Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rhinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan
mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rhinosinusitis dapat
mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi
dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang
baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit
rhinosinusitis ini.Penyebab utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh
infeksi bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus
ethmoid dan maksilaris. Bahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita
dan intracranial, komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau
faktor predisposisi yang tidak dapat dihindari.1
Diperkirakan setiap tahun 7 miliar dolar dihabiskan di Amerika Serikat
untuk pengobatan rhinosinusitis. Pada tahun 2007 di Amerika Serikat,
dilaporkan bahayaangka kejadian rhinosinusitis mencapai 26 juta individu.Di
Indonesia sendiri,data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa
penyakit hidung dansinus berada pada urutan ke 25 dari 50 pola penyakit
peringkat utama atausekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit.2
Sejak pertengahan tahun 1990-an, istilah sinusitis diganti menjadi
rinosinusitis. Menurut American Academy of Otolaryngology Head &
Neck Surgery 1996 istilah sinusitis diganti dengan rinosinusitis (RS) karena
dianggap lebih akurat dengan alasan:1,2
1). Secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung
2). Sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis
3). Gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan hiposmia dijumpai pada rinitis
ataupun sinusitis.
Perkembangan penelitian mengenai patofisiologi, penegakan diagnosis,
dan penatalaksanaan kelainan pada sinus secara singkat dapat dilihat dalam
dua rekomendasi para ahli yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa.
Para ahli di Amerika Serikat, melalui rekomendasi Rhinosinusitis Task
Force (RSTF) pada tahun 1996, merekomendasikan bahwa rinosinusistis
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
a) Sinus Maksila
Pada waktu lahir sinus maksila hanya berupa celah kecil disebelah
medial orbita. Mula-mula dasarnya lebih tinggi daripada dasar rongga
hidung, kemudian terus mengalami penurunan, sehingga pada usia 8
tahun menjadi sama tinggi. 6
Perkembangannya berjalan kearah bawah, bentuk sempurna terjadi
erupsi gigi permanen. Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15
dan 18 tahun. Sinus maksila atau Antrum Highmore, merupakan sinus
paranasal yang terbesar, bentuk piramid iregulerdengan dasarnya
menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya kearah apeks prosessus
zygomaticus os maksila. Menurut Moris pada buku anatomi tubuh
manusia, ukuranrata-rata pada bayi baru lahir 78 x 46 mm dan untuk
usia 15 tahun 3132 x 1820 x 1920 mm. Sinus maksila merupakan
sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila bervolume 68
ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai
ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. 6
Sinus maksila ini mendapat persarafan dari nervus maksilaris (V/2)
yang mempersarafi sensasi dari mukosa dibagian lateroposteriornasal
dan cabang superior alveolar dari nervus infraorbita. 6
Sinus maksila mempunyai beberapa dinding yaitu:
1. Dinding medial atau dasar antrum dibentuk oleh lamina vertikalis os
palatum, prosesus unsinatus os etmoid, prosesus maksilaris konka
inferior dan sebagian kecil os maksilaris. Dinding medial sinus
maksila merupakan dinding lateral hidung dimana terdapat ostium
sinus yang menghubungkan sinus maksila dengan infundibulum
ethmoid. Ostium ini terletak pada bagian superior dari dinding
medial, biasanya pada pertengahan posterior dari infundibulum,
sekitar 9 mm ke arah posterior duktus nasolakrimalis. Ujung
posterior dari ostium berlanjut ke lamina papyracea dari tulang
etmoid.
2. Dinding atas memisahkan rongga sinus dengan orbita terdiri dari
tulang yang tipis yang dilewati oleh kanalis infra orbitalis
5
anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian
anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.6
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai
sarang tawon, yang terdapat di bagian massa lateral os etmoid, yang
terletak antara konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini
jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi
menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan
sinus etmoid posterior yang bernuara di meatus superior. Sel-sel sinus
etmoid biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya didepan lempeng yang
menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral,
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih
sedikit jumlahya dan terletak di posterior lamina basalis.5
Secara embriologis, sinus etmoid ini terbentuk dari lima
etmoturbinal. Kelima bagian tersebut yakni unsinatus, bula etmoid basal
lamella (ground lamella), konka superior dan konka suprema.Sel-sel
sinus etmoid ini akan tumbuh secara cepat sehingga pada usia dewasa
mencapai ukuran 20 x 22 x 10 mm pada kelompok sel anterior dan 20 x
20 x 10 mm pada kelompok sel posterior. Sel-sel etmoid ini biasanya
mengandung 1015 sel persisi dengan total volume 1415 ml.5
Sel-sel anterior dipisahkan oleh sel-sel posterior oleh lempeng tulang
transversal yang tipis. Tempat perlekatan konka media pada dinding
lateral hidung juga merupakan patokan letak perbatasan kelompok sel-
sel anterior dan posterior. Kelompok anterior terdapat di depan dan
bawahnya sedang kelompok posterior ada diatas dan dibelakangnya.5
Pada pemeriksaan, ukuran kedua kelompok sel-sel tersebut dapat
berbeda jauh, biasanya sel-sel etmoid posterior lebih sedikit jumlahnya
tetapi ukurannya lebih besar bila dibandingkan dengan bagian anterior. 5
Perdarahan pada sinus etmoid meliputi cabang arteri sfenopalatina,
arteri etmoidalis anterior dan posterior, cabang arteri optalmikus dari
arteri karotis interna. Sedangkan aliran vena berasal dari vena maksilaris
dan etmoidalis yang mengalir kedalam sinus kavernosus. Inervasi
persarafan dari sinus etmoid ini berasal dari cabang posterolateral
8
hidung dari nervus maksilaris (V/2) dan cabang nervus etmoidalis dari
nervus optalmikus (V/1).6
d) Sinus Sfenoid
Sebelum anak berusia 3 tahun sinus sfenoid masih kecil namun telah
berkembang sempurna pada usia 12-15 tahun. Letaknya dalam korpus os
etmoid dan ukuran serta bentuknya bervariasi. Sepasang sinus ini
dipisahkan satu sama lain oleh septum tulang yang tipis, yang letaknya
jarang di tengah, sehingga salah satu sinus akan lebih besar dari sisis
lainnya.5
Sinus sfenoid mulai berkembang saat bulan ketiga setelah kelahiran
yang merupakan invaginasi dari mukosa bagiansuperior posteriordari
kavum nasi, yang juga dikenal sebagai sphenoethmoidal recess.
Pneumatisasi sfenoid ini terjadi selama pertengahan usia kanak-kanak
dan mengalami pertumbuhan yang cepat saat berusia 7 tahun. Sinus ini
mengalami pertumbuhan maksimal dan terhenti setelah berusia 12
sampai 15 tahun.5
Ukuran ostium sinus sfenoid berkisar antara 0,5 sampai 4mm dan
letaknya kira-kira 10-20 mm di atas dasar sinus sehingga kurang
menguntungkan dari segi drainase menurut gravitasi. Bila ada atrofi
konka atau ada deviasi septum ke sisi yang berlawanan, mungkin ostium
ini akan tampak pada pemeriksaan rhinoskopi anterior.5
Perdarahan sinus sfenoid meliputi cabang arteri sfenopalatina dan
arteri etmoidalis posterior, sedangkan aliran vena berasal dari vena
maksilaris dan pleksus pterigoid.Inervasi persarafan dari sinus sfenoid
ini berasal dari cabang nervus etmoidalis posterior dari nervus
optalmikus (V1), dan cabang nasal dan sfenopalatina dari nervus
maksilaris.5
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri
etmoidalis anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri
oftalmika dari arteri karotis eksterna. Bagian bawah mendapat
pendarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung
arteri palatine mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen
9
Gejala rinosinusitis.1,2
Kriteria diagnosis:1
Dua gejala mayor atau kombinasi satu gejala mayor dan dua gejala
minor (sangat mendukung riwayat rinosinusitis)
Adanya nyeri wajah saja tapi tidak disertai gejala mayor hidung atau
lainnya (tidak mendukung riwayat rinosinusitis)
Adanya demam saja tapi tidak disertai gejala mayor hidung atau
lainnya (tidak mendukung riwayat rinosinusitis).
1. Rinosinusitis Akut
Diagnosis RS bakterial akut dibuat bila infeksi virus pada saluran
napas atas tidak teratasi dalam 10 hari atau memburuk setelah 5-7 hari.
Gejala berat secara tidak langsung menimbulkan komplikasi di
kemudian hari, dan pasien tentunya tidak menunggu 5-7 hari sebelum
mendapat pengobatan.1,2
a. Gejala kurang dari 12 minggu11
18
b. Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satu termasuk
hidung tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret hidung
anterior/posterior):
nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
penurunan/hilangnya penghidu
c. Dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
d. Dengan validasi per-telepon atau anamnesis tentang gejala alergi,
seperti bersin, ingus encer seperti air, hidung gatal dan mata gatal
serta berair.
2. Rinosinusitis Kronik dengan/tanpa polip
Gejala tersering dari RS kronik adalah hidung berair, hidung
tersumbat, rasa penuh di wajah, dan nyeri/rasa tertekan di wajah.
Pasien RS dengan polip lebih sering mengeluh hiposmia dan sedikit
nyeri/rasa tertekan di wajah daripada pasien RS tanpa kronik. Pasien
RS kronik tanpa polip juga lebih sering terinfeksi bakteri dan membaik
setelah diobati.2
a. Gejala lebih dari 12 minggu11
b. Dua atau lebih gejala, salah satu termasuk hidung
tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret hidung
anterior/posterior):
nyeri wajah/rasa tertekan di wajah
penurunan/hilangnya penghidu
c. Dengan validasi per-telepon atau anamnesis tentang gejala alergi,
seperti bersin, ingus encer seperti air, hidung gatal dan mata gatal
serta berair.
d. Pada anak-anak harus ditanyakan faktor predisposisi lain seperti
defisiensi imun dan GERD.
B. Pemeriksaan Fisik11
Pemeriksaan hidung (edema, hiperemis, pus)
Pemeriksaan mulut (post nasal drip)
Singkirkan infeksi gigi
C. Evaluasi Endoskpoik11
19
D. Pencitraan11
20
Pembedahan
Maksimal terapi medikamentosa adalah 4-6 minggu (AB, steroid nasal
dan steroid sistemik), selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk
pembedahan. Pembedahan dilakukan bila ada kelainan mukosa dan
sumbatan KOM, dengan panduan CT scan atau endoskopik. Pasien dengan
kelainan anatomi atau polip sinonasal lebih respon terhadap terapi
pembedahan.2
A. Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)
FESS adalah tindakan pembedahan pada rongga hidung dan atau
sekitarnya dengan bantuan endoskop fiber optik.8
Indikasi pendekatan endoskopi sama dengan pendekatan intranasal
dan eksternal yang lain dan secara umum meliputi :2,8
1. Sinusitis akut rekuren
2. Sinusitis kronis
3. Sinusitis karena jamur alergi
23
Gambar. Pengukuran jarak dari nares anterior ke berbagai area di sekitar hidung16
3. Penatalaksanaan komplikasi.
4. Follow-up
Pengangkatan tampon.
Penilaian keberhasilan pengobatan.
B. Prosedur Terbuka
1. Antrostomi2,8
Antrostomi adalah tindakan pembedahan membuat lubang ke sinus
maksilaris dengan menembus dinding medialnya pada meatus inferior untuk
mengeluarkan pus dan memperbaiki drainase.
Indikasi operasi adalah sinusitis maksilaris sebagai upaya
memfasilitasi pengeluaran pus dan atau memperbaiki drainase.
a. Komplikasi :
Cedera orbita : hematom orbita, diplopia, kebutaan
Emboli udara
Insersi trokar lebih didepan dari dinding depan antrum dan
selanjutnya ke jaringan lunak yang dapat mengakibatkan emfisema
subkutan
Perdarahan
Perlukaan saluran dan kantong nasolakrimal
Mati rasa
Parestesi
Trauma gigi
b. Perawatan pasca bedah, meliputi:
Penderita apabila perlu di rawat inap, misalnya antrostomi dengan
anestesi umum.
Antibiotik
Penatalaksanaan komplikasi
Follow-up, dilakukan pengulangan antrostomi apabila diperlukan.
Apabila tidak ada indikasi antrostomi ulang, pasien dikontrol di klinik
satu minggu setelah tindakan, untuk menilai keberhasilan terapi.
2. Antrotomi Caldwell-Luc8
25
Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung
tersumbat/obstruksi/kongesti atau pilek (sekret hidung anterior/posterior):
nyeri/rasa tertekan di wajah
penhidu terganggu/hilang
Pemeriksaan: rinoskopi anterior
Foto polos SPN/tomografi komputer tidak direkomendasikan
Gejala
Gejala < 5 menetap atau
hari atau memburuk >
membaik 5 hari
setelahnya
Keadaan yang harus
segera dirujuk/dirawat:
Sedang Berat* Edema periorbita
Common Pendorongan letak bola
cold mata
Penglihatan ganda
Steroid AB + steroid Oftalmoplegi
topikal topikal
Penurunan visus
Pengobatan Nyeri frontal unilateral
simtomatik atau bilateral
Tidak ada
Perbaikan
perbaikan Bengkak daerah frontal
dalam 48
dalam 48 Tanda meningitis atau
jam
jam tanda fokal neurologis
Tidak ada
perbaikan > Rujuk ke
14 hari Teruskan
dokter
terapi untuk
spesialis
7-14 hari
THT
Rujuk ke
dokter
spesialis
DAFTAR PUSTAKA
1. Lee K.J. Essensial Otolaryngology Head & Neck Surgery. Ninth Edition.
Mc Graw Hill Medical. New York; 2008; p. 383-392.
5. Ballenger JJ. The Clinical Anatomy and Phisiology of The Nose and
Accessory Sinuses in Diseases of the Nose, Throat, Ear,Head and Neck.
13th ed. Philadelphia; 2003; p. 1 25.
9. Dhingra PL, Disease of Ear, nose and Throat. Fourth Edition. New Delhi;
2009; p. 178-191.
30
10. Arsyad Efiaty, Iskandar Nurbaiti, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. FKUI. Jakarta;
2010.
14. Bagja P, Pengaruh Larutan Pencuci Hidung Air Laut Fisiologis Terhadap
Transpor Mukosiliar Hidung pada Penderita Rinosinusitis Akut. Tesis.
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung; 2010.
15. Dhillon RS, An Illustrated Color Text Ear, Nose, Throat, Head and Neck
Surgery. Second Edition. London; 2000.
16. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Sinusitis Current Concept and
Management. In : Bailey ed. Otolaryngology- Head and Neck Surgery.
Second Edition. Philadelphia. Lippincot-Raven Publisher;2006; p. 441-
445.
17. Piccirillo JF, Merrit MG, Richards ML. Psycometric and Clinimetric
Validity of the 20-item Sino-nasal Outcome Test (SNOT-20).
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2002.