Вы находитесь на странице: 1из 12

PERAKITAN MODEL PENGENDALIAN HAMA ULAT GRAYAK (Spodoptera F.

)
DALAM RANGKA MENINGKATKAN TINGKAT KERAGAMAN
(BIODIVERSITAS) MUSUH ALAMI PADA TANAMAN TEMBAKAU

Oleh : 1. Meidiwarman (Fakultas Pertanian UNRAM)

2. Murdan (Fakultas Pertanian UNRAM)

ARTIKEL
ABSTRAK

Oleh : Meidiwarman dan Murdan

Pengendalian hama ulat grayak (Spodoptera litura F.) sampai saat ini masih
mengandalkan insektisida organik sintetik yang diaplikasikan secara berjadwal pada
tanaman berumur 20-65 hari setelah tanam dengan frekuensi 2 minggu sekali. Pengendalian
hama secara berjadwal ini memberikan dampak negatif terhadap lingkungan antara lain
terbunuhnya agen pengendali hayati (musuh alami) seperti parasitoid, predator dan pathogen.
Oleh karena itu perakitan model pengendalian hama untuk mengurangi dampak negatif
penggunaan insektisida organik sintetik tersebut mutlak diperlukan.
Penelitian Perakitan Model Pengendalian Hama Ulat Grayak (Spodoptera F.) dalam
Rangka Meningkatkan Tingkat Keragaman (Biodiversitas) Musuh Alami pada
Tanaman Tembakau bertujuan untuk menentukan model pengendalian ulat grayak yang
berwawasan lingkungan sehingga akan menunjang sistem pertanian secara berkelanjutan
(Sustainable Agricultural).
Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Kelompok(RAK) dengan perlakuan 3 model pengendalian yaitu
Model 1. Penggunaan Tanaman Pinggir Kacang Panjang dan Tanaman Sela Jagung,
Penggunaan Insektisida Organtrin dan Ekstrak Daun Ninba, Pengendalian Secara Mekanis.
Model II hampir sama dengan model I, yang membedakan adalah penggunaan
tanaman pinggir. Penggunaan Tanaman Pinggir Jagung dan Tanaman Sela Kacang Panjang
Penggunaan Insektisida Organtrin dan Ekstrak Daun Nimba, Pengendalian Secara Mekanis
Model III. Model Konvensional (Tanpa Tanaman Pinggir)

Dari hasil penelitian menunjukkan Model II merupakan model yang terbaik untuk
mengendalikan Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) dengan Tingkat Keragaman
(Biodiversitas) 2,01, demikian juga terhadap parameter lain (intensitas serangan, populasi,
hasil brangkasan basah, berangkasan kering dan rendemen daun tembakau.
===============================================================
Key Word : Model Pengendalian Hama, Ulat Grayak (Spodoptera
litura F), Biodiversitas
Abstract

By : Meidiwarman

Synthetic organic insecticide that gradually applied once in 2 weeks still used to
control of army warm (Spodoptera litura F.) on crops 20-65 after planting. Gradually control
of pest have impact on environment such predator killed (natural enemy) as parasitoid,
predator and pathogen. So, assemble of model for controlling insect to reduce negative impact
of synthetic organic insecticide strongly required.

The objective of research about Assemble of Model in controlling army warm Insect
(Spodoptera F.) In Term of Improving Predator Biodiversity at Tobacco was to determine
managing model of army warm environmentally wise, in which will trigger sustainable
agriculture.

Randomized Completely Block Design was used in this research with three models of
control, such as:

Model 1. Edge crop of long bean and intercrop maize were used. Insecticide of Organtrin
and nimba leaf extract was used mechanically.

Model II. Similar to model I, the only different was using edge crop. Edge crop of maize and
intercrop of long bean, use of organtrin insecticide and Nimba leaf extract, mechanization
control.

Model III. Conventional Model (without edge crop)

Research result showed that Model II was the best for controlling insect of army warm with
degree of biodiversity 2.01; as well as the other parameter such as intensity attack, population.

Keywords: model of insect control, army warm, biodiversity


LATAR BELAKANG

Industri rokok di Indonesia merupakan salah satu agroindustri yang mempunyai


prospek sangat baik. Bahan baku yang digunakan 6580% adalah tembakau dari
dalam negeri. Oleh karena tu agribisnis tembakau terus berkembang dan mempunyai daya
saing tinggi dan mampu menyumbang 4080% terhadap pendapatan petani (Suwarso
dan Murdiyati, 2002). Agribisnis tembakau dari hulu sampai hilir dapat menjadi sumber
penghasilan bagi sekitar 6,57,5 juta orang (Ditjenbun,1999). Secara nasional tahun 2006
sumbangannya pada pemasukan negara sebesar 43,7 triyun rupiah. Tahun 2010 oleh
Gabungan Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) melaporkan bahwa kebutuhan tembakau
industri rokok mencapai 40.000 ton/ha, ekivalensi dengan 230-240 miliar batang per tahun.
Produksi tembakau nasional hanya mampu menyuplai sekitar 150.000-180-000 ton, sisanya
diimpor dari negara lain seperti Cina, Zimbabwe, Turki, Brasil dan Thailand sebesar
60.000-90.000 ton/th. Pada tahun 2010 produksi anjlok sampai dengan 80.000 ton
disebabkan oleh kondisi iklim (hujan) yang tidak menentu. Di NTB khususnya pada tahun
2010 hanya mampu memproduksi sebesar 50.000 kg, nomor dua setelah Jawa Timur sebesar
100.000 kg. Potensi luas pengembangan tembakau rakyat di NTB pada tahun 2010
sebesar 43.708,91 ha. luas pengembangan baru mencapai 6.820,66 ha. Dengan produksi
8.081,26 ton (rata-rata 1.185,47 kg/ha). Tembakau sebagai salah satu komoditi andalan
pada tahun 2007 telah menempati
17.124 ha luas lahan, dengan kapasitas produksi 33.046 ton/ha. Kapasitas produksi ini telah
mampu mensuplai kebutuhan 70 % tembakau nasional dan 1-2 % kebutuhan tembakau luar
negeri. Kontribusi pertembakauan terhadap pendapatan petani dan pemerintah khususnya
NTB cukup signifikan di banding dengan komoditi lain.
Potensi ini bukan tidak memiliki ancaman kedepan manakala pengelolaan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang merupakan faktor pembatas dalam
peningkatan produksi. Salah satu OPT yang sering menyebabkan kerusakan pada tanaman
tembakau adalah hama Spodoptera litura F. (Lapidoptera, Noctuidae). Ulat grayak,
Spodoptera litura F. adalah salah satu hama penting pada tanaman tembakau di Indonesia.
Hama ini menyerang daun pada pertanaman stadium vegetatif hingga generatif
menyebabkan gangguan pada proses fotosintesis dan mengakibatkan kehilangan hasil panen.
Pengendalian ulat grayak sampai saat ini masih mengandalkan insektisida organik sintetik
yang diaplikasikan secara berjadwal pada tanaman berumur 20-65 hari setelah tanam.
dengan frekuensi 2 minggu sekali. Pengendalian hama secara berjadwal ini memberikan
dampak negatif terhadap lingkungan antara lain terbunuhnya agen pengendali hayati seperti
parasitoid, predator dan pathogen (Ooi P.A.C. and B.M. Shepard, 1994).. Oleh karena itu
perakitan model pengendalian hama dengan penggunaan insektisida organik sintetik
mutlak diperlukan yang didahului dengan penentuan ambang ekonomi.Salah satu komponen
penting dalam menentukan ambang ekonomi adalah kehilangan hasil. Stone dan Pedigo
menentukan kehilangan hasil panen tembakau dengan membandingkan antara hasil panen
tanaman sehat dan yang didefoliasi secara buatan melalui pengguntingan daun. Metode
tersebut mempunyai kelemahan karena dinamika proses defoliasi oleh hama daun dan
kemampuan tanaman mengkompensasi kerusakan daun tidak diperhitungkan. Mengingat
kelemahan tersebut, maka kehilangan hasil panen oleh ulat grayak ditentukan dengan
membandingkan hasil panen antara tanaman sehat dan tanaman yang diinfestasi serangga.
Faktor yang diperhitungkan dalam menentukan kehilangan hasil panen, antara lain tingkat
populasi hama dan stadium pertumbuhan tanaman.

BAHAN DAN METODE

Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak


Kelompok (RAK) :

Model I : terdiri dari 4 perlakuan yaitu perlakuan


1. Penggunaan Varietas Unggul
2. Penggunaan Tanaman Pinggir Kacang Panjang dan Tanaman Sela Jagung
3. Penggunaan Insektisida Organtrin dan Ekstrak Daun Ninba
4. Pengendalian Secara Mekanis

Model II : : terdiri dari 4 perlakuan juga yaitu perlakuan


Model II hampir sama dengan model I, yang membedakan adalah
penggunaan tanaman pinggir.
1. Penggunaan Varietas Unggul
2. Penggunaan Tanaman Pinggir Jagung dan Tanaman Sela Kacang Panjang
3. Penggunaan Insektisida Organtrin dan Ekstrak Daun Ninba
4. Pengendalian Secara Mekanis

Model III. : model tanpa menggunakan tanaman pinggir (pembanding) yang biasa
digunakan perusahaan/petani
Parameter yang diamati :

1. Intensitas serangan/kerusakan daun

. Penghitungan kerusakan daun dilakukan dengan metode McKinney

k
(ni x vi)
i=1
P = ----------------- x
100% ZN

dimana: P = tingkat kerusakan


daun;
ni = jumlah daun pada skala ke-i;
vi = nilai skala ke-i;

Z = nilai skala tertinggi;

N = jumlah seluruh daun yang diamati.

Nilai skala: 0 = tidak ada serangan;


1 = kerusakan < 25%;
2 = kerusakan 25-50%;
3 = kerusakan 50-75%;
4 = kerusakan < 75% dari luas helaian daun yang diamati.

2. Populai

Populasi hama dihitung dengan pengamatan langsung pada tanaman sampel

3. Jumlah serangga yang tertangkap dengan beberapa alat perangkap


4. Hasil

Pengamatan parameter hasil dilakukan dengan menimbang berat berangkasan basah


dan kering daun tembakau . Dari data hasil dapat dihitung rendemen hasil tembakau
tersebut.

Data parameter dianalisis menggunakan Analisis Keragaman/ Analysis of Variance


(Anova)
Sidik ragam digunakan untuk menguji data secara statistik, dan uji beda nyata BNJ 0,05
digunakan untuk membandingkan rata-rata hasil perlakuan.

5. Keanekaragaman

Hasil pengamatan morfologi kemudian dicocokan dengan menggunakan buku


Entomologi (Jumar, 2000) ; Pengenalan Serangga (Borror et al, 1992), dan buku identifikasi
parasitoid lainya. Sedangkan perhitungan keanekaragaman Arthropoda dihitung dengan
menggunakan rumus jumlah famili dibagi dengan akar jumlah total individu yang ada di
lapangan (Michael, 1994).

Kriteria untuk nilai keanekaragaman Shannon H` menggunakan kriteria yang telah


dimodifikasi oleh Suana dan Haryanto (2007) sebagai berikut :
Perhitungan kelimpahan masing-masing famili yang paling dominan di lapangan adalah
dengan menghitung jumlah individu satu famili terkoleksi dibagi dengan jumlah total
individu seluruh famili selama pengamatan atau dapat ditulis dengan rumus (Michael, 1995)

Jumlah famili
Keanekaragaman ( H ' )
Jumlah total individu

Nilai Keanekaragaman Tingkat Keanekaragaman


spesies (H`)
:
H<1 Sangat Rendah

1<H<2 Rendah

2<H<3 Sedang

3<H<4 Tinggi

H>4 Sangat Tinggi

individu satu famili


Kelimpahan (K) = _____________________x 100%

total individu seluruh famili


Penelitian dilakukan di daerah Lombok Tengah selama 1 musim

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengamatan predator, serangga lainnya, populasi hama ulat grayak dan intensitas
serangan dilakukan 8 kali dengan interval waktu 7 hari. Jumlah predator dan serangga lain
yang tertangkap menggunakan yellow fan trap dan fit pall trap tertera pada Tabel 1 dan 2 di
bawah ini

Tabel 1. Jumlah populasi Predator yang tertangkap selama 8 kali pengamatan

PENGAMATAN Rata-
Model 1 2 3 4 5 6 7 8 rata
A 2 3 2 1 5 2 1 0 2,0 a
B 2 7 5 4 7 4 0 0 3,6 b
C - - - 1 1 0 0 0 0,25 c
BNJ 0,05 0,42
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
tidak berbeda nyata
Dari Tabel 1 terlihat bahwa populasi predator (musuh alami) tertinggi terdapat pada
model B (tanaman pinggir jagung) yaitu 29 ekor selama 8 kali pengamatan atau rata-rata 3,6
ekor/pengamatan. Sedangkan populasi terendah terdapat pada model C (tanpa tanaman
pinggir)

Tabel 2. Jumlah populasi Serangga lainnya yang tertangkap selama 8 kali pengamatan

PENGAMATAN Rata-
Model 1 2 3 4 5 6 7 8 rata
A 16 12 11 14 3 4 1 0 7,6
B 10 9 17 16 9 6 2 1 8,7
C 12 14 15 18 2 2 0 0 7,88

Sedangkan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa populasi serangga lain juga tertinggi
terdapat pada model B (tanaman pinggir jagung) yaitu 70 ekor atau 8,70 ekor/pengamatan
dan terendah pada model A (model tanaman pinggir kacang panjang) yaitu 61 ekor atau 7,6
ekor/pengamatan.

Tabel 3 : Rata-rata Intensitas Serangan Ulat Grayak (Spodoptera litura Hbn.) selama 8
kali pengamatan

Ulangan
Model Jumlah Rata-rata
I II III
A 3.47 5.00 4.20 12,67 4,22 a
B 1.52 3.19 3.62 8,33 2,78 a
C 9.22 10.98 7.11 27,31 9,10 b
BNJ 0,05 4,71
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata

Tabel 4 : Rata-rata populasi Hama Hama Ulat Grayak (Spodoptera litura Hbn.)
selama 8 kali pengamatan pengamatan

Ulangan
Model Jumlah Rata-rata
I II III
A 8,40 6,00 8,20 22,60 7,53 a
B 4,40 7,20 3,60 15,20 5,07 a
C 10,20 12,20 9,40 31,80 10,60 b
BNJ 0,05 2,38

Dari Tabel 4 dan 5 di atas menunjukkan bahwa populasi dan intensitas hama Ulat
Grayak (Spodoptera litura Hbn.) terendah terdapat pada model B (tanaman pinggir jagung )
dengan rata-rata populasi 5,07 ekor/pengamatan dan intensits serangan 2,78%. Al ini
disebabkan Imago Spodoptera litura Hbn (Lepidoptera: Noctuidae tanaman jagung
sebagai tempat peletakan telur dibandingkan dengan tanaman tembakau dan
kacang panjang. Dugaan ini didasarkan pada hasil penelitian Soegiarto et al.
(1993) yang mengemukakan bahwa rambut jagung yang berumur terutama terutama
yang berumur 5 hari sangat disukai terutama sebagai tempat peletakkan telur. H.
armigera (Lepidoptera: Noctuidae) . Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
tanaman jagung sangat berpotensi untuk memerangkap populasi

Tabel 5. Rata-rata hasil berat daun basah, daun kering (g/tan) dan rendemen tiap perlakuan
selama 4 x panen

BERAT BASAH BERAT KERING RENDEMEN (%)


Model
A 6521,6 725,4 11,08
B 6745,2 780,2 11,57
C 6850,5 710,5 10,37

Tabel 6. Tingkat Keragaman (Biodiversitas) predator Araneae dan serangga lainnya pada
beberapa habitat pinggir tanaman kedelai

MODEL Fam Individu (H)


A 10 77 1,15
B 20 99 2.01
C 9 65 1,12

Dari Tabel 6 di atas menunjukkan model B (dengan tanaman pinggir tanaman jagung
memberikan tingkat keragaman predator dan serangga lain paling baik dibandingkan model A
dan B. Keanekaragaman spesies serangga dipengaruhi oleh keberadaan populasi serangga
inang dan strukturfisik sistem produksi pertanian. Tumbuhan liar merupakan komponen
agroekosistem karena bias mempengaruhi biologi dan dinamika musuh alami. Tumbuhan liar
dapat berfungsi sebagai tempat perlindungan atau pengungsian bagi musuh alami bila kondisi
lingkungan tidak sesuai, juga sebagai inang alternatif serta menyediakan makanan tambahan
bagi serangga yaitu tepung sari, nektar dan embun madu yang dihasilkan oleh ordo
Homoptera (Altieri dan Nicholls, 2004). Rendanya tingkat keragaman pada model A diduga
aplikasi insektisida secara intensif terhadap hama dapat membunuh musuh alami termasuk
parasitoid (Wei et al., 2005).
.
Menurut Yaherwandi (2005), kelimpahan dan keanekaragaman spesies serangga pada suatu
komunitas dipengaruhi oleh kelimpahan dan keanekaragaman serangga inang. Kelimpahan
dan keanekaragaman serangga inang dipengaruhi vegetasi tanaman yang berdekatan maupun
keberadaan tumbuhan liar. Adanya variasi vegetasi tanaman mempengaruhi pertukaran
spesies baik hama maupun musuh alami dan material tanah, air dan nutrisi. Tumbuhan liar
berperan penting sebagai tempat berlindung dan sumber makanan tambahan bagi serangga..
Nektar dan polen tanaman liar banyak digunakan sebagai makanan oleh imago betina.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Model perangkap dengan menggunakan tanaman pinggir jagung dapat


dipertimbangkan sebagai model pengendalian hama ulat grayak (Spodoptera litura
Hbn.) pada tanaman tembakau.
2. Model perangkap dengan menggunakan tanaman pinggir jagung dapat
mempertahankan keseimbangan alami predator dan hama ulat grayak (Spodoptera
litura Hbn.)
Saran.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan beberapa varietas jagung dan
pengaruhnya teradap hama utama lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Altieri MA & Nicholls CL, 2004, Biodiversity an Pest management in Agroecosystem.


Second Edition New York: Food Product Press

Arifin, M. 1994. Economic injury level and sequential sampling technique for the common
cutworm, Spodoptera litura (F.) on soybean. Contr. Central Research Institute
Food Crops Bogor. 82: 13-37.

Carter, H.O. 1989. Agricultural sustainability: an overview and research


assessment.Californian Agric. 43: 13-17 .
Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical procedures for agricultural research. 2nd
ed.John Wiley & Sons, New York. 680 p.

Stern, V.M., R.F. Smith, R. van den Bosch, and K.S. Hagen. 1959. The integrated control
concept. Hilgardia. 29: 81-101.

Kasumbogo Untung. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.

Stone, J.D. and L.P. Pedigo. 1970. Development and economic injury level of the
green cloverworm on soybean in Iowa. J. Econ. Entomol. 65: 197-201.

Soegiarto, B., E. Soenar yo, dan U. Rachmat. 1993. K ajian pemanfaatan


tanaman jagung sebagai tanaman perangkap untuk pengendalian
Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae) pada
tanaman kedelai. Seminar Balittan Bogor. 11p.

Suwarso dan B. Hari-Adi. 1995. Pengujian varietas tembakau virginia di Lombok, Nusa
Tenggara Barat.

Ooi P.A.C. and B.M. Shepard, 1994. Predators and parasitoids of rice insect pests. In.
E.A.
Heinreich (Ed) Biology and Management of Rice Insect. Wiley Eastern
Limited. New Delhi.

Pedigo, L.P. and L.G. Higley. 1992. The economic injury level concept and
environmental quality. American Entomologist. 38(1): 12-21

Rudd, Robert L., 1970. Pesticides and the living landscape. The University of
WisconsinPress Box 1379., Medison, Wisconsin.

Yaherwandi, 2005. Keanekaragaman HymenopteraParasitoid Pada Beberapa Tipe Lanskap


Pertaniandi Daerah aliran Sungai (DAS) Cianjur KabupatenCianjur, Jawa Barat,
Disertasi, IPB, Bogor.

Вам также может понравиться