cocok jangkauannya maka dikategorikan salah.

2.1 Bentuk atau macam ijtihad


2.1.1 Ijm
Kesepakatan para ulama mujtahid dalm memutuskan suatu perkara atau hukum. Ijm dilakukan
untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan secara khusus dalam kitab Al-Quran dan
sunah.
2.1.2 Qiys
Mempersamakan hukum suatu masalah yang belum ada kedudukan hukumnya dengan masalah
lama yang pernah ada karena alasan yang sama.
2.1.3 Malahah Mursalah
Merupakan cara dalam menetapkan hukum yang berdasarkan atas pertimbangan kegunaan dan
manfaatnya.
2.2 syarat-syarat mujtahid
Orang-orang yang melakukan ijtihad, dinamakan mujtahid, dan harus memenuhi beberapa
syarat.
2.2.1 Mengarti bahasa Arab
Sebagaimana kita ketahui kedua dasar hukum islam menggunakan bahasa Arab. Maka dari itu,
seorang mujtahid wajib mengetahui bahasa Arab dalam rangka agar penguasaannya pada objek
kajian lebih mendalam.
2.2.2 Memahami tentang Al-Quran
Al-Quran adalah sumber hukum Islam primer di mana sebagai fondasi dasar hukum Islam. Oleh
karena itu, seorang mujtahid harus mengetahui Al-Quran secara mendalam. Barangsiapa yang
tidak mengerti Al-Quran sudah tentu ia tidak mengerti syariat Islam secara utuh. Mengerti Al-
Quran tidak cukup dengan piawai membaca, tetapi juga bisa melihat bagaimana Al-Quran
memberi cakupan terhadap ayat-ayat hukum.
Mengetahui Asbab al-nuzul
Mengetahui sebab turunnya ayat termasuk dalam salah satu syarat mengatahui Al-Quran secara
komprehensif, bukan hanya pada tataran teks tetapi juga akan mengetahui secara sosial-
psikologis.
Mengetahui nasikh dan mansukh
Pada dasarnya hal ini bertujuan untuk menghindari agar jangan sampai berdalih menguatkan
suatu hukum dengan ayat yang sebenarnya telah dinasikhkan dan tidak bisa dipergunakan untuk
dalil.
2.2.3 Mengerti tentang sunah
As-Sunnah adalah ucapan, perbuatan atau ketentuan yang diriwayatkan dari Nabi SAW.
Mengetahui ilmu Diroyah Hadist
Ilmu Diroyah menurut Al-Ghazali adalah mengetahui riwayat dan memisahkan Hadist yang
shahih dari yang rusak dan Hadist yang bisa diterima dari Hadist yang ditolak.
Mengetahui Hadist yang nasikh dan mansukh
Mengetahui Hadist yang nasikh dan mansukh ini dimaksudkan agar seorang mujtahid jangan
sampai berpegang pada suatu Hadist yang sudah jelas dihapus hukumnya dan tidak boleh
dipergunakan. Seperti Hadist yang membolehkan nikah mutah di mana Hadist tersebut sudah
dinasakh secara pasti oleh Hadist-Hadist lain.
Mengetahui Asbab Al-Wurud Hadist
Syarat ini sama dengan seorang Mujtahid yang seharusnya menguasai Asbab Al-Nuzul, yakni
mengetahui setiap kondisi, situasi, lokus, serta tempus Hadist tersebut ada.
2.2.4 Mengetahui hal-hal yang di Ijma-kan dan yang di-Ikhtilaf-kan
Bagi seorang mujtahid, harus mengetahui hukum-hukum yang telah disepakati oleh para ulama,
sehingga tidak terjerumus memberi fatwa yang bertentangan dengan hasil ijma. Sebagaimana ia
harus mengetahui nash-nash dalil guna menghindari fatwa yang berseberangan dengan nash
tersebut.
2.2.5 Mengetahui Ushul Fiqh
Di antara ilmu yang harus dikuasai oleh Mujtahid adalah ilmu ushul fiqh, yaitu suatu ilmu yang
telah diciptakan oleh para fuqaha utuk meletakkan kaidah-kaidah dan cara untuk mengambil
istimbat hukum dari nash dan mencocokkan cara pengambilan hukum yang tidak ada nash
hukumnya. Dalam ushul fiqh, mujtahid juga dituntut untuk memahami qiyas sebagai modal
pengambilan ketetapan hukum.
2.2.6 Mengetahui maksud-maksud hukum
Seorang mujtahid harus mengerti tentang maksud dan tujuan syariat, yang mana harus
bersendikan pada kemaslahatan umat. Dalam arti lain, melindungi dan memelihara kepentingan
manusia.
2.2.7 Bersifat adil dan taqwa
Hal ini bertujuan agar produk hukum yang telah diformulasikan oleh Mujtahid benar-benar
proporsional karena memiliki sifat adil, jauh dari kepentingan politik dalam istimbat hukumnya.
2.2.8 Mengenal manusia dan kehidupan sekitarnya
Seorang Mujtahid harus mengetahui tentang keadaan zamannya, masyarakat, problemnya, aliran
ideologinya, politiknya, agamanya dan mengenal hubungan masyarakatnya dengan masyarakat
lain serta sejauh mana interaksi saling mempengaruhi antara masyarakat tersebut
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Ijtihad adalah sebuah usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh dengan berbagai
metode yang diterapkan beserta syarat-syarat yang telah ditentukan untuk menggali dan
mengetahui hukum Islam untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Tujuan ijtihad dilakukan adalah upaya pemenuhan kebutuhan akan hukum karena permasalahan
manusia semakin hari semakin kompleks di mana membutuhkan hukum Islam sebagai solusi
terhadap problematika tersebut. Jenis-jenis ijtihad adalah ijma, qiyas, dan maslahah mursalah.

3.2 Saran
Demikian makalah ijtihad dalam mata kuliah yang tentunya masih jauh dari
kesempurnaan. Kami sadar bahwa ini merupakan proses dalam menempuh pembelajaran, untuk
itu kami mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi kesempurnaan hasil diskusi
kami. Harapan kami semoga dapat dijadikan suatu ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Amin!
DAFTAR PUSTAKA

Djalil, H. A. Basiq (2010). Ilmu Ushul Fiqih 1 dan 2. Jakarta: Kencana.

Ilmy, Bachrul (2012). Pendidikan Agama Islam untuk Kelas X SMK. Bandung: Grafindo Media
Pratama.

Lismanto (2012). Makalah tentang Ijtihad. From

file:///E:/agama/Makalah%20Tentang%20Ijtihad.htm, 15 Oktober 2012.

Вам также может понравиться