Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
(emas), kejayaan politik, dan menyebarkan agama Kristen. Reconguesta adalah semangat
penaklukan terhadap orang-orang yang berbeda keyakinan mereka. Melalui
Renconguesta semangat gospel semakin kuat hingga semangat penaklukan terhadap
orang-orang atau bangsa-bangsa yang menghalangi tujuan mereka.
Dalam hal ekonomi, bangsa-bangsa Barat memang membutuhkan barang-barang
yang tidak terdapat di negeri asalnya, dan itu adalah rempah-rempah. Rempah-rempah
seperti merica, lada, sangat diperlukan untuk kebutuhan dapur dan perut. Rempah-
rempah ini merupakan bahan pengawet makanan, terutama daging hewan, dan
penghangat tubuh bagi mereka yang bermusim dingin dan salju. Di samping fungsi
biologisnya, ternyata rempah-rempah pun sangat berfungsi ekonomis yang bila diperjual
belikan bisa menghasilkan keuntungan yang melimpah ruah.
Setelah mengetahui bahwa Dunia Timur, terutama Asia Tenggara yang tropis,
merupakan gudang rempah-rempah, segeralah orang-orang Eropa berlomba-lomba
mendatanginya dan bila perlu mereka akan memonopoli perdagangan di daerah tersebut
lalu mendirikan kantor-kantor dagang yang dilengkapi oleh benteng militer dan pasukan
bersenjata. Mereka, yang tadinya membeli rempah-rempah tersebut dari tangan kedua,
yakni dari pedagang-pedagang Timur Tengah, India, dan Cina, berinisiatif untuk
langsung datang ke tempat asal rempah-rempah tersebut agar harga pembelian lebih
murah karena membeli langsung dari sumbernya.
Tak hanya Portugis dan Belanda, orang-orang Inggris dan Spanyol pun ikut serta
dalam persaingan menguasai Asia Timur, Indocina, dan Indonesia. Dengan menguasai
salah satu bandar (pelabuhan) maka bangsa Eropa akan menjual rempah-rempah tersebut
di pasaran internasional dengan harga tinggi.
2
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian imperialisme.
2. Untuk mengetahui awal munculnya imperialisme Belanda di Nusantara.
3. Untuk mengetahui sistem monopoli perdagangan Oostindische Compagnie (VOC) di
Nusantara.
4. Untuk mengetahui perlawanan daerah-daerah di Nusantara terhadap imperialisme
Belanda.
5. Untuk mengetahui proses keruntuhan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC).
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Dasar imperialisme ini dilaksanakan demi agama, mereka menganggap bahwa
menjadi tugas suci agama untuk menyelamatkan manusia dari segala macam penindasan
dan ketidakadilan terutama di negara-negara yang dianggap terbelakang seperti para
misionaris Kristen yang menganggap misi penyelamat ini sebagai The White Man
Burden. (Sunarti, tanpa tahun: 3)
5
Menyusul kemudian tanggal 1 Mei 1598 angkatan kedua di bawah pimpinan van Nede,
van Heemskerck, dan van Warwijck. Dalam itu juga ada beberapa kapal yang dikirim ke
Indonesia, ada yang betolak belakang dari Vlissingen, ada yang dari Middleburg, dan ada
pula dari Rotterdam. Angkatan ketiga yang dikirim oleh Perseroan Lama berangkat dari
Amsterdam dan dalam bulan April 1599, di bawah pimpinan van Neck berangkat dalam
bulan Juni 1600. (Kartodirjo, 1987: 70)
Pelayaran pertama mengunjungi Banten dan berlayar kembali lewat Selat Bali
karena harus kembali ke negerinya, sedang angkatan kedua dapat mencapai Maluku dan
buat pertama kali melakukan pembelian rempah-rempah. (Kartodirjo, 1987: 71)
Angkatan ketiga telah melakukan serangan terhadap benteng Portugis di Ambon
tetapi gagal, sehingga terpaksa mendirikan benteng sendiri, yaitu benteng Afar. Di
samping itu telah dibuat kontrak dengan pribumi mengenai jual beli rempah-rempah.
Angkatan kelima lebih berhasil dari angkatan keempat dengan pembukaan perdagangan
dengan Banten, Banda, dan Ternate akan tetapi gagal dalam merebut benteng Portugis di
Tidore. Konfrontasi dengan Portugis tidak dapat dielakkan oleh karena kecuali
persaingan untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, juga merupakan kelanjutan
permusuhan di Eropa. Portugal yang ada di bawah satu mahkota dengan Spanyol mau tak
mau terseret dalam Perang Delapan Puluh Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan
Belanda, yaitu suatu perang untuk merebut kemerdekaan bagi Bangsa Belanda.
(Kartodirjo, 1987: 71)
Pelayaran yang pertama di pimpin Cornelis de Houtman itu mengalami kesulitan
dan penderitaan karena belum ada pengalaman, sehinga pelayaran tersebut makan waktu
lama yaitu empat belas bulan. Ketika mereka tiba tahun 1596 mereka disambut baik oleh
penguasa-penguasa Banten, karena pada waktu itu orang-orang Belanda belum
menunjukkan sikapnya yang kurang baik terhadap orang-orang pribumi. Untuk pertama
kalinya mereka ingin bersahabat dengan melakukan perjanjian dagang dengan Banten.
Jadi sasaran utamanya ialah pasar Banten tempat perdagangan rempah-rempah yang
ketika itu juga telah menghimpun hasil-hasil dari daerah-daerah sekitarnya dan juga
Maluku. Bagi Banten kedatangan orang-orang asing yang tujuannya akan berdagang
semata-mata sudah tentu menguntungkan perkembangan ekonominya. Bagi raja atau
penguasa-penguasa Banten hal itu berarti menambah penghasilan dari cukai barang-
6
barang perdagangan baik yang diimpor maupun diekspor. Makin banyak orang-orang
asing yang berdagang makin beruntung, meskipun di kalangan mereka timbul persaingan.
Kedatangan orang-orang Belanda di Banten lambatlaun berubah di mana timbul hal-hal
yang tidak menguntungkan Belanda. Hal itu disebabkan sikap perbuatannya sendiri yang
tidak dapat diterima oleh orang-orang Banten. Karena terdorong keinginan mendapat
untung yang sebesar-besarnya maka orang-orang Belanda minta agar memberikan
sejumlah besar lada tetapi di luar kemampuannya untuk membayar. Setelah timbul
ketegangan, maka orang-orang Belanda menembaki kota Banten dari kapal-kapal dan
kemudian meninggalkan kepulauan tersebut. (Poesponegoro dan Notosusanto, 1984: 45)
Tindakan kasar orang-orang Belanda itu tersebar pula beritanya ke daerah-daerah
sepanjang pesisir utara pulau Jawa. Karena itu ketika mereka sampai di pelabuhan-
pelabuhan lainnya, tertutup dan tidak mudah untuk memasuki dan berhubungan dengan
penguasa-penguasanya. Pengalaman yang telah diperoleh merupakan pelajaran sehingga
mereka mengubah sikap dalam menghadapi orang-orang Indonesia. Hal itu ternyata
ketika kedatangan Jacob van Neck, Waerwijick, Heemskerck di Banten pada 1598
mereka diterima dengan baik oleh penguasa-penguasa Banten. Situasi di Banten pada
waktu itu kecuali karena sikap orang-orang Belanda yang sudah dapat menyesuaikan
dirinya juga karena Banten baru mengalami kerugian-kerugian akibat tindakan orang-
orang Portugis. (Poesponegoro dan Notosusanto, 1984: 45)
Kedatangan orang-orang Belanda di Pelabubuhan Tuban dan Maluku juga
mendapat sambutan yang baik dari penguasa-penguasa serta rakyatnya. Hampir setiap
pulau di Maluku disinggahi oleh kapal-kapal Belanda, untuk mengadakan perdagangan
dengan penduduk. Di beberapa tempat mereka menempatkan orang-orangnya untuk
menampung hasil-hasil panen rempah-rempah dari penduduk. Kedatangan orang-orang
Belanda di Ternate diterima dengan baik karena pada waktu itu Sultan Ternate sedang
memusuhi orang-orang Portugis dan Spanyol. Dengan sikap yang baik dari pihak orang-
orang Belanda maka kembalinya kapal-kapalnya ke negerinya membawa muatan
rempah-rempah yang banyak serta mendapat keuntungan sebesar-besarnya.
(Poesponegoro dan Notosusanto, 1984: 46)
Untuk menyaingi pelayaran dan perdagangan dengan orang-orang Barat itu maka
orang-orang Belanda mendirikan serikat dagang yang disebut VOC pada tanggal 20
7
Maret 1602 dan antara lain bertujuan menjalankan politik monopoli perdagangan
rempah-rempah di Indonesia. (Poesponegoro dan Notosusanto, 1984: 47)
Tujuan VOC untuk menguasai perdagangan di Indonesia dengan sendirinya
membangkitkan perlawanan pedagang pribumi yang merasa langsung terancam
kepentingannya. Sikap bermusuhan bertambah kuat karena kehadiran Belanda
mendorong umat Islam lebih memperkokoh persatuan untuk menghadapinya. Sistem
monopoli perdagangan bertentangan dengan sistem tradisional yang berlaku, lagi pula
tidakan-tindakan dengan paksaan dan kekerasan menambah kuat sikap permusuhan
tersebut. (Kartodirjo, 1987: 71)
Meskipun banyak tantangan, Belanda berhasil mendirikan faktoral di Aceh
(1601), Patani (1601), Gresik (1602), Johor (1603). Kontrak dengan monopoli pala di
Bandaneira, Bandalontor, Rozengain, dan Ai diperoleh pada tahun 1602. (Kartodirjo,
1987: 72)
Agresi VOC semakin gencar, Mozambique dan Goa diserang, benteng Portugis
Victoria direbut, Tidore mulai memihak Belanda. Angkatan ketiga menyerang benteng
Ternate, tetapi gagal dan hanya berhasil menduduki Ternate bagian utara. Angkatan
keempat menyerang Banda dan mendirikan benteng Nassau di Bandaneira (1607).
Dengan jatuhnya benteng di Solor (1613) ke tangan Belanda, Portugis kehilangan
pengaruhnya di Nusa Tenggara pula. (Kartodirjo, 1987: 72)
Sejak awal Belanda melihat bahwa dalam jaringan perdagangan di Indonesia
bagian barat, fungsi suatu tempat tersimpulnya jalur-jalur perdagangan sebagai pusat
pemasaran strategis sangat penting, terbukti dari kedudukan Malaka, Johor, dan Banten.
Belanda suatu penguasaan perdagangan di kawasan itu menimbulkan keperluan
mendesak untuk mempunyai kedudukan di tempat kesimpulan itu. Alternatif yang ada
pada mereka adalah Malaka, Johor, dan Jakarta, dan akhirnya Jakarta-lah yang
dipilihnya. Alasan utamanya ialah bahwa Jakarta terletak di daerah yang paling lemah
kedudukannya, sedang Malaka belum terebut dari tangan Portugis, lagi pula senantiasa
menjadi sasaran serangan Aceh. Begitu pula kira-kira keadaan Johor, karena strategis
sangat lemah. (Kartodirjo, 1987: 72)
8
2.3 Sitem Monopoli Perdagangan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) di
Nusantara
Dengan berbagai cara VOC berusaha menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia
serta pelabuhan pelabuhan penting. Kecuali itu, juga berusaha memaksakan monopoli
perdagangan rempah-rempah. Untuk menjalankan usahanya tersebut pertama-tama VOC
berusaha menguasai salah satu pelabuhan penting, yang akan dijadikan pusat. Untuk
keperluan tersebut VOC mengincar kota Jayakarta. Ketika itu Jayakarta di bawah
kekuasaan Kerajaan Islam Banten. Sultan Banten mengangkat Pangeran Wijayakrama
sebagai adipati di Jayakarta. (Sumber: http://www.sejarah-negara.com)
Mula-mula VOC mendapat izin dari Pangeran Wijayakrama untuk mendirikan
kantor dagang di Jayakarta. Tetapi ketika gubernur jenderal dijabat oleh J.P. Coen.
Pangeran Wijayakrama diserangnya. Kota Jayakarta direbut dan dibakar. Kemudian di
atas reruntuhan kota Jayakarta, J.P. Coen membangun sebuah kota baru. Kota baru itu
diberinya nama Batavia. Peristiwa tersebut pada tahun 1619. Kota Batavia itulah yang
kemudian menjadi pusat VOC. (Sumber: http://www.sejarah-negara.com)
Setelah memiliki sebuah kota sebagai pusatnya, maka kedudukan VOC makin
kuat. Usaha untuk menguasai kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan penting
ditingkatkan. Cara melakukannya dengan politik devide et impera atau politik mengadu
domba. Mengadu dombakan sesama bangsa Indonesia atau antara satu kerajaan dengan
kerajaan lain. Tujuannya agar kerajaan-kerajaan di Indonesia menjadi lemah, sehingga
mudah dikuasainya. VOC juga sering ikut campur tangan dalam urusan pemerintahan
kerajaan-kerajaan di Indonesia. (Sumber: http://www.sejarah-negara.com)
Untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, ia memaksakan monopoli,
terutama di Maluku. Dalam usahanya melaksanakan monopoli, VOC menetapkan
beberapa peraturan diantaranya rakyat Maluku dilarang menjual rempah-rempah selain
kepada VOC, jumlah tanaman rempah-rempah ditentukan oleh VOC, dan tempat
menanam rempah-rempah juga ditentukan oleh VOC. (Sumber: http://www.sejarah-
negara.com)
Agar pelaksanaan monopoli tersebut benar-benar ditaati oleh rakyat, VOC
mengadakan Pelayaran Hongi. Pelayaran Hongi ialah patroli dengan perahu kora-kora,
yang dilengkapi dengan senjata, untuk mengawasi pelaksanaan monopoli di Maluku. Bila
9
terjadi pelanggaran terhadap peraturan tersebut di atas, maka pelanggarnya dijatuhi
hukuman. Hukuman terhadap para pelanggar peraturan monopoli disebut ekstirpasi.
Hukuman itu berupa pembinasaan tanaman rempah-rempah milik petani yang melanggar
monopoli, dan pemiliknya disiksa atau bisa-bisa dibunuh. (Sumber: http://www.sejarah-
negara.com)
Bukan main kejamnya tindakan VOC waktu itu. Akibatnya penderitaan rakyat
memuncak puluhan ribu batang tanaman pala dan cengkih dibinasakan. Ribuan rakyat
disiksa, dibunuh atau dijadikan budak. Ribuan pula rakyat yang melarikan diri
meninggalkan kampung halamannya, karena ngeri melihat kekejaman Belanda. (Sumber:
http://www.sejarah-negara.com)
Tidak sedikit yang meninggal di hutan atau gunung karena kelaparan. Tanah milik
rakyat yang ditinggalkan, oleh VOC dibagi-bagikan kepada pegawainya. Karena
kekejaman tersebut maka timbulah perlawanan di berbagai daerah. (Sumber:
http://www.sejarah-negara.com)
10
Haji minta bantuan VOC untuk merebut tahta ayahnya. Hal itu merupakan kesempatan
yang baik bagi VOC untuk menjalankan politik divide et impera. (Sumber:
http://www.sejarah-negara.com)
Perang antara Sultan Ageng dan Sultan Haji tidak dapat dihindarkan. Rakyat dan
sebagian besar tokoh kerajaan membantu Sultan Ageng. Sementara itu, VOC segera
mengirimkan pasukan ke Banten untuk membantu Sultan Haji. Maka terjadilah
pertempuran hebat. Benteng Tirtayasa dipertahankan mati-matian oleh prajurit Banten.
Namun demikian Sultan Ageng terdesak, dan bersama putranya yang kedua bernama
Pangeran Purbaya, melarikan diri ke selatan. Mereka dikejar oleh pasukan VOC dan
pasukan Sultan Haji. Akhirnya pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap.
Sementara Pangeran Purbaya melarikan diri ke daerah Priangan. (Sumber:
http://www.sejarah-negara.com)
Setelah Sultan Ageng tertangkap, Sultan Haji mengadakan perjanjian dengan
VOC. Isi perjanjian tersebut sangat merugikan Kerajaan Banten. Antara lain disebutkan
bahwa Banten mengakui kekuasaan VOC. Meskipun Sultan Haji telah mengakui
kekuasaan VOC di Banten, perlawanan rakyat tidaklah padam. Para pemimpin rakyat
Banten tetap mengobarkan semangat rakyat untuk melawan VOC. (Sumber:
http://www.sejarah-negara.com)
2.4.2 Perlawanan Rakyat Mataram Terhadap VOC
Sebenarnya antara Mataram dan VOC timbul pendekatan, antara lain terbukti dari
utusan-utusan VOC yang sejak tahun 1610 hampir setiap tahun pergi menghadap raja
Mataram karena Batavia membutuhkan persediaan beras. Akan tetapi satu faktor yang
pada suatu waktu menimbulkan bentrokan yaitu tujuan VOC memegang monopoli pada
suatu pihak dan politik ekspansi Mataram pada pihak lain. Sehingga terjadi konfrontasi
Mataram melawan VOC (Kartodirjo, 1987: 136). Pada tahun 1628 Mataram menyiapkan
suatu angkatan laut ke Batavia. Angkatan pertama dipimpin oleh T. Baureksa dan yang
kedua oleh T. Sura-Agul-Agul dibantu oleh T. Mandurareja dan T. Upasanta. Dengan
lima puluh perahu lengkap dengan segala macam bekal, beras, padi, kelapa, dan
sebagainya. (Kartodirjo, 1987: 138)
Dalam serangan pertama pasukan berhasil masuk pasar dan benteng tetapi
sebelum mencapai Kasteel terpukul mundur pada 26 Agustus 1628. Barisan maju lagi
11
dan pada tanggal 10 September 1628 telah berposisi sepenembak dari kota, bertahan di
belakang berikade. Dan serangan Kumpeni pada tanggal 12 September 1628 berhasil
mundur lagi pasukan Mataram. Kemudian benteng Hollandia diserang, akan tetapi
Kumpeni bertahan, bahkan dalam serangan balasnya, yang dilakukan dengan bantuan
warga kota, Cina dan Mardijkers, barisan Mataram terpaksa mundur lagi dengan
meninggalkan dua sampai tiga ratus orang yang gugur dan dalam pertempuran terakhir
Baureksa gugur (Kartodirjo, 1987: 138). Sejak tanggal 27 September 1629 tidak ada
serangan umum lagi. Keadaan parah karena lascar menderita kelaparan. Akhirnya barisan
ditarik mundur. (Kartodirjo, 1987: 139)
2.4.3 Perlawanan Rakyat Makassar Terhadap VOC
Hubungan Makassar dengan VOC mau tak mau berkembang menjadi rivalitas,
karena tujuan VOC untuk memegang monopoli perdagangan langsung bertentangan
dengan prinsip sistem terbuka, suatu hal yang menjadi kepentingan Makassar selama
berkedudukan sebagai pusat perdagangan dengan hegemoni politik sebagai dukungannya.
(Kartodirjo, 1987: 98)
Untuk menghadapi kemungkinan pecahnya perang dengan Belanda, Sultan
Hasanudin pada akhir Oktober 1660 mengumpulkan semua bangsawan yang diminta
bersumpah setia kepadanya. Di samping itu para vasal, Bima, Sumbawa , dan Buntung,
diperintahkan mengirim tenaga untuk pasukannya. Meskipun Sultan Hasanudin dan
kelompok besar bangsawan lebih suka berpoltik damai, ada partai perang di bawah
pimpinan Karaeng Popo (Kartodirjo, 1987: 99). Sedangkan VOC mendapatkan banyak
dukungan dari persekutuan Soppeng-Bone dan Toangke, dengan demikian kekuatan
pasukan bisa mencapai jumlah 10-18.000 orang lebih. (Kartodirjo, 1987: 100)
Angkatan perang VOC yang berangkat pada tanggal 24 November 1666 dari
Batavia tiba di pelabuhan Makassar pada 19 Desember. Suatu pertempuran besar terjadi
pada tanggal 26 Oktober 1667 di mana pasukan Makassar mengalami kekalahan sehingga
terbukalah jalan ke Somboapu dengan istananya (Kartodirjo, 1987: 103). Akibat
kekalahan itu berturut-turut datang mencari perdamaian, Karaeng Layo, Karaeng
Bangkala, dan kemudian juga Kashili Kalimata. Penandatanganan perjanjian diadakan
pertemuan-pertemuan antara kedua pihak. Antara Speelman dan Sultan Hasanudin
tercapailah persetujuan bahwa dari pihak Makassar Karaeng Karunrung bertindak sebagai
12
wakilnya sedangkan dari pihak VOC, Speelman sendiri. Perundingan dilakukan dalam
bahasa Portugis. (Kartodirjo, 1987: 105)
13
overhead-nya), dan satu lagi di Batavia yang mencatat jumlah yang diterima dari negeri
Belanda dan jumlah yang dibelanjakan di Asia. (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008:
51)
Dalam abad ke-18 VOC mengadakan ekspansi dagang yang membutuhkan
sumber daya manusia dan peralatan yang jauh lebih banyak daripada abad ke-17. Dapat
diperhitungkan bahwa dalam akhir abad ke-18 VOC telah merugi. Akan tetapi, berapa
jumlah keuntungan dalam pembukuan di Batavia itu hingga kini belum dipelajari.
(Poesponegoro dan Notosusanto, 2008: 52)
Akhir-akhir ini muncul studi-studi yang memerhatikan faktor perang sebagai
penyebab bubarnya VOC. Menurut salah satu pendapat, sejak tahun 1783 berkobar
serangkaian perang di Eropa yang terutama melibatkan Inggris dan Perancis. Dalam
keadaan itu Belanda berusaha netral, tetapi tidak selalu berhasil. Dalam suasana perang
itu kapal-kapal dagang VOC yang tidak bertolak ke Asia maupun yang kembali dari Asia
menjadi sasaran armada-armada kedua kekuatan raksasa Eropa itu. Lambat laun kapal-
kapal VOC yang berani mengarungi lautan makin berkurang, yang berarti volume
perdagangan juga makin lama makin berkurang, terutama antara tahun 1783 dan 1795.
(Poesponegoro dan Notosusanto, 2008: 52)
Karena terus-menerus merugi, VOC tidak sanggup membayar dividen dari saham-
saham yang dibeli oleh rakyat. Oleh sebab itu, dari tahun ke tahun perusahaan itu harus
berhutang pada negara untuk melakukan kewajibannya. Namun, akhirnya pada tahun
1795 negara memutuskan untuk mengambil alih seluruh kekayaan VOC sebagai
pelunasan dari utang-utang tersebut. Untuk melakukan hal itu, negara membentuk sebuah
panitia. Pada akhirnya di tahun 1799 panitia itu menyatakan bahwa VOC failite dan
bubar. (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008: 52)
Harta kekayaan VOC yang tidak bergerak, seperti benteng-benteng atau daerah-
daerah produksi rempah-rempah di Nusantara, diambil alih oleh negara. Itulah aset
kerajaan Belanda yang menjadi cikal bakal dari Negara Kolonial Hindia Belanda yang
berdiri sejak tahun 1817. (Poesponegoro dan Notosusanto, 2008: 52)
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berawal dari jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani pada tahun 1453
mengakibatkan perubahan jalur perdagangan yang membawa para pedagang Eropa untuk
mencari daerah penghasil rempah-rempah sampai ke Dunia Timur hingga berujung
munculnya imperialisme Belanda di Indonesia pada abad ke-16. Imperialisme adalah
suatu usaha untuk memperluas kekuasaan suatu negara atau wilayah untuk dapat
menguasai negara lain.
Kemudian tahun 1602 didirikan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang
bertujuan untuk menjalankan politik monopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia.
Tujuan VOC untuk menguasai perdagangan di Indonesia dengan sendirinya
membangkitkan perlawanan di berbagai daerah. Akhirnya pada tahun 1799 VOC
dinyatakan failite dan resmi dibubarkan, sehingga harta kekayaan VOC diambil alih oleh
negara yang kemudian digunakan sebagai aset kerajaan Belanda yang menjadi cikal bakal
dari Negara Hindia Belanda yang berdiri sejak 1817.
3.2 Saran
Indonesia dikenal sejak lama akan kekayaan sumber daya alamnya terutama
rempah-rempah. Sehingga menarik para pedagang Eropa berdatangan ke Indonesia dan
mengakibatkan munculnya imperialisme dan kolonialisme di Indonesia. Kita sebagai
warga negara Indonesia dan penerus bangsa sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk
menjaga nilai-nilai luhur bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, dan tidak lupa untuk
menjaga kekayaaan sumber daya alam yang kita miliki agar bangsa kita tidak dijajah
untuk kesekian kalinya.
15