Вы находитесь на странице: 1из 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

MASALAH SISTEM PENCERNAAN SEBELUM OPERASI


DAN SESUDAH OPERASI HERNIA

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


DENGAN MASALAH SISTEM PENCERNAAN
SEBELUM OPERASI DAN SESUDAH OPERASI HERNIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencernaan adalah sebuah proses metabolisme dimana suatu makhluk hidup memproses
sebuah zat dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau mekanik sesuatu zat menjadi nutrisi.
Namun, jika proses ini terjadi perubahan maka akan terjadi gangguan pencernaan termasuk hernia.
Hernia terlihat sebagai suatu tonjolan yang hilang timbul lateral terhadap tuberkulum
pubikum, tonjolan timbul apabila pasien menangis, mengejan, atau berdiri dan biasanya
menghilang secara spontan bila pasien dalam keadaan istirahat atau terlentang.
Insiden hernia pada populasi umum adalah 1%, dan pada bayi prematur 5%.Laki-laki
paling sering terkena (85% kasus).Setengah dari kasus-kasus hernia inguinalis selama kanak-
kanak terjadi pada bayi di bawah 6 bulan.Hernia pada sisi kanan lebih sering daripada sisi kiri (2:
1).25% pasien menderita hernia bilateral.Sedangkan insiden tertinggi adalah pada masa bayi 9
lebih dari 50%), selebihnya terdapat pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun.
Oleh karena itu perlu kiranya mengetahui bagaimana penyakit tersebut sehingga dapat
diputuskan tindakan secara tepat, apalagi insiden yang terjadi pada anak-anak, maka sangat
diperlukan suatu tindakan secara dini dan tepat.
Pada bab selanjutnya akan dibahas lebih detail lagi mengenai hernia meliputi konsep dasar
hernia, pengkajian pada pasien dengan hernia,perumusan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan hernia, serta rencana asuhan keperawatan dan implementasi pada pasien dengan gangguan
hernia,

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas , maka penulisan mengambil rumusan masalah sebagai berikut
1. Apa konsep dasar hernia ?
2. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan hernia ?
3. Bagaimana merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan hernia ?
4. Apa rencana asuhan keperawatan dan implementasi pada pasien dengan gangguan hernia?

1.2 Tujuan Penulisan


Dalam penulisan makalah ini, penulis mempunyai tujuan yang terdiri dari tujuan umum
dan tujuan khusus sebagai berikut :
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ilmiah ini adalah memberikan gambaran mengenai
penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah pencernaan hernia.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penulisan makalah ilmiah ini adalah agar dapat menggambarkan tentang:
1. Konsep dasar hernia,
2. Pengkajian pada pasien dengan hernia
3. Perumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan hernia
4. Rencana asuhan keperawatan dan implementasi pada pasien dengan hernia.

1.4 Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dalam pembelajaran maupun
dalam penerapan asuhan keperawatan di masyarakat.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dari makalah ini adalah Bab I Pendahuluan terdiri dari :Latar
belakang , rumusan masalah, tujuan penulisan, kegunaan Sistematika penulisan, Bab II Tujuan
Teoritis terdiri dari : Konsep dasar dan konsep asuhan keperawatan, Bab III Tinjauan Kasus, Bab
IV Pembahasan dan Bab V Penutup.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian
Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan (Sjamsuhidajat, 1997, hal 700).
Hernia adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan melalui lubang yang abnormal
(Dorlan, 1994,hal 842)
Hernia adalah keluarnya bagian dalam dari tempat biasanya. Hernia scrotal adalah burut
lipat pada laki-laki yang turun sampai ke dalam kantung buah zakar (Laksman, 2002, hal 153).
Hernia scrotalis merupakan hernia inguinalis lateralis yang mencapai scrotum. (
Sjamsuhidajat, 1997, hal 717 )
Post adalah awalan yang menyatakan setelah atau di belakang. (Dorlan, 1994,hal 1477)
Operasi merupakan pembedahan, setiap tindakan yang dikerjakan oleh ahli bedah,
khususnya tindakan yang memakai alat-alat. (Ramali dan Pamoentjak, 2000, hal 244)
Dextra merupakan istilah yang menyatakan sesuatu yang berada disebelah kanan dari dua
struktur yang serupa atau yang berada disebelah kanan tubuh. (Dorlan, 1994,hal 517)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa post operasi hernia scrotalis dextra adalah
hernia inguinalis lateralis dimana penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan yang melalui
defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan mencapai scrotum bagian kanan
dan telah dilakukan tindakan pembedahan oleh ahli bedah.

2.2 Klasifikasi
Menurut Sachdeva ( 1996, hal 232-234) menklasifikasikan hernia sebagai berikut ;
1. Hernia Reponiblis
Hernia yang dapat masuk kembali ketika penderita tidur terlentang atau dapat dimasukkan oleh
penderita atau ahli bedah.

2. Hernia Ireponiblis
Apabila isinya tidak dapat dikembalikan ke dalam abdomen dan tidak tampak adanya komplikasi.
3. Hernia Obstruksi
Merupakan hernia ireponiblis yang berisi usus dimana lumennya mengalami onstruksi dari luar
atau adanya gangguan suplai darah dari usus.
4. Hernia Strangulasi
Hernia akan mengalami strangulasi bila suplai darah terhadap isinya sangat terganggu yang dapat
mengakibatkan gangren.

Adapun tindakan yang digunakan untuk mengatasi hernia ada 2 macam yaitu;
1. Tindakan konservatif
Yaitu tindakan dengan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia.
2. Tindakan definitive
Tindakan definitive untuk mengatasi hernia berupa operasi yang dilakukan dibawah anestesi
umum atau spinal. Dengan melakukan insisi pada garis linear di atas kanalis inguinalis yaitu 1 inci
diatas dan sejajar terhadap 2/3 medial ligamentum inguinalis. Adapun prinsip dasar operasi hernia
terdiri dari Herniotomi dan Herniorapi.
a. Herniotomi
Merupakan operasi pemotongan untuk memperbaiki hernia.
b. Herniorapi
Herniorapi yaitu dengan melakukan perbaikan pada dinding posterior tanpa menggunakan bahan
asesoris. Apabila dalam melakukan perbaikan dinding posterior menggunakan bahan asesoris
maka disebut dengan Hernioplasti.

2.3 Etiologi
Hernia scrotalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat
(akuistik), hernia dapat dijumpai pada setiap usia, prosentase lebih banyak terjadi pada pria,
berbagai faktor penyebab berperan pada pembukaan pintu masuk hernia pada anulus internus yang
cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantung dan isi hernia, disamping itu disebabkan pula oleh
faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar tersebut.
Faktor yang dapat dipandang berperan kausal adalah adanya peninggian tekanan di dalam
rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia, jika kantung hernia inguinalis lateralis
mencapai scrotum disebut hernia scrotalis.(Sjamsuhidajat , Jong, 1997, hal 706)
Penyebab lain yang memungkinkan terjadinya hernia adalah:
1. Hernia inguinalis indirect, terjadi pada suatu kantong kongenital sisa dan prosesus vaginalis.
2. Kerja otot yang terlalu kuat.
3. Mengangkat beban yang berat.
4. Batuk kronik.
5. Mengejan sewaktu miksi dan defekasi.
6. Peregangan otot abdomen karena meningkatkan tekanan intra abdomen (TIA) seperti: obesitas
dan kehamilan.
Indikasi pelaksanaan operasi adalah pada semua jenis hernia, hal ini dikarenakan
penggunaan tindakan konservatif hanya terbatas pada hernia umbilikalis pada anak sebelum usia
dua tahun dan pada hernia ventralis. Tindakan operasi dilakukan pada hernia yang telah mengalami
stadium lanjut yaitu;
1. Mengisi kantong scrotum
2. Dapat menimbulkan nyeri epigastrik karena turunnya mesentrium.
3. Kanalis inguinalis luas pada hernia tipe ireponibilis.
Pada hernia reponibilis dan ireponibilis dilakukan tindakan bedah karena ditakutkan
terjadinya komplikasi, sedangkan bila telah terjadi strangulasi tindakan bedah harus dilakukan
secepat mungkin sebelum terjadinya nekrosis usus. (Sachdeva, 1996, hal 235 236 ; Mansjoer,
2000, hal 315)

2.4 Anatomi Dan Fisologi


Otot-otot dinding perut dibagi empat yakni m. rectus abdominis, m. obliqus abdominis
internus, m. transversus abdominis. Kanalis inguinalis timbul akibat descensus testiculorum,
dimana testis tidak menembus dinding perut melainkan mendorong dinding ventral perut ke depan.
Saluran ini berjalan dari kranio-lateral ke medio-kaudal, sejajar ligamentum inguinalis,
panjangnya : + 4 cm.

Kanalis ini terbuka di lateral pada anulus inguinalis abdominalis (anulus inguinalis
profunda) berhubungan dengan peritoneum dan di mendial terbuka pada anulus inguinalis
superfisialis. Pada dinding dorsal terdapat lekukan peritoneum, yang terletak sesuai dengan anulus
inguinalis superfisialis yang disebut fovea inguinalis medialis, sedangkan yang dibentuk oleh
anulus inguinalis abdominalis disebut fovea inguinalis lateralis. Di antara kedua fovea ini terdapat
ligamentum yang merupakan penebalan dari fascia transversa. Ini penting untuk membedakan
hernia inguinalis medialis dan lateralis.
Isi kanalis inguinalis pada pria yaitu funiculus spermaticus, dan pada wanita ligamentum
teres uteri.
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus yag merupakan
bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis muskulus transversus abdominis di medial
bawah, di atas tuberkulum pubikum. Kanal ini dibatasi oleh anulus eksternus. Atap ialah
aponeurosis muskulus ablikus eksternus dan didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal
berisi tali sperma serta sensitibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit,
tungkai atas bagian proksimedial.
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus turut
kendur. Pada keadaan itu tekanan intra abdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih
vertikal. Sebaiknya bila otot dinding perut berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih
transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam
kanalis inguinalis. Pada orang yang sehat ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya
hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblikus
internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia
transversal yang kuat yang menutupi triganum hasselbaeh yang umumnya hampir tidak berotot
sehingga adanya gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis.

2.5 Faktor Resiko


Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Antara lain
obstruksi usus sederhana hingga perforasi (lubangnya) usus yang akhirnya dapat menimbulkan
abses local, fistel atau peritonitis.
Sedangkan komplikasi operasi hernia dapat berupa cidera vena femoralis, nervus
ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, atau buli-buli bila masuk pada hernia geser.
Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak, maka dapat timbul
nyeri pada jaringan parut setelah jahitan dibuka.
Komplikasi dini setelah operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma, infeksi luka,
bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi lama merupakan atrofi testis
karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis, dan yang paling penting,
terjadinya residif (kekambuhan). Insiden dari residif begantung pada umur pasien, letak hernia,
teknik yang digunakan dalam pembedahan dan cara melakukannya. (Sjamsuhidajat, 1997, hal 718-
719)

2.6 Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi
desensus testis melalui kanal tersebut, akan menarik perineum ke daerah scrotum sehingga terjadi
penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei, pada bayi yang baru
lahir umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat
melalui kanalis tersebut, namun dalam beberapa hal seringkali kanalis ini tidak menutup karena
testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka, bila kanalis
kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka
ini akan menutup pada usia 2 bulan.
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia
inguinalis lateralis congenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena
merupakan lokus minoris persistence, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan intra
abdominal meningkat, kanalis tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateral
akuisita. Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal adalah
kehamilan, batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, mengejan pada saat defekasi, miksi
misalnya pada hipertropi prostate.
Apabila isi hernia keluar melalui rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus
yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior kemudian hernia masuk ke dalam hernia
kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus, dan
bila berlanjut tonjolan akan sampai ke scrotum yang disebut juga hernia scrotalis.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga akan
mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada
SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga
mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas terganggu, serta
mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual dan muntah, sehingga beresiko
terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas.Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang
cairan, hal ini karena kehilangan darah dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paru-paru
dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma
jaringan, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan
masuk bagi organisme patogen sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.Rasa nyeri timbul
hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan, manipulasi jaringan dan organ.
Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf oleh bahan kimia yang dilepas pada
saat operasiatau karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian, seperti
karena tekanan, spasmus otot atau hematoma. (Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal
704 ; Long,1996, hal 55 82).

2.7 Manifestasi Klinik


Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di lipat paha, benjolan tersebut
bisa mengecil dan menghilang pada saat istirahat dan bila menangis, mengejan, mengangkat beban
berat atau dalam posisi berdiri dapat timbul kembali, bila terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri,
keadaan umum biasanya baik pada inspeksi ditemukan asimetri pada kedua sisi lipat paha, scrotum
atau pada labia dalam posisi berdiri dan berbaring pasien diminta mengejan dan menutup mulut
dalam keadaan berdiri palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya dan coba didorong apakah benjolan dapat di reposisi dengan jari telunjuk atau jari
kelingking pada anak-anak, kadang cincin hernia dapat diraba berupa annulus inguinalis yang
melebar.
Pemeriksaan melalui scrotum, jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum
pubikum, ikuti fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus pada keadaan normal
jari tangan tidak dapat masuk, bila masa tersebut menyentuh ujung jari maka itu adalah hernia
inguinalis lateralis, sedangkan bila menyentuh sisi jari maka itu adalah hernia inguinalis medialis
(Mansjoer, 2000, hal 314 ; Kusala, 2007, http://www.kalbe.co.id/files)
Pada umumnya terapi operatif merupakan terapi satu-satunya yang rasional. Beberapa
masalah yang sering terjadi pada fase post operasi antara lain; kesadaran menurun, sumbatan
saluran nafas, hipoventilasi, hipotensi , aritmi cardiak, shock, nyeri, distensi kandung kencing,
cemas, aspirasi isi lambung.
Tindakan operatif dilakukan dengan melakukan insisi pada tubuh sehingga tubuh
memerlukan waktu untuk penyembuhan luka. Luka bedah karena dilakukan dengan disertai teknik
asepsis pada umumnya penyembuhannya lancar dan cepat.
Ada empat fase penyembuhan luka; fase I penyembuhan luka, lekosit mencerna bakteri
dan jaringan rusak. Fibrin tertumpuk pada gumpalan yang mengisi luka dan pembuluh darah
tumbuh pada luka dari benang fibrin sebagai kerangka. Luka kekuatannya rendah tapi luka yang
dijahit akan menahan jahitan dengan baik. Pasien akan terlihat dan merasa sakit pada fase ini yang
berlangsung selama 3 (tiga) hari.
Fase II berlangsung 3 14 hari setelah pembedahan. Lekosit mulai menghilang, semua
lapisan epitel mulai beregenerasi selengkapnya dalam 1 (satu) minggu. Jaringan baru memiliki
sangat banyak jaringan vaskuler, jaringan ikat berwarna kemerah-merahan karena banyak
pembuluh darah dan mudah terjadi perdarahan, pasien akan terlihat lebih baik. Tumpukan kolagen
serabut protein putih akan menunjang luka dengan baik dalam 6 7 hari. Jadi jahitan diangkat
pada waktu ini, tergantung pada tempat dan luasnya bedah.
Pada fase III kolagen terus bertumpuk. Hal ini akan menekan pembuluh darah baru dan
arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas. Pada fase ini
yang kira-kira berlangsung dari minggu ke dua sampai minggu ke enam post operasi, pasien harus
menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
Fase terakhir, fase ke IV berlangsung beberapa bulan post operasi. Pasien akan mengeluh
gatal diseputar luka. Kolagen terus menimbun pada waktu ini, luka menciut dan menjadi tegang.
Bila luka dekat persendian akan terjadi kontraktur. (Long,1996, hal 70 86)

PATHWAYS KEPERAWATAN

2.2 Kosep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Data
Pengkajian dengan Hernia pada klien dewasa, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan,
suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung jawab.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dikatakan klien.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat dalam melengkapi
pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab nyeri, apakah nyeri
berkurang apabila beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa nyeri
seperti tertusuk-tusuk?
Region: di mana rasa yang dirasakan?
Severity of Pain: seberapa skala nyeri klien yang dirasakan?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada malam hari atau siang hari,
apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara
terus-menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat gejala timbul,
lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali timbul (onset).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita
Hernia, keluhan pada masa kecil, hernia dari organ lain, dan penyakit lain yang memperberat
Hernia seperti diabetes mellitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien
pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek
samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan
(BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan Hernia berhubungan erat
dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang sering disebabkan
karena meminum OAT.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Secara patologi Hernia tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini
pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
6. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk
memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.

2.2.2 Keperawatan dan Intervensi


Keperawatan
1. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan Hernia dapat dilakukan secara selintas pandang dengan
menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu di nilai secara umum tentang kesadaran
klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan Hernia biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas,
denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti hipertensi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi daerah Inguinal dan femoral.
Meskipun Hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan Viskus, atau sebagian
daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua Hernia ditemukan di daerah
Inguinal. Biasanya, impuls Hernia lebih jelas dilihat dari pada diraba. Ajak pasien memutar
kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Lakukanlah inspeksi daerah Inguinal dan Femoral
untuk melihat timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan Hernia. Jika
terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dengan
impuls pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan
periksalah kembali daerah tersebut.

b. Palpasi Hernia Inguinal


Palpasi Hernia Inguinal dilakukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan memeriksa didalam
skrotum diatas testis kiri dan menekan kulit skrotum kedalam. Harus ada kulit skrotum yang cukup
banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap
keluar dan bantalan jari kedalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada pinggul kanan
pasien untuk sokongan yang lebih baik. Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda
spermatika dilateral masuk kedalam kanal inguinal sejajar dengan ligamentum inguinal dan
digerakkan ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari
tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.
Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanal inguinal, mintalah
pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan. Seandainya ada Hernia,
akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung atau bantalan jari pemeriksa. Jika ada Hernia,
suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah Hernia itu dapat direduksi dengan
tekanan yang lembut dan terus menerus pada masa itu. Jika pemeriksaan Hernia dilakukan dengan
kulit skrotum yang cukup banyak dan dilakukan dengan perlahan-lahan, tindakan ini tidak
menimbulkan nyeri. (dr. Jan. Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC,2000)
Uraian tentang ciri-ciri Hernia akan dibahas setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi
dengan memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka
memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk
memeriksa sisi kiri pasien. Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya,
suatu Hernia Inguinal indirek mungkin ada didalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai
untuk menentukan apakah ada bunyi usus didalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk
menegakkan diagnosis Hernia Inguinal indirek.
Tes Diagnostik yang dilakukan seperti:
a. Foto Rontgen Spinal
b. Elektromiograf
c. Venogram epidural
d. Scan CT
e. MRI
f. Mielogram
g. Kolaborative Care
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual atau potensial
pasien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan berkompeten untuk
mengatasinya. Respon actual dan potensial pasien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan
literatur yang berkaitan, catatan medis pasien masa lalu, dan konsultasi dengan professional lain.
Adapun diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien dengan post Herniotomy menurut
Doengoes E. Marilynn 2000, adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit)
b. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah)
c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan hemorargi.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer.
e. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan.
f. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
g. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-op.
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn.s
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat :
Tanggal Masuk : 01 februari 2016
No. CM : 23717
Pekerjaan :
Diagnosa medis : Hernia inguinalis dextra
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny.s
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat :
Hubungan dengan klien : keluarga (istri)
3. Keluhan Utama : Nyeri pada benjolan di lipat paha kanan
4. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk ke rumahsakit dengan keluhan terdapat benjolan di lipat paha kanan berdiameter
sekitar 3 cm. Benjolan terlihat terutama jelas saat pasien batuk, bersin, mengedan dan bila
diberdirikan. Tapi saat pasien berbaring, benjolan tersebut hilang atau tidak nampak, ada rasa nyeri
pada benjolan dengan skala 6 dari (0-10) nyeri hanya di rasakan pada daerah benjolan.
5. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penyakit Jantung tidak ada
- Riwayat penyakit Paru tidak ada
- Riwayat penyakit Saluran Pencernaan tidak ada
- Riwayat penyakit Genitalia tidak ada
- Riwayat Pembedahan tidak ada
6. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
7. Kebiasaan Sehari-hari
NO JENIS KEGIATAN POLA DI RUMAH POLA DI RUMAH
SAKIT
1 Nutrisi
Makan 2-3 x / hari 1x/hari
Jenis Makanan Nasi + sayur/ kadang daging bubur+tempe+sayuran
Minum 5-6 gelas / hari 6-8 gelas/ hari
Jenis Minuman Air putih Air putih
2 Eliminasi .
Bab 1-2 x /hari Tidak ada
Karakter Feses Lembek, kuning Tidak ada
Keluhan Tidak ada Susah BAB
Bak 2-3x/hari 1-2x/hari
Warna Kuning bening
Keluhan Tidak ada agak susah BAK
Personal Hygine
Mandi 2-3x/hari Tidak ada
Gosok Gigi 2x/hari Tidak ada
Keramas 2-3x/hari Tidak ada
Istirahat / Tidur
Siang Hari 2-3jam/hari 3-4 jam/hari
Ganguan Nyeri pada benjolan Nyeri pada benjolan
Malam Hari 6-8 jam/hari 4-5 jam/hari
Gangguan Tidak ada Terasa sakit pada benjolan

8. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : klient lemah
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8 c
Berat badan : 51 kg
a. Kepala : setelah dilkukan inspeksi bentuk kepala klien terlihat Simetris, kebersihan kulit kepala
agak kotor, distribusi rambut banyak ,hitam dan tidak mudah rontok. Setelah dilakukan palpasi
tidak ada benjolan/edema di kepala.
b. Mata : setelah dilakukan inspeksi Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik , pupil bulat isokor,
pupil merangsang cahaya mengecil, reflek mengedip menutup saat di instruksikan menutup, reflek
klopak mata membuka saat di instuksikan membuka.
c. Hidung : setelah di lakukan inspeksi septum nasal ada, lubang hidung ada dua, bentuk hidung
simetris, produksi sputum tidak mengganggu jalan nafas.
d. Telinga: setelah di lakukan inspeksi telinga kanan dan telinga kiri Simetris, kebersihan nampak
tidak kotor, setelah dilkukan palpasi tidak ada nyeri tekan pada tragus.
e. Mulut: setelah dilakukan inspeksi Mukosa tidak hiperemis, bibir tidak kering, keberishan lidah
agak kotor, mulut terlihat simetris, kebersihan gigi agak kotor, ada lubang pada beberapa gigi
belakang.
f. Leher: setelah dilakukan inspeksi Trakea simetris di tengah, refleks menelan bergerak keatas.tidak
pembesaran vena jugularis.
g. Thorax
- Paru-paru
Setelah dilakukan Inspeksi : ,kedalaman retraksi tidak ada, ketinggalan gerak tidak ada
Setelah dilakukan Palpasi : Vokal fremitus paru kanan sama dengan kiri
Setelah dilakukan Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru.
Setelah dilakukan Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan tidak ada.
- Jantung
Setelah dilakukan Auskultasi : S1 > S2 reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada.
h. Abdomen
- Setelah dilakukan Inspeksi : ada benjolan di bagian kuadran 3 perut bawah (di atas selangkangan),
bentuk perut simetris, kebersihan kulit tidak kotor, umbilikus tidak kotor, distribusi bulu perut
ada.
- Setelah dilakukan Palpasi : nyeri tekan pada benjolan di kuadran 3 perut bawah.
- Setelah dilakukan Perkusi : tidak ada kembung, turgor kulit perut 2 detik.
- Setelah dilakukan tindakan Auskultasi : Bising usus 2 x / menit
i. Status Lokalis
Regio Inguinalis Dextra
Stelah dilakukan Inspeksi : - Terlihat benjolan sebesar kelereng di daerah Inguinalis Dextra,
diameter 1 cm.
- Saat pasien dibaringkan benjolan dapat masuk sendiri
- Warna kulit sama dengan daerah sekitarnya
- Setelah dilakukan Palpasi : - Teraba benjolan, bentuk lonjong, sebesar kelereng, konsistensi
kenyal, nyeri tekan ada
- Benjolan dapat didorong masuk dengan jari kelingking dalam posisi pasien berbaring
- Finger test : Benjolan diraba dengan ujung jari
- Bila anulus inguinalis ditekan keluar benjolan

9. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium
Tanggal spesemen sample di ambil : 01 februari 2016
Jenis pemeriksaan : satuan nilai normal
Hemoglobin : 13.1 g/dl 13 -17
Leukosit : 11.300 L 4000 10.000
Hematokrit : 39% 40 - 54
Eritrosit : 4.1 juta/ L 4.4 - 60
Trombosit : 237.000 L 150.000 450.000

TERAPI OBAT
Keterolax : 2 x 1 amp : (iv)
Ranitidine : 2 x 1 amp : (iv)
Ceftriaxcon : 2 x 1 vial : (iv)

10. Pemeriksaan penunjang


- EKG : nadi dan irama jantung regular
- poto rontgen : pemeriksaan radiologi yaitu nampak hernia inguinalis lateralis dextra.

3.2 Analisa Data


No Data Etiologi Masalah
Pre Operasi
1. DS: Terjadinya gangguan Nyeri
Pasien mengatakan nyeri di perut aliran darah di usus berhubungan
kanan bawah dan ada benjolan di atas yang terjepit dengan trauma
selangkangan. Menyebabkan kematian jaringan (usus
DO: jaringan (Nekrosis) terjepit)
- ada benjolan pada kemaluan Menimbulkan Perforasi.
- S: 36, 4C
- N: 84 x/mnt
- RR: 20x/mnt
- TD: 120/70 mmHg,
2. Ds: klien mengeluh cemas dengan Cemas Rencana Ansietas
rencana penbedahan pembedahan berhubungan
Do : karena dengan
- ada benjolan pada kemaluan Kurang pengetahuan kurangnya
- S: 36, 4C rencana tindakan pengetahuan
- N: 84 x/mnt pembedahan tindakan
- RR: 20x/mnt pembedahan
- TD: 120/70 mmHg,
-Terapi infus rl/ 500 ml/20tpm
Di tnagan kanan
3 Post Operasi Terputusnya kontuinitas Nyeri
DS: jaringan kulit pada berhubungan
Pasien mengeluh nyeri bagian luka post-op dengan trauma
post-op dan pusing di kepala Menstimulasi saraf jaringan (insisi
DO: nyeri bedah)
- lemah Menimbulkan rasa
- kesadaran CM nyeri
- pasien tampak meringis
kesakitan
- berhati-hati saat bergerak.
- S: 36C
- N: 80 x/mnt
- RR: 24 x/mnt
- TD: 130/70 mmHg
- BAB tidak ada
- BAK ada kuning jernih
4 DS: Pasien mengatakan nyeri bagian Efek luka operasi Intoleransi
operasi berkurang, namun pasien aktifitas
merasa mual dan lemas. Menimbulkan rasa berhubungan
DO: mual dengan respon
- Pasien telihat lemas. tubuh akibat
- S: 37C Memicu terjadinya luka post-op.
- N: 82 x/mnt intoleransi aktifitas
- RR 32 x/mnt
- TD: 130/70 mmHg Terhadap respon tubuh.
- ada mual
- ada platus
- tidak ada muntah
- BAK ada kuning jernih.
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tanggal
Ditemukan
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit). 01-02-2016

2. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan pembedahan 02-02-2016

3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah) 02-02-2016

4 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-op. 02-02-2016

3.4 RENCANAAN ASUHAN KEPERAWATAN


no Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1 Nyeri berhubungan Tujuan: Nyeri berkurang/hilang (1-21. Mengkaji tanda-tanda nyeri pasien.
dengan trauma hari) 2. Mengajarkan tehnik relaksasi.
jaringan (usus Kriteria Hasil: Pasien tampak rileks dan3. Memberi posisi semi fowler.
terjepit). keluhan nyeri berkurang/hilang 4. Memberi informasi yang akurat unt
mengurangi rasa sakit.
5. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
2 Cemas Tujuan : Setelah dilakukan tidakana. Jelaskan seluruh prosedur tidakan kepa
berhubungan keperawatan penurunan kecemasan klien dan perasaan yang mungkin munc
rencana selama proses keperawatan cemas dapat pada saat melakukan tindakan.
pembedahan hilang/berkurang b. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pa
Kriteria hasil : tingkat kecemasan (takikardi, takipne
a. Monitor intensitas kecemasan. ekspresi cemas non verbal).
b. Mencari informasi untuk menurunkanc. Temani pasien untuk mendukung keam
cemas. dan menurunkan rasa takut.
c. Menurunkan stimulasi lingkungand. Instruksikan pasien untuk menggunak
ketika cemas. teknik relaksasi.
d. Menyingkirkan tanda kecemasan.
3 Nyeri berhubungan Tujuan: Nyeri berkurang/hilang (1- 5Mengkaji pengalaman nyeri pasien
dengan trauma hari) 1. Tentukan tingkat nyeri yang dialami.
jaringan post-op Kriteria Hasil: Keluhan nyeri2. Memantau keluhan nyeri.
(insisi bedah) berkurang, pasien rileks, dan skala nyeri3. Mengjarkan tehnik relaksasi.
0. 4. Menganjurkan mobilisasi dini.
5. Kolaborasi dalam pemberian terap

4 ntoleransi aktifitas Tujuan: Aktifitas dapat maksimal1. Menjelaskan batasan aktifitas pasien sesu
berhubungan terjadi. kondisi.
dengan respon Kriteria Hasil: Memperlihatkan2. Meningkatkan aktifitas secara bertahap.
tubuh akibat luka kemajuan aktifitas s.d mandiri dan ada3. Merencanakan waktu istirahat sesuai jadw
post-op. respon positif terhadap aktifitas. 4. Memotivasi peningkatan dan b
penghargaan pada kemajuan yang tel
dicapai.

PELAKSANAAN KEPERAWATAN
Tanggal/Waktu No. Tindakan Keperawatan (S.O.A.P)
DK HARIAN
01/02/2016 1. Tindakan: S : klien mengatakan nyeri be
10.00 WIB a. Kaji tanda-tanda nyeri (0-10) O : pasien tampak
10.45 WIB b. Ajarkan tehnik relaksasi. Td: 120/80 mm
10.50 WIB c. Berikan posisi semi fowler. R : 19
11.00 WIB d. Berikan informasi yang akurat untuk N : 78
mengurangi rasa sakit. S : 36,4 C
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi. A : masalah teratasi
P : intervensi dilanjutkan me
powler dan menggunakan te
02 februari 16 2. a. menjelaskan seluruh prosedur tidakan kepada S : pasien mengatakan sudah
10.00 WIB klien dan perasaan yang mungkin muncul pada tindakan pembedahan yang
saat melakukan tindakan. O : pasien tampak
10.20 WIB b. mengkaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik Td: 120/80 mm
pada tingkat kecemasan (takikardi, takipnea, R : 19
ekspresi cemas non verbal). N : 78
13.45 WIB c. menemani pasien untuk mendukung keaman S : 36,4 C
dan menurunkan rasa takut. A : masalah teratasi
d. meninstruksikan pasien untuk menggunakan P : intervensi dilanjutkan me
teknik relaksasi relaksasi
02 pebruari 3. Tindakan: S : klien mengatakan bisa mena
2016 a. Kaji pengalaman nyeri pasien, dan mendorong namun masih merasa se
tingkatkan istirahat O : klien terlihat sedi
17.30 WIB b. Memonitor intake nutrisi - S: 36
c. menetukan tingkat nyeri yang dialami. - N: 80 x/
d. Pantau keluhan nyeri. - RR: 24 x
e. Ajarkan tehnik relaksasi. - TD: 130/70
19.00 WIB f. Anjurkan mobilisasi dini. A : masalah teratasi
g. Kolaborasi dalam pemberian terapi. P : intervensi dilanjutkan : tingk
monitor intake nu
03 februari 4 Tindakan: S : Klien mengatakan sudah dap
2016 a. Jelaskan batasan aktifitas pasien sesuai kondisi. sendiri Keluhan ny
b. Tingkatkan aktifitas secara bertahap. O : kliaen tampak
05.30 WIB c. Rencanakan waktu istirahat sesuai jadwal. Td : 120 / 90 mm
d. Berikan motivasi peningkatan dan memberi N : 75 x /men
penghargaan pada kemajuan yang telah dicapai. R : 18 x / men
S : 36.1 C
A : malasah tera
P : intervensi di hentikan (klien

3.5 EVALUASI (CATATANPENGEMBANGAN)


DK Tgl/Jam Evaluasi Hasil (SOAP)

1 01 februari 2016 S: Pasien datang dengan keluhan ada rasa nyeri di perut kanan bawah.
14.00 WIB O: Pasien tampak meringis kesakitan, ada benjolan pada kemaluan
S: 37C
N: 72x/mnt
R R: 34x/mnt
TD: 120/90 mmHg
A: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit).
a. Mengkaji tanda-tanda nyeri pasien.
b. Mengajarkan tehnik relaksasi.
c. Memberikan posisi semi fowler.
d. Memberikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa sakit.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
2 02 februari 2016 S:
10.30 WIB a. menjelaskan seluruh prosedur tidakan kepada klien dan perasaan yang mungkin
muncul pada saat melakukan tindakan.
b. mengkaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi
takipnea, ekspresi cemas non verbal).
c. menemani pasien untuk mendukung keaman dan menurunkan rasa takut.
d. meninstruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasiT
3 02 februari S: Pasien mengeluh nyeri bagian luka post-op.
2016 O: Keluhan lemah, kesadaran CM, pasien tampak meringis kesakitan, berhati-hat sa
17.30 WIB bergerak.
S: 36C , N: 80 x/mnt , RR: 34 x/mnt TD: 160/70 mmHg, oedeme (-), BAB (-), BA
(+) kuning jernih, Flatus (-)
A: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah)
P:
a. Mengkaji pengalaman nyeri pasien, dan menetukan tingkat nyeri yang dialami
b. Memantau keluhan nyeri.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi.
d. Menganjurkan mobilisasi dini.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
03 februari Pasien mengatakan rasa nyeri sudah berkurang, namun ada rasa lemas, dan mual
2016 O: Pasien telihat lemas.
19.00 WIB S: 37C, N: 82 x/mnt , RR 32 x/mnt, TD: 130/70 mmHg, ada mual,tidak ada muntah
ada flatus, BAB tidak ada, BAK ada kuning jernih.
A: Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-op.
a. Menjelaskan batasan aktifitas pasien sesuai kondisi.
b. Meningkatkan aktifitas secara bertahap.
c. Merencanakan waktu istirahat sesuai jadwal.
d. Memotivasi peningkatan dan memberi penghargaan pada kemajuan yang telah
dicapai.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian Keperawatan


Berdasarkan pengkajian tanda dan gejala yang ada pada teori telah ditemukan pada kasus
Tn.s adalah mual, muntah, dan tidak ada nafsu makan. Hal ini dikarenakan pada saat
pengkajian, pasien masih dalam pengaruh anastesi yang berefek pada tubuh dan sistem
pencernaannya. Pasien masih terlihat lemas dan berhati-hati saat bergerak.
Hernia adalah kelemahan dinding otot abdominal yang melewati sebuah segmen dari
perut atau struktur abdominal yang lain yang menonjol. Hernia dapat juga menembus melewati
beberapa defect yang lain di dalam dinding abdominal, melewati diafragma, atau melewati
struktur lainnya di rongga abdominal. (Ignatavicius, Donna, et.All. Medical Surgical Nursing.
Philadelphia: W.B Saunders Company,2000)
Hernia adalah masuknya organ kedalam rongga yang disebabkan oleh prosesus vaginalis
berobliterasi (paten). (Mansjoer, Arief, Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta,2000).
Hernia adalah suatu benjolan diperut dari rongga yang normal melalui lubang congenital atau
didapat.
Penyebab penyakit Hernia dapat diakibatkan beberapa hal seperti: Kongenital, Obesitas
Pada Ibu hamil, Mengedan juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen. Dan
terlalu seringnya mengangkat beban berat.
Komplikasi yang disebabkan dari Hernia Inguinalis adalah Hernia berulang, Kerusakan
pada pasokan darah, testis dan saraf, Pendarahan yang berlebihan / infeksi luka bedah, Luka
pada usus (jika tidak hati-hati), Setelah Herniografi dapat terjadi Hematoma, Fostes urin dan
feses, Residip, dan Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi. (Oswari E. Bedah dan
Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia,1993).
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa Hernia telah ditegakkan. Antibotik diberikan
sampai pembedahan dilakukan. Analgetik juga dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Dalam melakukan pengkajian penulis tidak menemukan hambatan yang berarti, sedangkan
faktor pendukung yang mempermudah penulis mendapatkan data adalah kerjasama yang baik
antara penulis dengan pasien disebabkan karena pasien yang sangat kooperatif dan terbuka
dalam mengemukakan keluhan yang dirasakannya, selain itu adanya bantuan dari perawat
ruangan yang membantu memberikan informasi pada penulis, juga tersedianya alat-alat
pemeriksaan fisik. (Syamsul Hidayat R. dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi.
Jakarta: EGC, 2005)
4.2 Diagnosa Keperawatan
Pada tahap ini, penulis membedakan kesenjangan antara diagnosa teoritis dengan yang
ditemukan pada kasus menurut Doenges, Marilynn E. (Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3.
Jakarta : EGC,2000).
Dari Diagnosa menurut Doenges, Penulis mengemukakan bahwa diagnosa yang sesuai
dengan kasus yang dialami Tn.S, yaitu:
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit)
2. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan pembedahan
3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah)
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-op.
Diagnosa keperawatan ini muncul karena kurangnya pengetahuan tentang perawatan dan
penyakit berhubungan dengan status kesehatan Tn.s tentang batasan tolerasi aktifitas pasien.

4.3 Perencanaan Keperawatan


Dalam menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan Herniatomi, penulis
membuat sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil, sehingga tujuan yang telah ditetapkan tercapai
seperti perencanaan yang terdapat pada kasus dan tidak berbanding terbalik dengan teoritis
yang dikemukakan para ahli.
1. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit).
Rencana Keperawatan:
a. Mengkaji tanda-tanda nyeri pasien.
b. Mengajarkan tehnik relaksasi.
c. Memberikan posisi semi fowler.
d. Memerikan informasi yang akurat untuk mengurangi rasa sakit.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.

2. Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan pembedahan


Rencana tindakan keperawatan :
a. Jelaskan seluruh prosedur tidakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada saat
melakukan tindakan.
b. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipnea, ekspresi
cemas non verbal).
c. Temani pasien untuk mendukung keaman dan menurunkan rasa takut.
d. Instruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah)
Rencana Keperawatan:
a. Mengkaji pengalaman nyeri pasien, tentukan tingkat nyeri yang dialami.
b. Memantau keluhan nyeri.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi.
d. Menganjurkan mobilisasi dini.
e. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-op.
Rencana Keperawatan:
a. Menjelaskan batasan aktifitas pasien sesuai kondisi
b. Meningkatkan aktifitas secara bertahap.
c. Merencanakan waktu istirahat sesuai jadwal.
d. Memotivasi peningkatan dan beri penghargaan pada kemajuan yang telah dicapai.

4.4 Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan mengacu pada perencanaan yang telah disusun dalam
perencanaan keperawatan. Pada tahap ini penulis melakukan tindakan berdasarkan prioritas
masalah yang ditetapkan. Semua intervensi yang direncanakan telah dilakukan, dalam
melakukan implementasi, pasien dan keluarga sangat antusias dalam membantu terlaksananya
proses pelaksanaan, sehingga tercapainya tujuan yang diharapkan.
Pada diagnosis nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit), telah
dilakukan tindakan keperawatan, yaitu: Mengkaji tanda-tanda nyeri pasien, mengajarkan
tehnik relaksasi, memberikan posisi semi fowler, memberikan informasi yang akurat untuk
mengurangi rasa sakit, dan kolaborasi dalam pemberian terapi.
Pada diagnosis ansietas beerhubungan dengan rencana pembedahan telah dilakukan
tindakan keperawatan yaitu: menjelaskan seluruh prosedur tidakan kepada klien dan perasaan
yang mungkin muncul pada saat melakukan tindakan,mengkaji tingkat kecemasan dan reaksi
fisik pada tingkat kecemasan (takikardi, takipnea, ekspresi cemas non verbal), menemani
pasien untuk mendukung keaman dan menurunkan rasa takut ,Instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi.
Pada diagnosis nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah), telah
dilakukan tindakan keperawatan, yaitu: Mengkaji pengalaman nyeri pasien, dan menetukan
tingkat nyeri yang dialami, memantau keluhan nyeri, mengajarkan tehnik relaksasi,
menganjurkan mobilisasi dini dan kolaborasi dalam pemberian terapi.
Pada diagnosis Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-
op, telah dilakukan tindakan keperawatan, yaitu: Menjelaskan batasan aktifitas pasien sesuai
kondisi, meningkatkan aktifitas secara bertahap, merencanakan waktu istirahat sesuai jadwal,
memotivasi peningkatan dan memberi penghargaan pada kemajuan yang telah dicapai.

4.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari Asuhan Keperawatan yang meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan dan tindakan keperawatan. Pada tahap ini, penulis akan
mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan. Dari ketiga diagnosa tersebut, akan penulis
paparkan penjelasan tentang hasil evaluasi pada kasus Tn.S.
Diagnosa nyeri berhubungan dengan trauma jaringan (usus terjepit), masalah teratasi
sebagian, karena pasien mengatakan rasa nyeri telah berkurang pada luka insisi pembedahan.
Hasil evaluasi: pasien terlihat lebih rileks dan keluhan nyeri berkurang.
Diagnosa ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan masalah teratasi karena
pasien mengatakan pasien telah mengerti tentang apa yang akan dilakukan kepada klien dengan
pasien mengatakan siap untuk melakukan tindakan pembedahan
Diagnosa nyeri berhubungan dengan trauma jaringan post-op (insisi bedah) masalah
sudah teratasi, karena pada saat dilakukan perawatan, luka tampak luka bersih, tidak terdapat
perdarahan dan pembengkakan, serta daerah di sekitar luka operasi tidak terjadi
kemerahan/infeksi, tanda-tanda vital dalam batas normal. Hasil evaluasi: Skala nyeri sedang,
keluhan nyeri berkurang, dan pasien dapat istirahat dengan tenang.
Diagnosa intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-op,
masalah telah teratasi. Karena pada hari kedua setelah post-op pasien sudah mampu duduk dan
melakukan aktifitas eliminasi sendiri. Pada hari ketiga pelaksanaan asuhan keperawatan pasien
sudah dapat berjalan dan diizinkan untuk pulang. Hasil evaluasi: Pasien lebih rileks, dan
keluhan nyeri 0.
BAB V
EVALUASI

5.1 Kesimpulan
Setelah mendalami dengan teliti melalui pembandingan antara konsep medik dan konsep
pemberian asuhan keperawatan pada pasien Herniatomi dengan kenyataan kasus yang penulis
hadapi, maka ada beberapa hal yang dapat penulis simpulkan, diantaranya sebagai berikut.
Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang normal
melalui sebuah defek Kongenital atau yang didapat. Hernia adalah defek dalam dinding
abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti Peritoneum, lemak, usus atau kandung
kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi abnormal. (dr. Jan
Tambayong. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC,2000.)
Penyebab penyakit Hernia dapat diakibatkan beberapa hal seperti :
1. Kongenital disebabkan kelemahan pada otot merupakan salah satu faktor resiko yang
berhubungan dengan faktor peningkatan tekanan intra abdomen. Kelemahan otot tidak dapat
dicegah dengan cara olahraga atau latihan-latihan.
2. Obesitas adalah salah satu penyebab peningkatan tekanan intra-abdomen karena banyaknya
lemak yang tersumbat dan perlahan-lahan mendorong peritoneum. Hal ini dapat dicegah
dengan pengontrolan berat badan.
3. Pada Ibu hamil biasanya ada tekanan intra-abdomen yang meningkat terutama pada daerah
rahim dan sekitarnya.
4. Mengedan juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen.
5. Dan terlalu seringnya mengangkat beban berat.
Menurut Oswari E. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia,1993. Komplikasi
yang dapat terjadi dari Hernia Inguinalis adalah Hernia berulang, Kerusakan pada pasokan
darah, testis dan saraf, Pendarahan yang berlebihan / infeksi luka bedah, Luka pada usus (jika
tidak hati-hati), Setelah Herniografi dapat terjadi Hematoma, Fostes urin dan feses, Residip, dan
Komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.
Melihat perkembangan penyakit Hernia dan masalah yang ditimbulkan, perlu deteksi
dini untuk mendapatkan tindakan yang tepat agar tidak terjadi komplikasi. Salah satu tindakan
yang tepat adalah pembedahan, karena pembedahan akan menyingkirkan atau mengurangi
gejala dari komplikasi.
Lingkungan dan pola hidup serta aktifitas pasien juga mendukung timbulnya penyakit
yang ada hubungannya dengan resiko timbulnya Hernia. Ini diperlukan peningkatan
pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan kepada pasien untuk dapat
membantu proses penyembuhan penyakit.
Hernia kongenital disebabkan oleh penutupan struktural cacat atau yang berhubungan
dengan melemahnya otot-otot normal. Hernia diklasifikasikan menurut lokasi di mana mereka
muncul. Sekitar 75% dari hernia terjadi di pangkal paha. Ini juga dikenal sebagai hernia
inguinalis atau femoralis. Sekitar 10% adalah hernia ventral atau insisional dinding abdomen,
3% adalah Hernia umbilikalis. Jenis lain dapat mencakup hiatus hernia dan diafragmatik
Hernia.

5.2 Saran
Berdasakan kesimpulan diatas maka penulis mengajukan beberapa saran sebagai bahan
pertimbangan yang ada kaitannya dengan masalah Hernia. Adapun saran yang penulis
sampaikan adalah:
1. Bagi pasien:
Diharapkan agar pasien melatih penguatan otot yang mungkin dapat membantu menjaga
berat badan normal, sehat secara fisik, dan menggunakan teknik mengangkat yang tepat dapat
mencegah Herniasi. Karena awal pengkajian dan diagnosis Herniasi sangat membantu dalam
pencegahan tercekik. Setelah Herniasi terjadi, individu harus mencari perhatian medis dan
menghindari mengangkat dan tegang, yang berkontribusi pada cekikan.
2. Bagi perawat dan tenaga kesehatan:
Selalu mengingatkan pasien tentang cara-cara membatasi terjadinya kontribusi cekikan
yang memperparah kondisi pasien.
3. Bagi siswa:
Memberikan informasi yang benar kepada lingkungan sekitar tentang batasan-batasan
mengangkat beban yang berat, mengedan dan faktor-faktor ain yang dapat menimbulkan
Hernia.
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan Kartono,dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : EGC
dr. Jan Tambayong, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.
dr. Taufan Nugroho, 2011. Kumpulan Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam.
Jakarta:
Hand out. 2007. hospitalisasi. Prodi keperawatan, Semarang.
http:// nugealjamela.blogspot.com, diakses 12 agustus 2010
Ignatavicius, Donna, et.All. 2000. Medical Surgical Nursing. Philadelphia: W.B SaundersCompany.
John L. Cameron. 1997. Current Surgical Therapy. Jakarta: Binarupa Aksara.
LeMone, and Burke, M.K. 2000. Medical Surgical Nursing:Critical Thinking in ClientCare. Second
Edition. New Jersey: Prentie-Hall,Inc.
Lewis, Heitkemper, Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical
Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Lewis, Heitkemper, Dirksen. 2000. Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical
Problem. Volume 2. Fifth Edition. Mosby.
Long C, Barbara, 1996. Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arief, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Jakarta: EGC
Oswari E. 1993. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: PT Gramedia.
Seymour I. Schwartz, et.All 2000. Principles of Surgery. Companion handbook. Jakarta: EGC.
Syamsuhidayat, et.al. 2002. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Syamsul Hidayat R. dan Wim De Jong, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Tambayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wong, 2004. Wongs nursing care of infant and children. St. Louis.

Вам также может понравиться