Вы находитесь на странице: 1из 7

Mulai 15 Agustus 2016, aparat Satuan Lalu Lintas Polres Polewali Mandar, Sulawesi Barat, akan menilang

para siswa atau anak di bawah umur mengemudikan motor atau mobil di jalan raya. Kendaraan
pelanggar juga akan disita.

Sejak dua pekan terakhir, polisi tengah melakukan sosialisasi ke SMP dan SMA atau sederajat di Polewali
Mandar tentang larangan tersebut.

Melalui Surat Edaran Nomor B/789/VIII/2016 yang ditandatangani Kasatlantas Polres Polman AKP
Edward Steffy tertanggal 3 Agustus 2016 itu telah dikirim kepada para kepala sekolah dan ditembuskan
ke Bupati, Dinas Pendidikan hingga Polda Sulbar.

Surat itu memuat tiga poin penting. Poin pertama mengingatkan kepada sekolah dan siswa tentang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI, UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, serta rencana kegiatan Satlantas Polres Polman selama 2016.

Hal kedua terkait imbauan kepada setiap sekolah untuk menyampaikan sosialisasi pada 411 Agustus
2016 tentang larangan bagi siswa yang tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM) untuk membawa atau
mengendarai roda dua ataupun mobil ke sekolah.

Pada 1214 Agustus, polisi akan mulai menegur para pelanggar. Tindakan penilangan dan penyitaan akan
dimulai pada 15 Agustus.

Kepala Unit Pendidikan dan Rekayasa Satlantas Polres Polewali Mandar Iptu Abdul Haris Yajji menyatakan
telah melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah tentang larangan tersebut.

Menurut Haris, salah satu pemicu utama kecelakaan di jalan raya adalah ulah pelajar yang ugal-ugalan di
jalan dan berkendara tanpa memenuhi ketentuan.

"Dalam waktu dekat Satlantas juga akan bersurat ke semua tempat-tempat ibadah agar aturan berlalu
lintas khususnya anak di bawah umur bisa tersosialisasi dengan baik," kata Haris kepada Kompas.com,
Rabu (10/8/2016).

Haris mengimbau kepada semua lapisan masyarakat, termasuk para orangtua siswa atau anak, agar tidak
lagi memperkenankan anak-anak di bawah umur berkendara ke sekolah.
Pertanyaan :

Sanksi Bagi Pelajar yang Berkendara Tanpa SIM

Menurut Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pengguna sepeda motor yang tidak memiliki SIM adalah
kurungan paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000. Bagaimana penerapan sanksi
tersebut seharusnya bagi para siswa SMP yang mengendarai sepeda motor ke sekolah tanpa memiliki
SIM? apakah dapat disangkut pautkan dengan Pasal 28 ayat (1) UU No 3 Tahun 1997 tentang pengadilan
anak?

Jawaban :

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat oleh Tri Jata
Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 13 November 2013.

Intisari:

Secara aturan, ancaman pidana bagi pengemudi kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM adalah
pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).

Di sini, ancaman pidana bagi pengemudi yang tidak memiliki SIM itu bersifat alternatif; yaitu pidana
kurungan atau denda. Di sini hakimlah yang menentukan apa pidana yang tepat dijatuhkan terhadap
pelanggar.

Jika pidana penjara yang dijatuhkan oleh hakim, maka paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum
ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Mengenai pidana denda, akan kembali lagi kepada hakim.
Karena pada dasarnya dalam UU SPPA yang diatur adalah jika pidana penjara kumulatif dengan pidana
denda, maka pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.

Dalam praktiknya, penindakan terhadap pelajar yang bersangkutan bisa dilakukan oleh polisi di jalanan
dengan cara menilang pelajar yang bersangkutan.

Akan tetapi, dalam kasus lain, pelajar yang berkendara tanpa SIM yang mengakibatkan kecelakaan,
dihukum atas dasar kecelakaan yang diakibatkannya.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Pidana Bagi Anak

Sebelumnya perlu kami sampaikan bahwa saat ini telah berlaku Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan Anak).

Sehingga aturan dalam Pasal 28 ayat (1) UU Pengadilan Anak tentang pidana denda yang dapat
dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana denda
bagi orang dewasa, kini tidak berlaku lagi.

Mengenai pidana denda dalam UU SPPA diatur dalam Pasal 71 ayat (3) UU SPPA sebagai berikut:

Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda
diganti dengan pelatihan kerja.

Jadi, berdasarkan penelusuran kami dalam UU SPPA, soal pidana denda maksimal bagi anak sudah tidak
diatur.

Perlu diketahui bahwa pidana denda bahkan tidak termasuk dalam pidana pokok maupun pidana
tambahan yang dapat dikenakan kepada anak. Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:[1]

a. pidana peringatan;

b. pidana dengan syarat:

1) pembinaan di luar lembaga;

2) pelayanan masyarakat; atau


3) pengawasan.

c. pelatihan kerja;

d. pembinaan dalam lembaga; dan

e. penjara.

Sedangkan pidana tambahan terdiri atas:[2]

a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau

b. pemenuhan kewajiban adat.

Yang dimaksud dengan kewajiban adat adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan
norma adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat Anak serta tidak membahayakan
kesehatan fisik dan mental Anak.

Merujuk pada penjelasan di atas, jelas bahwa pidana denda tidak termasuk jenis pidana yang dikenakan
kepada anak. Akan tetapi, jika dalam hukum materiil pun ada pidana denda, maka diganti dengan
pelatihan kerja. Bagaimana jika dalam hukum materiil hukuman pidananya bersifat alternatif antara
pidana penjara dengan denda? Seperti misalnya dalam Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang akan dibahas berikut ini.

Sanksi Pidana Berkendara Tanpa SIM

Secara aturan hukum, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki
Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan.[3]

Dalam hal siswa/pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam cerita Anda mengendarai sepeda
motor ke sekolah tanpa memiliki SIM, maka ia dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 281 UU LLAJ yang
berbunyi:

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin
Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Di sini, menjawab pertanyaan Anda, aturan sebenarnya adalah ancaman pidana bagi pengemudi yang
tidak memiliki SIM itu bersifat alternatif; yaitu pidana kurungan atau denda. Artinya hakim yang
menentukan apa hukuman yang tepat dijatuhkan terhadap pelanggar.
Jika pidana penjara yang dijatuhkan oleh hakim, maka paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum
ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.[4] Sedangkan, jika pidana denda, ini akan kembali lagi
kepada hakim. Karena pada dasarnya dalam UU SPPA yang diatur adalah jika pidana penjara kumulatif
dengan pidana denda, maka pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.

Namun, perlu diketahui, dalam praktiknya, polisi di jalan dapat melakukan penindakan (tilang) kepada
pelajar yang bersangkutan. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Apakah Polisi Bisa
Menilang Walau Tanpa Razia?

Sebagai contoh penindakan polisi terhadap pelajar yang berkendara tanpa SIM dapat kita lihat dalam
artikel Tak Punya SIM, Puluhan Pelajar Bermotor Terjaring Razia di Jakbar yang kami akses dari situs
Kompas.com. Puluhan sepeda motor disita Satuan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Barat dari puluhan
pelajar di wilayah Jakarta Barat. Para pelajar itu terjaring razia akibat tidak memiliki SIM. Wakil Kepala
Satlantas Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Budiyono mengatakan bahwa orangtua baru bisa
mengambil kembali kendaraan jika sudah mengurus surat tilang.

Contoh Kasus

Sementara itu, dalam kasus lain, pelajar yang berkendara tanpa SIM yang bergulir hingga ke pengadilan
ini salah satunya didakwa dengan pasal berkendara tanpa SIM. Namun diputus pidana penjara dengan
pasal karena kelalaian di jalanan yang dilakukannya (misalnya menyebabkan kecelakaan dengan korban
orang lain meninggal dunia).

Contoh kasus dapat kita temui dalam Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 74/Pid.Sus/2013/Ptr
dan Putusan Pengadilan Negeri Pasuruan Nomor No. 89 / Pid. B / 2012 / PN. PSR. Dari putusan-putusan
tersebut diketahui bahwa pada saat berkendara terdakwa tidak memiliki SIM dan mengakibatkan
kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Memang ada dakwaan (dakwaan subsidair)
yang mendakwa dengan Pasal 281 UU LLAJ. Akan tetapi, hakim memutuskan terdakwa dipidana
berdasarkan Pasal 310 UU LLAJ.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;

3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Putusan:

1. Putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 74/Pid.Sus/2013/Ptr.

2. Putusan Pengadilan Negeri Pasuruan Nomor No. 89 / Pid. B / 2012 / PN. PSR.

UNDANG-UNDANG NO 20 TH 2009

- 25 -
Bagian Kelima

Fasilitas Parkir

Pasal 43

(1)

Penyediaan fasilitas Parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang Milik Jalan sesuai
dengan izin yang diberikan.

(2)

Penyelenggaraan fasilitas Parkir di luar Ruang Milik Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berupa:

a.

usaha khusus perparkiran; atau

b.

penunjang usaha pokok.

(3)

Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan
kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka
Jalan.

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengguna Jasa fasilitas Parkir, perizinan, persyaratan, dan tata cara
penyelenggaraan fasilitas dan Parkir untuk umum diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 44

Penetapan lokasi dan pembangunan fasilitas Parkir untuk umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah
dengan memperhatikan:

a.

rencana umum tata ruang;

b.

analisis dampak lalu lintas; dan

c.

kemudahan bagi Pengguna Jasa.

Вам также может понравиться