Вы находитесь на странице: 1из 10

HIV (Human Immunodeficiency Virus)

Definisi
Merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Termasuk anggota
lentivirus (subfamili Retrovirus), merupakan virus RNA yang mempunyai envelope. HIV
atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang sistem kekebalan
tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome). HIV berikatan kuat terhadap CD4 pada sel T-helper dan makrofag.

Etiologi

Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus lentivirus ditemukan oleh
Luc Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi
virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV).
Gallo (National Institute of Health, USA 1984) menemukan Virus HTLV-III (Human
T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut
dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International
Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberi nama resmi HIV. Pada tahun
1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan
berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic. HIV-2 dianggap kurang pathogen
dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan, kedua virus itu disebut sebagai HIV saja.
Morfologi HIV
Pada mikroskop elektron menunjukkan bahwa virion HIV adalah struktur ikosahedral
yang mengandung banyak tonjolan eksternal yang dibentuk oleh dua envelope proteins besar,
yaitu bagian luar disebut gp120 dan pada bagian transmembran disebut gp41.

Siklus hidup HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor
pada permukaan sel inang, di antaranya adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang
menjadi target HIV adalah sel monocytes/macrophages dan sel dendritic/Langerhans. Sel-sel
tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oralyang
biasanya menjadi tempat awal infeksi HIV. Setelah gp120 berikatan dengan CD4, gp120 ini
mengalami perubahan konformasi yang memfasilitasi pengikatan salah satu dari sekelompok
co-receptor. Dua co-receptor utama untuk HIV-1 adalah CCR5 dan CXCR4. Setelah terjadi
pengikatan, maka terjadi fusi dengan membran sel inang sehingga isi partikel virus akan
terlepas di dalam sel.Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan
mengubah genom virus yang berupa RNA menjadi DNA. Kemudian, DNA virus akan
dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau terintegrasi dengan DNA
manusia. DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat
bertahan cukup lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel
inang akan memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA.
Kemudian, mRNA akan dibawa keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat
protein dan enzim HIV. Sebagian RNA dari provirus yang merupakan genom RNA
virus. Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi
virus utuh. Pada tahap perakitan ini, enzim protease virus berperan penting untuk
memotong protein panjang menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus. Apabila HIV
utuh telah matang, maka virus tersebut dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel
berikutnya. Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di mana virus
akan mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.

Faktor Risiko
Faktor resiko untuk terjangkit dari virus ini antara lain adalah untuk orang-orang yang
mengkonsumsi obat-obatan terlarang dengan menggunakan jarum suntik, Ibu hamil yang
mengidap HIV, Umur diatas 50 tahun, Ibu pengidap HIV yang sedang menyusui bayinya,
Orang yang suka berganti-ganti pasangan seksual.

Epidemiologi
Infeksi HIV merupakan infeksi global yang terjadi di seluruh dunia. Diperkirakan
terdapat 37 juta kasus infeksi di seluruh dunia. Menurut catatan Departemen Kesehatan, pada
tahun 2005 terdapat 4.186 kasus AIDS dengan 305 di antaranya berasal dari Jawa Barat. Saat
ini, dilaporkan adanya pertambahan kasus baru setiap 2 jam, dan setiap hari minimal 1 pasien
meninggal karena AIDS di Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan di Rumah Tahanan. Dan
di setiap propinsi ditemukan adanya ibu hamil dengan HIV dan anak yang HIV atau AIDS.
HIV ditularkan melalui :
a. Lewat cairan darah:
- Melalui transfusi darah / produk darah yg sudah tercemar HIV
- Lewat pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai
bergantian tanpa disterilkan, misalnya pemakaian jarum suntik dikalangan
pengguna narkotika suntikan
- Melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali dalam kegiatan lain,
misalnya : peyuntikan obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus
kulit, misalnya alat tindik, tato, dan alat facial wajah.

b. Lewat cairan sperma dan cairan vagina :


HIV dapat menular melalui hubungan seks penetratif yang tidak aman sehingga
memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk hubungan
seks lewat vagina) ; atau tercampurnya cairan sperma dengan darah, yang mungkin
terjadi dalam hubungan seks anal.
Hubungan seksual secara anal lebih berisiko menularkan HIV, karena epitel
mukosa anus relatif tipis dan lebih mudah terluka dibandingkan epitel dinding vagina,
sehingga HIV lebih mudah masuk ke aliran darah. Dalam berhubungan seks vaginal,
perempuan lebih besar risikonya daripada pria karena selaput lendir vagina cukup
rapuh. Disamping itu karena cairan sperma akan menetap cukup lama di dalam
vagina, kesempatan HIV masuk ke aliran darah menjadi lebih tinggi. HIV di cairan
vagina atau darah tersebut, juga dapat masuk ke aliran darah melalui saluran kencing
pasangannya.

c. Lewat Air Susu Ibu :


Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif, dan
melahirkan lewat vagina; kemudian menyusui bayinya dengan ASI. Kemungkinan
penularan dari ibu ke bayi (Mother-to-Child Transmission) ini berkisar hingga 30%,
artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu HIV positif kemungkinan ada 3 bayi yang
lahir dengan HIV positif.
Faktor -faktor risiko yang mempercepat meningkatnya prevalensi infeksi HIV di
Jawa Barat adalah :
1. Tingginya pecandu narkotika suntik (IDU)
2. Industri seks
3. Kemiskinan
4. Migrasi penduduk
5. Kurangnya pengetahuan mengenai IMS / HIV/ AIDS
6. Rendahnya pemakaian kondom pada aktiftias seksual berisiko
7. Tingginya hubungan seksual di luarnikah dan pra nikah
Fakta yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa peningkatan infeksi HIV yang
semakin nyata pada pengguna narkotika. Padahal sebagian besar odha yang
merupakan pengguna narkotika adalah remaja dan usia dewasa muda yang merupakan
kelompok usia produktif. kelompok resiko tinggi adalahlelaki homoseksual atau
biseks, bayi dari ibu/bapak terinfeksi, orang yang ketagian obat intravena, partner seks
dari penderita AIDS dan penerima darah atau produk darah (transfusi).
Patogenesis

HIV adalah retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. Untuk masuk ke
dalam sel, virus ini berikatan dengan receptor (CD4) yang ada di permukaan sel. Artinya,
virus ini hanya akan menginfeksi sel yang memiliki receptor CD4 pada permukaannya.
Karena biasanya yang diserang adalah sel T lymphosit (sel yang berperan dalam sistem imun
tubuh), maka sel yang diinfeksi oleh HIV adalah sel T yang mengekspresikan CD4 di
permukaannya (CD4+ T cell).
Setelah berikatan dengan receptor, virus berfusi dengan sel (fusion) dan kemudian
melepaskan genomnya ke dalam sel. Di dalam sel, RNA mengalami proses reverse
transcription, yaitu proses perubahan RNA menjadi DNA. Proses ini dilakukan oleh enzim
reverse transcriptase.
Proses sampai step ini hampir sama dengan beberapa virus RNA lainnya. Yang
menjadi ciri khas dari retrovirus ini adalah DNA yang terbentuk kemudian bergabung dengan
DNA genom dari sel yang diinfeksinya. Proses ini dinamakan integrasi (integration). Proses
ini dilakukan oleh enzim integrase yang dimiliki oleh virus itu sendiri. DNA virus yang
terintegrasi ke dalam genom sel dinamakan provirus.
Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil dan mengalami proses replikasi
sebagaimana DNA sel itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA sel menjalankan proses replikasi
secara otomatis genom virus akan ikut bereplikasi. Dalam kondisi ini virus bisa memproteksi
diri dari serangan sistem imun tubuh dan sekaligus memungkinkan manusia terinfeksi virus
seumur hidup (a life long infection).
Spesifikasi HIV terhadap CD4+ T cell ini membuat virus ini bisa digunakan sebagai
vektor untuk pengobatan gen (gene therapy) yang efisien bagi pasien HIV/AIDS. Soalnya,
vektor HIV yang membawa gen anti-HIV hanya akan masuk ke dalam sel yang sudah dan
akan diinfeksi oleh virus HIV itu sendiri.
Limfosit CD4+ merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas
terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah
fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon
imun yang progresif.
Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari pada model infeksi akut Simian
Immunodeficiency Virus ( SIV ). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan monosit pada
mukosa vagina.Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke kelenjar getah bening regional.
Pada model ini, virus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah inokulasi. Sel
individual di kelenjar getah bening yang mengekspresikan SIV dapat di deteksi dengan
hibridisasi in situ dalam 7- 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV dideteksi 7-21 hari setelah
infeksi . Puncak jumlah sel yang mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening berhubungan
dengan puncak antigenemia p26 SIV. Jumlah sel yang mengekspresikan virus di jaringan
limfoid kemudian menurun secara cepat dan di hubungkan sementara dengan pembentukan
respon imun spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya viremia adalah peningkatan sel
limfosit CD8. Walaupun demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon sel limfosi CD8+
menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan
steady-state beberapa bulan setelah infeksi . Kondisi ini bertahan relatif stabil selam
beberapa tahun, namun lamanya sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat
replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan kekebalan tubuh pejamu, adalah
heterogeneitas kapasitas replikatif virus dan heterogeneitas intrinsik pejamu.
Antibodi muncul di sirkulasi dalm beberapa minggu setelah infeksi, namun secara
umum dapat dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah menurun sampai ke level
steady state. Walaupun antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang kuat
melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat mematikan virus.

Patofisiologi
Setelah pasien terinfeksi oleh virus HIV maka selanjutnya pasien akan masuk ke fase
Immunodefficiency. Hal ini terjadi akibat defisiensi kuantitatif dan kualitatif progresif CD4
(T-Helper), Monosit dan Makrofag.Autoimmunity dapat terjadi pada pasien karena adanya
antibodi terhadap limfosit, trombosit dan neutrofil. Pada pasien HIV dapat juga terjadi
Neurologic dysfunction, hal ini akibat infeksi opportunistik dan neoplasma serta efek
langsung HIV maupun produknya.
Tanda dan Gejala
Ada tiga tahapan utama infeksi HIV: infeksi akut, latency klinis dan AIDS.
1. Infeksi akut
Diperkirakan sekitar 50-70% dari orang dengan infeksi HIV mengalami sindrom
klinis akut ~ 3-6 minggu setelah infeksi primer. Gejala biasanya bertahan selama satu sampai
beberapa minggu dan secara bertahap mereda sebagai respon kekebalan terhadap
perkembangan HIV dan tingkat penurunan viremia plasma.
Clinical Findings in the Acute HIV Syndrome
General Neurologic
Fever Meningitis
Pharyngitis Encephalitis
Lymphadenopathy Peripheral neuropathy
Headache/retroorbital pain Myelopathy
Arthralgias/ myalgias Dermatologic
Lethargy/ malaise Erythematous maculopapular
Anorexia/weigh loss rash
Nausea/vomiting/diarrhea Mucocutaneous ulceration

2. Clinical Latency
Gejala awal yang diikuti oleh tahap berikutnya disebut clinical latency atau tanpa
gejala HIV. Meskipun lamanya waktu dari infeksi awal untuk perkembangan penyakit klinis
sangat bervariasi, rata-rata waktu untuk pasien yang tidak diobati adalah ~ 10 tahun.
Sementara biasanya ada beberapa atau sekitar 50 sampai 70% tidak ada gejala pada awalnya,
pada akhir tahap ini banyak orang mengalami demam, penurunan berat badan, masalah
pencernaan dan nyeri otot. 70% dari orang juga mengembangkan limfadenopati generalisata
persisten, pembesaran lebih dari satu kelompok kelenjar getah bening selama lebih dari tiga
sampai enam bulan.
Pasien tertentu lainnya tetap sepenuhnya asimtomatik meskipun fakta bahwa jumlah
CD4 + T mereka menunjukkan penurunan progresif untuk tingkat yang sangat rendah. Pada
pasien ini, penampilan penyakit oportunistik mungkin manifestasi pertama dari infeksi HIV.
Selama periode asimtomatik infeksi HIV, rata-rata penurunan CD4 + T adalah ~ 50 / L per
tahun. Ketika jumlah sel CD4 + T jatuh ke <200 / L, keadaan yang dihasilkan dari
immunodeficiency cukup parah untuk menempatkan pasien pada risiko tinggi untuk infeksi
oportunistik dan neoplasma, dan karenanya penyakit klinis jelas.

3. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)


Gejala HIV dapat muncul setiap waktu selama infeksi HIV. Secara umum, spektrum
atau beratnya penyakit berubah sesuai dengan penurunan jumlad CD4+. Komplikasi infeksi
HIV yang lebih berat dan mengancam jiwa terjadi pada pasien dengan kadar T sel CD4+
kurang dari 200/l. Diagnosis AIDs dibuat pada pasien dengan infeksi HIV dan kadar CD4+
T sel kurang dari 200/l dan pada mana-mana individu dengan infeksi HIV yang mempunyai
salah satu penyakit berhubungan dengan HIV dapat dikatakan bahawa adanya defek yang
berat pada sel-sel imunnya. Penyebab infeksi sekunder yang terjadi sangat khas, yaitu dari
organisme opportunistik seperti P.carinii, mikobakterial atipikal, dan organisme lain yang
biasanya tidak menimbulkan penyakit pada orang yang imun sistemnya tidak terganggu.
Sekitar 60% kematian pada pasien AIDs merupakan akibat kansung dari infeksi selain HIV,
dengan P.carinii, hepatitis dan infeksi bakteri non-AIDS menjadi kasus terbanyak. Karena
penggunaan yang luas dari kombinasi terapi antiretroviral dan implementasi dari panduan
terhadap pencegahan infeksi opportunistik, insiden infeksi sekunder menurun secara
dramatis.

Diagnosis Banding
Penyakit imunodefisiensi primer, seperti :
1. Gangguan pada limfosit B dan produksi antibodi, misalnya pada :
- Common variable immunodeficiency
- Hipogammaglobulinemia sementara pada bayi
2. Gangguan pada limfosit, misalnya pada :
- Kandidiasis mukokutaneus kronis
- Sindroma DiGeorge
3. Kelainan pada fungsi fagosit
- Sindroma Chediak-Higashi
- Penyakit granulomatosa kronis

Pencegahan dan Penanggulangan


1. Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan
penyuntikan atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka.
2. Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks yang
tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan
penularan HIV)
3. Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua resiko
dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya,
sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan.
Ada tiga cara:
1. Abstinensi
2. Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan
saling setia kepada pasangannya
3. Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko,
dianjurkan melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom
Ada dua hal yang perlu diperhatikan:
1. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau
pisau cukur) harus disterilisasi dengan benar
2. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian
dengan orang lain

Вам также может понравиться